Jumat, 12 Mei 2023

Managing People and Organizing Structures, Processes and Cultures Elke Loeffler and Catherine Staite

Managing People and Organizing
Structures, Processes and Cultures
Elke Loeffler and Catherine Staite


Pendahuluan

Banyak negara ingin mencari cara untuk mengurangi anggaran publik termasuk diantaranya pengurangan belanja pegawai tetapi ingin kualitas layanan semakin baik.  Sehingga banyak organisasi publik yang sadar mengenai pentingnya pengelolaan manusia secara efektif yang dapat meningkatkan produktivitas dengan strategi orang yang tepat, kompetensi yang tepat dan tujuan yang tepat.


“Dahulu pegawai didorong untuk meningkatkan kinerjanya dan diukur keberhasilannya dengan memberikan penilaian sesuai standar output atau hasil kerja tetapi tidak menyentuh kedalam proses bagaimana perilaku pegawai terbentuk”

 

Metode Analisis PESTEL dalam Memahami Perilaku Pegawai dengan jangkau ke dalam proses perilaku terbentuk

Organisasi sektor publik tidak beroperasi di lingkungan yang vakum, tetapi menjadi bagian dari lingkungan sosial dan politik dan Kondisi ini membawa dampak pada pegawai. Pada chapter 2 penggunaan PESTEL analisis (politic, economy, social. technology, environment, and legal) bermanfaat untuk mengkaji manusia atau staf organisasi publik karena akan berimplikasi dengan perilaku pegawai. Misal bagaimana seorang perilaku staf publik dikaji dari kecenderungan politiknya (anis atau ganjar, ideologi politik), ekonomi (kondisi perekonomian makro-ekonomi negara seperti inflasi, suku bunga, maupun pertumbuhan ekonomi maupun mikro seperti kondisi ekonomi rumah tangga dan tanggungan keluarga), sosial (gaya hidup, pandangan sosial mengenai pekerjaan pegawai, umur dan budaya daerah yang melatar belakangi karakter pegawai)  misal orang manado dan orang jawa pasti beda gaya hidupnya atau orang batak dan orang sunda pasti beda cara bicaranya) maupun lingkungan sosial kerja (interaksi dengan rekan-rekan kerja yang masing juga memiliki perbedaan perilaku, termasuk juga dalam interaksi dengan stakeholder di lingkungan kerja maupun model kerjanya, environment (lingkungan alam daerah rawan gempa, rawan tsunami, perubahan iklim, kondisi alam dalam menyokong kebutuhan, tinggal di daerah perkumuhan atau elit) dan legal (aturan dan prosedur yang melekat yang mempengaruhi) kesemuanya ini sangat mempengaruhi perilaku dan motivasi pegawai.


Learning Objektifnya

  • Untuk memahami fungsi kunci dalam pengelolaan sumber daya manusia sektor publik

  • Untuk  memahamai bagaimana HRM berkemabang dalam sektor publik dan apa bedanya pada private sektor

  • Untuk mengeksploitasi bagaimana pengelolaan SDM sektor menjadi lebih fleksibel serta dapat mempertahankan beberapa model lama yang masih lebih relevan digunakan (tradisi lama yang masih lebih baik seperti ramah tamah, kommunitarian bukan individualistis, dibalik faktor baru yang berlemabgn seperti teknologi perlu juga mempertahankan tradisi lama yang masih lebih baik)

  • Untuk mengeksploitasi tantangan pengelolaan manajemen sektor publik dan implementasi kebijakannya di masa yang akan datang


Apa maksud dari pengelolaan sumber daya manusia

  • Kebutuhan staf dinilai secara kualitatif maupun kuantitatif agar dapat memenuhi kebutuhan organisasi untuk mencapai tujuan

  • Kecukupan biaya kebutuhan pegawai/budgeting dengan tujuan strategis organisasi

  • Desain pekerjaan, matching antara pekerjaan dan pegawai

  • Mengatur administrasi pegawai, mengatur jadwal pegawai, kolaborasi tim, dan cuti pegawai serta pergantian apabila ada pegawai yang sakit atau sedang dinas luar

  • Mendesain reward dan punishment system

  • Negosiasi antara bayaran dengan pekerjaan serta kondisi yang diharapkan dengan pekerjaan (trade unions)

  • Melatih dan mengembangkan skill dan pengetahuan baru yang berkembang

  • Penerapan kode etik pegawai disesuaikan dengan brand organisasi (misal brand melayani harusnya mulai berubah dengan suasana kantor maupun seragam)pakai batik-kemeja kantor-dan tema atau suasana kantor

  • Pemutusan hubungan kerja baik sukarela atau karena pelanggaran

  • Evaluasi penempatan pegawai serta rencana strategis dengan mempertimbangkan perkembangan di masa yang akan datang (WFO dan WFH, digital document, COllaboration team)


(Torrington and hall, 1987)

garis pegawai (Kekuatan Organisasi - Kekuatan Pegawai)

Ada suatu posisi atau tingkatan dimana menjadi titik temu antara organisasi dengan pegawai, apabila organisasi kuat maka titik temunya akan lebih kepada kepentingan organisasi begitu juga sebaliknya apabila pegawainya kuat maka titik temunya ada di kepentingan pegawai


Pandangan Klasik Dalam Manajemen Pegawai

Manajemen pegawai pada era Klasik adalah mencari pegawai, melatih, mengatur upah, menjelaskan harapan dari perusahaan/organisasi, menerapkan strategi, mencoba memuaskan pegawai dengan kebutuhan, mengatasi masalah dan mengubah respon negatif pegawai serta memperbaiki kondisi yang membuat kesalahan tersebut. Kebijakan terkait HRM ini nantinya akan sangat dipengaruhi oleh administrator dan pimpinan politik organisasi. sementara departemen sumber daya manusia hanya penyedia data, pemberi saran dan masukan pada pengambil keputusan melihat struktur organisasi dan prosedur administratif dan legal yang ada.

Era Sekarang

Tetapi saat ini HRM sudah harus bekerja across organisasi atau melampaui organisasi seperti mengidentifikasi bakat pegawai, mengatur kondisi eksternal pegawai dengan pola kerja yang pas (misal karyawan yang sudah berkeluarga dan yang belum atau karyawan yang sudah punya anak atau belum), mengatur hubungan antar karyawan maupun pimpinan agar tidak terjadi konflik, melakukan mediasi dan konseling, menjadi pendengar yang baik. Jadi bukan soal penghematan anggaran kerja saja tetapi memberdayakan suasana dan lingkungan yang nyaman bagi semua dengan share service


Trend in public sector employment and pay

Trend penghematan anggaran mendorong upaya untuk pengurangan gaji pegawai sektor publik dan mengurangi jumlah pegawai akan berdampak berkurangnya daya tarik pelamar yang memiliki skill dan kompetensi untuk bekerja di sektor publik dan akan berdampak negatif pada SDM. Di beberapa negara eropa diambil kebijakan dalam pengurangan atau upah tetap sejak 2008. Data menunjukkan 18 dari 27 negara yang mengimplementasikan pemotongan gaji atau upah tetap selama periode sejak krisis ekonomi global 2008 dengan dapat  Di Denmark dan German pegawai publik bertahan dengan gaji tetap sejak 2008 (tanpa kenaikan) sementara di yunani, rumania, spanyol dan UK  terdapat pemotongan gaji bonus seperti gaji 13 atau  14.


Apa yang membedakan manajemen SDM di sektor publik?

Manajemen SDM sektor publik bekerja di dalam sistem politik, sistem nilai publik, dengan stakeholder yang sangat beragam dan kelas yang sangat jauh perbedaannya. (kalau sektor private jelas ada owner, nilai mengajak keuntungan  sementara nilai publik selalu berubah-ubah) dan segmen pasar yang jelas sementara sektor publik sangat beragam


Analogi Mobil

Kritik terhadap Copy Paste cara sektor private ke dalam Organisasi publik

Kalau dianalogikan Organisasi sektor publik maupun sektor swasta adalah sebuah kendaraan yang memiliki tujuan yang berbeda, dengan medan yang berbeda. sehingga masing-masing mobil perlu memperhatikan design, model dan fungsi. Misal sektor private memiliki penumpang yang sedikit dan medan yang terjal, maka mereka mendesain mobilnya dengan model offroad, menyesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi medan untuk sampai tujuan. sementara itu organisasi publik digambarkan dengan mobil dengan kapasitas yang besar dan medan yang berbeda, maka tentu harus menyesuaikan kondisi ban maupun ukurannya untuk sampai tujuan. Organisasi publik menyesuaikan dengan mobil jeep offroad sedangkan organisasi publik menyesuaikan dengan model kendaraan bus. maka jangan pernah mengcopy paste sektor private karena medan dan jumlah penumpang kedua sektor berbeda.


Penekanan perilaku empati pada sektor publik

Sektor publik tidak hanya menekankan kompetensi pada pengetahuan saja tetapi juga perilaku empati kepada masyarakat. Perilaku ini merupakan merasakanan perasaan dan perspektif orangn lain, mengambil tindakan kepedulian, mendengarkan dan memahami kondisi sekitar / unspoken or partly expressed,  sehingga dapat berperilaku yang tidak mencederai publik. Perilaku ini harus dikembangkan bahkan The london borough of lambeth telah mengembangkan pengembangan dan pelatihan yang fokus pada perilaku staf yang menghasilkan 13 framework dari perilaku empati. Empati akan menjadi nilai dan perilaku sangat penting dan harus dimiliki pegawai publik, dalam merespon dan melayani citizen bukan seperti mengancam atau menakuti citizen, harus memahami dan secara penuh dapat merasakan dan melihat pikiran mereka


ketika melihat empati atau kondisi secara langsung memang sulit dan berat tetapi kalau melihat kondisi secara makro maka hal tersebut akan berdampak positif yang lebih besar. kenyataan di lapangan pegawai SLB melihat secara mikro dan memiliki keterbatasan informasi seperti yang dijelaskan dalam bounded rationality  (Herbert simon)


Riddell, 2013

Lebih jauh riddle menjelaskan bahwa hubungan pegawai publik dan pimpinan politik tidak lah simple tetapi sangat kompleks, riddle menggambarkan bagaimana pimpinan politik dan menteri menunjukkan jurang ketegangan hubungan dari sejumlah faktor sebagai berikut:

  1. Desakan publik mengenai kapabilitas, skill dan kinerja organisasi publik yang dipimpin. serta perubahan struktur dan implementasi kebijakan agar dipahami dengan baik dan efektif jangan hanya textbook aturan.

  2. Pimpinan politik terpilih enggan disalahkan dengan keburukan organisasi maupun kesalahan pegawai yang dipimpin (contoh saja kejadian kemarin, pernyataan SMI menuai polemik dan persepsi yang membuat seolah2 yang salah itu pegawainya bukan menterinya).

  3. Terus kalau pejabat publik tersebut bukan pilihannya juga pimpinan politik merasa tidak percaya pada kerja pimpinan politik yang bukan pilihannya. Ketidakseimabangan antara kekuasaan menteri dan dukungan internal akan membuat antara pimpinan dan pegawai frustasi karena sama-sama tidak saling memahami keinginannya masing-masing dan mengejar harapan masing-masing.

  4. Di UK sejak 2010 banyak pegawai publik yang merasa jenuh dan merasa tidak aman terbukti dengan banyaknya pejabat politik yang akhirnya mundur dari pos nya masing2, pengaruh politik, kritik publik dan media yang membuat posisi pegawai publik semakin terjepit.

  5. Parlemen sendiri – bersama dengan media dan publik – semakin tegas ingin meminta pertanggungjawaban pegawai negeri, juga menteri, atas kinerja mereka.


Di tingkat pemerintah daerah, sebuah contoh diberikan dalam Tinjauan Dewan Kota Birmingham baru-baru ini, atas nama pemerintah pusat, dipimpin oleh Kepala Sekretaris Permanen Pegawai Negeri Sipil yang baru saja pensiun, Sir Bob Kerslake:

Alih-alih kemitraan yang efektif antara kepemimpinan politik dan manajerial dewan, kami secara konsisten mendengar bahwa peran masing-masing anggota dan pejabat dalam praktiknya kabur. Dalam kata-kata seorang anggota Kabinet: 'para anggota dewan berpura-pura menjadi pejabat, dan para pejabat terkadang berpura-pura menjadi anggota dewan'.


Public Value dan Privat Value

Faktor kunci yang membedakan pengelolaan SDM sektor publik dan sektor private adalah dasar bekerja di sektor publik adalah nilai-nilai publik sedangkan sektor private tentu nilai 2 private

Konsep nilai publik (Moore, 1995) (Benington and Moore, 2011) itu bukan hanya soal outcome atau product atau hasil tetapi juga lingkungan yang berwenang dan kapasitas operasional yang memungkinkan penyampaian hasil tersebut.


Contoh kasus 9.2

Politisasi pegawai publik di spanyol

pegawai dan pejabat publik di tingkat negara bagian, kota, dan regional dipolitisasi dan ditunggangi oleh patronase (bagaimana pernyataan Bambang Pacul)

pegawai publik yang idealis sering dikesampingkan, dikucilkan atau dibuang (Contoh novel baswedan Css..dengan cara yang yang legal konstitusional)

mereka yang melawan akan disingkirkan dan di fitnah

Namun, sangat sedikit yang mengusulkan penguatan mekanisme kontrol atas pemerintah: harus ada pemeriksaan menyeluruh dan keseimbangan, termasuk pemeriksaan yang lebih baik terhadap ketidakberpihakan pegawai negeri, yang dimaksudkan untuk netral secara politik. Sumber: Diadaptasi dari Cardona (2014) dan Loeffler (2001)


contoh: banyak orang yang sepakat bahwa presiden treshold 20% adalah suatu bentuk oligarki yang harus disingkirkan tetapi jeritan tersebut seolah-olah terabaikan oleh pihak2 yang seharusnya dapat mengambil tindakan yang mewakili suara rakyat


Lingkungan otorisasi terdiri dari sejumlah aktor yang berbeda, termasuk politisi yang menetapkan tujuan kebijakan untuk organisasi sektor publik, tetapi juga organisasi mitra dan pemangku kepentingan lainnya yang lebih luas. Konflik dalam lingkungan otorisasi adalah hal biasa – misalnya, antara pemerintah pusat dan daerah, kepentingan profesional dan manajerial, dan pelindung status quo dan pendukung perubahan. Pemimpin di tingkat organisasi sering bertindak sebagai penyangga antara staf mereka dan kompleksitas, kontradiksi, dan paradoks yang terlihat jelas dalam lingkungan yang berwenang, dengan berbagai tingkat keberhasilan. Di mana staf dalam organisasi publik mendapati diri mereka berusaha untuk memenuhi kriteria yang ditentukan oleh lingkungan otorisasi yang berbeda, kejelasan peran mereka terganggu, yang kemungkinan besar berdampak serius pada kinerja mereka (Tummers et al., 2012)


Motivasi

Theory X dan Y (McGregor, 1964), Individu disebut theory X apabila minat dan karakternya tidak bertemu dengan pekerjaannya sedangkan Theory Y sebaliknya. Dalam memperlakukannya cara yang paling baik adalah menemukan orang yang cocok dengan pekerjaan yang cocok, tapi secara praktik hal tersebut sulit. ada cara lain yang ditempuh yaitu kontrol ketat terhadap pegawai dengan theory X dan otonomi bagi pegawai dengan Theory Y


Slogan Organisasi seolah mereka adalah Theory Y padahal pegawainya masih di Theory X, Banyak organisasi publik hanya berbasa-basi tetapi masyarakat melihat dari tindakan dan perlakuan secara langsung.


sejak tujuan antara sektor publik dan private berbeda maka motivasi yang mendorong pada tiap sektor juga berbeda. Apabila dilihat dari teori x dan Y (Mcgregor, 1960) Theory X menunjukkan pegawai perlu dikontrol karena mengacu pada unwilling staff sehingga perlu pengawasan yang ketat dan kontrol yang komprehensif. sementara theory Y menunjukkan staf yang telah menikmati pekerjaanya dan termotivasi secara internal, bertanggung jawab , serta mencapai komitmen karena sudah menginternalisasi antara pekerjaan dan nilai-nilai yang ada pada nya.


seringkali UK memberikan label atau nama misal (Bevan, 2010) mengglorifikasikan dengan budaya menyalahkan untuk tipe X


seringkali dalam jorgan2 pemerintah mereka menyampaikan bahwa mereka adalah theory Y memiliki etos pelayanan publik dan diserukan dengan kata-kata serta marketing yang luar biasa, pelayanan kami sudah berubah dan sebagainya tetapi tindakan pegawai lah yang bicara di depan masyarakat. mereka bekerja belum terinternalisasi dan perbuatan serta action di lapangan merupakan gejala theory X, mereka menjual nilai setiap nilai tersebut belum terinternalisasi dengan baik pada pegawai, karena hanya sebatas tanggung jawab dalam bekerja , mereka hanya basa-basi bahwa mereka adalah theory X


Ksatria atau Penjahat, Ratu adau bidak?

Julian le Gran melakukan pendekatan yang berbeda untuk memahami motivasi di sektor publik dengan menggambarkan pegawai negeri yang bertindak ksatria yaitu bekerja karena murni termotivasi pada kepentingan publik dan penjahat yaitu pegawai negeri yang murni termotivasi karena kepentingan pribadi

perlakuannya harus hati2 bukti menunjukkan bahwa mereka yang bekerja di sektor publik seharusnya lebih memiliki kepentingan akan nilai publik dibanding mereka yang bekerja di sektor swasta

apabila anda memperlakukan mereka sebagai ksatria maka mereka akan menjadi ksatria dan apabila anda memperlakukannya sebagai penjahat maka mereka akan menjadi penjahat, 

misal ketika anda mengatakan mereka harus bekerja untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan maka mereka akan mengabaikan hal lain di luar tujuannya dan hanya fokus pada tujuan yang telah ditargetkan, bahkan mencari berbagai cara agar angkanya tercapai termasuk dengan mengotak-atiknya

(dalam diri pegawai publik ada jiwa ksatria maupun penjahat dengan komposisi yang berbeda-beda dan dalam situasi yang berbeda-beda)

sementara itu pengguna layanan diperlakukan sebagai ratu atau bidak?

kepentingan priadi sejalan dengan kepentingan publik misal kepentingan pribadi adalah untuk membahagiakan pelanggan, tetapi apabila mereka adalah penjahat tentu pelanggan akan diperlakukan sebagai bidak, misal pelayanan rs pemerintah yang tidak mengambil keputusan terhadap antrain yang panjang dan administrasi yg rumit sehingga membuat pasien beralih pada layanan yang lebih cepat. tekanan kompetitif beroperasi secara efektif seolah-olah para penyedia adalah penipu dan murni mementingkan diri sendiri, sementara semangat ksatria mereka untuk merawat orang lain tetap dipertahankan. Tidak perlu mengubah satria menjadi penjahat agar bidak menjadi ratu 

Julian Le Grand (2003)



Public personnel konsep in US Public Administration

(Moseher, 1968)

Pemerintah yang diPimpin oleh kelompok elit dengan tingkat pendidikan tinggi, kelas bangsawan, dan mereka yang sangat dihormati masyarakat

(awal kemerdekaan, minimal kelas 2 bangsawan dan yang berpendidikan tinggi)

Pemerintah yang dipimpin kelas militer

(Soeharto dan SBY)

Pemerintah berhak dipimpin oleh semua orang,

perkembangan equality/kesetaraan, sistem demokrasi suara profesor maupun suara remaja putus sekolah  memiliki kedudukan yang sama, keturunan ningrat maupun rakyat jelata semua berhak menjadi pemimpin. 

(era JKW)

Pemerintah dipimpin oleh orang yang tepat (Meritokrasi)

dengan kompetensi dan kapasitas serta kesesuaiannya karakter pemimpin dan pengetahuan untuk mengisi jabatan pimpinan tersebut

Pemerintah yang dipimpin oleh manajer, 

menerapkan prinsip efisiensi dan efektifitas tinggi, mengelola seperti dalam paradigma NPM

Pemerintah yang dipimpin oleh eksekutif administrator

memegang jabatan publik harus mampu menjalankan organisasi besar, termasuk keuangan, personalia, perencanaan, dan koordinasi.efektivitas melalui koordinasi semua bidang

Pemerintah yang dipimpin oleh Profesional

Dengan berkembangnya negara kesejahteraan modern, tugas-tugas administrasi menjadi sangat terspesialisasi, yang membutuhkan rekrutmen profesional dengan latar belakang teknik, kedokteran, dan disiplin ilmu lainnya.


The evolution of human resources management

Management SDM adalah konsep yang dinamis sehingga selalu berkembang mengikuti perkembangan sosial dan manusia. Konsep HRM juga sangat di pengaruhi oleh politic dan sistm hukum di suatu wilayah dan selalu berubah sepanjang waktu setiap perubahan tidak seluruhnya berubah total tetapi paling dominan di masa nya, perubahan tersebut terjadi secara bertahap dan terpisah-pisah tidak langsung berubah secara radikal , sejak sebuah peraturan tidak dapat diubah sekejap karena semua memerlukan proses dan implementasi juga memerlukan penyesuaian pada perilaku staf dan membutuhkan waktu, tradisi tersebut secara terpisah dan di beberapa tempat masih berjalan misal aristocratic atau yang sekarang kita kenal teknokrat juga banyak yang tetap ditarik ke dalam organisasi publik, untuk model democrat maupun merit system juga, semuanya saling melengkapi tetapi untuk masanya ada yang paling dominan.


Flexibilitas dan europeanisation of civil service system

HRM sangat berkaitan dengan sistem peraturan yang dianut pada suatu negara. secara garis besar ada dua mazhab hukum  atau legal administrative yang dianut sebagian besar negara yang pertama adalah administrative law system dan westminister type system (anglo-saxon)

Bank dunia (2001) menganjurkan pemisahan hukum tenaga kerja pada sektor private dan sektor publik, paling tidak terdapat kriteria yang harus membedakan antara pegawai sektor publik di bidang sektor lainnya yaitu:

- Pegawai negeri 'diangkat' dengan keputusan lembaga publik yang berwenang sesuai dengan undang-undang kepegawaian. 

- Begitu diangkat, ada banyak kendala dalam pemberhentian, karena PNS bukan hanya pegawai negara tetapi juga memiliki peran konstitusional. 

- Tindakan pegawai negeri lebih banyak dibatasi daripada kelompok lain, lagi-lagi karena peran strategis dan konstitusional mereka. 

- Pegawai negeri berada di dalam pemerintah pusat sipil atau pemerintah daerah.


Perbedaan pengelolaan HRM di negara penganut sektor publik sepanjang hidup (lifetime career) civil law dan Westminster/custom law seperti UK dan Amerika klass terbuka


The Blurring antara karir dan posisi berdasarkan manajemen SDM sistem


Sistem Karier dan sistem posisi

sistem karir bahwa pegawai negeri adalah pejabat karier yang memulai posisi bekerja dari bawah, pegawai permanen dan berkarir di sektor publik. memiliki kualifikasi akademik dan pengetahuan di bidang publik maupun spesifik pekerjaannya. setelah melalui beberapa periode waktu dan mekanisme emosi akan naik mengisi jabatan tertentu. sementara sistem posisi adalah merekrut posisi yang spesisifik dan mencari mereka yang memiliki kemampuan dan kompetensi yang dipersyaratkan pada jabatan tersebut, tidak harus dari pegawai staff tetapi terbuka bagi semua yang memiliki kompetensi tersebut


westminster system lebih banyak pada posisi tersebut sementara ada juga yang berupa campuran seperti 


Sebaliknya, dalam sistem berbasis posisi, orang direkrut untuk posisi atau area kerja tertentu. Rekrutmen didasarkan pada keterampilan atau kompetensi khusus dari pelamar kerja. Sementara HRM publik dalam sistem tipe Westminster lebih banyak mengikuti sistem berbasis posisi, negara-negara hukum administrasi seperti Jerman dan Prancis cenderung ke arah sistem berbasis karir. Namun, sebagian besar negara mengoperasikan model campuran untuk mengurangi beberapa dampak negatif dari kedua sistem – lihat Contoh 


Kasus 9.3. Misalnya, sektor publik Jerman mempekerjakan pegawai negeri dengan masa kerja seumur hidup (sebagai aturan umum), beberapa pegawai negeri dengan masa kerja terbatas (kasus khusus) dan pegawai negeri yang direkrut untuk posisi tertentu tetapi mendapat keuntungan karena hampir tidak mungkin dipecat setelahnya. mereka telah melayani 15 tahun di sektor publik. Sejak tahun 1980-an, sejumlah negara OECD telah mengurangi tingkat perlindungan bagi pegawai negeri dan menyelaraskan kondisi kerja mereka dengan kondisi yang biasanya lebih fleksibel.

ditemukan di sektor swasta. Sebagian besar negara Eropa Tengah dan Timur telah mencontohkan layanan sipil mereka pada tradisi negara hukum kontinental (Rechtsstaat) (Van der Meer et al., 2015), yang sering dianggap sangat tidak fleksibel. Namun, Farnham dan Horton (2000) menyimpulkan bahwa, pada kenyataannya, berbagai 'fleksibilitas' sudah dapat ditemukan di seluruh layanan publik di semua negara OECD (walaupun agak berbeda antara sistem politik), termasuk fleksibilitas dalam ketentuan kontrak, jam kerja dan lokasi kerja, gaji, masa kerja dan tugas – sekali lagi, ini menunjukkan pengoperasian 'model campuran'



Case example 9.3 The dual structure of public sector employment in Germany

Layanan publik Jerman terdiri dari tiga kelompok dengan status berbeda: pegawai negeri (Beamte), pegawai (Angestellte) dan pekerja (Arbeiter). Sementara pegawai dan pekerja yang digaji memiliki kontrak kerja berdasarkan hukum privat, posisi hukum pegawai negeri Jerman, termasuk hak gaji dan pensiun, bukanlah hasil dari perundingan bersama tetapi dari Undang-Undang Parlemen. Konsekuensinya, dalam hukum publik pegawai negeri Jerman melayani – dan diharapkan setia kepada – ‘negara’. Pegawai negeri Jerman tidak memiliki hak untuk mogok, tetapi mereka juga tidak harus berkontribusi pada dana pensiun. Namun, keseragaman de jure pegawai negeri Jerman sebagian ilusi. Sementara skala gaji dan pensiun diselaraskan di seluruh Jerman, struktur federal administrasi publik Jerman berarti bahwa layanan publik subnasional di tingkat negara bagian (Tanah) berbeda secara signifikan. Selain itu, pembagian fungsional antara PNS dan pekerja kerah biru, meskipun diabadikan dalam konstitusi, pada kenyataannya semakin kabur terkait dengan tugas yang dilakukan, upah, kondisi kerja dan tunjangan sosial. Proses ini dipercepat oleh strategi sukses serikat pekerja untuk mendapatkan kondisi yang lebih menguntungkan yang dinikmati oleh satu kelompok yang dipindahkan ke semua kategori staf sektor publik lainnya. Sumber: Diadaptasi dari Loeffler (1997: 76–78)


Terlepas dari sistem hukum dan tradisi layanan sipil yang berbeda, sistem HRM sektor publik dari semua negara anggota UE dan negara aksesi telah dipengaruhi oleh integrasi Eropa. Prinsip-prinsip administrasi UE dapat dikategorikan ke dalam empat kelompok (Meyer-Sahlig, 2009: 12): 1. rule of law: legalitas, reliabilitas dan prediktabilitas 2. keterbukaan dan transparansi 3. akuntabilitas hukum 4. efisiensi dan efektivitas.



Efek paling penting dari prinsip-prinsip ini pada sistem HRM sektor publik terkait dengan ketentuan yang mengatur non-diskriminasi dan kesetaraan sebagaimana diatur dalam Pasal 13 dan 141 Traktat EC, khususnya melarang diskriminasi atas dasar jenis kelamin, usia, ras atau asal etnis, agama atau kepercayaan, disabilitas atau orientasi seksual. Peningkatan kerjasama antar pemerintah pada isu-isu HRM sektor publik (misalnya, melalui Jaringan Administrasi Publik Eropa, EUPAN, www.eupan.eu) juga telah memperkuat European Isasi sistem layanan sipil nasional dan praktik HRM sektor publik yang lebih luas. Misalnya, Kepresidenan UE Italia pada tahun 2014 menugaskan survei tentang manajemen kompetensi di antara anggota EUPAN, mengeksplorasi dampak pemerintahan terbuka pada modernisasi sektor publik dan menyelenggarakan lokakarya untuk mempromosikan penggunaan alat penilaian mandiri kualitas Eropa, Common Assessment Framework . Program kembaran yang dibiayai oleh Uni Eropa juga berkontribusi pada Eropanisasi praktek HRM sektor publik. Namun, terlepas dari kemajuan yang dicapai melalui semua inisiatif ini, evaluasi baru-baru ini terhadap profesionalisme pegawai negeri di Armenia, Azerbaijan, Georgia, Moldova, dan Ukraina (Parrado, 2014) menunjukkan bahwa masih banyak jalan yang harus ditempuh untuk mencapai menerapkan prinsip-prinsip administrasi UE sepenuhnya ke dalam praktik di seluruh Europ


Key challenges facing public sector HRM


Semua negara OECD saat ini dihadapkan pada sejumlah masalah HRM yang mendesak. Khususnya, pemberi kerja sektor publik perlu memastikan bahwa pekerjaan sektor publik tetap menarik, sembari mencapai penghematan anggaran melalui tenaga kerja yang lebih kecil. Survei negara OECD 2010 mengungkapkan bahwa hanya lima negara (Brasil, Israel, Korean, Norwegia, dan Turki) yang tidak mengharapkan penurunan tenaga kerja sektor publik mereka (Demmke, 2014).


Aging society and workforce

Salah satu tantangan utama bagi sebagian besar organisasi sektor publik adalah penuaan tenaga kerja mereka, dalam konteks yang lebih luas dari masyarakat yang menua. Seperti yang ditunjukkan oleh Christoph Demmke (Demmke, 2014), hal ini tidak hanya menyiratkan fokus baru dalam mempromosikan kesehatan tenaga kerja dan memperbarui basis pengetahuan dan keterampilan staf seiring bertambahnya usia – hal ini juga menimbulkan masalah keadilan antar generasi, mengingat bahwa calon muda cenderung mendapatkan kesepakatan yang lebih buruk dalam hal hak pensiun dan tunjangan lainnya (jika memang ini masih tersedia sama sekali).


Diversity management

Isu kedua yang dihadapi banyak pemerintah adalah keragaman. Manajemen keragaman di sektor publik tidak hanya mencakup berurusan dengan tenaga kerja publik yang terdiri dari campuran latar belakang dan kompetensi, tetapi juga tentang pendekatan berbasis aset dalam HRM yang menghargai dan memanfaatkan kompetensi, pengalaman, dan perspektif staf yang berbeda untuk meningkatkan efisiensi pemerintah. dan efektivitas, dan memenuhi harapan staf yang berbeda-beda (lihat Kotak 9.5). Mencapai keragaman adalah proses jangka panjang yang harus menjadi bagian integral dari perencanaan strategis. Mengingat perubahan demografis, ada kebutuhan untuk melihat kembali pengarusutamaan gender untuk memungkinkan dan memberi insentif kepada lebih banyak perempuan untuk mencapai posisi manajemen menengah dan atas di sektor publik. Dimensi kesetaraan lainnya, seperti usia, kelompok etnis, agama, seksualitas, dll. juga seringkali sangat penting. Selain itu, ada isu-isu operasional penting yang terlibat – misalnya, warga negara yang menjalankan peran baru sebagai relawan mungkin perlu didukung dan dilatih oleh para profesional – sebuah tugas baru bagi para profesional tersebut.



Box 9.5 Definitions of diversity

Menurut OECD (2009), definisi keragaman terbagi menjadi tiga kelompok utama: 

- Diversity as equal opportunities (Keanekaragaman sebagai kesempatan yang sama), yang terutama mengacu pada pencegahan diskriminasi dalam hal jenis kelamin, usia, etnis, agama atau kepercayaan, orientasi seksual, pandangan politik, kecacatan, dan penampilan fisik, menjamin netralitas proses HRM dan pemberi kerja publik. 

- Diversity as a resource (Keanekaragaman sebagai sumber daya), yang bertujuan untuk memahami, menghargai, dan menyadari manfaat pengalaman hidup, kompetensi, dan latar belakang sosial-ekonomi dan budaya yang berbeda dapat membawa kinerja layanan publik, terlepas dari etnis, latar belakang budaya, orientasi seksual, disabilitas atau usia mereka , untuk meningkatkan kapasitas pemerintah dan kepuasan orang-orang yang dipekerjakan dalam pelayanan publik. 

- Diversity as inclusiveness (Keanekaragaman sebagai inklusivitas), yang menyinggung untuk bekerja secara strategis, jangka panjang dan bersama untuk memastikan perubahan struktur dan sistem untuk memanfaatkan kompetensi relevan yang dimiliki orang. Sumber: OECD (2009)


Performance-related pay

Pembayaran terkait kinerja (PRP) tetap menjadi isu topikal namun kontroversial untuk HRM di sektor publik. Beberapa argumen menekankan aspek keadilannya (lihat Kotak 9.6), sementara argumen lain menekankan betapa sulitnya penerapannya dan dapat menimbulkan beberapa efek negatif (lihat Kotak 9.7). Di Inggris, PRP masih relatif jarang, meski terus meningkat. Tinjauan bukti terbaru oleh Ray et al. (2014) menunjukkan bahwa saat ini satu-satunya sistem PRP skala besar yang mapan di sektor publik Inggris adalah untuk dokter umum, meskipun skema PRP untuk staf individu telah tersebar luas selama beberapa waktu di layanan sipil dan bonus tim juga telah diuji coba. Ini melaporkan bahwa pemerintah Inggris baru-baru ini berkomitmen untuk menghubungkan perkembangan gaji dengan kinerja di layanan sipil, sekolah, NHS, penjara dan polisi. Secara lebih luas, hanya enam negara yang dilaporkan dalam survei OECD 2010 bahwa mereka tidak memiliki sistem pembayaran terkait kinerja (Belgia, Yunani, Islandia, Meksiko, Polandia, dan Turki) (OECD, 2012a: 86). Namun, pengalaman dengan PRP beragam – meskipun tetap menarik bagi komentator seperti Bank Dunia, beberapa skema memiliki masalah desain dan implementasi dengan efek negatif pada motivasi staf (OECD, 2012a). Karena penilaian kinerja di sektor publik menimbulkan banyak kesulitan (lihat bab 11), tidak mengherankan jika penilaian kinerja staf bermasalah. Biasanya, orang mungkin mengharapkan kinerja sebenarnya dari setiap tenaga kerja mengikuti kurva berbentuk lonceng yang khas dari distribusi normal, dengan mayoritas staf cenderung ke arah rata-rata, beberapa di atasnya dan beberapa di bawahnya. Namun, di sebagian besar negara, penilaian kinerja cenderung tidak banyak membedakan antara berbagai tingkat kinerja pegawai negeri, karena sejumlah alasan.


“seorang dosen yang di targetkan lulus atau nilai mahasiswanya akan cenderung memprioritaskan pencapaian targetnya dibanding bagaimana kematangan mahasiswanya dapat berpikir dan bernalar dengan baik”.



Box 9.6 Why performance-related pay?

Tinjauan Hutton tentang Bayaran yang Adil di sektor publik menekankan bahwa 'keadilan' dalam hal pembayaran yang tidak terelakkan menyiratkan bahwa upah harus bervariasi sesuai dengan kinerja individu. Selain itu, sektor publik mungkin kehilangan staf berkualitas tinggi karena tidak menawarkan kesempatan dan insentif yang memadai untuk berprestasi. Oleh karena itu disarankan agar gaji kinerja untuk staf senior tidak boleh ditinggalkan, bahkan dalam menghadapi kritik publik terhadap bonus dan kesulitan implementasi yang terkenal. Ini menyarankan sejumlah pendekatan untuk menerapkan PRP. Karena studi perilaku menunjukkan bahwa individu lebih kuat dipengaruhi oleh prospek kerugian daripada keuntungan, disarankan untuk mengkonfigurasi ulang sistem PRP bagi manajer senior untuk memasukkan elemen pembayaran 'dapatkan kembali'. Ini akan membuat para eksekutif diharuskan untuk memenuhi tujuan kinerja yang telah disepakati sebelumnya untuk mendapatkan kembali sebagian dari gaji pokok mereka yang telah dipertaruhkan. Hanya jika tujuan tercapai, para eksekutif akan menerima gaji pokok penuh mereka, dan hanya jika tujuan jelas terlampaui barulah penghargaan tambahan dapat diberikan. Tinjauan Hutton juga menyarankan bahwa mungkin untuk merancang insentif berbasis tim yang mendamaikan pentingnya tugas akhir dengan kenyataan bahwa hasil dihasilkan secara kolektif oleh seluruh tenaga kerja organisasi. Ini disebut pendekatan 'gainsharing' - pembagian penghargaan dari keuntungan produktivitas dan penghematan yang dihasilkan di antara semua staf yang berkontribusi pada mereka. Sumber: Diadaptasi dari Hutton (2011: 11)


Kotak 9.7 Bukti tentang efek PRP Tinjauan PRP baru-baru ini di sektor publik Inggris menemukan bukti bahwa skema PRP dapat efektif dalam meningkatkan hasil di tiga layanan publik yang dipelajari (kesehatan, pendidikan, dan layanan sipil). Namun, kesimpulan utamanya adalah bahwa hasil dari PRP beragam, dan banyak bergantung pada konteks organisasi dan pekerjaan serta desain dan implementasi skema. Selain itu, di mana efek positif ditemukan, terkadang kecil dan mungkin berumur pendek. Disimpulkan bahwa sulit untuk menarik kesimpulan tentang keefektifan PRP untuk layanan publik tertentu dan bahkan lebih sulit untuk mengevaluasi keefektifan biaya skema PRP, dengan mempertimbangkan biayanya. Ada beberapa bukti 'permainan' sebagai akibat dari PRP, dan bahkan kecurangan langsung (misalnya di mana pejabat sekolah berkonspirasi untuk mengubah nilai tes siswa atau di mana dokter mengurangi jumlah pasien yang memenuhi syarat untuk meningkatkan kinerja pada ukuran target) . Sumber: Diadaptasi dari Ray et al. (2014)


Culture change

Sementara peraturan dan regulasi adalah salah satu aspek HRM, perilaku aktual membentuk aspek kunci lainnya. Secara khusus, program manajemen perubahan dalam organisasi sektor publik sering mengandung seruan untuk 'perubahan perilaku' staf sektor publik, terkait dengan kebutuhan akan perubahan dalam budaya organisasi.

untuk HRM adalah bahwa, seperti Handy (1993) mengingatkan kita, beberapa budaya yang berbeda dapat beroperasi dalam suatu organisasi pada waktu yang sama. 'Peran' Handy dan 'budaya tugas' mungkin dianggap paling khas dari organisasi sektor publik, meskipun staf sering menunjukkan bahwa mereka merasa berada dalam budaya 'kekuasaan', dan manajer senior sering mencurigai staf mereka berperilaku seolah-olah mereka berada di budaya 'orang'. Seruan sederhana untuk mengakui bahwa 'kami adalah SATU otoritas lokal' lebih cenderung membuat staf skeptis tentang kredibilitas pemimpin mereka daripada merekrut dukungan staf untuk perubahan budaya. 


Johnson dkk. (2008) menyajikan model yang koheren dari 'jaring budaya', yang membantu mengklarifikasi mengapa perubahan budaya bisa menjadi suatu tantangan. Manajemen puncak lebih cenderung berfokus pada perubahan dalam elemen 'lebih keras' dari jaringan budaya, yang paling terlihat oleh mereka, seperti kekuatan, struktur, dan mekanisme kontrol. 

Namun, unsur-unsur yang ‘lebih lembut’ seperti simbol, cerita, ritual, dan rutinitas lah yang lebih terlihat oleh staf garis depan dan manajemen menengah. Aspek-aspek 'lebih lunak' inilah yang dalam praktiknya mungkin jauh lebih penting dalam mempengaruhi perilaku sebagian besar karyawan. Fungsi HRM yang terinformasi dan terkoordinasi sangat mungkin membantu menyatukan kedua sisi perubahan budaya organisasi ini.

Hal ini sama seperti dijelaskan oleh Chester Barnard bahwa kekuatan informal organisasi lebih banyak mempengaruhi dibanding jalur formal


Barnard mengatakan bahwa organisasi adalah sistem orang, bukan struktur-struktur yang diawasi dengan mesin. Menurut Barnard, keberadaan sebuah organisasi (sebagai sistem kooperatif) tergantung pada kemampuan manusia untuk berkomunikasi dan kemauan mereka untuk melayani dan berusaha untuk suatu tujuan bersama.

(The Function of Executive)


The government workforce of the future

Di masa penghematan, semakin sulit bagi pemerintah untuk memastikan kapasitas tenaga kerja untuk masa depan, sekaligus mencari penghematan efisiensi. Untuk 'mendapatkan orang yang tepat untuk pekerjaan yang tepat pada waktu yang tepat' (OECD, 2012b), organisasi publik membutuhkan staf dengan berbagai keahlian khusus dan kompleks, yang menjangkau seluruh pengelompokan profesional khusus dan spesialisasi layanan (Peck dan Dickinson, 2008). Secara khusus, empat peran lama terus menjadi penting, termasuk

1. regulator yang melibatkan penilaian kinerja sumber daya terhadap standar; 

2. pelindung yang penekanannya adalah campur tangan untuk mencegah kerugian; 

3. ajudikator yang disyaratkan untuk mengambil keputusan atas perimbangan alat bukti; 

4. ahli yang berperan untuk melakukan penilaian dalam pengambilan keputusan, 


berdasarkan keahlian dan pengalaman yang relevan. Mengingat tingkat perubahan di sektor publik, peran baru dan akibatnya keterampilan baru muncul secara teratur


Sullivan (2011) menunjukkan bahwa, untuk melakukan peran tradisional, baru dan berkembang mereka, pegawai negeri membutuhkan seperangkat 'literasi abad kedua puluh satu', termasuk: keterampilan antar-pribadi, khususnya fasilitasi, empati dan keterampilan politik; mensintesis keterampilan, termasuk mengumpulkan dan menyortir bukti, menganalisis, membuat penilaian, menawarkan kritik dan menjadi kreatif; keterampilan mengatur untuk kerja kelompok, kolaborasi dan peer review; keterampilan komunikasi, memanfaatkan lebih banyak dan lebih baik sumber daya baru dan multimedia. 


Berdasarkan ide-ide ini, Needham dan Mangan (2014) telah menyarankan peran kunci yang harus dimainkan oleh pegawai negeri abad kedua puluh satu. Peran pendongeng dapat dilakukan oleh staf di tingkat mana pun dalam layanan publik, menggunakan visi tentang kemungkinan perubahan untuk membuka gambaran masa depan yang berbeda bagi pengguna layanan, warga negara, dan staf. Peran tim penyelidik sumber daya dapat dikembangkan menjadi penenun sumber daya, menggabungkan sumber daya publik dengan cara baru dan mendorong individu dan komunitas untuk menghasilkan sumber daya baru. Restrukturisasi yang sering, fungsi baru, dan pendekatan baru untuk layanan terintegrasi memerlukan keterampilan desain dari seorang arsitek sistem. Seorang navigator diperlukan untuk memandu warga, pengguna layanan, dan pengasuh melalui berbagai kemungkinan yang tersedia dalam sistem layanan publik lokal. Peran komisaris menantang bagian sistem layanan yang berorientasi pada penyedia. Dengan kompleksitas pendanaan, kelayakan dan akses ke layanan publik, pengguna layanan membutuhkan dukungan broker. Akhirnya, reticulis dengan keterampilan jaringan diperlukan untuk bekerja melintasi batas dan menyatukan semua aktor yang relevan dengan pencapaian hasil yang diinginkan publik.



Summary

HRM adalah fungsi kunci dari manajer di sektor publik. Ini tidak hanya mencakup kegiatan 'manajemen orang' dari departemen personalia spesialis di pusat organisasi tetapi juga devolusi dari banyak kegiatan ini langsung ke manajer lini staf. Selain memastikan kepatuhan terhadap kebijakan perusahaan, HRM memiliki peran kunci dalam memungkinkan dan mempromosikan bentuk baru dari perubahan perilaku dan budaya dalam organisasi. Meskipun HRM dalam organisasi sektor publik berbagi banyak dimensi penting dengan organisasi sektor swasta (atau ketiga), itu juga berbeda karena beroperasi dalam sistem politik dalam mengejar nilai publik, melibatkan berbagai pemangku kepentingan yang berbeda dengan motivasi yang sangat berbeda. HRM di sektor publik sangat dipengaruhi oleh kerangka hukum yang terus berbeda secara signifikan antara apa yang disebut sistem hukum administrasi dan sistem tipe Westminster. Sejak tahun 1980-an, sejumlah negara OECD telah mengurangi tingkat perlindungan bagi pegawai negeri, menyelaraskan kondisi pekerjaan lebih dekat dengan yang ada di sektor swasta. Namun, bahkan sistem HRM yang lebih 'modern' ini sering mempertahankan beberapa 'lapisan' dari sistem personel yang lebih lama. Semua negara OECD saat ini dihadapkan pada sejumlah masalah HRM yang mendesak. Secara khusus, pemberi kerja sektor publik perlu memastikan bahwa pekerjaan sektor publik tetap menarik, sekaligus mengurangi tenaga kerja untuk mencapai penghematan anggaran. Masalah utama lainnya termasuk tenaga kerja yang menua, manajemen keragaman, gaji terkait kinerja, dan kebutuhan akan perubahan budaya. Mendapatkan orang yang tepat untuk pekerjaan yang tepat pada waktu yang tepat akan membutuhkan staf dengan berbagai keahlian yang khas dan kompleks – pegawai negeri abad kedua puluh satu kemungkinan harus menggabungkan beberapa (bahkan mungkin sebagian besar) peran pendongeng, penyelidik sumber daya, penenun sumber daya, arsitek sistem, navigator, komisaris, broker, dan reticulis.



0 comments:

Posting Komentar