Senin, 05 Desember 2022

Pendekatan dalam Penelitian Hukum Doktrinal Bab 3 Metode Penelitian Hukum (Hartiwingsih, Lego Karjoko, Soehartono, 2022)

Pendekatan dalam Penelitian Hukum Doktrinal

Bab 3

Metode Penelitian Hukum

(Hartiwingsih, Lego Karjoko, Soehartono, 2022)


Pendekatan Doktrinal

Pendekatan doktrinal merupakan esensi dari metode penelitian hukum. cara pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum doktrinal akan memungkinkan peneliti memanfaatkan hasil temuan ilmu hukum empiris dan ilmu-ilmu lainnya untuk kepentingan analisis serta eksplanasi hukum. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum adalah pendekatan undang-undang pendekatan kasus, pendekatan historis pendekatan komparatif dan pendekatan konseptual. Dalam penelitian hukum doktrinal, dapat digunakan dua pendekatan atau lebih yang sesuai mengingat objek penelitian hukum doktrinal adalah bahan hukum baik yang sudah dalam bentuk peraturan maupun yang diamanahkan dalam pembentukan peraturan.


Pendekatan Perundang-Undangan (statute approach)

Undang-undang nomor 12 tahun 2011 tentang peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk oleh lembaga negara. Berdasarkan kontrak antara rakyat dan pemerintah, dibuatlah suatu aturan untuk mengatur tata tertib di dalam masyarakat yang nilai-nilai serta normanya berasal dari masyarakat itu sendiri, sedangkan aturan ini adalah untuk menjelaskan fungsi lembaga agar dapat menjalankan tugasnya lebih efektif. dalam memandu dan memberikan arahan proses pembuatan perundang-undangan maka perlu juga dibuat aturannya yaitu undang-undang nomor 12 tahun 2011 tersebut. Di dalam undang-undang tersebut dijelaskan tata urutan perundang-undangan, mekanisme dan prosedur perundang-undangan dan undang-undang bersifat legislasi dan regulasi. sedangkan pejabat yang ditunjuk sebagai kepala pemerintah dapat juga mengeluarkan suatu produk yang disebut dengan surat keputusan atau sering kita kenal sebagai keputusan presiden keputusan menteri, keputusan Bupati dan lain-lain yang berbeda dari sifat statue atau undang-undang karena produk tersebut adalah beschikking/decree.

Pendekatan perundang-undangan (statute approach) adalah pendekatan yang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi terkait dengan masalah isu atau hukum yang sedang ditangani. Dengan melihat berbagai macam undang-undang maka dapat dicerna suatu masalah atau isu hukum secara lebih kompleks. Sifat undang-undang yang telah dikodifikasi juga membuat aturan atau nilai-nilai norma tersebut terpecah-pecah ke dalam beberapa undang-undang yang lebih spesifik dan pendekatan perundang-undangan menggabungkan keseluruhannya untuk melihat sesuatu yang lebih komprehensif.

Peneliti juga perlu mencari sosiologis dan dasar ontologis dari lahirnya undang-undang tersebut sehingga dapat menangkap kandungan filosofi yang ada di belakang undang-undang serta mengaitkannya dengan kandungan filosofi dari undang-undang lain dan dapat melakukan pembentukan hukum atau menyimpulkan dari undang-undang yang telah dibentuk. untuk memahami hal tersebut peneliti perlu mengetahui hierarki, asas-asas materi muatan dan interpretasi.


Hierarki Peraturan Perundang-Undangan

Tokoh yang menjelaskan mengenai hierarki ini adalah Hans kelsen dengan teori hierarki norma hukum (stufenbau des rechts/stufenbau theorie). Hirarki ini menjelaskan bagaimana nilai-nilai dasar kemudian berkembang dan menurunkan nilai-nilai lain dalam suatu pembentukan hukum yang semakin spesifik. norma yang lebih rendah ditentukan oleh norma yang lebih tinggi. Di Indonesia norma tertinggi adalah Pancasila. apabila norma hukum di atasnya dicabut maka norma di bawahnya pun juga akan dihapus atau ikut tercabut pula.

Teori tersebut di kembangkan oleh Hans Nawisky yang membagi teori hierarki norma hukum ini ke dalam empat kelompok besar yaitu norma fundamental negara (staatsfundamentalnorm), aturan dasar (staatsgrundgesetz), undang-undang formal (formal gesetz), aturan pelaksana dan aturan otonom (verordnung & autonome satzung). Hamid s attamimi mengibaratkan teori Hans kelsen dan teori Hans nawiasky ke dalam konteks Indonesia menjelaskan kedudukan sebagai berikut:

  1. Norma fundamental negara  (staatsfundamentalnorm) adalah Pancasila yang dijabarkan dalam pembukaan UUD 1945, 

  2. Aturan dasar (staatsgrundgesetz) batang tubuh UUD 1945 TAP MPR dan konvensi ketatanegaraan

  3. Undang-undang formal (formell gesetz) adalah peraturan perundang-undangan, 

  4. Aturan pelaksana dan aturan otonom (verordnung & autonome satzung) adalah secara hirarkis mulai dari peraturan pemerintah hingga keputusan Bupati atau walikota.


Kekuatan hukum dalam undang-undang nomor 12 tahun 2011 pasal 7 ayat 2 menjelaskan posisi hierarki perundang-undangan yaitu UUD 1945, Ketetapan MPR, undang-undang atau perpu, peraturan pemerintah, peraturan presiden, peraturan daerah provinsi dan peraturan daerah kabupaten kota. Sementara itu dalam pasal 8 sepanjang diperintahkan oleh peraturan yang ada di pasal 7 maka peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh lembaga-lembaga pemerintah seperti MPR, DPR, DPD, MA, MK, BPK, komisi yudisial, Bank Indonesia, menteri, badan lembaga atau komisi setingkat yang dibentuk atas perintah undang-undang yang ada di pasal 7 akan tetap diakui dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Peraturan-peraturan pada pasal 8 ini pada prinsipnya merupakan peraturan-peraturan pelaksana dari pasal 7 selama tidak bertentangan dan jelas dasarnya adalah pasal 7 maka peraturan pelaksana yang ada di pasal 8 tetap diakui dan mengikat dan statusnya pun setara dengan perundangan pada pasal 7.


Azas-azas Perundang-Undangan:

  1. Undang-undang tidak boleh berlaku surut. sebagaimana dalam pasal 1 ayat 1 KUHP yang berbunyi "tiada peristiwa yang dapat dipidana kecuali atas dasar kekuatan suatu aturan perundang-undangan yang mendahulukan".

  2. Undang-undang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula/lex superior derogate legi inferior. hal ini juga sesuai dengan teori hierarki norma hukum Hans kelsen.

  3. Undang-undang yang bersifat khusus menyampingkan undang-undang yang bersifat umum/lex specialis derogate legi Generali.

  4. Undang-undang yang berlaku terbaru membatalkan undang-undang yang berlaku terdahulu/lex posterior derogate legi priori.

  5. Undang-undang sebagai sarana maksimal untuk dapat mencapai kesejahteraan materiil dan spiritual bagi masyarakat maupun individu melalui pembaharuan atau pelestarian (asas welvaarstaat)


Materi Muatan Undang-Undang Dan Interpretasinya

Mempelajari dasar-dasar ontologi dan konsep dari terbentuknya suatu undang-undang membantu untuk mendalami landasan filosofi undang-undang dan sosiologis dari ketentuan undang-undang, untuk memahami dasar ontologi dari materi undang-undang dapat diketahui dari naskah akademik dan risalah pembahasan di parlemen. Menurut von savigny, interpretasi merupakan rekonstruksi buah pikiran yang tak terungkapkan di dalam undang-undang. Hal ini dikarenakan undang-undang merupakan penuangan pikiran para pembentuknya sejak lahirnya undang-undang sementara itu pengaplikasian dari undang-undang mengalami banyak proses berupa mengidentikan atas kejadian/isu tidak sama persis sehingga diperlukan interpretasi dari materi undang-undang tersebut. Adapun cara interpretasi sebagai berikut:

  1. Interpretasi menurut bahasa, peraturan perundang-undangan terikat pada bahasa yang tertulis sehingga penerapannya menggunakan interpretasi gramatikal atau ditafsirkan dengan cara yang paling sederhana untuk mengetahui makna ketentuan undang-undang dan menguraikannya menurut bahasa. keterbatasan bahasa dan perbuatan serta lingkungan yang berkembang memberikan kesulitan penggunaan metode ini sebagai contoh pasal 432 KUHP kata dipercayakan dapat bermakna diserahkan atau pasal 41 KUHP mengkilapkan ditafsirkan sebagai menghilangkan.

  2. Interpretasi teologis dan sosiologis, peraturan ditafsirkan berdasarkan tujuan kemasyarakatan. undang-undang yang berlaku tetapi sudah tidak dapat diterima lagi di dalam masyarakat maka pengertian undang-undang tersebut tidak dapat digunakan atau digunakan dengan ketentuan yang dapat diterima di dalam masyarakat sebagai contoh seringkali kita melihat dalam KUHP denda sebesar Rp 1 atau 2 golden dan sebagainya tentu nilai tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan nilai yang ada sekarang. contoh lain pasal 362 KUHP pencurian aliran listrik ditafsirkan bahwa listrik sebagai barang yang memiliki nilai tertentu karena listrik sendiri tidak berwujud.

  3. Interpretasi sistematis, mengingat hukum adalah suatu sistem maka penafsiran ini melalui konsistensi mengenai pengertian-pengertian secara logis melainkan juga dalam kaitannya dengan berbagai ketentuan-ketentuan lain. penafsiran ini akan melihat beberapa pengertian dari peraturan-peraturan lain untuk membahas peraturan yang menjadi isu apakah sama konsistensinya.

  4. Interpretasi historis, penafsiran yang melihat sejarah hukum terjadinya peraturan perundang-undangan tersebut. undang-undang merupakan reaksi dari suatu kepentingan dan kebutuhan sosial untuk mengatur kehidupan manusia sehingga nilai historis pembentukan tersebut sangat penting untuk menafsirkan apa maksud peraturan itu. misal undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan tentu sangat erat dengan sebuah history bagaimana emansipasi wanita mempengaruhi perubahan pada masyarakat.

  5. Interpretasi futuristis atau interpretasi antisipatoris, yaitu bagaimana suatu peraturan dapat memberikan panduan terhadap suatu permasalahan di masa yang akan datang. pertimbangan interpretasi ini adalah untuk memberikan pengaturan yang lebih baik untuk kehidupan di masa yang akan datang.

  6. Interpretasi modern, menitikberatkan pada makna kata-kata tersebut karena sebuah kata dapat bergeser artinya sementara makna akan tetap sama. penggunaan kata sesuai dengan rujukan kamus tidak selamanya benar karena terkait perubahan sosial dan perubahan makna kata.


Pendekatan Kasus dan konseptual

Berbagai macam kasus yang terjadi di dalam pengadilan memberikan suatu pengetahuan mengenai perkembangan logika dan konsep dalam memutus perkara, diambil pemahaman berdasarkan kasus dan konsep untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan perundang-undangan sesuai dengan realita dari pemahaman kasus-kasus tersebut. 

Pendekatan kasus adalah rasio decidendi atau reasoning, yaitu pertimbangan hukum yang digunakan oleh hakim untuk sampai pada suatu keputusan. baik untuk keperluan praktik maupun untuk akademis. Kasus-kasus dan penelaahan hasil dari putusan tersebut serta rangkaian penjelasan dapat menjadi referensi dalam penyusunan argumentasi untuk pemecahan isu hukum yang lain. Suatu konstruksi kasus dapat dilihat penjelasannya dari berbagai sudut, berbagai sudut tersebut dapat memberikan penjelasan untuk kasus lainnya yang memiliki isu yang sama kemudian dibedah dari pengalaman atau konstruksi kasus-kasus sebelumnya dilihat dari berbagai aspek hukum. Ratio decidendi dapat ditemukan dengan memperhatikan fakta materiil, berupa orang, tempat, waktu dan segala yang menyertainya. rumusan fakta untuk menunjukkan yang bersifat konkrit sampai abstrak sebagai berikut:

  • Fakta yang menyebabkan sakit, 

  • Fakta yang menjadi sarana sehingga konsumen sakit, 

  • Fakta mengenai identitas tergugat, 

  • Fakta yang merupakan potensi yang berada dari sarana yang menyebabkan sakitnya konsumen, 

  • Fakta yang berkaitan dengan derita yang dialami penggugat,

  • Fakta mengenai identitas penggugat, 

  • Fakta mengenai hubungan antara penggugat dan sarana yang menyebabkan sakit, 

  • Fakta mengenai dampak ditemukan sebagai penyebab sakit, dan fakta yang berkaitan dengan litigasi.


Di dalam hukum Indonesia yang menganut civil law system / ratio Decidendi adalah pada kata-kata menimbang. Dalam proses pencarian fakta, fakta-fakta pendukung berupa ratio decidendi harus mengarah pada satu fakta yang akan dicari. Pasal 351 ayat 2 KUHP yaitu penganiayaan pasal 49 ayat 1 KUHP mengenai "tidak dipidana, barang siapa melakukan tindakan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat dan yang melawan hukum pada saat itu." Contoh suatu kejadian mengenai penganiayaan berat: pada saat lelaki jangkung dipukul oleh pemuda tampan beberapa orang melihat dan bergegas ke tempat itu dan dengan maksud menghentikan pemuda tampan yang memukul si jangkung sangat disayangkan lemparan batu yang dilakukan oleh si jangkung lebih cepat menimpa si penyerang. bukti lebam pukul yang diperoleh oleh si jangkung dan saksi mata yang melihat si jangkung dipukul serta faktor-faktor lain yang mendukung dan dapat membela si jangkung tersebut seperti pada pasal 49 ayat 1 KUHP pembelaan diri.

Putusan mahkamah agung tanggal 4 Juni 1998 menetapkan bahwa seorang janda dalam perkawinan dengan suaminya tidak mempunyai anak merupakan ahli waris dari harta suaminya bersama-sama dengan saudara kandung suami. Suatu contoh berlakunya asas retroaktif adalah keputusan dari mahkamah konstitusi atas perkara nomor 011-017/puu-2003 tentang dikabulkannya permohonan beberapa mantan anggota partai komunis Indonesia untuk menyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum pasal 60 huruf g undang-undang nomor 12 tahun 2003 tentang pemilu. Rasio decidendi atas permohonan tersebut adalah pasal 60 huruf g undang-undang nomor 12 tahun 2003 yang bersifat diskriminatif dan meniadakan hak konstitusional pemohon sehingga bertentangan dengan UUD 1945 yang melarang diskriminasi dalam bentuk apapun.


Pendekatan Konseptual

Beranjak dari doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum para peneliti membangun suatu argumentasi hukum dalam memecahkan isu yang dihadapi. Doktrin kepentingan umum pada umumnya terdapat dua cara yaitu:

  1. Pedoman umum, menyebutkan sesuatu yang secara jelas adalah untuk kepentingan umum dan ada lembaga resmi yang mengakui itu. 

  2. Penyebutan kepentingan umum secara jelas mengidentifikasi objeknya seperti sekolah, jalan, bangunan-bangunan pemerintah dan sebagainya.


Pedoman Kepentingan Umum

Menurut J.J. Rousseau dalam bernegara maka hak-hak individu diserahkan kepada negara dan negara harus melindungi serta menjamin hak-hak tersebut. Pengorbanan hak individu tersebut agar tercapai kehidupan yang tentram ketertiban dan perlindungan hukum. Negara terjadi karena adanya perjanjian masyarakat atau dengan kata lain kontrak sosial adalah menemukan bentuk kesatuan membela dan melindungi kekuasaan bersama di samping kekuasaan pribadi. unsur-unsur kepentingan umum adalah:

  1. hak rakyat yang diserahkan pengaturannya kepada negara

  2. berorientasi pada kesejahteraan

  3. hak rakyat yang secara individual tidak dapat dilaksanakan


Hak-Hak rakyat yang diserahkan kepada negara bukan berarti negara menguasai secara penuh. Demi kepentingan bersama maka mungkin sebagian hak-hak tersebut harus dikorbankan tetapi dengan ganti yang sesuai. Dalam kepemilikan publik tidak ada orang yang merasa paling berhak karena publik artinya untuk kepentingan umum, tidak ada pihak-pihak yang menguasai dan merasa memiliki. Maka hal itu juga yang menjadi pedoman kepentingan umum menyangkut pada pembatasan kegiatan pembangunan dilakukan oleh pemerintah atau diawasi pemerintah, dimiliki pemerintah dan tidak digunakan untuk mencari keuntungan. apabila dalam hal mencari keuntungan beberapa masyarakat dikorbankan maka hal tersebut bertentangan dengan kepentingan publik kecuali hasilnya digunakan kembali untuk kepentingan rakyat. Peran negara sebagai penyeimbang, antara kepentingan rakyat yang merasa mampu untuk membayar lebih dan di satu sisi lain rakyat yang tidak mampu untuk membayar tapi karena menyangkut barang publik yang seharusnya mendapatkan hak yang sama maka hak publik orang miskin tersebut ditukar dengan hak lain seperti subsidi, bantuan tunai maupun bantuan lainnya yang diperoleh dari selisih dari nilai tambah yang diberikan oleh rakyat yang mampu atas kepentingan barang publik. Contoh lain adalah penelitian mengenai konsep hukum yang berasal dari sistem hukum tertentu yang tidak bersifat universal misalnya perbankan syariah. maka peneliti harus merujuk pada doktrin-doktrin yang berkembang di dalam hukum Islam di bidang perbankan.


Pendekatan Historis dan Perbandingan

Suatu proses timbulnya undang-undang dilatarbelakangi oleh kejadian atau maksud tertentu yang perlu diungkap filosofi dan pola pikirnya, apakah terdapat relevansi proses terbentuknya dengan kondisi di masa kini? pendekatan historis dapat memperdalam dan memperkaya pengetahuan peneliti mengenai suatu sistem pengaturan hukum sehingga dapat dihindari kekeliruan-kekeliruan baik dalam pemahaman maupun penerapan ketentuan hukum. Menurut Satjipto Rahardjo, pendekatan historis adalah sebagai berikut:

  1. Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya lembaga hukum dan jalannya proses pembentukan

  2. Faktor dominan yang berpengaruh dalam proses pembentukan hukum dan apa sebabnya

  3. Interaksi antara pengaruh yang datang dari luar dan perkembangan di dalam masyarakat

  4. Adaptasi terhadap pengaruh yang diambil dari sistem hukum asing

  5. Perubahan fungsi dari hukum

  6. Hapusnya suatu hukum

  7. Pola perkembangan yang umum yang dijalani oleh lembaga-lembaga hukum dari suatu sistem tertentu


Kondisi masyarakat terdiri atas masyarakat statis dan progresif. Kondisi masyarakat statis relatif stabil sedangkan kondisi masyarakat progresif selalu bergejolak dan dinamis. Perubahan yang terjadi tidak selalu menuju kepada yang lebih baik. contoh penggunaan pendekatan historis dalam menelaah perkembangan prinsip kebebasan berkontrak. Di dalam hukum perjanjian salah satu hal penting yang menjadi pedoman adalah kebebasan berkontrak. kebebasan ini diambil dari perkembangan masyarakat yang berpegang pada dua asas dalam perjanjian yaitu konsensualisme dan kekuatan mengikat atau pacta sun servanda. Konsensualisme berhubungan dengan terjadinya perjanjian sedangkan kekuatan mengikat hubungan dengan akibat adanya perjanjian dan kebebasan berkontrak menyangkut isi perjanjian.

Sesuai sejarah Romawi perjanjian itu berarti istilah-istilah mengenai kontrak lisan, kontrak berdasarkan kesepakatan dan ditambah kontrak khusus yang tidak disebut di dalam undang-undang kemudian hal ini dirumuskan menjadi asas-asas perjanjian dan lalu muncul salah satu prinsip dari asas perjanjian adalah kebebasan berkontrak yang diambil dari intisari azas-azas sebelumnya yang telah banyak menciptakan pengalaman dan fakta di lapangan sehingga dirumuskan asas yang benar-benar dapat menjadi pedoman.

Hukum kanonik yang terkenal di abad pertengahan adalah janji yang diucapkan di bawah sumpah berdasarkan sejarah ini juga kita dapat mengetahui kenapa dalam surat perjanjian diperlukan materai. Periode-periode sebelumnya juga kontrak harus dibuat secara tertulis dalam suatu surat yang disebut dengan piagam dan perjanjian. Azas persesuaian kehendak sudah cukup memenuhi syarat yang disebut dengan konsensualisme dan pada intinya tidak perlu dilakukan di bawah sumpah atau dibuat dengan tindakan formalitas tertentu karena kesepakatan dengan lisan sudah cukup. dan kesepakatan tersebut juga harus ditaati.


Pendekatan Perbandingan

Pendekatan ini adalah untuk memperoleh persamaan dan perbedaan di antara undang-undang dan untuk menjawab isu antara ketentuan undang-undang dengan filosofi yang melahirkan undang-undang. Dengan mengetahui filosofi dari setiap undang-undang dan membandingkannya dengan putusan pengadilan pada suatu negara dengan kasus serupa maka diperoleh gambaran-gambaran filosofi dan konsep serta keterkaitan yang dapat memperluas pengetahuan dan pemahaman. Menurut Van apeldoorn, perbandingan hukum merupakan ilmu bantu bagi ilmu hukum dogmatik untuk menimbang dan menilai aturan-aturan hukum dan putusan-putusan pengadilan yang ada pada sistem hukum lain.

Perbandingan juga dapat dilakukan dengan mengelompokkan mengelompokkan ke dalam pokok-pokok hukum seperti:

  1. Hukum publik mencakup hukum tata negara hukum administrasi negara dan hukum pidana

  2. Hukum perdata materiil dan formil mencakup hukum pribadi, hukum harta kekayaan seperti hukum benda hukum perikatan dan hukum hak immaterial

  3. Hukum keluarga

  4. Hukum waris


Pengelompokan lain seperti subjek hukum, hak dan kewajiban, peristiwa hukum hubungan hukum dan objek hukum atau perbandingan lain seperti sistem hukum adat dan sistem hukum barat. menurut peter de cruz menyatakan tujuan perbandingan hukum adalah sebagai pelengkap disiplin akademis, bantuan bagi legislasi dan perubahan hukum, perangkat konstruksi, sarana untuk memahami peraturan hukum, kontribusi bagi pernyataan sistemik dan harmonisasi hukum. Perbandingan lain adalah antara sistem hukum tanah nasional dan sistem hukum tanah Keraton yang dikemukakan dalam penelitian Lego karjoko. Banyak penelitian-penelitian lain yang membandingkan suatu peraturan tertentu dengan peraturan lainnya dengan studi komparatif, Dalam melakukan perbandingan harus mengungkapkan persamaan dan perbedaan di antara undang-undang tersebut. Persamaan dan perbedaan tersebut juga dikaji lebih mendalam lagi termasuk di bidang ekonomi, politik, regional, history dan sebagainya. Perbandingan antara sistem hukum di Indonesia dan Malaysia dapat dilihat dari aspek perbedaan seperti negara yang menjajah di mana Malaysia mewarisi sistem hukum Inggris sedangkan Indonesia mewarisi sistem hukum Belanda tetapi disisi lain persamaannya adalah Indonesia dan Malaysia adalah negara yang terletak di antara benua Asia dan Australia secara regional berdekatan, secara garis keturunan  juga sangat dekat dan bahasa maupun budaya juga memiliki kesamaan.





0 comments:

Posting Komentar