Pengertian Ilmu Hukum
Bab 2
Metode Penelitian Hukum
(Hartiwingsih, Lego Karjoko, Soehartono, 2022)
Menurut gijssels dan van hoecke, ilmu hukum adalah suatu pengetahuan yang sistematis dan terorganisasi tentang gejala hukum, struktur kekuasaan, norma-norma hak dan kewajiban. ilmu hukum ini bersifat perspektif dengan pertimbangan nilai-nilai, validitas aturan hukum konsep-konsep dan norma-norma hukum. dengan dengan preskriptifnya ilmu hukum maka ilmu hukum dapat untuk menjadi pedoman dan acuan dalam mencari keadilan. hukum harus konsisten artinya dalam setiap strukturnya tidak ada yang terang-terangan kontradiktif dan seharusnya semua konsisten sejalan kok. apabila dilihat kontradiktif hal tersebut bukanlah merupakan kontradiktif tapi memang karena perbedaan konstruksinya antara satu dengan yang lain.
Hukum sendiri mewujudkan pengaturan hubungan antara manusia yang telah diterima dalam komunitas sehingga hasilnya pun seharusnya dapat diterima dalam perspektif keyakinan-keyakinan kemasyarakatan kontemporer termasuk agama, pandangan hidup, nilai kultural dan kenyataan-kenyataan dalam masyarakat. ilmu hukum adalah ilmu yang sangat terkait dengan logika untuk mencari keadilan.gijssels dan van hoecke membagi ilmu hukum dalam tiga lapisan yaitu dogmatik hukum, teori hukum, dan filsafat hukum.
Dogmatik Hukum
menurut van hoecke, dogmatik hukum adalah cabang ilmu hukum yang memaparkan dan mensistematisasi hukum positif yang berlaku dalam suatu masyarakat tertentu pada suatu waktu tertentu dari sudut pandang normatif. suatu kegiatan ilmiah berupa menginventarisasi, memaparkan, menginterpretasi dan mensistematisasi serta mengevaluasi keseluruhan hukum positif yang berlaku dalam suatu masyarakat atau negara tertentu berdasarkan konsep-konsep, kategori-kategori, teori-teori, klasifikasi klasifikasi dan metode-metode yang dibentuk serta dikembangkan secara khusus untuk melakukan semua kegiatan yang diarahkan untuk menemukan penyelesaian yuridis terhadap masalah hukum di dalam masyarakat.
Interpretasi Aturan Hukum
aturan telah dibuat dari nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat, interpretasi aturan tersebut adalah suatu upaya untuk menemukan makna dari aturan hukum tersebut atau menarik keluar aturan tersebut sesuai dengan kondisi yang terjadi yang ingin dicari penyelesaian hukumnya. suatu kasus hukum yang terjadi kemudian dicari aturan hukumnya lalu makna-makna diinterpretasikan dan kejadian juga diinterpretasikan apakah bersesuaian dengan aturan hukum yang tertulis untuk diambil keputusan hukumnya. metode ini mencakup gramatikal, historikal, sistematik, teleological dan sociological.
interpretasi secara hermeneutical dilakukan berdasarkan pemahaman tata bahasa atau kebahasaan berdasarkan makna kata dalam konteks kalimatnya, aturan hukum tersebut dipahami dalam konteks latar belakang sejarah pembentukannya/historical yang menentukan isi aturan hukum dan dalam konteks hubungan dengan aturan hukum yang lainnya (sistematik), serta secara kontekstual merujuk pada faktor-faktor kenyataan di dalam masyarakat (sosiologikal) serta mengacu pada pandangan hidup, keagamaan serta nilai-nilai kultural dan kemanusiaan yang fundamental (filosofikal). Jika interpretasi menghasilkan lebih dari satu makna hukum atau memunculkan lebih dari satu kaidah hukum maka para praktisi Dan ilmuwan hukum harus mengambil sikap artinya memilih argumentasi yang paling tepat menurut keyakinan dengan mempertimbangkan berbagai faktor kenyataan kemasyarakatan serta nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat (akseptabilitas dan efektivitas)
Sistematisasi Aturan Hukum
Hukum itu tersusun secara sistematis dan tidak saling bertabrakan. menurut Van hoecke membedakan tataran sistematis dan metode sistematis ada tiga tataran sistematis sebagai berikut:
Tataran technical, mengklasifikasikan aturan-aturan hukum berdasarkan hierarki sumber hukum yang diterima secara umum untuk membangun landasan legitimasi dalam menginterpretasi aturan hukum artinya hukum dibuat dari landasan paling atas kemudian ke bawah dengan prinsip-prinsip yang tidak boleh bertentangan.
Tataran teleological, yakni mensistematisasi berdasarkan substansi atau isi hukum. pemikiran dan penataan material hukum dalam kerangka perspektif teleological pengertian-pengertian dan aturan-aturan yang disebutkan dalam pasal-pasal maupun ayat-ayat aturan hukum.
Sistematisasi eksternal mensistematisasi hukum dalam rangka mengintegrasikan ke dalam tatanan masyarakat yang selalu berkembang. sistematisasi ini menyebabkan interpretasi ulang pengertian-pengertian yang ada dan pembentukan konsep hukum yang baru misalnya pembentukan pengertian kata ikhtiar dan perikatan resultan yang tidak tercantum secara eksplisit dalam KUHP. Pengertian yang sebelumnya dituliskan di aturan hukum ternyata dalam situasi sosial maknanya telah berubah sehingga harus di sistematisasi kembali.
Metode sistematis menurut Van hoecke ada empat metode, yaitu:
- Metode logika menggunakan struktur logika dalam aturan-aturan hukum yang semakin banyak dan selalu berubah-ubah. tes azas logika yang biasa digunakan adalah induksi deduksi analogi, a contrario, a fortiori dsb
- Metode tipologi yaitu menetapkan tipe normal yang digunakan sebagai pedoman dalam penataan sejumlah kejadian
- Metode theological yakni menggunakan nilai-nilai dan kaidah-kaidah yang melandasi suatu teks perundang-undangan sebagai patokan untuk sistematisasi
- Metode interdisipliner yaitu memanfaatkan produk berbagai ilmu manusia lain untuk melaksanakan sistematisasi eksternal.
Menurut J.W.Harris ada 4 asas logika dalam mensistematisasi material hukum yang disebutkan dalam bukunya "the rule-systematizing logic of legal science" yaitu:
- Azas eksklusi, asas yang menetapkan suatu pengandaian bahwa sistem hukum identik dengan sistem peraturan perundang-undangan.
- Azas subsumsi yaitu asas yang menetapkan hubungan hirarkis di antara aturan-aturan hukum yang lebih tinggi ke rendah
- Azas derogasi yaitu asas yang digunakan untuk mengesampingkan suatu peraturan karena bertentangan dengan peraturan lain yang lebih tinggi
- Asas non kontradiksi yaitu asas yang digunakan untuk menolak adanya kemungkinan ada tidaknya suatu kewajiban dalam situasi yang sama atau perbuatan yang diwajibkan oleh sebuah aturan hukum justru dilarang oleh aturan hukum lain dalam waktu yang bersamaan.
Teori Hukum
Menurut bruggink ada dua jenis teori hukum yaitu teori hukum yang lebih awal keberadaannya atau teori hukum empirik dan teori hukum yang muncul kemudian atau teori hukum kontemplatif. Teori hukum empirik berasal dari lingkungan positivistik dan muncul di Jerman dengan nama "allgemeine Rechtslehre". teori ini mengacu pada model ilmu alam. teoritikus hukum harus menempatkan diri sebagai seorang pengamat objektif atau perspektif eksternal dan berdasarkan perspektif itu orang harus membatasi diri pada kegiatan mempelajari tatanan hukum yang ada.
Teori hukum kontemplatif objeknya mencakup kegiatan yuridik seperti pengembanan dogmatik hukum pembentukan hukum dan penemuan hukum. Tujuan dari teori hukum ini hendak memberikan pemahaman tentang objek yang dipelajari. Teori hukum ini tidak memiliki kepentingan praktikal secara langsung tapi memiliki pemahaman dalam sifat umum dari hukum atau menyadari apa saja pada suatu kegiatan yuridik tertentu turut memainkan peran, mempertinggi kualitas praktik hukum. Menurut teori ini perspektif eksternal tidak dapat dipertahankan tetapi orang harus menempatkan diri pada titik berdiri internal terbatas. Teori kebenaran yang mendesak adalah kebenaran pragmatik teori hukum dijalankan dari sudut titik berdiri internal yang sangat berdekatan dengan filsafat hukum.
Filsafat Hukum
Filsafat hukum adalah induk dari semua disiplin yuridis karena membahas masalah-masalah paling fundamental yang timbul dalam hukum. menurut bruggink, filsafat hukum adalah teori tentang dasar-dasar dan batas-batas kaidah hukum.
Masalah Atau Isu Hukum Dalam Dogmatik Hukum
Masalah hukum berintikan pertanyaan tentang apa hukumnya, apa yang menjadi hak dan kewajiban orang dalam situasi tertentu dan berdasarkan apa seharusnya dilakukan orang yang kepatuhannya tidak diserahkan pada kemauan bebas yang bersangkutan. Masalah hukum makro berkenaan dengan masyarakat. Pelaksanaan hukum makro adalah untuk menjaga ketertiban dan keadilan di dalam pola hubungan antar manusia yang berkekuatan normatif dan secara rasional memungkinkan masing-masing mencapai tujuannya secara wajar sehingga tidak ada pihak yang dirugikan keadilannya pembentukan hukum makro ini bersifat luas dan mengatur komunitas atau antar individu. sedangkan hukum mikro berkenaan dengan hubungan antar subjek hukum yang penyelesaiannya dilakukan dengan penemuan hukum dan penerapan hukum secara kontekstual. pengenaan hukumnya bagi situasi antar individu secara konkret dan hanya pada pihak yang terlibat.
menurut titon slamet kurnia, penelitian hukum adalah sebagai berikut:
- Identifikasi fakta
- Menetapkan konsep hukumnya
- Menemukan norma atau kaidah dan prinsip/asas hukumnya dalam sumber-sumber hukum yang relevan
- Apabila norma atau kaidah dari sumber-sumber hukum dapat diaplikasikan maka sumber-sumber hukum yang telah memuat norma-norma serta asas-asasnya dapat diterapkan tetapi apabila ternyata dalam situasi dan konteks tertentu tidak dapat diterapkan maka dilakukan metode penemuan hukum (rechtsvinding) untuk menetapkan apa yang menjadi hukumnya atau isu hukum yang sedang ditangani.
hal yang pertama dalam melihat suatu fakta adalah mengidentifikasikan apakah fakta tersebut berkaitan dengan permasalahan hukum atau mencari suatu delik dari perbuatan yang bertentangan dengan hukum yang berlaku. Delik sangat penting sebagai fakta awal apakah suatu perbuatan melanggar hukum atau tidak? dikatakan melanggar hukum apabila perbuatan tersebut bertentangan dengan konsep hukum dan norma-norma serta peraturan yang berlaku. Delik tersebut harus dikonsepkan secara jelas lalu dicari apakah bertentangan dengan peraturan yang berlaku. Seringkali di dalam masyarakat terdapat perbuatan yang sebenarnya tidak diatur dalam hukum tetapi lebih diatur dalam hukum adat maupun norma-norma agama. Hal ini bukan merupakan suatu kasus hukum, contoh seseorang wanita yang menuntut pihak laki-laki untuk mengawininya karena adanya perbuatan yang dilakukan oleh kedua belah pihak sehingga pihak wanita tersebut hamil dan menuntut pihak lelaki untuk mengawininya. Hal ini berupa bukan merupakan delik hukum karena dalam pasal 1 undang-undang nomor 1 tahun 1974 perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita yang tidak dapat dipaksakan. sehingga hal ini tidak dapat menjadi delik hukum apalagi jika dilakukan karena suka sama suka, karena setelah dikonsepkan perbuatan tersebut tidak ada peraturan hukum yang berlaku yang mengaturnya tetapi hal ini lebih banyak diatur dalam hukum adat maupun hukum agama sehingga diselesaikan sesuai dengan hukum adat maupun hukum agama tersebut.
Contoh lain adalah penemuan hukum menurut pasal 1320 BW salah satu syarat perjanjian adalah kecakapan (bekwaamheid), pasal 330 BW ditetapkan bahwa mereka yang belum 21 tahun penuh dan belum kawin dianggap belum cukup umur (minderjarig). konstruksi menganggap umur itu dewasa atau belum sesuai dengan fakta sosial pada saat peraturan tersebut dibuat dalam perkembangan sosial selanjutnya perubahan umum kedewasaan tentu perlu dikaji secara lebih dalam lagi dalam konteks saat ini. Adanya permasalahan ini menuntut hakim untuk dapat menemukan hukum dari peraturan dan norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat. Pertimbangannya adalah umur 21 tahun penuh dan belum kawin dianggap belum cukup umur sementara hal ini berbeda dengan kecakapan sehingga terdapat perbedaan makna di sini hakim harus mampu menjaring makna yang ada dalam peraturan yang disesuaikan dengan norma-norma atau nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat sesuai dengan konteks saat ini.
Perundang-undangan dibuat dengan segala kekurangan dan kelebihannya dan metode penemuan hukum (interpretasi, konstruksi dan penyempitan atau penghalusan hukum) dibuat untuk memperbaiki kualitas perundang-undangan tersebut. terdapat tiga problematika dalam metode menemukan hukum yaitu norma kaIdah kabur (vage normen), antinomi (konflik norma) dan kekosongan aturan hukum (leemten in het recht). yang menjadi kesulitan adalah isu moral apa yang harus dipenuhi saat melakukan interpretasi supaya tidak terjadi kesalahan dalam menemukan hukum.
Hakikat dari moralitas menurut dworkin adalah integritas dalam rangka mewujudkan community of principle sebagai pedoman dalam setiap kegiatan penemuan hukum. Dengan demikian praktik hukum dalam penemuan hukum tidak semata-mata positivitas namun juga bernuansa moral, keadilan, due proses dan koherensi. Hukum merupakan sistem yang terbuka artinya hukum sendiri adalah buatan manusia yang penuh kekurangan maka sistem tersebut menurut sifatnya harus dapat berubah menyesuaikan perkembangan. Pada prinsipnya hukum itu selalu ada tetapi dalam pelaksanaannya perlu untuk ditemukan dan digali, karena peraturan tidak pernah lengkap tetapi hukum sudah lengkap untuk itu apabila tidak ada peraturan yang mengatur maka dicari peraturan berdasarkan penemuan penemuan hukum. Penemuan hukum adalah proses mengkonkretisasi kaidah hukum supaya applicable terhadap perkara yang dihadapi. Hakim tidak hanya dilengkapi dengan berbagai macam metode interpretasi tetapi juga metode konstruksi seperti analogi, a contrario, serta metode penyempitan atau penghalusan (rechtsverfijning).
Hukum harus non kontradiktif atau tidak boleh membebankan suatu perintah dan larangan sekaligus. Dalam rangka menghadapi isu antinomi dalam aturan hukum maka hukum memberi solusi dengan prinsip derogate: lex specialis derogate legi generali, lex posterior derogate legi priori dan lex superior derogate legi inferior.
Solusi dari kompleksitas metode penemuan hukum dalam situasi kekosongan peraturan yaitu menggunakan interpretasi komparatif pandangan doktrin dan asas-asas hukum umum. penemuan hukum karena undang-undang tidak selalu dapat diterapkan secara silogistis maka itu di dalam interpretasi hukum peran pra pemahaman (vorverstandnis) sangatlah penting untuk menutupi kekurangan-kekurangan bahasa hukum yang tertulis. penerapan teori hukum bahkan di luar ilmu hukum seperti filsafat hukum teori-teori hukum dan ilmu-ilmu kemasyarakatan (sosiologi antropologi etnografi dan lain-lain). contoh pengangkatan wanita sebagai hakim agung di Belgia. Pada saat itu undang-undang Belgia tidak secara tegas melarang kaum wanita menduduki jabatan hakim, pengacara atau advokat, lalu terjadi perubahan di dalam masyarakat yaitu emansipasi wanita. Dalam praktik pada saat itu apabila suatu hal tidak disebut dalam undang-undang maka hal ini harus diartikan sebagai larangan. Pada saat itu nilai yang diambil sesuai kondisi pada saat peraturan dibuat dan pada saat diaplikasikan. lalu apabila diartikan secara terbatas misal boleh wanita menjadi advokat maka untuk selain advokat dianggap tidak boleh walau dalam peraturan tidak disebutkan. tapi bisa juga argumennya apabila boleh diangkat menjadi advokat maka boleh menduduki semuanya. Perkembangan di Indonesia sebagai contohnya juga mengalami hal yang sama di bawah tahun 1960 wanita tidak dapat memiliki hak untuk membuat suatu perjanjian dan harus dengan seizin suaminya. pada saat itu kondisi sosial yang diterima di dalam masyarakat adalah seperti tersebut sehingga norma hukum dibuat menyesuaikan dengan situasi sosial yang ada. Hakim dapat memutuskan berdsarkan kaidah, norma yang berkembang, walau peraturannya masih belum di revisi karena kondisi nilai dan norma serta asas adalah dasar yang sah di atas peraturan tertulis.
Isu Hukum Dalam Teori Hukum
Konsep hukum dapat dirumuskan sebagai suatu gagasan yang dapat direalisasikan dalam kerangka berjalannya aktivitas hidup masyarakat yang tertib. konsep hukum adalah suatu pengertian dan penjelasan yang berkaitan dengan kata-kata pada bidang hukum seperti badan hukum, kadaluarsa kekuasaan, kewenangan haki dan pertanggungjawaban pidana. Orientasi dogmatik hukum adalah peraturan yang berlaku yang sifatnya tertentu secara ratione loci. sementara teori hukum merupakan meta teori dogmatik hukum atau bahan penyusun dari dogmatik hukum. untuk dapat menganalisis menginterpretasikan dan menerapkan norma atau kaidah hukum maka sangat bergantung dengan konsep-konsep yang digunakan di dalamnya. Misal konsep fair dealing, apabila membahasnya dalam konteks hak kekayaan intelektual maka konsep fair dealing dapat dengan jelas dipahami sehingga apabila ada suatu peristiwa yang diajukan kepadanya untuk mendapat pertimbangan hukum mengenai hak cipta maka konsep fair dealing ini akan memberikan penjelasan apakah termasuk dari delik atau tidak?
Menurut D.H.M. Meuwissen ada tiga tugas teori hukum yaitu:
- Ajaran hukum menganalisis pengertian hukum dan konsep-konsep yang digunakan seperti hak hubungan hukum, asas hukum, milik, kontrak itikad baik dsb
- Hubungan hukum dan logika berkenaan dengan sejauh mana logika formal dapat digunakan untuk hukum apakah berpikir atau penalaran yuridis merupakan sesuatu yang berbeda dengan berpikir atau penalaran pada umumnya dan sebagainya?
- Metode hukum berkenaan dengan metode dari ilmu hukum/teoritis dan juga metode pengembangan hukum atau praktis.
Gijssels & mark van hoecke, ada 4 tugas teori hukum yaitu:
- Analisis hukum, terutama mengenai konsep-konsep hukum yang juga dapat ditemukan dalam dogmatik hukum. menggunakan beberapa konsep dari bidang ilmu lain. Teori hukum bertujuan untuk menganalisis dan menjelaskan konstruksi yuridis technical dalam bentuk penampilan-penampilan konflik mereka atau tidak.
- Ajaran metode hukum, penemuan hukum baru hanya dapat diputuskan oleh hakim berdasarkan perkembangan data-data hukum dan pemikiran pengetahuan yang logis dan rasional.
- Ajaran ilmu dari hukum, hukum itu sendiri bukan ilmu tetapi hanya objek dari ilmu-ilmu. kajian dalam teori hukum terbatas pada ajaran ilmu dari dogmatik hukum. ada dua hal yang dipermasalahkan yaitu teori hukum sebagai ajaran ilmu dari dogmatik hukum apakah untuk ilmu hukum harus dikembangkan suatu pengertian ilmu tertentu secara penuh,?
- Kritik ideologi, memperlihatkan konsepsi-konsepsi masyarakat saat ini apa yang menjadi fungsi sebagai latar belakang dari konstruksi dogmatik hukum dari pranata-pranata hukum seperti hak milik, kebebasan berkontrak mogok dan HAM.
Masalah Atau Isu Hukum Dalam Filsafat Hukum
Isu hukum berkaitan dengan azas hukum. Dengan perkataan lain sistem hukum adalah suatu kesatuan yang terdiri dari unsur-unsur yang mempunyai interaksi satu sama lain dan bekerja sama untuk mencapai tujuan kesatuan tersebut. Pada intinya aturan-aturan pokok yang menjadi landasan di dalam hukum disebut sebagai asas-asas hukum, misal dalam prinsip budaya timur seorang anak harus menghormati orang tuanya, tiada pemidanaan tanpa kesalahan, tiada perbuatan yang dapat dihukum tanpa ada perundang-undangannya atau peraturannya, setiap orang dianggap tahu hukum, tiada seorangpun yang wajib mempertahankan haknya yang bertentangan dengan kehendaknya
azas-azas hukum sangat berkaitan erat dengan nilai-nilai dan dogma yang ada di dalam suatu daerah atau suatu wilayah tertentu dan bisa jadi asas hukum di negara lain berbeda. asas hukum adalah landasan yang memperkuat posisi hukum di dalam nilai-nilai masyarakat sehingga hukum dapat diterima. hukum bukan sekedar sekumpulan dari peraturan-peraturan belaka tetapi mengandung nilai-nilai dan tuntutan etis dari suatu masyarakat. tanpa asas hukum maka norma hukum akan kehilangan kekuatan mengikatnya di dalam masyarakat.
azas hukum berfungsi sebagai meta kaidah terhadap perilaku dan menjadikan pedoman dalam pembuatan hukum maupun penerapannya. D. Meuwissen membedakan antara asas hukum materiil dan asas hukum formal. azas materiil adalah sebagai berikut:
azas respect terhadap kepribadian manusia
azas respect terhadap aspek-aspek kerohanian dan keajasmanian dari keberadaan sebagai pribadi
azas kepercayaan
asas pertanggungjawaban
azas keadilan
azas formal terdiri atas asas konsistensi logical, asas kepastian dan asas persamaan
perbedaan nilai dan asas dalam setiap negara menjadikan asas universal yang benar-benar konkrit belum tercapai tetapi dapat mengacu pada mahkamah internasional sebagai salah satu sumber hukum internasional yang universal. azas-azas hukum juga mengalami perubahan seiring dengan globalisasi ada pergerakan kesamaan antar azas. Mengingat asas hukum adalah sesuatu yang abstrak dan perubahannya sangat lambat dibanding dengan perubahan peraturan itu sendiri.
Asas hukum memberikan landasan mengenai ketentuan yang perlu dituangkan dalam aturan hukum. asas juga membantu dalam penafsiran dan penemuan hukum maupun analogi sedangkan bagi pengembangan ilmu hukum asas mempunyai kegunaan pada tingkat yang lebih tinggi untuk mencapai hukum semua. Dalam pasal 28 i undang-undang dasar 1945 disebutkan " hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut merupakan hak asasi manusia". atau dengan isitlah nullum delictum nulla poena sin praevea lego poenali (tidak ada suatu pidana dapat di hukum tanpa adanya aturan yang mengaturnya) tetapi dikenal juga asas retroaktif yaitu pemberlakuan peraturan yang berlaku surut.
0 comments:
Posting Komentar