Sabtu, 13 September 2025

Positivisme dan Post Positivisme

 🔹 1. Positivisme

Asal-usul: Dikembangkan oleh Auguste Comte (1798–1857), seorang filsuf asal Prancis.

Inti pemikiran:

  • Pengetahuan ilmiah hanya sah jika berdasarkan pada apa yang bisa diamati dan diukur secara empiris.
  • Penalaran ilmiah = observasi + pengukuran → Fokus pada fakta yang bisa diverifikasi secara objektif.
  • Bertujuan memisahkan ilmu dari agama, karena agama berdasarkan pada kepercayaan yang tidak bisa diobservasi.
  • Hanya hal-hal yang terlihat dan terukur yang dianggap pantas untuk diteliti secara ilmiah.

Kelemahan:

  • Menolak pemikiran abstrak, emosi, dan subjektivitas manusia karena tidak bisa diukur.
  • Melahirkan empirisisme ekstrem, atau kepercayaan buta pada data yang bisa diamati, tanpa ruang untuk penafsiran.

🔹 2. Post-positivisme

Muncul karena: Kekecewaan terhadap keterbatasan positivisme, terutama dalam memahami manusia sebagai makhluk kompleks dan kontekstual.

Inti pemikiran:

  • Menggabungkan data empiris dan penalaran logis.
  • Memandang ilmu sebagai pendekatan probabilistik, bukan pasti → artinya kebenaran ilmiah itu bersifat sementara dan bisa berubah tergantung konteks.
  • Tidak menolak data, tetapi mengakui keterbatasan pengamatan manusia dan pentingnya interpretasi.

🔹 Variasi dalam Post-positivisme

  1. Subjektivisme:
    • Dunia dianggap sebagai konstruksi subjektif dari pikiran manusia.
    • Tidak ada realitas objektif tunggal → semua realitas dibentuk oleh pengalaman dan pemahaman individu.
  2. Realisme Kritis (Critical Realism):
    • Percaya bahwa ada realitas objektif di luar diri manusia.
    • Tapi, kita tidak akan pernah bisa memahami realitas itu secara sempurna karena keterbatasan persepsi dan alat ilmiah.
    • Fokus pada struktur sosial yang tidak terlihat secara langsung, tapi berpengaruh nyata (misalnya: kekuasaan, budaya, norma tersembunyi).

🧩 Perbandingan Singkat:

Aspek

Positivisme

Post-positivisme

Asal

Auguste Comte

Kritik terhadap positivisme

Realitas

Objektif dan bisa diketahui

Objektif tapi tidak bisa diketahui secara pasti

Fokus

Fakta yang bisa diukur

Fakta + interpretasi/logika

Subjektivitas

Dikesampingkan

Diakui dan dianalisis

Contoh pendekatan

Survei kuantitatif

Mixed methods, analisis kritis, interpretatif


Kesimpulan:

  • Positivisme cocok untuk fenomena alamiah dan terukur (misalnya fisika, biologi).
  • Post-positivisme lebih cocok untuk fenomena sosial yang kompleks dan penuh makna (misalnya perilaku manusia, kebijakan publik).
  • Dalam ilmu administrasi publik, banyak peneliti saat ini cenderung memakai pendekatan post-positivis karena lebih fleksibel dan mampu menangkap realitas sosial yang beragam.

0 comments:

Posting Komentar