Minggu, 11 Desember 2022

Measurement Public Service Motivation

 Beberapa instrument Pengukuran Motivasi Pelayanan Publik 








 

Sabtu, 10 Desember 2022

LEADERSHIP DAN PSM SISTEMATIK SINTESIS Taha Hameeduddin & Trent Engbers (2022) International Public Management Journal, 25:1, 86-119, DOI: 10.1080/10967494.2021.1884150

LEADERSHIP DAN PSM SISTEMATIK SINTESIS
Taha Hameeduddin & Trent Engbers (2022)
International Public Management Journal, 25:1, 86-119, DOI: 10.1080/10967494.2021.1884150

    Konsep public service motivasi dapat digunakan seorang leader dalam praktiknya untuk dapat memotivasi, menarik, dan menahan pegawai. Literatur ini juga merupakan rekomendasi dari ritz et al (2016) mengenai pentingnya pengaplikasian motivasi pelayanan publik dalam praktik. Literatur ini mencoba mereview berbagai macam literatur tentang bagaimana kpemimpinan dan public service motivasi digunakan di berbagai negara dan berbagai konteks. sistematika literature review ini menggunakan Prisma Protocol (preferred reporting items for systematic review and meta analysis) untuk mengidentifikasi pola pada penelitian-penelitian sebelumnya yang menginformasikan hasil penelitian dan praktis. manfaat penelitian ini:
  1. Memberikan gambaran antara kepemimpinan dan PSM
  2. Mengidentifikasi pola sebab akibat antara kepemimpinan dan PSM
  3. Memahami tipe kepemimpinan dan hubungannya dengan PSM keluaran/outcomes
  4. Mengidentifikasi kontekstual faktor yang memoderating penelitian kepemimpinan dan PSM
Pendahuluan
    Sektor publik berada pada dimensi yang berbeda dengan sektor privat. Sektor privat sangat terukur dengan usahanya mencari keuntungan dan bertahan dalam persaingan maka sektor publik keberadaannya lebih pada kepuasan publik. Semakin variatifnya individu maka objek dari publik akan semakin rumit. Konsep PSM didefinisikan sebagai dorongan individu untuk melayani sektor publik berdasarkan tiga dimensi yaitu rasional, normal bis dan afektif (perry and wise, 1990). Konsep ini berkembang sehingga dilakukan penelitian terhadap organisasi publik dan dihubungkan dengan beberapa variabel seperti kinerja (Alonso dan lewis, 2001), komitmen organisasi, kepuasan kerja, ketertarikan pada layanan publik (carpenter, doverspike, dan miguel, 2012), dan perilaku etika.
    Beberapa penelitian melakukan sintesis riset pada PSM : SLR and outlook (ritz at.al, 2016), meta analysis psm and job satisfaction (Homberg et al., 2015), meta analysis: task, citizenship, job performance dimension (harari et al ., 2016), revisiting motivasion base 20 years of research an agenda for future (perry et al., 2010), unanswer question about psm design research (wright and grant, 2010), bibliometric study psm and leadership (Marques, 2021), psm global knowledge, regional perspective( Van der Wal & Mussagulova, 2022). Penelitian yang melibatkan literatur review tersebut menggunakan berbagai macam metodologi seperti meta analisis teknik, naratif review, dan sistematik literature review. Penelitian ini diperlukan sebagaimana dalam penelitian SLR Ritz at al,2016, implikasi ke dalam praktek dari manajemen sumber daya merupakan penelitian yang sangat penting yang harus dilakukan pada dekade ketiga dari PSM.
    Leadership dapat membagikan PSM dan meningkatkan perilaku totalitas bekerja pada pegawai negeri (kroll and vogel, 2014), meningkatkan desain pekerjaan maupun insentif organisasi untuk meningkatkan PSM (perry and hondeghem, 2008;Piatak et al, 2021). Para pembuat kebijakan dan praktisi mengandalkan PSM dalam hubungannya dengan pimpinan dengan semakin besarnya tantangan yang dihadapi pemerintah dalam menarik menahan, dan memotivasi pegawai (van acker, 2020; hameeduddin and fernandez, 2019; hameeduddin and lee, 2021) serta melaksanakan lebih banyak dengan sedikit sumber daya yang ada (Paarlberg and lavigna,2010). Dalam konteks ini PSM menyediakan cara yang efektif untuk menarik, mengatur, dan memberikan insentif bagi pegawai publik (perry, Engbers dan jun, 2009)
    Ada banyak aspek variabel yang mempengaruhi PSM diantaranya adalah kepemimpinan (fernandez, 2004; van wart 2014). dari aspek ini saja banyak pengetahuan yang mengaitkan hubungan antara kepemimpinan dan PSM (pandey, 2017). dan penelitian ini berbeda dari penelitian sintesis sebelumnya dengan tiga alasan penting, yaitu:
  1. Penelitian ini memfokuskan sintesis pada hubungan antara PSM dan kepemimpinan
  2. Penggunaan prisma protokol (moher et al. 2009)
  3. Penelitian ini tidak membatasi pengambilan literatur hanya dari top journal saja tetapi mempertimbangkan jurnal kebijakan publik dan administrasi yang di rank oleh scopus, sehingga keragaman studi lebih besar dan cakupan lebih komprehensif
    Paper ini terdiri dari dua bagian utama, pertama terkait dengan theoritical framework dalam memahami hubungan antara kepemimpinan dan PSM. Dimulai dengan pendekatan konseptual untuk melihat hubungan dan menilai temuan empiris pada tiga pertanyaan yang memunculkan teori dan penelitian di masa lalu. bagian kedua menggambarkan metodologi dan temuan melakukan sintesis dari penelitian yang ada dalam hubungan antara PSM dan kepemimpinan termasuk gambaran penelitian sebelumnya, lokasi jurnal, sektor metodologi isu (waktu, ukuran, dan konstruksi tempat) dan analisis. Penelitian ini untuk mencari jawaban dari tiga pertanyaan yang telah diajukan sebelumnya, yaitu bagaimana pengetahuan yang ada melihat hubungan antara PSM dan leadership, tipe pemimpin seperti apa yang berpengaruh terhadap PSM dan konteks hubungannya. artikel ini akan bermanfaat dalam implikasi praktis mendiskusikan gap dari penelitian sebelumnya dan menyarankan untuk penelitian selanjutnya.

Konsep Hubungan PSM dan Kepemimpinan
PSM adalah watak yang terbentuk dari proses sosial yang panjang pada diri individu tetapi dapat juga dipengaruhi oleh lingkungan organisasi (Christensen, Paarlberg, and Perry, 2017). untuk dapat memahami dasar dari PSM dan kepemimpinan maka dapat mengacu pada social learning teori dan personality teori.

A Theoretical Orientation
Hubungan antara kepemimpinan dan PSM secara empiris dapat dilihat dari efek dari kepemimpinan pada PSM seseorang, efek PSM pada kepemimpinan dan PSM sebagai mediator atau moderator antara kepemimpinan dan perilaku kerja lainnya. setiap hubungan memiliki kerangka pondasi sendiri

Efek Kepemimpinan pada PSM
    Pada teori sosial learning (bandura 1977; hunter et al., 2013; Schwartz et al., 2016). kepemimpinan memberikan rule model yang dilihat oleh pegawai pada sosok pemimpin dan akan membuat perilaku seseorang terpengaruh dengan perilaku pemimpin tersebut. termasuk PSM seorang leader akan mempengaruhi dan meningkatkan PSM bawahannya. perbedaan status dan kekuasaan antara pemimpin dan bawahannya akan menjadikan dasar pijakan perilaku bagi bawahan untuk mengikuti contoh dari pemimpinnya (hunter et al., 2013). Dengan kata lain PSM adalah dinamik dan organisasi melalui pemimpin-pemimpin organisasi dapat mempertajam pembentukan motivasi pelayanan publik pada individu (christensen et al., 2017; Piatak et al., 2021). Bahkan sebelum seseorang memilih untuk memasuki sektor publik atau private sektor, pengaruh PSM mempengaruhi pilihan tersebut, dan rule model dari mereka yang sudah bekerja di sektor publik juga turut mempengaruhi pandangan dari individu. orang akan tertarik pada suatu organisasi publik ketika melihat sosok pimpinannya merupakan sosok yang diidamkan dalam memimpin, hal ini menunjukkan pengaruh kuat leadership dalam memotivasi seseorang. bentuk sosialisasi dan pengenalan budaya organisasi merupakan suatu taktik dan strategi untuk menyelaraskan antara nilai yang ada pada individu dengan nilai yang ada pada organisasi (cable and parsons, 2001), dan dapat memperkuat nilai untuk mempengaruhi ketertarikan dan bidang (mortimer and lorence 1979)


Kepemimpinan akan Berdampak pada PSM
    Social learning teori telah menjelaskan hubungan antara pemimpin dan PSM bawahannya dan menjelaskan bagaimana PSM mediasi atau moderasi hubungan antara pemimpin dan perilaku kerja lainnya. social learning teori dapat mengantisipasi keluaran kerja seperti kinerja di mana pengaruh kepemimpinan melalui mediasi PSM. pimpinan memotivasi pegawainya dalam memberikan pelayanan dan mencapai tujuan organisasi sehingga pegawai semakin semangat dan meningkatkan outcome kerjanya yaitu kinerja yang baik dan mencapai target organisasi (schwartz et al., 2016). Para pegawai yang psm-nya telah termodifikasi karena meniru pimpinan menjadi lebih menerima intervensi dari kepemimpinan tanpa rasa kesal bahkan dengan rasa semangat yang tentu mempengaruhi hasil pekerjaan (Luu et al., 2019). Bentuk outcome pekerjaan dari pekerja yang semangat yang melihat pimpinannya seperti bekerja lebih kreatif (Luu et al., 2019), organizational citizenship behaviour (Bottomley et al., 2016), whistleblowing (Caliper, 2015), mempengaruhi kinerja (Luu and Thao, 2018; schwartz et al., 2016), perilaku sharing pengetahuan (Luu, 2015)
kepemimpinan -psm(mediating/moderating)- work outcome

Dampak PSM pada Kepemimpinan
    Ketika social learning teori berpengaruh antara kepemimpinan dan PSM pegawai maka personality teori akan mempengaruhi perilaku seseorang terutama sebagai pemimpin. kepribadian dapat dilihat dilihat sebagai perilaku emosional yang stabil (funder, 2001). Personality psikologi dapat dikonsepkan dengan struktur model personality seperti five factor model dan heksacom model (Asthon et al., 2004). model ini dapat memprediksi secara konsisten perilaku individu seperti kinerja (Barrick, Mount, and Judge 2001; judge and ilies, 2002)
    PSM pada individu akan stabil selama waktu tertentu yang sangat dipengaruhi dari lingkungan (McCrae 2000). Pembentukan karakter individu terutama perilaku psm-nya dapat dilihat dari pengalaman, kehidupan sosial, budaya atau suku (biological), agama, (Funder 2001; Bouchard et al ., 1990) konsekuensi sikap dan perilaku kehidupan kerja seperti kepemimpinan dengan menggunakan dasar teori personality untuk memahami perilaku kerja yang menunjukkan bahwa kepemimpinan lah yang dipengaruhi oleh motivasi pelayanan publik. faktor lingkungan pengalaman dan pengetahuan sosial learning dari PSM mempengaruhi perilaku kepemimpinan.

psm- leadership

Pertanyaan penelitian pertama apakah kepemimpinan mempengaruhi PSM atau PSM lah sebagai faktor yang memprediksi perilaku kepemimpinan?
    Dari beberapa literatur menunjukkan bukti bahwa kepemimpinan secara luas dapat diprediksi melalui perilaku yang stabil yang sudah terbentuk tetapi kepemimpinan dapat juga dilatih dan dikembangkan. Judge and colleagues (2002) menemukan meta analisis yang membuktikan beberapa studi menunjukkan hubungan perilaku personal yang konsisten terhadap kemunculan kepemimpinan dan keefektifannya. bukti ini berhubungan dengan teori kepribadian yang menunjukkan bahwa motivasi pelayanan publik sebagai ciri untuk memprediksi kepemimpinan. mereka yang telah memiliki PSM akan termotivasi untuk mengejar kepemimpinan karena keinginan untuk merubah kondisi dan sistem atau kebijakan mendorong seseorang untuk mencapai level pimpinan. nowell et al (2016) menemukan bukti bahwa PSM dapat memprediksi kemunculan pemimpin yang kolaboratif melalui tanggung jawab komunitas (soc-r) sense of community responsibility. Pendidikan pelatihan dan pengembangan kepemimpinan dapat memberikan efek perubahan pada organisasi outcome dalam jangka panjang (Lacerenza et al., 2017), belle (2014) menemukan bahwa program pelatihan transformational leadership memberikan peningkatan kinerja dan memiliki hubungan dalam memoderasi level PSM.

Pertanyaan kedua tipe kepemimpinan seperti apa yang mempengaruhi PSM?
    Meta analisis literatur studi sebelumnya menemukan bukti yang konsisten bahwa perbedaan intervensi kepemimpinan dan gaya kepemimpinan menghasilkan variasi outcome (Avolio et al., 2009). sehingga perlu diinvestigasi lebih dalam hubungan antara tipe kepemimpinan dan PSM. Dalam kebanyakan studi administrasi publik memfokuskan pada kolektif dan post industrial style dari kepemimpinan yang menekankan hubungan antara pemimpin dan pengikutnya serta pencapaian tujuan-tujuan organisasi (Rost 1993; Ospina, 2017)
    Berbagai macam tipe kepemimpinan seperti inter Alia transformasional, etika leadership dapat mempengaruhi PSM dengan variasi impact yang berbeda-beda dari tipe-tipe kepemimpinan ini. hal ini dapat disandarkan pada setting seperti aspirational goal (Paarlberg and Lavigna, 2010), social learning (Bandura, 1977; Brown et al, 2005), intrinsik self esteem needs (Shamir et al., 1993). pada teori aspirasional goal, pemimpin mendorong bawahannya untuk menimbulkan kesadarannya dari ketertarikan individu dan fokus dalam tujuan bersama yang lebih luas. pemimpin mencoba mengajak bawahannya untuk membuat suatu program yang berguna bagi masyarakat dan mendorong dikeluarkannya ide-ide kreatif dan yang disukai dari bawahannya untuk dapat masuk dalam tujuan yang lebih luas sehingga program tersebut merupakan aspirasi dan keinginan dari semua bawahannya. teori ini mendasari pemimpin yang transformasional (Paarlberg and lavigna, 2010)
    Teori social learning perbedaan posisi dan status pemimpin akan menjadi role model bagi bawahannya ketika pemimpin menunjukkan etika dan nilai maka bawahan akan mengikuti pemimpin tersebut sehingga pemimpin yang memiliki PSM akan menularkan PSM nya ke bawahannya (Brown et al., 2005). teori sosial learning ini mendasari hubungan antara PSM dengan etika leadership (Brown et al., 2005) dan servant leadership (Shim and park, 2019)
    Teori self esteem need, pada teori ini pemimpin dapat mempengaruhi PSM dengan mengisi kebutuhan harga diri bawahannya (liu, hu and cheng, 2015) dengan memberikan penghargaan akan mendorong kebutuhan harga diri meningkat dan memotivasi pegawai untuk bekerja maupun meningkatkan psm-nya. hal ini juga memberikan dorongan motivasi intrinsik pada diri pegawai sehingga pemimpin dapat mendorongnya dengan memberikan contoh serta pengetahuan kepada bawahannya agar bawahannya menjadi lebih confidence dalam memberikan pelayanan dan meningkatkan harga diri yang nantinya meningkatkan PSM nya. Teori Self Esteem need ini mendasari Democratic leadership dalam mengajak bawahan terlibat aktif dan meningkatkan PSM nya. Setiap tipe kepemimpinan memiliki variasi hasil yang berbeda-beda tergantung tipe bawahan, kondisi lingkungan kerja dan customer yang dihadapi

pertanyaan ketiga: apakah hubungan antara kepemimpinan dan PSM adalah konstan atau berubah-ubah tergantung faktor yang kontekstual seperti bidang pelayanan maupun negara di mana PSM tersebut diteliti?
    Perbedaan konteks organisasi, bidang, dan negara memiliki pengaruh yang berbeda-beda pada PSM dan kepemimpinan (perry and vandenabeele, 2015; kim and vandenabeele, 2010), walaupun PSM telah diakui secara konsisten sebagai fenomena universal (Vandenabeele, Scheelers and Hondeghem,2006), tetapi kemunculan konsep ini membawa keunikan yang didasarkan pada konteks nasional atau negara (kim and vandenabeele, 2010) terutama pada dimensi Norm base dan afektif yang sangat erat kaitanya dengan culture dan wilayah di mana local wisdom menjadi pembentuk dua dimensi tersebut seperti budaya, agama, orang tua socialization (Perry, 1997), selain itu demografi juga turut mempengaruhi perkembangan PSM seseorang. Harari et al (2019) menemukan bahwa perbedaan budaya memoderasi faktor dan jenis kelamin pada psm.
    Skala pengukuran oleh Perry (1996) menggunakan 4 dimensi yaitu ketertarikan dalam pembuatan kebijakan, ketertarikan pada publik dan panggilan tugas, empati dan pengorbanan diri. sementara itu liu et al (2008) menemukan sedikit bukti tentang sub dimensi empati di Cina dan Vandenabeele(2008) menambahkan dimensi kelima berupa demokrasi. Selain berpengaruh pada dimensi PSM konteks negara dan budaya juga berpengaruh pada kepemimpinan (guthey and jackson, 2011; Hofstede, 2009). spesifik budaya dapat memberikan efek dalam pembentukan kepemimpinan termasuk di dalamnya kecukupan nilai dan praktik untuk memelihara kepemimpinan. pembentukan perilaku kepemimpinan terbentuk dari budaya dan waktu yang mempengaruhi Sosio historis seseorang dan membentuk perilaku yang berbeda-beda pada tiap negara dan budaya (demicoglu and Chowdhury, 2020; shamir, 1992). Nilai agama maupun budaya masyarakat juga sangat menentukan perilaku kepemimpinan misal wanita di negara-negara timur cenderung tidak memiliki sikap kepemimpinan karena memang tekanan dari budaya tersebut. kepemimpinan dipengaruhi oleh atribut gender yang identik dengan pria sementara perilaku komunal seperti emosional dilekatkan kepada wanita lebih jauh asumsi ciri pada subjek selalu berubah sepanjang waktu ,(Bandura et al, 2018). banyak bukti yang mendukung bahwa motivasi pelayanan publik berada pada sektor nirlaba (mann 2006; lee 2012; park and word 2012) PSM dapat dilihat secara umum sebagai non public konstruksi dibanding dengan prososial motivasi perlu diketahui bahwa kontrak BSM berbeda dengan motivasi prososial (wright, christensen and pandey, 2013)

Metodologi
    Penelitian ini menggunakan sistematik literature review pada literatur-literatur PSM dan leadership. untuk memfokuskan struktur dari penelitian sebelumnya dan agar tidak terjadi duplikasi serta output yang konsisten maka menggunakan Prisma (moher et al, 2009). meskipun pada awalnya metodologi prisma ini digunakan dan dikembangkan untuk meta analisis dan tinjauan sistematis pada bidang medis tetapi pada perkembangannya berhasil diadopsi oleh manajemen publik (cappellaro, 2017; tummers et al., 2015)

Pemilihan Literatur dan Evaluasi
Menggunakan empat langkah yaitu:
  1. Mencari kata kunci pada title dan abstrak berupa leader or leadership dan public service motivation atau PSM pada database scopus.
  2. Mencari title dan abstrak pada jurnal Q1 dan Q2 publik administrasi yang ditentukan oleh SCIMAGO journal range atau SJR
  3. Rekomendasi dari expert atau reviewers
  4. Forward bibliometrik snowballing menggunakan penelitian dari step 2 dan 3.
    Pada step pertama menghasilkan 251 artikel, kemudian step 2 sampai keempat mendapat tambahan 100 artikel lalu setelah melakukan evaluasi terdapat beberapa duplikat artikel sehingga berkurang dan pada akhirnya memperoleh 240 artikel, selanjutnya melakukan filtrasi melalui bahasa yaitu bahasa Inggris dan limitasi peer review jurnal yang akhirnya menghapus 168 artikel. Selanjutnya melakukan kelayakan lebih lanjut dengan membaca teks secara lengkap dan akhirnya tinggal 72 artikel yang tersisa yang relevan dengan konteks literatur review yang akan diteliti. kriterianya termasuk temuan empirik dari konsep yang dimodif, PSM dan leadership menjadi bagian dari konsep yang menyusun penelitian sebelumnya, hubungan langsung antara PSM dan leadership, penelitian terkait dengan situasi antara public dan non profit sektor. Filterisasi kembali di mana beberapa penelitian yang memasukkan PSM dan leadership tapi tidak menunjukkan hubungan secara langsung dikeluarkan dan hanya pada yang menunjukkan hubungan secara langsung baik dengan konsep sehingga menyisakan 37 artikel pada final datasheet.

Analisis dan Sintesis
    Analisis pertama menganalisis gambaran data dengan menilai beberapa variabel seperti informasi, independen variabel, instrumen pengukuran, dependen variabel, moderating dan mediating variabel negara asal, sektor atau bidang level pemerintah metode riset dan desain termasuk di dalamnya ukuran sampel dan cara memperoleh data, temuan utama dan jumlah sitasi yang diperoleh dari Google scholar. Kedua mengidentifikasi pola temuan untuk menjelajahi dampak pada rencana penelitian ke depan dan pengembangan pada variabel leadership dan PSM dalam konteks profesional dan untuk menjawab 3 pertanyaan penelitian

Temuan
Tujuan penelitian ini untuk memberikan gambaran mengenai penelitian terkait dengan kepemimpinan dan PSM, untuk menilai implikasi penelitian pada 3 pertanyaan penelitian.








Question 1: Apakah Kepemimpinan mempengaruhi PSM atau PSM menjadi indikator perilaku pemimpin?
    Kepemimpinan jelas mempengaruhi PSM dari banyak bukti penelitian pada tabel 9, bersandar pada teori social learning, goal theory and Self-Efficacy Theory. Penelitian ke depan dapat mempertimbangkan perilaku PSM dapat memprediksi kemunculan pemimpin/leader. Sifat kepemimpinan adalah sifat yang stabil dan long term, atribut calon pemimpin yang melekat pada individu antara lain: conscientiousness, extraversion, self-efficacy, motivation to lead, and gender (Ensari et al. 2011; Badura et al. 2018; Badura et al. 2020). Grant and Wright’s (2010) menghubungkan PSM dengan kinerja dengan memasukkan personality trait sebagai variabel kontrol.
    Wright and Grant (2010) mengkritik penelitian PSM yang lebih banyak membahas mekanisme dan latar belakang perkembangan PSM seseorang dibanding proses perubahan atau membuatnya berubah. hubungan pemimpin yang beretika diikuti oleh bawahan dengan PSM yang tinggi, begitu juga dengan supervisor dengan PSM yang tinggi diikuti bawahan dengan etika yang tinggi (Wright, Hassan, and Park 2016).
    Riset potensial ke depan mempertimbangkan PSM sebagai ciri/sifat untuk memprediksi kemunculan pemimpin masa depan. Nowell and colleagues’ (2016) merancang ada kelompok tanpa pemimpin dan menilai mereka yang memiliki PSM akan menjadi calon potensial pemimpin (Balthazar et al. 2009), serta PSM dapat memprediksi tipe kepemimpinan seperti apa? dilihat dari atribut seperi conscientiousness, extraversion, self-efficacy, motivation to lead, and gender (Ensari et al. 2011; Badura et al. 2018; Badura et al. 2020).

Question 2: Tipe Kepemimpinan seperti apa, yang paling banyak berpengaruh terhadap Motivasi Pelayanan Publik?
    Pada systematic literature studi terlihat penelitian transformational/transactional leadership secara teori memiliki pengaruh persuasi terhadap PSM,. 6 Penelitian (Andersen et al. 2018; Belle 2014; Caillier 2015; Krogsgaard et al. 2014; Park and Rainey 2008; Vandenabeele 2014) menunjukkan pengaruh positif antara pemimpin transformasional dan PSM. transformational menjadi inspirasi untuk mempengaruhi bawahan melalui visi dan pengaruh ideologi (Wright et al. 2012), hal ini didukung juga dengan social learning theory, bawahan mencontoh pemimpin yang akan membawa perubahan. Hubungan positif juga ditunjukkan oleh penelitian ethical Leadership (Wright et al. 2016), servant leadership (Schwarz et al. 2016; Luu 2015), and quality leadership (Ugaddan and Park 2017). tetapi penelitian employee-leader relations (Camilleri and Van Der Heijden 2007) menemukan tidak ada efek antara model pemimpin dan PSM dengan mediating organizational commitment. Schwarz and colleagues (2020) menemukan bahwa ketika ada 4 Pemimpin dinilai, maka pemimpin dengan collaborative leadership/network governance secara significant berpengaruh terhadap PSM dan kinerja.



    Memahami hubungan kepemimpinan dan PSM, membutuhkan dua langkah, pertama pendekatan hubungan dengan empirik analisis, dengan memetakan beberapa teori tentang dasar kepemimpinan yang sudah diterima secara luas seperti Fiedler’s(1967) Least Preferred Coworker, Hershey and Blanchard’s (1975) Situational Leadership Model, The Managerial Grid Model (Mouton and Blake 1964), Leader Member Exchange Theory (Graen and Uhl-Bien 1995) and chaos theories (Wheatley 2007). Teori-teori ini mewakili berbagai temuan historis dan empiris. Hal ini sangat penting mengingat bahwa studi-studi yang menyimpang dari paradigma transformasional/pelayan tradisional juga menemukan bahwa bentuk-bentuk kepemimpinan lain mempengaruhi motivasi pelayanan publik baik secara positif maupun negatif (Caillier 2020). Beberapa kategori tipe pemimpin seperti: active and passive leadership (Jensen et al. 2019), agentic and communal leadership (Eagly and Johannesen-Schmidt 2001), and positional and non-positional leadership (Heifetz 1994).

Question 3: Apakah hubungan kepemimpinan dan PSM konstan atau berubah sesuai konteks seperti national countru atau demografi lainnya?
    Kebanyakan PSM di teliti di USA dan Eropa, penerapan servant leadership efektif di asia seperti Vietnam (Luu 2015), China (Liu et al. 2018; Liu et al. 2015; Schwarz et al. 2016), and Korea (Shim and Park 2019), servant leadership mempengaruhi PSM bawahannya, peneliti mengaitkan dengan nilai dan konteks budaya timur / Confucian values (Parola et al. 2019; House et al. 2004). Penelitian di China (Schwarz et al. 2016) dan Vietnam (Luu 2015) menemukan significant dari mediating PSM pada outcome seperti (kinerja dan berbagi pengetahuan) walau secara kontext dan administratif kedua negara berbeda. Servant leadership fokus juga dalam memenuhi kebutuhan pengikut/bawahannya (Schwarz et al. 2016) dan dalam culture timur(Engbers 2017), ada balas budi dan karma sehingga bawahan akan peduli kepada pimpinan dan komunikasi yang baik terjadi (Liu and Dong 2012)

Sektor dan Level Pemerintah
    Tidak ditemukan perbedaan yang significant pada level pemerintahan. hanya dua penelitian yang meneliti motivasi kepemimpinan dan pelayanan publik di sektor nirlaba. Kelangkaan ini berimplikasi pada tiga alasan. perbedaan antara sektor publik dan organisasi non-profit
    PSM sering dibahas dengan sangat baik pada sektor non-profit. pada jurnal A JSTOR dengan pencarian keyword “public service motivation” and “nonprofit” akan menghasilkan ribuan jurnal pada top jurnal administrasi (Perry 2000; Lee and Wilkins 2011). Rainey (1982) juga membuktikan bahwa PSM lebih hidup dan berkembang pada sektor publik dan sektor nirlaba memiliki peran yang signifikan tetapi perbedaan struktur antara organisasi publik dan nirlaba tidak tepat jika dimasukkan dalam sintesis yang sama. Banyak area pekerjaan berbeda antara sektor publik dan nonprofit sector, Perbedaan ini berdampak pada hubungan leadership dan PSM yang tidak hanya pada sektor tetapi pada variasi tipe posisi dan perbedaan sektor.
    Penghilangan penelitian nirlaba tentang motivasi dan kepemimpinan sektor publik penting mengingat banyak perbedaan kelembagaan dan individu yang ada di antara sektor-sektor tersebut. Di tingkat organisasi, karyawan nirlaba umumnya dibayar lebih rendah dan memiliki fleksibilitas yang lebih besar dalam pekerjaan mereka daripada rekan sektor publik.

Implications for practice
    Dari sudut praktisi, aturan Leadership dan PSM memiliki dampak kebijakan yang significant, secara konvensional peningkatan motivasi melalui rasional dengan memberikan kompensasi moneter (Perry, Engbers, and Jun 2009) maupun fleksibilitas. Paarlberg and Lavigna (2010),leadership bisa jadi mempengaruhi PSM dengan kemunculan 3 strategi utama yaitu:
  1. Pemimpin harus fokus dengan misi yang jelas dan terukur (Caillier 2014). While Wright and colleagues (2012) menemukan bahwa transformational leadership dapat secara langsung mempengaruhi PSM dengan mengajak pegawai bersama-sama bawahan mencapai fokus tujuan dan mengembangkan strategi untuk meningkatkan PSM melalui kepemimpinan yang efektif (Wright et al. 2012)
  2. Pemimpin dapat memfokuskan visi dan tujuannya melalui gambaran misi yang jelas, membuat layanan publik visi organisasi dan peramalan dampak perasaan anggota. Rainey and Steinbauer (1999) menyediakan beberapa strategi untuk mencapai misi yaitu mengartikulasikan misi yang sulit, tetapi layak; jelas dan dapat dimengerti; bermanfaat; menarik; penting; dan khas.
  3. Ketika bawahan merasa mereka juga ikut terlibat dalam pembuatan kebijakan dan membuat perubahan maka pemimpin telah berhasil meningkatkan kepercayaan diri dan PSM nya serta kinerjanya (Belle 2013). pemimpin juga membantu untuk menghubungkan bawahannya dengan klien dan melihat manfaat sosial dari pekerjaannya (Belle 2013; Kroll and Vogel 2014). sebaliknya pemimpin yang otoriter dapat menyebabkan penurunan motivasi dan kinerja (Caillier 2020; Luu 2018).
    Kepemimpinan yang melayani dan pentingnya teori pertukaran sosial (Ritz et al. 2014), Schwarz dan rekan (2016) menemukan bahwa berfokus pada kesejahteraan pengikut menimbulkan motivasi pelayanan publik yang lebih besar, sementara Luu (2015) menemukan bahwa hal itu muncul dari berbagi informasi dengan bawahan. Terakhir, budaya motivasi pelayanan publik dapat dicapai melalui perencanaan suksesi dan pengembangan kepemimpinan (Luu 2015), meskipun pelatihan perlu disesuaikan dengan usia, posisi, dan tingkat motivasi pelayanan publik karyawan (Camilleri dan Van Der Heijden 2007). studi ini menemukan stabilitas yang luar biasa antara kepemimpinan dan motivasi pelayanan publik dalam berbagai konteks, baik secara internasional (Caillier 2015; Bottomley et al. 2016; Fazzi dan Zamaro 2016; Krogsgaard et al. 2014) dan antar sektor dan tingkat pemerintahan (Fazzi dan Zamaro 2016).


Conclusion
Artikel ini dimulai dengan argumen kurangnya bukti kumulatif tentang hubungan antara motivasi pelayanan publik dan kepemimpinan, Brewer, Selden, dan Facer (2000, 261) mencatat, “Individu yang sangat termotivasi untuk melakukan pelayanan publik adalah aset yang sangat besar, tetapi mereka mungkin sulit dikelola jika mereka yakin misi pelayanan publik sedang dikompromikan.” Akibatnya, pemahaman kita tentang hubungan antara motivasi pelayanan publik dan kepemimpinan adalah kepentingan praktis. Sintesis penelitiannya menerima panggilan (Pandey 2017) untuk pengetahuan kumulatif tentang subjek yang berguna menginformasikan teori dan praktik. Namun, penelitian kami memang memiliki keterbatasan. Pertama, karena jumlah penelitian yang kami anggap rendah (n = 39), kami harus berhati-hati dalam membuat pernyataan konklusif tentang keadaan penelitian kepemimpinan atau penelitian umum tentang motivasi pelayanan publik.
    Di masa mendatang. Ini termasuk penelitian yang lebih besar dalam organisasi nirlaba, studi yang menggunakan ukuran kepemimpinan konseptual dan empiris yang lebih luas, penerapan eksperimen lebih lanjut sebagai metodologi, lebih banyak penelitian di Afrika, Amerika Latin, Asia Selatan, dan Timur Tengah, dan penggunaan yang lebih luas dari motivasi pelayanan publik sebagai variabel independen untuk memprediksi perilaku kepemimpinan. Terakhir, sintesis ini didasarkan pada studi yang menggunakan kategori pekerjaan yang agak luas, seperti "manajer". Mengingat klaim Pandey dan Starzyk (2008) bahwa birokrat tingkat jalanan dan manajemen tingkat atas mungkin memiliki komitmen yang berbeda terhadap motivasi pelayanan publik; akan bermanfaat menyelidiki bagaimana tingkat organisasi mempengaruhi interaksi antara kepemimpinan dan motivasi pelayanan publik. Melakukan hal itu, dan memperhatikan kesenjangan yang diidentifikasi dalam penelitian ini, akan memungkinkan para peneliti membangun penelitian sebelumnya dan mengembangkan rekomendasi untuk masa depan praktik kepemimpinan dan pelayanan publik.

Kamis, 08 Desember 2022

INDIVIDUAL RESPONSIBILITY IN THE AGE OF ORGANIZATIONS PART IV: Three Sorts of Accountability Forums Book: The Predicaments of Publicness An Inquiry into the Conceptual Ambiguity of Public Administration

INDIVIDUAL RESPONSIBILITY IN THE AGE OF ORGANIZATIONS 

PART IV:

Three Sorts of Accountability Forums


Book: The Predicaments of Publicness An Inquiry into the Conceptual Ambiguity of Public Administration


conceptualizations of publicness may have got lost in the study of public administration. The way the publicness of 'public organizations' has been conceptualized in the American study of public administration. Three different levels have been looked at: the macro level of the state and the market; the meso level of organizations; and the micro level of the individual. The liberal model of publicness concentrates on the relationship between the microlevel of individuals and the macrolevels of state and market. The relations of the three social different social levels will be the subject of this part of the book.


Rabu, 07 Desember 2022

Public Service Motivation: A Systematic Literature Review and Outlook (Adrian Ritz, Oliver Neumann, Gene A Brewer) Public Administration Review, 76(3): 414-426.

Public Service Motivation: A Systematic Literature Review and Outlook

(Adrian Ritz, Oliver Neumann, Gene A Brewer)


Perkembangan PSM meliputi konsep, analisis perkembangan, journal yang paling sering menerbitkan tentang PSM, desain penelitian dan metode, pola penemuan empirik, dan dampak dari praktik motivasi pelayanan publik, kelebihan dan kekurangan diidentifikasi untuk menemukan penelitian selanjutnya. Penelitian PSM meluas di semua regional, multidisiplin ilmu dan multisektor. Hal yang paling penting bagaimana konsep PSM ini di praktekkan dalam bidang publik. Implikasi PSM dalam praktek sangat berguna untuk:

  • Seleksi pegawai dalam bidang publik

  • memanage pegawai untuk meningkatkan level PSM

  • traditional sistem dengan mendorong pegawai berdasarkan pay for performance, punish and reward system.


MOTIVASI SEKTOR PUBLIK (James L. Perry, Lois Recascino Wise) Source: Public Administration Review, May - June., 1990, Vol. 50, No. 3 (May - June., 1990), pp. 367-373 I

MOTIVASI SEKTOR PUBLIK

(James L. Perry, Lois Recascino Wise)

Source: Public Administration Review, May - June., 1990, Vol. 50, No. 3 (May - June., 1990), pp. 367-373 I


Dua dekade terakhir sejak perubahan model layanan publik tahun 1960, di mana layanan publik mengikuti perkembangan sektor privat tetapi kondisinya malah semakin menurun. Penurunan ini dikarenakan penurunan kepercayaan masyarakat atas pelayanan publik. Kemudian tahun 1988 pimpinan politik dan pemerintahan berjuang untuk memperbarui ketertarikan dalam melayani publik. Panggilan untuk memperbarui komitmen warga Amerika atas nilai yang diasosiasikan dengan pelayanan pemerintah pengorbanan diri dan tugas untuk kepentingan umum, pemerintah mencari cara untuk meningkatkan nilai yang mampu untuk menstimulasi perilaku manusia. Pada poin tersebut mengistilahkan dengan memperbarui motivasi pelayanan publik yang berasumsi pada nilai publik seperti motivasi untuk melayani yang efektif dan efisien agar mampu meningkatkan level kinerja.

Para intelektual dan praktisi mencari jawaban pertanyaan bagaimana memperkuat etika pelayanan publik? Salah satu yang menjadi perhatian adalah kenapa seseorang memilih bekerja pada sektor publik atau privat? hal ini diprediksi pada model perilaku manusia yang termotivasi pada kepentingan diri sendiri. Menurut sudut pandang ini kepentingan diri sendiri berakar pada perilaku manusia, insentif, organisasi, dan institusi turut mempengaruhi perilaku tersebut. Dalam perkembangannya penerapan insentif sistem dan ekstrinsik reward menjadi cara manajemen dalam mengontrol perilaku, tetapi cara ini pada dasarnya bertentangan dengan perilaku motivasi layanan publik itu sendiri. Penelitian selanjutnya mencari dan mengklasifikasi sifat natural dari motivasi pelayanan publik dan mengidentifikasi serta mengevaluasi penelitian yang berhubungan dengan perilaku pegawai publik.


Teori Dari Public Service Motivasi

Pelayanan publik adalah pelayanan yang diberikan oleh pemerintah untuk  kepentingan publik. Pelayanan publik adalah konsep, perilaku, dan panggilan jiwa untuk mengabdi atau sense of duty, dan sense of morality/panggilan untuk moral untuk mengabdi kepada publik. Motivasi pelayanan publik dapat dipahami sebagai dasar seseorang dalam memasuki institusi publik atau organisasi publik. Motif digunakan dalam psikologi atau kebutuhan dari seseorang untuk dipenuhi. Menurut Knoke dan wrightisak yang mendiskusikan mengenai dasar motif ke dalam tiga analitik kategori yaitu rasional, norm base dan afektif. Rasional motif adalah bagaimana individu memperoleh manfaat yang paling maksimal. Norm base merujuk pada tindakan untuk mentaati norma. Motif afektif merujuk pada pemicu perilaku yang mengakar pada respon emosional dalam beraneka ragam konteks sosial.

Penelitian yang paling utama dalam motivasi sektor publik secara historis berfokus pada perilaku warga negara dan beberapa elit terhadap pegawai pemerintah. Pegawai pemerintah memiliki nilai prestige sosial dan sebagai bagian yang mempengaruhi ketertarikan pada pekerjaan di sektor publik. Early insentif teori mengidentifikasikan prestige sebagai turunan dari insentif yang diperoleh dari besarnya dan tumbuhnya organisasi. Dalam penelitian Rainey (1982) menegaskan Meskipun perbedaan jelas dalam ekstrinsik reward, para peneliti melihat perbandingan level motivasi sektor publik dan sektor manajer private yang dihasilkan oleh perbedaan pengukuran motivasi.


Rasional

Setiap individu cenderung akan berpikir rasional, bagaimanapun motivasi sektor publik adalah sesuatu yang berlandaskan pada pemaksimalan manfaat individu. Pertanyaannya apa yang membuat seseorang tertarik bekerja di sektor publik apa yang bisa memaksimalkan manfaat di sektor publik? salah satu jawabannya adalah pelayanan publik digambarkan sebagai partisipasi di dalam mempromosikan kebijakan publik yang baik atau dengan kata lain dengan terjun di sektor publik dapat menjadi agen perubahan karena dengan bekerja di sektor publik memiliki wewenang serta kontribusi dalam pembuatan kebijakan publik. Ikut dalam perumusan kebijakan dapat meningkatkan Citra dan status seseorang. 

Seseorang yang tertarik di sektor publik dapat berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan dan dapat memuaskan kebutuhan pribadinya sambil melayani kepentingan sosial artinya dalam kebijakan mengatur masyarakat ada keinginan individu yang dapat dimasukkan dalam sektor publik secara rasional kepentingan ini dituangkan dalam konsep partisipasi dalam pembuatan kebijakan publik. Kewenangan di dalam pembuatan kebijakan publik menjadi daya tarik bagi kepentingan individu yang berdasarkan rasional, selain posisi status sosial yang akan diperoleh sebagai pegawai pemerintah juga mendapatkan jaminan bekerja, jaminan kesehatan, jaminan perumahan dan fasilitas-fasilitas lainnya yang memberikan keuntungan maksimal sebagaimana dasar rasional.


Norm Based

Salah satu landasan normatif yang paling umum yang dapat diidentifikasikan dari pekerjaan publik adalah keinginan untuk melayani kepentingan publik. Adanya niat kepentingan ini adalah bagian dari Altruisme individu, sebagaimana manusia adalah makhluk sosial maka ada aturan serta norma yang harus ditaati dalam pergaulan dan hidup di tengah-tengah masyarakat. Selain itu, ada nilai seperti nasionalisme dan loyalitas kepada negara yang diperkuat melalui dedikasi berkarir untuk layanan publik. Pengalaman yang diperoleh dari pekerjaan di sektor publik dan melihat manfaat yang telah diberikan dari pengabdiannya akan mampu meningkatkan rasa optimisme dan meningkatkan motivasi pada sektor publik. 

Hasrat untuk melayani publik meningkat karena menganggap dirinya sangat berguna bagi kepentingan publik adalah salah satu nilai yang terintegrasi dan terkonstruksi dari motivasi pelayanan publik. Pada akhirnya akan menimbulkan rasa loyal dan panggilan jiwa untuk bertugas demi negara. Salah satu norma yang menjadi landasan administrasi publik adalah konsep kesetaraan sosial. Ketidak berimbangan di dalam sosial menyebabkan salah satu pihak memiliki kekurangan badan administrasi publik memiliki kewajiban untuk menyeimbangkan agar tercapai kesetaraan sosial.


Afektif

Adanya rasa emosional terhadap kepentingan yang lebih luas dan perlindungan atas semua hak-hak dasar yang dimiliki oleh seseorang, menggambarkan posisi moral dan emosional untuk berjuang pada kepentingan yang luas terhadap umat manusia disertai dengan kesediaan untuk berkorban demi publik atau orang lain. Tentu saja dalam praktek seseorang pasti akan bercampur motivasinya tergantung dari nilai dan pengalaman dan aneka ragam motif selama bekerja. Faktor individu atau lingkungan akan sangat berpengaruh dalam perubahan motif tapi jelas individu dapat berubah dari yang tadinya terikat pada motivasi pelayanan publik malah berubah menjadi lebih rasional misal autobiografi Robert moses yang tadinya adalah seorang pegawai negeri yang reformis dan bermotif berbasis norma lalu bergeser rasional menjadi seorang pialang kekuasaan. dan menggambarkan bagaimana kegagalan upaya Robert mouse untuk mereformasi pelayanan sipil kota new York.

Robber Mouse berkata “tidak ada standarisasi pegawai idealisme dipertahankan dan menolak kompromi, mouse percaya jika sistem yang sudah dibentuk secara ilmiah logis adil maka sistem itu akan diadopsi tentu perhitungan dalam memberikan bobot pada faktor-faktor tertentu seringkali tidak tepat. MOS tidak cukup memperhitungkan keserakahan dia tidak cukup memperhitungkan kepentingan pribadi dan tidak cukup memperhitungkan kebutuhan akan kekuasaan”

Dapat disimpulkan bahwa keanekaragaman dari motif berbasis rasional, norma dan afektif muncul eksklusif dan berasosiasi dengan pelayanan publik. Perpaduan dari ketiga varietas motive tadilah yang membentuk perilaku dalam pelayanan publik. Motivasi pelayanan publik diidentifikasikan secara rasional sebagai usaha untuk berpartisipasi dalam formulasi kebijakan dan komitmen pada program publik karena kepentingan individu dan pemaksimalan utility individu secara rasional. Motivasi pelayanan publik biasanya diasosiasikan dengan orientasi normatif hasrat untuk melayani kepentingan publik loyal pada tugas dan pemerintahan secara keseluruhan dan kesetaraan sosial. Sedangkan afektif aspek pada motivasi pelayanan publik dihubungkan dengan berkorban demi kepentingan yang lebih luas karena terkait dengan dasarnya adalah patriot kebijakan dan berlandaskan emosi individual.


Perilaku Implikasi Dari Motivasi Pelayanan Publik

Secara historis ada yang dikenal dengan etika pelayanan publik. Seseorang yang tertarik pada bidang publik pasti akan termotivasi dalam pilihan pekerjaannya, kinerja pekerjaan. Beberapa implikasi perilaku motivasi pelayanan publik dapat disimpulkan ke dalam bentuk proporsional sebagai berikut:

  1. Semakin besar motivasi pelayanan publik seseorang maka semakin individu tersebut mencari pekerjaan atau terlibat dalam organisasi publik. Tetapi faktor- faktor umum lainnya yang dapat menarik orang ke dalam urusan publik atau swasta seperti faktor ekonomi, kondisi kerja, fasilitas, sarana dan prasarana termasuk lokasi kerja. Pengaruh lain adalah persepsi  pandangan mengenai pekerjaan sektor publik dan sektor swasta pada lingkungan masyarakat. ekspektasi individu terhadap organisasi publik termasuk juga insentif, fashion dengan pekerjaan dan perubahan yang dinamik sepanjang waktu akan membuat individu bertahan atau meninggalkan organisasi publik.

  2. Dalam organisasi sektor publik motivasi pelayanan publik akan berdampak positif pada kinerja individu yang memiliki motivasi pelayanan publik tersebut, mereka yang termotivasi secara alami dalam organisasi publik tentu akan bekerja ekstra karena akan memuaskan motivasinya sendiri karena sudah terintegrasi dengan pekerjaannya. sebagai tambahan karena pekerja memiliki komitmen, maka akan muncul perilaku yang inovatif seperti pegawai akan memfasilitasi organisasi dan memberikan pelayanan yang terbaik tanpa adanya embel-embel, memberikan komitmen melebihi batas yang wajar.

  3. Organisasi publik seharusnya mampu menarik anggotanya dengan level motivasi pelayanan publik yang tinggi, dan cenderung kurang bergantung pada insentif utilitarian untuk mengelola kinerja individu secara efektif. Bekerja di sektor publik harus memiliki semangat motivasi pelayanan publik yang tinggi bukan tertarik pada insentif tetapi pada pola kerja yang sesuai. Bagi mereka yang memiliki motivasi pelayanan publik, kepuasan dalam memberikan pelayanan terbaik bagi publik merupakan nilai insentif bagi pegawai tetapi bagi mereka yang tidak memiliki motivasi pelayanan publik benefit insentifnya adalah bonus atau gaji yang lebih tinggi.


Sektor publik dan sektor swasta memiliki cara operasi kerja yang berbeda. Penelitian yang dilakukan oleh Rainey (1982) tentang insentif yang disediakan pada kedua sektor membandingkan antara middle manager di sektor publik dan privat dalam membuat keuntungan bagi organisasi. Skala pengukuran insentif, tujuan organisasi yang jelas dan karakter individu. Rainey menemukan bahwa manajer sektor publik memiliki persepsi hubungan yang lemah antara kinerja dan ekstrinsik reward artinya ekstensif reward sebenarnya tidak terlalu mendukung kinerja, tetapi untuk kejelasan tujuan organisasi tidak ditemukan perbedaan sehingga hal ini berkesimpulan bahwa insentif yang berbeda dalam organisasi publik sebagai alternatif terhadap struktur insentif ekstrinsik yang dibatasi secara positif mempengaruhi motivasi dan usaha. Dalam mendukung interpretasi ini, perbandingan yang kuat hubungan antara expected timelines, quantity dan kualitas bekerja dan rasa memiliki arti dalam pelayanan publik bagi manajer republik.


Implikasi Riset

Beberapa area dalam riset masa depan yang harus difokuskan seperti prioritas yang jelas. Pertama, Kebutuhan riset harus dapat dihubungkan pada praktek dengan mengeksploitasi dan melakukan tes untuk meningkatkan pemahaman perilaku implikasi pada sektor publik dalam berbagai konteks dan pemahaman serta nilai dan insentif yang bergeser sepanjang waktu sebagai kandungan critical dalam pengembangan dan pemahaman swing di dalam popularity pekerja sektor publik. Kedua kebutuhan riset adalah pengembangan metode untuk mengukur dan memfasilitasi pemahaman bagaimana motivasi layanan publik berkontribusi kepada organisasi terutama pada komitmen dan kinerja. Bagaimana mengembangkan instrumen yang mampu untuk mengukur motivasi layanan publik organisasi publik dan nilai-nilai individu serta lingkungan organisasi secara terstruktur sehingga berhubungan dengan outcome individu seperti komitmen kinerja dan kepuasan kerja. Prioritas penelitian ketiga memiliki penekanan terhadap bagaimana motivasi pelayanan publik dapat ditanamkan kepada calon pegawai negeri bagaimana mentransfer motif pelayanan publik kepada pegawai. birokrasi tidak boleh lagi menjadi “anak cambuk” bagi politisi, beberapa berpendapat bahwa gaji yang kompetitif merupakan elemen penting dalam sektor publik untuk meningkatkan prestige tetapi tingkat gaji yang tinggi tidak terlalu menarik bagi individu yang memiliki motivasi pelayanan publik yang tinggi

Inisiatif nasional mungkin dapat menjadi katalis untuk mengaktifkan motivasi pelayanan publik. Pemimpin karismatik atau tindakan bersama dapat secara efektif mentransmit panggilan untuk pelayanan publik. Salah satu program yang dikembangkan secara normatif dan efektif untuk peningkatan motivasi pelayanan publik adalah ide menyediakan pengalaman pelayanan publik kepada mahasiswa maupun praktisi. Program panggilan terhadap pengabdian atau guna meningkatkan layanan publik dapat juga melalui teknik sebelum masuk dan pada saat masuk dalam anggota organisasi publik. Teknik ini biasanya digunakan dalam perekrutan anggota militer dan training berbasis militer untuk meningkatkan rasa patriotik dan kecintaan terhadap negara.

Kesempatan untuk berpartisipasi dalam proyek penting, membuat prototype, merupakan insentif utilitarianisme bagi pegawai publik tetapi tentu mereka juga tertarik dengan adanya otonomi dan struktur pekerjaan dan gagasan bahwa hanya orang-orang terbaiklah yang dapat masuk dalam organisasi ini sehingga rasa presiden sebagai ASN meningkat.


Kesimpulan

Penelitian ini merujuk pada krisis yang dialami oleh pelayanan publik di mana motif pegawai negeri dalam pelayanan publik rendah. Gagasan awal manajemen pemerintahan tidak berbeda dengan manajemen bisnis atau swasta bertentangan dengan kemajuan teori motivasi pelayanan publik. Definisi motivasi pelayanan publik ini secara konteks teoritis menghubungkan motif ini dengan strategi motivasi dan struktur insentif yang akan digunakan dalam pelayanan publik. Selanjutnya pemahaman yang lebih terhadap pengaruh faktor siklus pada nilai pekerjaan pelayanan publik merupakan dasar pengembangan model kerja. Akhirnya hubungan antara struktur nilai individu dan pelaksanaan pemerintah tetap menjadi perhatian penting bagi negara-negara administrasi di mana demokrasi sebagian besar dilaksanakan oleh birokrasi.



Selasa, 06 Desember 2022

Penalaran Hukum (Legal Reasoning) Dalam Penelitian Ilmu Hukum Bab 4 Metode Penelitian Hukum (Hartiwiningsih, Lego Karjoko, Soehartono, 2022)

Penalaran Hukum  (Legal Reasoning) Dalam Penelitian Ilmu Hukum

Bab 4

Metode Penelitian Hukum

(Hartiwiningsih, Lego Karjoko, Soehartono, 2022)


Andi hakim Nasution pernah menyampaikan sekiranya binatang mempunyai kemampuan menalar maka bukan harimau jawa yang sekarang ini akan dilestarikan supaya jangan punah melainkan manusia Jawa. (suriasumantri,1990:39). Kemampuan menalar ini tidak dimiliki oleh makhluk lain dan inilah yang membuat manusia mampu berkebudayaan dan mengembangkan kebudayaan mampu berpikir dan menghubungkan pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki. Melalui panca inderanya manusia mengamati apa yang ada di alam kemudian menghubungkan pengetahuan-pengetahuan tersebut dalam proses reasoning atau nalar dan mempraktekkannya untuk membantu manusia dalam menjalani hidup, wujud dari kemampuan bernalar ini adalah terciptanya bahasa, budaya dan pengetahuan.


Senin, 05 Desember 2022

Langkah Awal Publikasi Journal

Langkah Awal:
1. Buat Tulisannmu tentang apa?
2. Carilah fokus kamu
Misal: ASN SLB / Pelayanan Publik / Manajemen SDM
3. Pastikan dengan memasukkan Judul, abstract dan keywords
4. Pilihan beberapa journal





untuk journal berbahasa Indonesia, maka kamu bisa cari di https://sinta.kemdikbud.go.id/, lalu pilih berbagai macam journal yang terindeks dan yang sesuai dengan topikmu, baca ketentuan pada tiap-tiap journal tersebut.

Dengan memasukkan Abstrak dan Keyword pada web diatas, maka akan di arahkan pada journal yang sesuai dengan tulisanmu.





Pendekatan dalam Penelitian Hukum Doktrinal Bab 3 Metode Penelitian Hukum (Hartiwingsih, Lego Karjoko, Soehartono, 2022)

Pendekatan dalam Penelitian Hukum Doktrinal

Bab 3

Metode Penelitian Hukum

(Hartiwingsih, Lego Karjoko, Soehartono, 2022)


Pendekatan Doktrinal

Pendekatan doktrinal merupakan esensi dari metode penelitian hukum. cara pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum doktrinal akan memungkinkan peneliti memanfaatkan hasil temuan ilmu hukum empiris dan ilmu-ilmu lainnya untuk kepentingan analisis serta eksplanasi hukum. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum adalah pendekatan undang-undang pendekatan kasus, pendekatan historis pendekatan komparatif dan pendekatan konseptual. Dalam penelitian hukum doktrinal, dapat digunakan dua pendekatan atau lebih yang sesuai mengingat objek penelitian hukum doktrinal adalah bahan hukum baik yang sudah dalam bentuk peraturan maupun yang diamanahkan dalam pembentukan peraturan.


Pendekatan Perundang-Undangan (statute approach)

Undang-undang nomor 12 tahun 2011 tentang peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk oleh lembaga negara. Berdasarkan kontrak antara rakyat dan pemerintah, dibuatlah suatu aturan untuk mengatur tata tertib di dalam masyarakat yang nilai-nilai serta normanya berasal dari masyarakat itu sendiri, sedangkan aturan ini adalah untuk menjelaskan fungsi lembaga agar dapat menjalankan tugasnya lebih efektif. dalam memandu dan memberikan arahan proses pembuatan perundang-undangan maka perlu juga dibuat aturannya yaitu undang-undang nomor 12 tahun 2011 tersebut. Di dalam undang-undang tersebut dijelaskan tata urutan perundang-undangan, mekanisme dan prosedur perundang-undangan dan undang-undang bersifat legislasi dan regulasi. sedangkan pejabat yang ditunjuk sebagai kepala pemerintah dapat juga mengeluarkan suatu produk yang disebut dengan surat keputusan atau sering kita kenal sebagai keputusan presiden keputusan menteri, keputusan Bupati dan lain-lain yang berbeda dari sifat statue atau undang-undang karena produk tersebut adalah beschikking/decree.

Pendekatan perundang-undangan (statute approach) adalah pendekatan yang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi terkait dengan masalah isu atau hukum yang sedang ditangani. Dengan melihat berbagai macam undang-undang maka dapat dicerna suatu masalah atau isu hukum secara lebih kompleks. Sifat undang-undang yang telah dikodifikasi juga membuat aturan atau nilai-nilai norma tersebut terpecah-pecah ke dalam beberapa undang-undang yang lebih spesifik dan pendekatan perundang-undangan menggabungkan keseluruhannya untuk melihat sesuatu yang lebih komprehensif.

Peneliti juga perlu mencari sosiologis dan dasar ontologis dari lahirnya undang-undang tersebut sehingga dapat menangkap kandungan filosofi yang ada di belakang undang-undang serta mengaitkannya dengan kandungan filosofi dari undang-undang lain dan dapat melakukan pembentukan hukum atau menyimpulkan dari undang-undang yang telah dibentuk. untuk memahami hal tersebut peneliti perlu mengetahui hierarki, asas-asas materi muatan dan interpretasi.


Hierarki Peraturan Perundang-Undangan

Tokoh yang menjelaskan mengenai hierarki ini adalah Hans kelsen dengan teori hierarki norma hukum (stufenbau des rechts/stufenbau theorie). Hirarki ini menjelaskan bagaimana nilai-nilai dasar kemudian berkembang dan menurunkan nilai-nilai lain dalam suatu pembentukan hukum yang semakin spesifik. norma yang lebih rendah ditentukan oleh norma yang lebih tinggi. Di Indonesia norma tertinggi adalah Pancasila. apabila norma hukum di atasnya dicabut maka norma di bawahnya pun juga akan dihapus atau ikut tercabut pula.

Teori tersebut di kembangkan oleh Hans Nawisky yang membagi teori hierarki norma hukum ini ke dalam empat kelompok besar yaitu norma fundamental negara (staatsfundamentalnorm), aturan dasar (staatsgrundgesetz), undang-undang formal (formal gesetz), aturan pelaksana dan aturan otonom (verordnung & autonome satzung). Hamid s attamimi mengibaratkan teori Hans kelsen dan teori Hans nawiasky ke dalam konteks Indonesia menjelaskan kedudukan sebagai berikut:

  1. Norma fundamental negara  (staatsfundamentalnorm) adalah Pancasila yang dijabarkan dalam pembukaan UUD 1945, 

  2. Aturan dasar (staatsgrundgesetz) batang tubuh UUD 1945 TAP MPR dan konvensi ketatanegaraan

  3. Undang-undang formal (formell gesetz) adalah peraturan perundang-undangan, 

  4. Aturan pelaksana dan aturan otonom (verordnung & autonome satzung) adalah secara hirarkis mulai dari peraturan pemerintah hingga keputusan Bupati atau walikota.


Kekuatan hukum dalam undang-undang nomor 12 tahun 2011 pasal 7 ayat 2 menjelaskan posisi hierarki perundang-undangan yaitu UUD 1945, Ketetapan MPR, undang-undang atau perpu, peraturan pemerintah, peraturan presiden, peraturan daerah provinsi dan peraturan daerah kabupaten kota. Sementara itu dalam pasal 8 sepanjang diperintahkan oleh peraturan yang ada di pasal 7 maka peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh lembaga-lembaga pemerintah seperti MPR, DPR, DPD, MA, MK, BPK, komisi yudisial, Bank Indonesia, menteri, badan lembaga atau komisi setingkat yang dibentuk atas perintah undang-undang yang ada di pasal 7 akan tetap diakui dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Peraturan-peraturan pada pasal 8 ini pada prinsipnya merupakan peraturan-peraturan pelaksana dari pasal 7 selama tidak bertentangan dan jelas dasarnya adalah pasal 7 maka peraturan pelaksana yang ada di pasal 8 tetap diakui dan mengikat dan statusnya pun setara dengan perundangan pada pasal 7.


Azas-azas Perundang-Undangan:

  1. Undang-undang tidak boleh berlaku surut. sebagaimana dalam pasal 1 ayat 1 KUHP yang berbunyi "tiada peristiwa yang dapat dipidana kecuali atas dasar kekuatan suatu aturan perundang-undangan yang mendahulukan".

  2. Undang-undang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula/lex superior derogate legi inferior. hal ini juga sesuai dengan teori hierarki norma hukum Hans kelsen.

  3. Undang-undang yang bersifat khusus menyampingkan undang-undang yang bersifat umum/lex specialis derogate legi Generali.

  4. Undang-undang yang berlaku terbaru membatalkan undang-undang yang berlaku terdahulu/lex posterior derogate legi priori.

  5. Undang-undang sebagai sarana maksimal untuk dapat mencapai kesejahteraan materiil dan spiritual bagi masyarakat maupun individu melalui pembaharuan atau pelestarian (asas welvaarstaat)


Materi Muatan Undang-Undang Dan Interpretasinya

Mempelajari dasar-dasar ontologi dan konsep dari terbentuknya suatu undang-undang membantu untuk mendalami landasan filosofi undang-undang dan sosiologis dari ketentuan undang-undang, untuk memahami dasar ontologi dari materi undang-undang dapat diketahui dari naskah akademik dan risalah pembahasan di parlemen. Menurut von savigny, interpretasi merupakan rekonstruksi buah pikiran yang tak terungkapkan di dalam undang-undang. Hal ini dikarenakan undang-undang merupakan penuangan pikiran para pembentuknya sejak lahirnya undang-undang sementara itu pengaplikasian dari undang-undang mengalami banyak proses berupa mengidentikan atas kejadian/isu tidak sama persis sehingga diperlukan interpretasi dari materi undang-undang tersebut. Adapun cara interpretasi sebagai berikut:

  1. Interpretasi menurut bahasa, peraturan perundang-undangan terikat pada bahasa yang tertulis sehingga penerapannya menggunakan interpretasi gramatikal atau ditafsirkan dengan cara yang paling sederhana untuk mengetahui makna ketentuan undang-undang dan menguraikannya menurut bahasa. keterbatasan bahasa dan perbuatan serta lingkungan yang berkembang memberikan kesulitan penggunaan metode ini sebagai contoh pasal 432 KUHP kata dipercayakan dapat bermakna diserahkan atau pasal 41 KUHP mengkilapkan ditafsirkan sebagai menghilangkan.

  2. Interpretasi teologis dan sosiologis, peraturan ditafsirkan berdasarkan tujuan kemasyarakatan. undang-undang yang berlaku tetapi sudah tidak dapat diterima lagi di dalam masyarakat maka pengertian undang-undang tersebut tidak dapat digunakan atau digunakan dengan ketentuan yang dapat diterima di dalam masyarakat sebagai contoh seringkali kita melihat dalam KUHP denda sebesar Rp 1 atau 2 golden dan sebagainya tentu nilai tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan nilai yang ada sekarang. contoh lain pasal 362 KUHP pencurian aliran listrik ditafsirkan bahwa listrik sebagai barang yang memiliki nilai tertentu karena listrik sendiri tidak berwujud.

  3. Interpretasi sistematis, mengingat hukum adalah suatu sistem maka penafsiran ini melalui konsistensi mengenai pengertian-pengertian secara logis melainkan juga dalam kaitannya dengan berbagai ketentuan-ketentuan lain. penafsiran ini akan melihat beberapa pengertian dari peraturan-peraturan lain untuk membahas peraturan yang menjadi isu apakah sama konsistensinya.

  4. Interpretasi historis, penafsiran yang melihat sejarah hukum terjadinya peraturan perundang-undangan tersebut. undang-undang merupakan reaksi dari suatu kepentingan dan kebutuhan sosial untuk mengatur kehidupan manusia sehingga nilai historis pembentukan tersebut sangat penting untuk menafsirkan apa maksud peraturan itu. misal undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan tentu sangat erat dengan sebuah history bagaimana emansipasi wanita mempengaruhi perubahan pada masyarakat.

  5. Interpretasi futuristis atau interpretasi antisipatoris, yaitu bagaimana suatu peraturan dapat memberikan panduan terhadap suatu permasalahan di masa yang akan datang. pertimbangan interpretasi ini adalah untuk memberikan pengaturan yang lebih baik untuk kehidupan di masa yang akan datang.

  6. Interpretasi modern, menitikberatkan pada makna kata-kata tersebut karena sebuah kata dapat bergeser artinya sementara makna akan tetap sama. penggunaan kata sesuai dengan rujukan kamus tidak selamanya benar karena terkait perubahan sosial dan perubahan makna kata.


Pendekatan Kasus dan konseptual

Berbagai macam kasus yang terjadi di dalam pengadilan memberikan suatu pengetahuan mengenai perkembangan logika dan konsep dalam memutus perkara, diambil pemahaman berdasarkan kasus dan konsep untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan perundang-undangan sesuai dengan realita dari pemahaman kasus-kasus tersebut. 

Pendekatan kasus adalah rasio decidendi atau reasoning, yaitu pertimbangan hukum yang digunakan oleh hakim untuk sampai pada suatu keputusan. baik untuk keperluan praktik maupun untuk akademis. Kasus-kasus dan penelaahan hasil dari putusan tersebut serta rangkaian penjelasan dapat menjadi referensi dalam penyusunan argumentasi untuk pemecahan isu hukum yang lain. Suatu konstruksi kasus dapat dilihat penjelasannya dari berbagai sudut, berbagai sudut tersebut dapat memberikan penjelasan untuk kasus lainnya yang memiliki isu yang sama kemudian dibedah dari pengalaman atau konstruksi kasus-kasus sebelumnya dilihat dari berbagai aspek hukum. Ratio decidendi dapat ditemukan dengan memperhatikan fakta materiil, berupa orang, tempat, waktu dan segala yang menyertainya. rumusan fakta untuk menunjukkan yang bersifat konkrit sampai abstrak sebagai berikut:

  • Fakta yang menyebabkan sakit, 

  • Fakta yang menjadi sarana sehingga konsumen sakit, 

  • Fakta mengenai identitas tergugat, 

  • Fakta yang merupakan potensi yang berada dari sarana yang menyebabkan sakitnya konsumen, 

  • Fakta yang berkaitan dengan derita yang dialami penggugat,

  • Fakta mengenai identitas penggugat, 

  • Fakta mengenai hubungan antara penggugat dan sarana yang menyebabkan sakit, 

  • Fakta mengenai dampak ditemukan sebagai penyebab sakit, dan fakta yang berkaitan dengan litigasi.


Di dalam hukum Indonesia yang menganut civil law system / ratio Decidendi adalah pada kata-kata menimbang. Dalam proses pencarian fakta, fakta-fakta pendukung berupa ratio decidendi harus mengarah pada satu fakta yang akan dicari. Pasal 351 ayat 2 KUHP yaitu penganiayaan pasal 49 ayat 1 KUHP mengenai "tidak dipidana, barang siapa melakukan tindakan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat dan yang melawan hukum pada saat itu." Contoh suatu kejadian mengenai penganiayaan berat: pada saat lelaki jangkung dipukul oleh pemuda tampan beberapa orang melihat dan bergegas ke tempat itu dan dengan maksud menghentikan pemuda tampan yang memukul si jangkung sangat disayangkan lemparan batu yang dilakukan oleh si jangkung lebih cepat menimpa si penyerang. bukti lebam pukul yang diperoleh oleh si jangkung dan saksi mata yang melihat si jangkung dipukul serta faktor-faktor lain yang mendukung dan dapat membela si jangkung tersebut seperti pada pasal 49 ayat 1 KUHP pembelaan diri.

Putusan mahkamah agung tanggal 4 Juni 1998 menetapkan bahwa seorang janda dalam perkawinan dengan suaminya tidak mempunyai anak merupakan ahli waris dari harta suaminya bersama-sama dengan saudara kandung suami. Suatu contoh berlakunya asas retroaktif adalah keputusan dari mahkamah konstitusi atas perkara nomor 011-017/puu-2003 tentang dikabulkannya permohonan beberapa mantan anggota partai komunis Indonesia untuk menyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum pasal 60 huruf g undang-undang nomor 12 tahun 2003 tentang pemilu. Rasio decidendi atas permohonan tersebut adalah pasal 60 huruf g undang-undang nomor 12 tahun 2003 yang bersifat diskriminatif dan meniadakan hak konstitusional pemohon sehingga bertentangan dengan UUD 1945 yang melarang diskriminasi dalam bentuk apapun.


Pendekatan Konseptual

Beranjak dari doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum para peneliti membangun suatu argumentasi hukum dalam memecahkan isu yang dihadapi. Doktrin kepentingan umum pada umumnya terdapat dua cara yaitu:

  1. Pedoman umum, menyebutkan sesuatu yang secara jelas adalah untuk kepentingan umum dan ada lembaga resmi yang mengakui itu. 

  2. Penyebutan kepentingan umum secara jelas mengidentifikasi objeknya seperti sekolah, jalan, bangunan-bangunan pemerintah dan sebagainya.


Pedoman Kepentingan Umum

Menurut J.J. Rousseau dalam bernegara maka hak-hak individu diserahkan kepada negara dan negara harus melindungi serta menjamin hak-hak tersebut. Pengorbanan hak individu tersebut agar tercapai kehidupan yang tentram ketertiban dan perlindungan hukum. Negara terjadi karena adanya perjanjian masyarakat atau dengan kata lain kontrak sosial adalah menemukan bentuk kesatuan membela dan melindungi kekuasaan bersama di samping kekuasaan pribadi. unsur-unsur kepentingan umum adalah:

  1. hak rakyat yang diserahkan pengaturannya kepada negara

  2. berorientasi pada kesejahteraan

  3. hak rakyat yang secara individual tidak dapat dilaksanakan


Hak-Hak rakyat yang diserahkan kepada negara bukan berarti negara menguasai secara penuh. Demi kepentingan bersama maka mungkin sebagian hak-hak tersebut harus dikorbankan tetapi dengan ganti yang sesuai. Dalam kepemilikan publik tidak ada orang yang merasa paling berhak karena publik artinya untuk kepentingan umum, tidak ada pihak-pihak yang menguasai dan merasa memiliki. Maka hal itu juga yang menjadi pedoman kepentingan umum menyangkut pada pembatasan kegiatan pembangunan dilakukan oleh pemerintah atau diawasi pemerintah, dimiliki pemerintah dan tidak digunakan untuk mencari keuntungan. apabila dalam hal mencari keuntungan beberapa masyarakat dikorbankan maka hal tersebut bertentangan dengan kepentingan publik kecuali hasilnya digunakan kembali untuk kepentingan rakyat. Peran negara sebagai penyeimbang, antara kepentingan rakyat yang merasa mampu untuk membayar lebih dan di satu sisi lain rakyat yang tidak mampu untuk membayar tapi karena menyangkut barang publik yang seharusnya mendapatkan hak yang sama maka hak publik orang miskin tersebut ditukar dengan hak lain seperti subsidi, bantuan tunai maupun bantuan lainnya yang diperoleh dari selisih dari nilai tambah yang diberikan oleh rakyat yang mampu atas kepentingan barang publik. Contoh lain adalah penelitian mengenai konsep hukum yang berasal dari sistem hukum tertentu yang tidak bersifat universal misalnya perbankan syariah. maka peneliti harus merujuk pada doktrin-doktrin yang berkembang di dalam hukum Islam di bidang perbankan.


Pendekatan Historis dan Perbandingan

Suatu proses timbulnya undang-undang dilatarbelakangi oleh kejadian atau maksud tertentu yang perlu diungkap filosofi dan pola pikirnya, apakah terdapat relevansi proses terbentuknya dengan kondisi di masa kini? pendekatan historis dapat memperdalam dan memperkaya pengetahuan peneliti mengenai suatu sistem pengaturan hukum sehingga dapat dihindari kekeliruan-kekeliruan baik dalam pemahaman maupun penerapan ketentuan hukum. Menurut Satjipto Rahardjo, pendekatan historis adalah sebagai berikut:

  1. Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya lembaga hukum dan jalannya proses pembentukan

  2. Faktor dominan yang berpengaruh dalam proses pembentukan hukum dan apa sebabnya

  3. Interaksi antara pengaruh yang datang dari luar dan perkembangan di dalam masyarakat

  4. Adaptasi terhadap pengaruh yang diambil dari sistem hukum asing

  5. Perubahan fungsi dari hukum

  6. Hapusnya suatu hukum

  7. Pola perkembangan yang umum yang dijalani oleh lembaga-lembaga hukum dari suatu sistem tertentu


Kondisi masyarakat terdiri atas masyarakat statis dan progresif. Kondisi masyarakat statis relatif stabil sedangkan kondisi masyarakat progresif selalu bergejolak dan dinamis. Perubahan yang terjadi tidak selalu menuju kepada yang lebih baik. contoh penggunaan pendekatan historis dalam menelaah perkembangan prinsip kebebasan berkontrak. Di dalam hukum perjanjian salah satu hal penting yang menjadi pedoman adalah kebebasan berkontrak. kebebasan ini diambil dari perkembangan masyarakat yang berpegang pada dua asas dalam perjanjian yaitu konsensualisme dan kekuatan mengikat atau pacta sun servanda. Konsensualisme berhubungan dengan terjadinya perjanjian sedangkan kekuatan mengikat hubungan dengan akibat adanya perjanjian dan kebebasan berkontrak menyangkut isi perjanjian.

Sesuai sejarah Romawi perjanjian itu berarti istilah-istilah mengenai kontrak lisan, kontrak berdasarkan kesepakatan dan ditambah kontrak khusus yang tidak disebut di dalam undang-undang kemudian hal ini dirumuskan menjadi asas-asas perjanjian dan lalu muncul salah satu prinsip dari asas perjanjian adalah kebebasan berkontrak yang diambil dari intisari azas-azas sebelumnya yang telah banyak menciptakan pengalaman dan fakta di lapangan sehingga dirumuskan asas yang benar-benar dapat menjadi pedoman.

Hukum kanonik yang terkenal di abad pertengahan adalah janji yang diucapkan di bawah sumpah berdasarkan sejarah ini juga kita dapat mengetahui kenapa dalam surat perjanjian diperlukan materai. Periode-periode sebelumnya juga kontrak harus dibuat secara tertulis dalam suatu surat yang disebut dengan piagam dan perjanjian. Azas persesuaian kehendak sudah cukup memenuhi syarat yang disebut dengan konsensualisme dan pada intinya tidak perlu dilakukan di bawah sumpah atau dibuat dengan tindakan formalitas tertentu karena kesepakatan dengan lisan sudah cukup. dan kesepakatan tersebut juga harus ditaati.


Pendekatan Perbandingan

Pendekatan ini adalah untuk memperoleh persamaan dan perbedaan di antara undang-undang dan untuk menjawab isu antara ketentuan undang-undang dengan filosofi yang melahirkan undang-undang. Dengan mengetahui filosofi dari setiap undang-undang dan membandingkannya dengan putusan pengadilan pada suatu negara dengan kasus serupa maka diperoleh gambaran-gambaran filosofi dan konsep serta keterkaitan yang dapat memperluas pengetahuan dan pemahaman. Menurut Van apeldoorn, perbandingan hukum merupakan ilmu bantu bagi ilmu hukum dogmatik untuk menimbang dan menilai aturan-aturan hukum dan putusan-putusan pengadilan yang ada pada sistem hukum lain.

Perbandingan juga dapat dilakukan dengan mengelompokkan mengelompokkan ke dalam pokok-pokok hukum seperti:

  1. Hukum publik mencakup hukum tata negara hukum administrasi negara dan hukum pidana

  2. Hukum perdata materiil dan formil mencakup hukum pribadi, hukum harta kekayaan seperti hukum benda hukum perikatan dan hukum hak immaterial

  3. Hukum keluarga

  4. Hukum waris


Pengelompokan lain seperti subjek hukum, hak dan kewajiban, peristiwa hukum hubungan hukum dan objek hukum atau perbandingan lain seperti sistem hukum adat dan sistem hukum barat. menurut peter de cruz menyatakan tujuan perbandingan hukum adalah sebagai pelengkap disiplin akademis, bantuan bagi legislasi dan perubahan hukum, perangkat konstruksi, sarana untuk memahami peraturan hukum, kontribusi bagi pernyataan sistemik dan harmonisasi hukum. Perbandingan lain adalah antara sistem hukum tanah nasional dan sistem hukum tanah Keraton yang dikemukakan dalam penelitian Lego karjoko. Banyak penelitian-penelitian lain yang membandingkan suatu peraturan tertentu dengan peraturan lainnya dengan studi komparatif, Dalam melakukan perbandingan harus mengungkapkan persamaan dan perbedaan di antara undang-undang tersebut. Persamaan dan perbedaan tersebut juga dikaji lebih mendalam lagi termasuk di bidang ekonomi, politik, regional, history dan sebagainya. Perbandingan antara sistem hukum di Indonesia dan Malaysia dapat dilihat dari aspek perbedaan seperti negara yang menjajah di mana Malaysia mewarisi sistem hukum Inggris sedangkan Indonesia mewarisi sistem hukum Belanda tetapi disisi lain persamaannya adalah Indonesia dan Malaysia adalah negara yang terletak di antara benua Asia dan Australia secara regional berdekatan, secara garis keturunan  juga sangat dekat dan bahasa maupun budaya juga memiliki kesamaan.