Sabtu, 03 Desember 2022

Pengertian Ilmu Hukum Bab 2 Metode Penelitian Hukum (Hartiwingsih, Lego Karjoko, Soehartono, 2022)


Pengertian Ilmu Hukum
Bab 2

Metode Penelitian Hukum
(Hartiwingsih, Lego Karjoko, Soehartono, 2022)

Menurut gijssels dan van hoecke, ilmu hukum adalah suatu pengetahuan yang sistematis dan terorganisasi tentang gejala hukum, struktur kekuasaan, norma-norma hak dan kewajiban. ilmu hukum ini bersifat perspektif dengan pertimbangan nilai-nilai, validitas aturan hukum konsep-konsep dan norma-norma hukum. dengan dengan preskriptifnya ilmu hukum maka ilmu hukum dapat untuk menjadi pedoman dan acuan dalam mencari keadilan. hukum harus konsisten artinya dalam setiap strukturnya tidak ada yang terang-terangan kontradiktif dan seharusnya semua konsisten sejalan kok. apabila dilihat kontradiktif hal tersebut bukanlah merupakan kontradiktif tapi memang karena perbedaan konstruksinya antara satu dengan yang lain.

Hukum sendiri mewujudkan pengaturan hubungan antara manusia yang telah diterima dalam komunitas sehingga hasilnya pun seharusnya dapat diterima dalam perspektif keyakinan-keyakinan kemasyarakatan kontemporer termasuk agama, pandangan hidup, nilai kultural dan kenyataan-kenyataan dalam masyarakat. ilmu hukum adalah ilmu yang sangat terkait dengan logika untuk mencari keadilan.gijssels dan van hoecke membagi ilmu hukum dalam tiga lapisan yaitu dogmatik hukum, teori hukum, dan filsafat hukum.


Dogmatik Hukum
menurut van hoecke, dogmatik hukum adalah cabang ilmu hukum yang memaparkan dan mensistematisasi hukum positif yang berlaku dalam suatu masyarakat tertentu pada suatu waktu tertentu dari sudut pandang normatif. suatu kegiatan ilmiah berupa menginventarisasi, memaparkan, menginterpretasi dan mensistematisasi serta mengevaluasi keseluruhan hukum positif yang berlaku dalam suatu masyarakat atau negara tertentu berdasarkan konsep-konsep, kategori-kategori, teori-teori, klasifikasi klasifikasi dan metode-metode yang dibentuk serta dikembangkan secara khusus untuk melakukan semua kegiatan yang diarahkan untuk menemukan penyelesaian yuridis terhadap masalah hukum di dalam masyarakat.

Interpretasi Aturan Hukum
aturan telah dibuat dari nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat, interpretasi aturan tersebut adalah suatu upaya untuk menemukan makna dari aturan hukum tersebut atau menarik keluar aturan tersebut sesuai dengan kondisi yang terjadi yang ingin dicari penyelesaian hukumnya. suatu kasus hukum yang terjadi kemudian dicari aturan hukumnya lalu makna-makna diinterpretasikan dan kejadian juga diinterpretasikan apakah bersesuaian dengan aturan hukum yang tertulis untuk diambil keputusan hukumnya. metode ini mencakup gramatikal, historikal, sistematik, teleological dan sociological.

interpretasi secara hermeneutical dilakukan berdasarkan pemahaman tata bahasa atau kebahasaan berdasarkan makna kata dalam konteks kalimatnya, aturan hukum tersebut dipahami dalam konteks latar belakang sejarah pembentukannya/historical yang menentukan isi aturan hukum dan dalam konteks hubungan dengan aturan hukum yang lainnya (sistematik), serta secara kontekstual merujuk pada faktor-faktor kenyataan di dalam masyarakat (sosiologikal) serta mengacu pada pandangan hidup, keagamaan serta nilai-nilai kultural dan kemanusiaan yang fundamental (filosofikal). Jika interpretasi menghasilkan lebih dari satu makna hukum atau memunculkan lebih dari satu kaidah hukum maka para praktisi Dan ilmuwan hukum harus mengambil sikap artinya memilih argumentasi yang paling tepat menurut keyakinan dengan mempertimbangkan berbagai faktor kenyataan kemasyarakatan serta nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat (akseptabilitas dan efektivitas)


Sistematisasi Aturan Hukum
Hukum itu tersusun secara sistematis dan tidak saling bertabrakan. menurut Van hoecke membedakan tataran sistematis dan metode sistematis ada tiga tataran sistematis sebagai berikut:
Tataran technical, mengklasifikasikan aturan-aturan hukum berdasarkan hierarki sumber hukum yang diterima secara umum untuk membangun landasan legitimasi dalam menginterpretasi aturan hukum artinya hukum dibuat dari landasan paling atas kemudian ke bawah dengan prinsip-prinsip yang tidak boleh bertentangan.
Tataran teleological, yakni mensistematisasi berdasarkan substansi atau isi hukum. pemikiran dan penataan material hukum dalam kerangka perspektif teleological pengertian-pengertian dan aturan-aturan yang disebutkan dalam pasal-pasal maupun ayat-ayat aturan hukum.

Sistematisasi eksternal mensistematisasi hukum dalam rangka mengintegrasikan ke dalam tatanan masyarakat yang selalu berkembang. sistematisasi ini menyebabkan interpretasi ulang pengertian-pengertian yang ada dan pembentukan konsep hukum yang baru misalnya pembentukan pengertian kata ikhtiar dan perikatan resultan yang tidak tercantum secara eksplisit dalam KUHP. Pengertian yang sebelumnya dituliskan di aturan hukum ternyata dalam situasi sosial maknanya telah berubah sehingga harus di sistematisasi kembali.

Metode sistematis menurut Van hoecke ada empat metode, yaitu:
  1. Metode logika menggunakan struktur logika dalam aturan-aturan hukum yang semakin banyak dan selalu berubah-ubah. tes azas logika yang biasa digunakan adalah induksi deduksi analogi, a contrario, a fortiori dsb
  2. Metode tipologi yaitu menetapkan tipe normal yang digunakan sebagai pedoman dalam penataan sejumlah kejadian
  3. Metode theological yakni menggunakan nilai-nilai dan kaidah-kaidah yang melandasi suatu teks perundang-undangan sebagai patokan untuk sistematisasi
  4. Metode interdisipliner yaitu memanfaatkan produk berbagai ilmu manusia lain untuk melaksanakan sistematisasi eksternal.
Menurut J.W.Harris ada 4 asas logika dalam mensistematisasi material hukum yang disebutkan dalam bukunya "the rule-systematizing logic of legal science" yaitu:
  1. Azas eksklusi, asas yang menetapkan suatu pengandaian bahwa sistem hukum identik dengan sistem peraturan perundang-undangan.
  2. Azas subsumsi yaitu asas yang menetapkan hubungan hirarkis di antara aturan-aturan hukum yang lebih tinggi ke rendah
  3. Azas derogasi yaitu asas yang digunakan untuk mengesampingkan suatu peraturan karena bertentangan dengan peraturan lain yang lebih tinggi
  4. Asas non kontradiksi yaitu asas yang digunakan untuk menolak adanya kemungkinan ada tidaknya suatu kewajiban dalam situasi yang sama atau perbuatan yang diwajibkan oleh sebuah aturan hukum justru dilarang oleh aturan hukum lain dalam waktu yang bersamaan.
Teori Hukum
Menurut bruggink ada dua jenis teori hukum yaitu teori hukum yang lebih awal keberadaannya atau teori hukum empirik dan teori hukum yang muncul kemudian atau teori hukum kontemplatif. Teori hukum empirik berasal dari lingkungan positivistik dan muncul di Jerman dengan nama "allgemeine Rechtslehre". teori ini mengacu pada model ilmu alam. teoritikus hukum harus menempatkan diri sebagai seorang pengamat objektif atau perspektif eksternal dan berdasarkan perspektif itu orang harus membatasi diri pada kegiatan mempelajari tatanan hukum yang ada.

Teori hukum kontemplatif objeknya mencakup kegiatan yuridik seperti pengembanan dogmatik hukum pembentukan hukum dan penemuan hukum. Tujuan dari teori hukum ini hendak memberikan pemahaman tentang objek yang dipelajari. Teori hukum ini tidak memiliki kepentingan praktikal secara langsung tapi memiliki pemahaman dalam sifat umum dari hukum atau menyadari apa saja pada suatu kegiatan yuridik tertentu turut memainkan peran, mempertinggi kualitas praktik hukum. Menurut teori ini perspektif eksternal tidak dapat dipertahankan tetapi orang harus menempatkan diri pada titik berdiri internal terbatas. Teori kebenaran yang mendesak adalah kebenaran pragmatik teori hukum dijalankan dari sudut titik berdiri internal yang sangat berdekatan dengan filsafat hukum.



Filsafat Hukum
Filsafat hukum adalah induk dari semua disiplin yuridis karena membahas masalah-masalah paling fundamental yang timbul dalam hukum. menurut bruggink, filsafat hukum adalah teori tentang dasar-dasar dan batas-batas kaidah hukum.



Masalah Atau Isu Hukum Dalam Dogmatik Hukum
Masalah hukum berintikan pertanyaan tentang apa hukumnya, apa yang menjadi hak dan kewajiban orang dalam situasi tertentu dan berdasarkan apa seharusnya dilakukan orang yang kepatuhannya tidak diserahkan pada kemauan bebas yang bersangkutan. Masalah hukum makro berkenaan dengan masyarakat. Pelaksanaan hukum makro adalah untuk menjaga ketertiban dan keadilan di dalam pola hubungan antar manusia yang berkekuatan normatif dan secara rasional memungkinkan masing-masing mencapai tujuannya secara wajar sehingga tidak ada pihak yang dirugikan keadilannya pembentukan hukum makro ini bersifat luas dan mengatur komunitas atau antar individu. sedangkan hukum mikro berkenaan dengan hubungan antar subjek hukum yang penyelesaiannya dilakukan dengan penemuan hukum dan penerapan hukum secara kontekstual. pengenaan hukumnya bagi situasi antar individu secara konkret dan hanya pada pihak yang terlibat.

menurut titon slamet kurnia, penelitian hukum adalah sebagai berikut:
  1. Identifikasi fakta
  2. Menetapkan konsep hukumnya
  3. Menemukan norma atau kaidah dan prinsip/asas hukumnya dalam sumber-sumber hukum yang relevan
  4. Apabila norma atau kaidah dari sumber-sumber hukum dapat diaplikasikan maka sumber-sumber hukum yang telah memuat norma-norma serta asas-asasnya dapat diterapkan tetapi apabila ternyata dalam situasi dan konteks tertentu tidak dapat diterapkan maka dilakukan metode penemuan hukum (rechtsvinding) untuk menetapkan apa yang menjadi hukumnya atau isu hukum yang sedang ditangani.
hal yang pertama dalam melihat suatu fakta adalah mengidentifikasikan apakah fakta tersebut berkaitan dengan permasalahan hukum atau mencari suatu delik dari perbuatan yang bertentangan dengan hukum yang berlaku. Delik sangat penting sebagai fakta awal apakah suatu perbuatan melanggar hukum atau tidak? dikatakan melanggar hukum apabila perbuatan tersebut bertentangan dengan konsep hukum dan norma-norma serta peraturan yang berlaku. Delik tersebut harus dikonsepkan secara jelas lalu dicari apakah bertentangan dengan peraturan yang berlaku. Seringkali di dalam masyarakat terdapat perbuatan yang sebenarnya tidak diatur dalam hukum tetapi lebih diatur dalam hukum adat maupun norma-norma agama. Hal ini bukan merupakan suatu kasus hukum, contoh seseorang wanita yang menuntut pihak laki-laki untuk mengawininya karena adanya perbuatan yang dilakukan oleh kedua belah pihak sehingga pihak wanita tersebut hamil dan menuntut pihak lelaki untuk mengawininya. Hal ini berupa bukan merupakan delik hukum karena dalam pasal 1 undang-undang nomor 1 tahun 1974 perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita yang tidak dapat dipaksakan. sehingga hal ini tidak dapat menjadi delik hukum apalagi jika dilakukan karena suka sama suka, karena setelah dikonsepkan perbuatan tersebut tidak ada peraturan hukum yang berlaku yang mengaturnya tetapi hal ini lebih banyak diatur dalam hukum adat maupun hukum agama sehingga diselesaikan sesuai dengan hukum adat maupun hukum agama tersebut.

Contoh lain adalah penemuan hukum menurut pasal 1320 BW salah satu syarat perjanjian adalah kecakapan (bekwaamheid), pasal 330 BW ditetapkan bahwa mereka yang belum 21 tahun penuh dan belum kawin dianggap belum cukup umur (minderjarig). konstruksi menganggap umur itu dewasa atau belum sesuai dengan fakta sosial pada saat peraturan tersebut dibuat dalam perkembangan sosial selanjutnya perubahan umum kedewasaan tentu perlu dikaji secara lebih dalam lagi dalam konteks saat ini. Adanya permasalahan ini menuntut hakim untuk dapat menemukan hukum dari peraturan dan norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat. Pertimbangannya adalah umur 21 tahun penuh dan belum kawin dianggap belum cukup umur sementara hal ini berbeda dengan kecakapan sehingga terdapat perbedaan makna di sini hakim harus mampu menjaring makna yang ada dalam peraturan yang disesuaikan dengan norma-norma atau nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat sesuai dengan konteks saat ini.

Perundang-undangan dibuat dengan segala kekurangan dan kelebihannya dan metode penemuan hukum (interpretasi, konstruksi dan penyempitan atau penghalusan hukum) dibuat untuk memperbaiki kualitas perundang-undangan tersebut. terdapat tiga problematika dalam metode menemukan hukum yaitu norma kaIdah kabur (vage normen), antinomi (konflik norma) dan kekosongan aturan hukum (leemten in het recht). yang menjadi kesulitan adalah isu moral apa yang harus dipenuhi saat melakukan interpretasi supaya tidak terjadi kesalahan dalam menemukan hukum.

Hakikat dari moralitas menurut dworkin adalah integritas dalam rangka mewujudkan community of principle sebagai pedoman dalam setiap kegiatan penemuan hukum. Dengan demikian praktik hukum dalam penemuan hukum tidak semata-mata positivitas namun juga bernuansa moral, keadilan, due proses dan koherensi. Hukum merupakan sistem yang terbuka artinya hukum sendiri adalah buatan manusia yang penuh kekurangan maka sistem tersebut menurut sifatnya harus dapat berubah menyesuaikan perkembangan. Pada prinsipnya hukum itu selalu ada tetapi dalam pelaksanaannya perlu untuk ditemukan dan digali, karena peraturan tidak pernah lengkap tetapi hukum sudah lengkap untuk itu apabila tidak ada peraturan yang mengatur maka dicari peraturan berdasarkan penemuan penemuan hukum. Penemuan hukum adalah proses mengkonkretisasi kaidah hukum supaya applicable terhadap perkara yang dihadapi. Hakim tidak hanya dilengkapi dengan berbagai macam metode interpretasi tetapi juga metode konstruksi seperti analogi, a contrario, serta metode penyempitan atau penghalusan (rechtsverfijning).

Hukum harus non kontradiktif atau tidak boleh membebankan suatu perintah dan larangan sekaligus. Dalam rangka menghadapi isu antinomi dalam aturan hukum maka hukum memberi solusi dengan prinsip derogate: lex specialis derogate legi generali, lex posterior derogate legi priori dan lex superior derogate legi inferior.

Solusi dari kompleksitas metode penemuan hukum dalam situasi kekosongan peraturan yaitu menggunakan interpretasi komparatif pandangan doktrin dan asas-asas hukum umum. penemuan hukum karena undang-undang tidak selalu dapat diterapkan secara silogistis maka itu di dalam interpretasi hukum peran pra pemahaman (vorverstandnis) sangatlah penting untuk menutupi kekurangan-kekurangan bahasa hukum yang tertulis. penerapan teori hukum bahkan di luar ilmu hukum seperti filsafat hukum teori-teori hukum dan ilmu-ilmu kemasyarakatan (sosiologi antropologi etnografi dan lain-lain). contoh pengangkatan wanita sebagai hakim agung di Belgia. Pada saat itu undang-undang Belgia tidak secara tegas melarang kaum wanita menduduki jabatan hakim, pengacara atau advokat, lalu terjadi perubahan di dalam masyarakat yaitu emansipasi wanita. Dalam praktik pada saat itu apabila suatu hal tidak disebut dalam undang-undang maka hal ini harus diartikan sebagai larangan. Pada saat itu nilai yang diambil sesuai kondisi pada saat peraturan dibuat dan pada saat diaplikasikan. lalu apabila diartikan secara terbatas misal boleh wanita menjadi advokat maka untuk selain advokat dianggap tidak boleh walau dalam peraturan tidak disebutkan. tapi bisa juga argumennya apabila boleh diangkat menjadi advokat maka boleh menduduki semuanya. Perkembangan di Indonesia sebagai contohnya juga mengalami hal yang sama di bawah tahun 1960 wanita tidak dapat memiliki hak untuk membuat suatu perjanjian dan harus dengan seizin suaminya. pada saat itu kondisi sosial yang diterima di dalam masyarakat adalah seperti tersebut sehingga norma hukum dibuat menyesuaikan dengan situasi sosial yang ada. Hakim dapat memutuskan berdsarkan kaidah, norma yang berkembang, walau peraturannya masih belum di revisi karena kondisi nilai dan norma serta asas adalah dasar yang sah di atas peraturan tertulis.

Isu Hukum Dalam Teori Hukum
Konsep hukum dapat dirumuskan sebagai suatu gagasan yang dapat direalisasikan dalam kerangka berjalannya aktivitas hidup masyarakat yang tertib. konsep hukum adalah suatu pengertian dan penjelasan yang berkaitan dengan kata-kata pada bidang hukum seperti badan hukum, kadaluarsa kekuasaan, kewenangan haki dan pertanggungjawaban pidana. Orientasi dogmatik hukum adalah peraturan yang berlaku yang sifatnya tertentu secara ratione loci. sementara teori hukum merupakan meta teori dogmatik hukum atau bahan penyusun dari dogmatik hukum. untuk dapat menganalisis menginterpretasikan dan menerapkan norma atau kaidah hukum maka sangat bergantung dengan konsep-konsep yang digunakan di dalamnya. Misal konsep fair dealing, apabila membahasnya dalam konteks hak kekayaan intelektual maka konsep fair dealing dapat dengan jelas dipahami sehingga apabila ada suatu peristiwa yang diajukan kepadanya untuk mendapat pertimbangan hukum mengenai hak cipta maka konsep fair dealing ini akan memberikan penjelasan apakah termasuk dari delik atau tidak?

Menurut D.H.M. Meuwissen ada tiga tugas teori hukum yaitu:
  1. Ajaran hukum menganalisis pengertian hukum dan konsep-konsep yang digunakan seperti hak hubungan hukum, asas hukum, milik, kontrak itikad baik dsb
  2. Hubungan hukum dan logika berkenaan dengan sejauh mana logika formal dapat digunakan untuk hukum apakah berpikir atau penalaran yuridis merupakan sesuatu yang berbeda dengan berpikir atau penalaran pada umumnya dan sebagainya?
  3. Metode hukum berkenaan dengan metode dari ilmu hukum/teoritis dan juga metode pengembangan hukum atau praktis.
Gijssels & mark van hoecke, ada 4 tugas teori hukum yaitu:
  1. Analisis hukum, terutama mengenai konsep-konsep hukum yang juga dapat ditemukan dalam dogmatik hukum. menggunakan beberapa konsep dari bidang ilmu lain. Teori hukum bertujuan untuk menganalisis dan menjelaskan konstruksi yuridis technical dalam bentuk penampilan-penampilan konflik mereka atau tidak.
  2. Ajaran metode hukum, penemuan hukum baru hanya dapat diputuskan oleh hakim berdasarkan perkembangan data-data hukum dan pemikiran pengetahuan yang logis dan rasional.
  3. Ajaran ilmu dari hukum, hukum itu sendiri bukan ilmu tetapi hanya objek dari ilmu-ilmu. kajian dalam teori hukum terbatas pada ajaran ilmu dari dogmatik hukum. ada dua hal yang dipermasalahkan yaitu teori hukum sebagai ajaran ilmu dari dogmatik hukum apakah untuk ilmu hukum harus dikembangkan suatu pengertian ilmu tertentu secara penuh,?
  4. Kritik ideologi, memperlihatkan konsepsi-konsepsi masyarakat saat ini apa yang menjadi fungsi sebagai latar belakang dari konstruksi dogmatik hukum dari pranata-pranata hukum seperti hak milik, kebebasan berkontrak mogok dan HAM.

Masalah Atau Isu Hukum Dalam Filsafat Hukum

Isu hukum berkaitan dengan azas hukum. Dengan perkataan lain sistem hukum adalah suatu kesatuan yang terdiri dari unsur-unsur yang mempunyai interaksi satu sama lain dan bekerja sama untuk mencapai tujuan kesatuan tersebut. Pada intinya aturan-aturan pokok yang menjadi landasan di dalam hukum disebut sebagai asas-asas hukum, misal dalam prinsip budaya timur seorang anak harus menghormati orang tuanya, tiada pemidanaan tanpa kesalahan, tiada perbuatan yang dapat dihukum tanpa ada perundang-undangannya atau peraturannya, setiap orang dianggap tahu hukum, tiada seorangpun yang wajib mempertahankan haknya yang bertentangan dengan kehendaknya

azas-azas hukum sangat berkaitan erat dengan nilai-nilai dan dogma yang ada di dalam suatu daerah atau suatu wilayah tertentu dan bisa jadi asas hukum di negara lain berbeda. asas hukum adalah landasan yang memperkuat posisi hukum di dalam nilai-nilai masyarakat sehingga hukum dapat diterima. hukum bukan sekedar sekumpulan dari peraturan-peraturan belaka tetapi mengandung nilai-nilai dan tuntutan etis dari suatu masyarakat. tanpa asas hukum maka norma hukum akan kehilangan kekuatan mengikatnya di dalam masyarakat.

azas hukum berfungsi sebagai meta kaidah terhadap perilaku dan menjadikan pedoman dalam pembuatan hukum maupun penerapannya. D. Meuwissen membedakan antara asas hukum materiil dan asas hukum formal. azas materiil adalah sebagai berikut:

  1. azas respect terhadap kepribadian manusia

  2. azas respect terhadap aspek-aspek kerohanian dan keajasmanian dari keberadaan sebagai pribadi

  3. azas kepercayaan

  4. asas pertanggungjawaban

  5. azas keadilan

azas formal terdiri atas asas konsistensi logical, asas kepastian dan asas persamaan

perbedaan nilai dan asas dalam setiap negara menjadikan asas universal yang benar-benar konkrit belum tercapai tetapi dapat mengacu pada mahkamah internasional sebagai salah satu sumber hukum internasional yang universal. azas-azas hukum juga mengalami perubahan seiring dengan globalisasi ada pergerakan kesamaan antar azas. Mengingat asas hukum adalah sesuatu yang abstrak dan perubahannya sangat lambat dibanding dengan perubahan peraturan itu sendiri.

Asas hukum memberikan landasan mengenai ketentuan yang perlu dituangkan dalam aturan hukum. asas juga membantu dalam penafsiran dan penemuan hukum maupun analogi sedangkan bagi pengembangan ilmu hukum asas mempunyai kegunaan pada tingkat yang lebih tinggi untuk mencapai hukum semua. Dalam pasal 28 i undang-undang dasar 1945 disebutkan " hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut merupakan hak asasi manusia". atau dengan isitlah nullum delictum nulla poena sin praevea lego poenali (tidak ada suatu pidana dapat di hukum tanpa adanya aturan yang mengaturnya) tetapi dikenal juga asas retroaktif yaitu pemberlakuan peraturan yang berlaku surut.

Kriteria dan Proses Pencarian Kebenaran Bab 1 Metode Penelitian Hukum (Hartiwingsih, Lego Karjoko, Soehartono, 2022)



Kriteria dan Proses Pencarian Kebenaran
Bab 1

Metode Penelitian Hukum
(Hartiwingsih, Lego Karjoko, Soehartono, 2022)


Kriteria Kebenaran
Menurut Louis O. Kattsoff menjelaskan mengenai cara memperoleh kebenaran dengan pengetahuan. cara singkat dibagi mengenai pemahaman atau para penganut positivisme (tidak ada satupun ukuran tentang kebenaran), dogmatisme (ukuran kebenaran adalah kepercayaan atau keimanan), idealisme dan realisme (kebenaran dapat diukur dengan ukuran-ukuran yang disepakati dan dapat dipercaya oleh suatu komunitas).

Teori Kebenaran Koherensi
Kebenaran dipahami jika proposisi tentang keadaan saling berhubungan dengan pengalaman, dan pengalaman-pengalaman orang lain juga membuktikan hal yang sama sehingga disepakati proposisi tentang kebenaran. Dasar pengalaman ini harus konsisten atau sama dari beberapa orang atau kebanyakan orang. Teori koherensi ini adalah teori mengenai keterhubungan antara realita, pengalaman, dan pada akhirnya pada argumentasi yang sama. Menurut teori koherensi suatu pernyataan dianggap benar apabila pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang telah disepakati berdasarkan pengalaman-pengalaman empiris

Teori Kebenaran Korespondensi
Merupakan kebenaran yang berupa kesesuaian antara suatu pernyataan dengan objek dan fakta-faktanya. Penalaran teoritis berdasarkan logika deduktif menggunakan paham koherensi sedangkan proses pembuktian secara empiris dalam mengumpulkan fakta-fakta menggunakan paham korespondensi

Teori Kebenaran Pragmatis
Menurut teori ini kebenaran itu harus diselidiki dan diteliti. sedangkan tolak ukurnya adalah kegunaan efisiensi, kepuasan yang dialami. Teori ini awalnya bersifat umum kemudian berkembang hingga menjadi lebih spesifik. Teori perkembangan pragmatis mengedepankan pada fungsi dan pemanfaatan dari pengetahuan tersebut. maka dari itu spesifik pengetahuan akan sangat membantu dalam praktik.

Proses Pencarian Kebenaran
Penemuan Kebenaran Secara Non Ilmiah
Pencarian kebenaran melalui non ilmiah merupakan upaya untuk menjawab dorongan keingintahuan dengan mencari secara kebetulan, trial and error dan otoritas seseorang. 
Penemuan secara kebetulan, seseorang memiliki rasa keingintahuan dan ingin memecahkan persoalan yang dihadapi dengan kemampuan berpikir. Pengetahuan secara kebetulan ini biasanya dilihat dari lingkungan sekitar atau alam atau makhluk lain yang memiliki insting bertahan hidup. contoh pengetahuan secara kebetulan adalah penemuan obat malaria, ketika demam malaria mewabah orang tidak tahu bagaimana cara menyembuhkan penyakit malaria tersebut dan akhirnya karena keputusasaan seseorang yang menderita malaria dengan demam yang tinggi terjatuh pada sebuah sungai kecil yang airnya berwarna hitam dan terdapat pohon kina yang tumbang di sungai tersebut dan setelah kejadian tersebut orang tersebut sembuh lalu berbondong-bondong orang mencoba untuk menceburkan dan menelan air sungai yang hitam tersebut dan ternyata banyak yang sembuh jadi kesimpulannya adalah air sungai hitam dan pohon kina yang tumbang menjadi obat malaria.
Pendekatan penemuan secara mencoba-coba atau trial and error, seseorang melakukan percobaan dan melihat hasilnya kemudian mencoba lagi dan melihat hasilnya tanpa putus asa sampai pada titik tertentu akan menghasilkan suatu kejutan dari suatu proses coba-coba tersebut. percobaan dilakukan dengan logika sederhana dan keterkaitan ataupun benar-benar mencoba tanpa logik. Percobaan coba-coba ini pernah dilakukan oleh Robert koch, yang mengasah kaca hingga pada akhirnya kaca tersebut mengembung dan kaca yang menggembung tersebut dapat membuat objek menjadi lebih besar akhirnya digunakan untuk mikroskop maupun kacamata. Trial dan error terlalu banyak menghabiskan waktu, biaya terlalu banyak menerka-nerka dan membuat spekulasi dalam ketidakpastian. tetapi apabila memiliki waktu dan modal yang cukup maka dapat memberikan kejutan bagi dirinya dan orang lain
Penemuan Melalui Otoritas, penemuan ini sangat cocok pada kebenaran dogmatis, di mana pemimpin dogma memberikan pengetahuan yang kemudian diyakini oleh pengikutnya terutama pada hal-hal yang metafisik atau gaib. misal upaya penyembuhan penyakit dan bentuk-bentuk kebutuhan lainnya dengan memberikan amalan atau kepercayaan tertentu oleh seseorang yang dianggap memiliki otoritas.

Penemuan Kebenaran Secara Ilmiah
Kebenaran yang diuji, dikritisi, dan dipertanyakan secara terus-menerus sehingga mampu menjawab semua kritisi dan pertanyaan tersebut
Berpikir Kritis Rasional, menggunakan proses berpikir mempertanyakan untuk mengetahui kebenaran atau pengetahuan dengan cara berpikir analitis dan berpikir sintesis. Berpikir kritis rasional juga menghubungkan satu hal dengan hal lainnya menggunakan objek berpikir dan menghubungkannya dengan objek lain membuat tesa dan mengkajinya dengan antitesa hingga menghasilkan tesis. Cara berpikir rasional untuk menemukan kebenaran ada 2 yaitu analitis dan sintesis.
Berpikir analitis, melakukan pengujian pengetahuan-pengetahuan yang sudah ada untuk menyampaikannya secara deduktif dengan membangun silogisme dalam berpikir analitis, contoh berpikir analitis: silogisme kategoris, sebuah pengetahuan umum menyebutkan bahwa semua manusia berkulit hitam memiliki kekuatan menahan panas matahari, secara silogisme kita asumsikan premis mayor. Kemudian kita melihat bahwa Anton berkulit hitam (premis minor), maka dari kedua pengaturan tersebut dapat kita simpulkan bahwa: Anton memiliki kekuatan menahan panas matahari. Silogisme bersyarat, pengetahuan tentang premis mayor memiliki dua kesimpulan sekaligus yaitu alternatif salah dan atau alternatif benar. lalu tinggal kita bandingkan dengan premis minornya.contoh: seorang wanita biasanya berpikir dengan perasaan, Fatimah adalah seorang wanita. kesimpulannya fatimah berpikir dengan perasaan. Tetapi dalam hal ini kata biasanya pada premis mayor menunjukkan tidak semua sehingga karena premis mayornya menunjukkan ada kemungkinan tidak, hasil sangat tergantung dari bukti empiris yang ditunjukkan fatimah. Silogisme pilihan atau alternatif, merupakan kombinasi dari mengetahui atau tidak mengetahui akan tetapi premis mayor memiliki kedudukan lebih tinggi tingkat pengetahuannya dan kesimpulan tergantung pada alat ukur yang digunakan oleh premis minor. contoh: saya harus menikah atau meneruskan kuliah saya meneruskan kuliah kesimpulannya saya tidak menikah.
Berpikir Sintesis, bertolak belakang dari cara berpikir deduktif yang mengambil hal yang umum kemudian mengkhususkan, berpikir sintesis berangkat dari fakta-fakta, dan kasus-kasus yang ditemukan di lapangan atau dari pengetahuan-pengetahuan yang bersifat khusus menuju pada konklusi yang umum/induktif. ada 3 jenis induksi yaitu: Induksi komplit, pemikiran harus melihat secara keseluruhan tidak fakta sempit, misal pada penelitian tentang anak-anak di kelas, penelitian komplit tidak hanya berfokus pada anak-anak di satu kelas atau satu sekolah tetapi harus populasi anak-anak yang belajar di satu kelas dan di semua sekolah yang ada. fakta harus secara menyeluruh tidak dibatasi. dan apabila kita memiliki keterbatasan tersebut maka dapat dikatakan induksi tidak komplit atau sering disebut juga dengan pada penjelasan dengan konteks tertentu sehingga pengetahuan bersifat regional dan kondisi tertentu. Induksi sistem bacon, pendekatan ini mengukur variabel-variabel dengan tiga macam tabulasi:
  • Tabel positif, variabel x selalu berubah saat berada dalam kondisi y
  • Tabel negatif, variabel x tidak berubah kendati berada dalam kondisi y
  • Tabel variabel kondisi yaitu apabila variabel x berubah pada kondisi yang berubah-ubah, dengan tabulasi ini mencari hubungan kausalitas asimetris antara 1 atau lebih variabel.
Penelitian Ilmiah
Pemikiran cara berpikir deduktif dari pengetahuan umum ke khusus atau dengan cara induktif dari fakta-fakta kemudian digeneralisir maka melahirkan cara berpikir yang disebut reflektif thinking. John Dewey menjelaskan langkah-langkah sebagai berikut:
  • Adanya suatu kebutuhan
  • Adanya masalah
  • Hipotesis atau dugaan dari pengetahuan yang ada
  • Mengumpulkan data dan bukti
  • Menyimpulkan kebenaran yang diyakini
  • Memformulasikan kesimpulan secara umum
Penelitian Hukum Doktrinal
    Menurut Johnny Ibrahim, pada satu sisi ilmu hukum adalah ilmu normatif dengan metode hukum normatif dan di sisi lain menunjukkan ilmu empiris dengan metode hukum empiris. Penelitian hukum doktrinal adalah penelitian-penelitian atas hukum yang dikonsepkan dan dikembangkan atas dasar doktrin yang dianut sang konsep atau pengembangnya. Berbagai macam doktrin yang dianut dan dikembangkan dalam kajian hukum mulai dari doktrin klasik atau lebih dikenal aliran hukum alam kaum filsuf dan doktrin positivisme para yuris-legis sampai doktrin historis dan realisme fungsionalisme dari kaum realis.

Doktrin Hukum Alam Atau Klasik Sebagai Asas Keadilan Dalam Sistem Moral
    Hukum diidentikkan dengan moralitas. apa yang menjadi sebuah moralitas yang universal antara lain adalah hak asasi manusia. Asas kebenaran dan keadilan berada dalam tataran hukum yang kodrati. Asas kebenaran menjalankan fungsi konstitutif atau uji formal terhadap norma-norma hukum sedangkan asas keadilan menjalankan fungsi regulatif atau untuk menguji material. Konsep moralitas sangat identik dengan ajaran agama. Hukum itu sendiri dibangun atas dasar konsep religius, filosofis atau hukum alam moralitas atau kemanusiaan.
    Hukum sendiri berasal dari ketegasan dalam suatu komunitas untuk kepentingan yang lebih besar. Asas moral yang ada dalam komunitas ini disebut juga dengan the living law atau hukum adat dan sifatnya sangat regional. Sistematikanya pun juga diingat oleh kelompok-kelompok adat kemudian divisualisasi dengan upacara-upacara adat maupun hukuman-hukuman adat, juga dalam bentuk simbol-simbol yang digunakan serta penggunaan bangunan-bangunan yang sangat filosofi dan penggunaan bahasa-bahasa yang mewakili aturan adat.

Hukum Dengan Objek Hukum Yang Dikonsepkan Sebagai Kaidah Tertulis Yaitu Perundang-Undangan Menurut Doktrin Aliran Positivisme Dalam Ilmu Hukum
    Dalam positivisme hukum negara atau nilai rechtvaardigheid mengutamakan kekuatan kepastian hukum dan kejelasan hukum sesuai dengan peraturan yang tertulis. Hukum hanya boleh dipandang dan diakui sebagai hukum apabila secara jelas merupakan perintah yang eksplisit. Untuk menjamin hukum dapat berlaku dengan baik maka diperlukan kodifikasi agar peristiwa-peristiwa yang terjadi dapat dengan mudah dikaitkan dengan hukum yang berlaku.
    Dalam pendekatan hukum alam, suatu premis tetap diakui secara universal sementara aliran positivisme hanya menggunakan kaidah-kaidah yang telah ditulis secara eksplisit dalam pasal-pasal dan ayat-ayat yang terdapat dalam undang-undang atau hukum perundang-undangan. Inventarisasi hukum berupa kumpulan peraturan-peraturan hukum positif yang tengah berlaku pada suatu rentang waktu dan pada suatu wilayah negara tertentu. Bahan hukum yang masih berlaku ini disebut dengan bahan hukum primer mencakup semua perundang-undangan, yurisprudensi pengadilan dan produk lain yang diakui sebagai hukum positif atau bagian dari hukum positif. Sedangkan bahan-bahan sekunder berupa karya-karya akademisi pengetahuan orang tentang hukum positif/ius constitutum dan sumber pengetahuan yang diakui seperti dikeluarkan dari pihak-pihak yang memiliki kompetensinya.

Penelitian Hukum Dengan Objek Hukum Yang Dikonsepkan Sebagai Putusan Hukum (In Concreto) Menurut Doktrin Fungsionalisme Dan Kaum Realis
    Hakim memiliki kemampuan untuk menafsirkan norma-norma hukum yang telah dibuat di dalam perundang-undangan bahkan membentuk hukum yang baru yang telah berkembang realitanya sehingga harus diperjelas dengan keputusan hukum dari hakim. Doktrin stare decisis berikut asas precedence . Di negara yang bersistem common law (usa dan inggris) hukum mengikuti perkembangan masyarakat atau hakim dapat menciptakan hukum untuk menyelesaikan kasus-kasus terupdate dengan kata lain hukum di negara common law adalah searching for law.
    Pertimbangan hakim yang bersifat pribadi yang melekat secara langsung dalam dirinya dalam memutus suatu perkara disebut dengan ekstra legal artinya hal ini bukanlah ilegal tetapi kepakaran dan keahlian yang diolah di dalam diri hakim menyebabkan hal ini menjadi sah. Pengalaman dalam kehidupan dapat lebih mampu menjawab persoalan hukum daripada logika-logika hukum. Afiliasi politik hubungan manusia, hubungan etnis hubungan rasial dan apapun hubungan yang menyebabkan kebebasan dalam memutus perkara oleh hakim menjadi tidak adil maka hal tersebut harus dihindari.
    penelitian hukum doktrinal dikatakan juga sebagai penelitian hukum yang mengikuti para pakar-pakar hukum dalam memutuskan suatu perkara. Pengaruh sosio-psikologik, pandangan hakim dan juri dalam melihat masalah secara real kondisi mempengaruhi sebuah putusan hakim dan juri, metode ini adalah non doktrinal karena melalui pendekatan sosial atau keilmuan lain.

Penelitian Hukum non Doctrinal
Menemukan jawaban dari fakta-fakta sosial yang bermakna hukum sebagaimana tersirat dalam kehidupan sehari-hari untuk dapat melihat pertimbangan hukumnya dalam suatu masyarakat.

Metodologi Penelitian Dengan Objek Hukum Yang Dikonsepkan Sebagai Institusi Sosial Yang Objektif
    Hukum selalu tertinggal di belakang dari segala perubahan dan perkembangan masyarakat, sehingga hukum tidak dapat berfungsi efektif untuk menata kehidupan. perubahan sosial sangat relevan dengan permasalahan hukum. Hukum dikonsepkan secara sosiologis dan gejala empirisnya dapat diamati di dalam kehidupan. hukum juga dari sisi substansi mampu memberikan kekuatan sosial yang empiris wujudnya dan dari sisi strukturnya terlihat dari institusi peradilan serta produk-produk dari pengadilan tersebut.
    Hukum secara ontologis merupakan ilmu yang dapat diamati dari gejala-gejala yang muncul. Dalam metode ilmiah, keberwujudan atau penjelasan harus tampak. Pasal 2 ayat 4 undang-undang nomor 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman menyatakan bahwa peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan. Semakin kompleks suatu perkara maka waktu yang dibutuhkan juga semakin lama.
    Siklus empiris dapat dibedakan menjadi dua komponen yaitu: komponen informasi yang terdiri atas problem, teori, hipotesis, observasi dan generalisasi empiris. Komponen langkah-langkah metodologis yang terdiri dari 6 langkah yaitu inferensi logis, silogisme interpretasi / instrumentasi / sampel / penyusunan skala, pengukuran / pengambilan sampel / estimasi parameter, pengujian hipotesis, dan pembentukan konsep atau penyusunan proposisi. Aspek objektivitas dalam penelitian sosiologis ditentukan oleh kualitas validitas dan reliabilitas dalam menguji konstruksi sosial.

Metodologi Penelitian Dengan Objek Hukum Yang Dikonsepkan Sebagai Realitas Maknawi Yang Berada Di Alam Subjek.
    Aliran pemahaman aksi dan interaksionisme berpendapat bahwa realita kehidupan itu tidaklah muncul secara empiris dalam alam amatan dan nampak dalam wujud perilaku yang terpola dan terstruktur karena bisa diukur-ukur. Menurut Herbert blumer interaksionisme simbolik bertumpu pada tiga premis: manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada pada sesuatu itu menurut mereka, makna berasal dari interaksi sosial, dan makna disempurnakan di saat proses interaksi tersebut berlangsung. Artinya makna tercipta dari proses-proses sosial di dalam masyarakat yang membentuk pola dengan waktu tertentu.
    Menurut blumer proses sosial dalam kehidupan kelompok lah yang menciptakan dan bahkan menghancurkan aturan-aturan bukan sebaliknya aturan lah yang menciptakan dan menghancurkan kehidupan kelompok. Pada dasarnya kehidupan merupakan percampuran berbagai pandangan di dalam masyarakat serta sebuah siklus yang terus berlangsung dengan modifikasi-modifikasi dan interaksi-interaksi tanpa henti. Masyarakat merupakan produk dari interaksi yang kemudian untuk mengatur tersebut diciptakanlah sebuah aturan, aturan ini mengatur interaksi dan interaksi ini akan menciptakan aturan lagi dan seterusnya. Kegagalan interaksi antara individu dan aturan serta pertautan semua di dalam diri individu menyebabkan anomali yang melanggar aturan tersebut oleh individu. Pada akhirnya keanomalian ini menjadi sebuah objek yang dapat dikenakan sanksi oleh aturan yang berlaku.
    Metode hukum dapat dilakukan dengan dua cara yaitu metode hermeneutik dan dialektika dalam proses pencapaian kebenaran. Hermeneutik dilakukan melalui identifikasi kebenaran atau konstruksi pendapat dari orang perorang sedangkan dialektika membandingkan pendapat dari orang perorang yang telah diperoleh melalui hermeneutik untuk memperoleh suatu konsensus atau kebenaran yang disepakati. Dalam hal ini Hermeneutik adalah penafsiran kita atau penafsiran seseorang atas suatu tulisan atau kata yang disampaikan, sedangkan dialektika adalah diskusi terkait interpretasi dari masing-masing orang hingga akhirnya mengetahui di mana perbedaan pandangan dan menyepakati perbedaan tersebut menjadi suatu konsensus.

Menurut miles dan huberman ada 3 komponen analisis dalam penelitian kualitatif yaitu:
  1. Reduksi data, proses seleksi pemfokusan penyederhanaan dan abstraksi data yang ada dalam catatan tertulis di lapangan titik reduksi ini berlangsung sepanjang pelaksanaan riset, dengan mengambil fokus serta intisari dari catatan-catatan tersebut sehingga data yang dihasilkan lebih kualified
  2. Penyajian data, adalah suatu struktur organisasi informasi yang memungkinkan kesimpulan riset dapat dilakukan. penyajian ini berupa susunan kata yang sangat jelas dan maksud serta maknanya tersampaikan ataupun berupa infografis atau tabel dan kolom matriks.
  3. Menarik kesimpulan atau verifikasi, yang tidak sesuai dengan teori yang ada dapat didalami dan menjadi falsifikasi dari teori tersebut sehingga kita dapat mengkritik teori yang sudah ada.


Jumat, 02 Desember 2022

Goal dan Ukuran Kinerja Bab IV BOOK STREET-LEVEL BUREAUCRACY Dilemmas of The Individual in Public Service (Michael Lipsky, 1980)


Bab IV
Goal dan Ukuran Kinerja

BOOK STREET-LEVEL BUREAUCRACY
Dilemmas of The Individual in Public Service
(Michael Lipsky, 1980)

    Organisasi menekankan pada supervisor untuk terus menjaga agar tujuan tercapai termasuk melalui mekanisme kinerja untuk mengukur feedback dari pegawai. semakin jelas tujuan maka akan semakin mudah pengukuran kinerja. Ambiguitas dan ketidakjelasan tujuan tidak akan dengan tepat mampu mengukur kinerja street-level bureaucracies, dan hal ini merupakan faktor yang fundamental dalam menilai pegawai dan dalam sektor publik hal ini selalu menjadi isu apalagi masyarakat dan perkembangan semakin berkembang yang tidak dapat hanya dilihat dari sisi material seperti sektor private tetapi dari berbagai aspek.
    Tujuan sering menjadi ambigu karena merupakan akumulasi dari pembuatan peraturan awal hingga pelaksanaan karena semakin jenjang jarak maka bias akan semakin besar (margin of error semakin tinggi). Kegagalan legislator dalam menangkap semua permasalahan merupakan cikal bakal dari bias permasalahan, begitu juga dengan waktu dan perkembangan masyarakat yang selalu berubah. proses pelaksanaannya juga melibatkan banyak pihak sampai kepada masyarakat, biasa juga dipengaruhi oleh pandangan setiap aktor yang berbeda-beda.
    Selain itu tujuan-tujuan dibuat juga sering bersifat inkremental dengan kontradiktif aturan atau perbedaan cara pandang misal ketika sebuah peraturan sudah dijalankan dalam suatu program kemudian terjadi perubahan kembali lalu terjadi perubahan kembali dan seterusnya terkadang perubahan yang baru tidak menutup hal yang lama sehingga beberapa program yang lama masih dijalankan kemudian ditambah dengan program yang baru dan ditambah lagi dengan program yang baru begitu juga seterusnya sehingga beban pekerjaan akan semakin tinggi dengan kumpulan program-program yang sudah berjalan. Adanya konflik of interest dari masing-masing komunitas pembuat kebijakan seolah-olah kebijakan itu adalah menampung semua aspirasi dari pembuat kebijakan. Sehingga dalam pelaksanaannya seringkali terjadi kontradiktif dan tidak fokus sehingga terlalu menyebar yang menyebabkan beban pekerjaan untuk menjalankan program semakin tinggi.
    ASN SLB membutuhkan tujuan yang jelas bukan suatu program yang ambigu atau kekurangan kemampuan untuk melihat kondisi realitas di lapangan.Ada tiga karakter konflik yang sering ditemui antara lain:
  1. Tujuan kepentingan individu masyarakat bertentangan dengan kepentingan sosial yang lebih besar
  2. Tujuan kepentingan individu masyarakat bertentangan atau berkonflik dengan organisasi publik
  3. Tujuan kepentingan SLB yang memiliki harapan individu bertentangan dengan kebutuhan banyak pihak lain seperti para perumus atau pembuat atau pihak-pihak lain yang berkepentingan dan peraturan tersebut.
CLIENT-CENTERED GOALS VERSUS SOCIAL ENGINEERING GOALS
    Permasalahan ini adalah muncul ketika legislator tidak dapat menangkap nilai dan norma yang dalam masyarakat yang diterjemahkan ke dalam administratif atau peraturan. Ketika peraturan tersebut diterapkan kepada masyarakat, malah menganggap peraturan tersebut tidak cocok di dalam masyarakat sehingga perlu dilakukan evaluasi. Misal konflik antara peraturan pendidikan di mana individu di kompetisikan untuk mencapai target yang telah ditetapkan sekolah, pada akhirnya menimbulkan persaingan dan budaya individualistik dan menyebabkan norma sosial seperti kebersamaan menjadi rusak. Adanya pertentangan dampak dari suatu kebijakan dengan nilai-nilai di dalam masyarakat.
    Suatu sumber masalah tidak dapat dilihat secara silo karena keterkaitan dari masing-masing masalah yang timbul adalah saling berkaitan. Seperti kemiskinan, terdapat pola yang saling berkaitan mulai dari tidak ada pekerjaan atau tidak mengetahui cara mencari uang yang keduanya berasal dari dinas pendidikan dan dinas pekerjaan, walaupun dinas pekerjaan sudah berupaya keras tetapi karena faktor otak yang dari dahulu kurang gizi dan sakit-sakitan tentu berhubungan dengan kesehatan, walaupun dinas kesehatan sudah berupaya maksimal tetapi karena pemahaman kurang maka program juga gagal. begitu juga seterusnya dan menjadi sebuah siklus masalah yang berputar. Masalah muncul dari sumber mata air dan terus mengalir dan membentuk suatu siklus yang tidak dapat bisa diselesaikan pada tiap-tiap aliran yang terpisah-pisah tersebut karena semua merupakan satu kesatuan aliran. untuk menyelesaikan semua siklus maka program bersamaan dan terstruktur merupakan cara yang dapat ditempuh.

Prosedur Dianggap Tidak Adil
    ASN SLB yang berhadapan langsung dengan masyarakat tidak hanya harus mahir pada bidangnya tetapi juga harus profesional artinya harus dapat benar-benar memahami pelayanan yang diberikan termasuk lingkungan di luar yang berkaitan dengan masyarakat yang dilayani. Misal pelayanan kegiatan ekspor impor berarti sebagian besar dari pengguna jasanya adalah perusahaan ekspor impor atau bidang-bidang yang bergerak di perdagangan ekspor impor atau masyarakat yang punya keinginan untuk melakukan ekspor impor.
    Ada sebuah fakta yang menarik bahwa dalam menghadapi penilaian profesional seringkali orang akan melihat pada second opinion, contoh jika seseorang menderita sakit dan ke dokter pertama akan menyarankan untuk dilakukan operasi, orang tersebut menolak lalu mencari dokter yang lain, dan dokter kedua menyarankan untuk mengkonsumsi obat-obat tertentu, orang tersebut masih menolak dan mencari alternatif ketiga yaitu dokter ketiga yang menyarankan untuk melakukan olahraga setiap pagi, lalu orang tersebut juga masih menolak karena sangat berat dilakukan dengan kondisinya saat ini akhirnya dia mencari alternatif lain dan dokter kelima menyarankan untuk dia meminum air putih setiap pagi dan ternyata saran dokter ke-5 yang dituruti oleh pasien tersebut, artinya masyarakat selalu ingin mencari alternatif dari sebuah pelayanan yang paling cocok dengan dirinya begitu juga dalam layanan publik tidak hanya prosedural yang harus dijalankan tetapi disediakan beberapa alternatif yang dapat mereka pilih sesuai dengan kebutuhan masing-masing individu.
    Baik seorang dokter maupun seorang guru sebagai ASN SLB, mereka langsung berhadapan dengan masyarakat dan tentu sebagai individu mereka memiliki goal dan tujuan tersendiri tetapi mereka bekerja dalam suatu organisasi baik itu rumah sakit maupun sekolah yang tentunya memiliki prosedur dan ketentuan-ketentuan yang harus ditaati. Akan selalu ada keterbatasan jumlah ASN SLB atau profesional yang melayani masyarakat sehingga pada akhirnya konflik internal sendiri karena keterbatasan tersebut menyebabkan tingkat profesional menurun karena harus melayani banyak sehingga tidak fokus dan menyebabkan demand and supply dari suatu pekerjaan tidak seimbang.

CLIENT-CENTERED GOALS VERSUS ORGANIZATIONAL GOALS
    Apa yang dilihat di depan mata tentu akan berbeda dengan apa yang orang lain lihat. Apalagi jika orang lain tersebut adalah sekumpulan orang yang merancang peraturan, masing-masing individu tersebut saja sudah membiaskan apa yang diterima lalu kumpulan pemikiran tersebut diekstraksi dalam sebuah tulisan yang memiliki banyak keterbatasan bahasa. Walaupun terkesan bahwa kumpulan orang memiliki cara pandang yang lebih maksimal dari banyak sudut dibanding satu orang yang hanya melihat dari satu sudut, maka keambiguitasan dan ketidakjelasan tujuan akan semakin terlihat juga pada sebuah peraturan.
    Pada akhirnya sering terjadi konflik antara individu dan organisasi. Konflik antara birokrasi informasional dan prosedural. Seorang guru sebagai profesional dia melihat potensi dan kemampuan anak berbeda-beda tetapi organisasi atau sekolah menginginkan standar sekolah menjadi sekolah yang unggul dengan nilai anak-anaknya yang sangat baik.
    Salah satu problematis yang sangat fundamental yang dihadapi oleh ASN SLB adalah bagaimana memberikan pelayanan yang bersifat masif kepada masyarakat, ditambah lagi bagaimana variasi masyarakat sendiri dalam menerima pelayanan tersebut. Pelayanan ASN SLB menjadi sebuah seni di mana pelayanan yang masih dan sesuai standar akan diberikan kepada individu yang beragam dan berbeda-beda, ditambah lagi apabila barang dan jasa publik tersebut terbatas maka mekanisme dan politik maupun hubungan emosional akan saling berpengaruh untuk menentukan siapa yang memperoleh pelayanan.
    Kontinuitas pelayanan dan keefektifan pelayanan ASN SLB terus menjadi sorotan. Keinginan organisasi untuk terus menambah pelayanan membuat pekerjaan ASN SLB semakin bertambah. Semakin banyak pelayanan dan kemudahan pelayanan semakin tinggi permintaan tersebut, semakin tinggi pelayanan maka anggaran yang dibutuhkan untuk mendukung pelayanan juga semakin tinggi. Kesulitan lain adalah menjaga kualitas dari sesuatu yang masif karena semakin besar pelayanan maka margin of errornya aku juga akan semakin tinggi. Pada akhirnya ASN SLB harus dapat dengan segala keterbatasannya menciptakan dan menghasilkan pelayanan yang bijak serta memuaskan masyarakat tapi di satu sisi dengan efisiensi yang maksimal.

GOAL CONFLICTS AND ROLE EXPECTATIONS
    Pada akhirnya, konflik tujuan dan ambiguitas tujuan muncul dari kontradiksi harapan dan aturan yang dijalankan ASN SLB. Pada umumnya teori harapan berasal dari tiga sumber yaitu: rekan kerja dan pihak lain uang bekerja menempati posisi yang melengkapi pekerjaan; kelompok tertentu yang mendefinisikan harapan yang sama; harapan publik dimana konsensus tentang role expectations dapat diperoleh. Ada tiga hal utama yang membuat ekspektasi dari pelayanan akan berbentuk dengan kebijakan yang ambigu dan konflik:
    Adanya perbedaan cara pandang seseorang mengenai suatu pelayanan misal, kelompok masyarakat menginginkan polisi untuk bertindak tegas dan dilengkapi dengan seperangkat legalitas untuk menindak tegas setiap kejahatan. Kelompok yang lain menginginkan polisi hanya sebagai mencegah terjadinya kejahatan dan memelihara keamanan. Contoh lain adalah sebagian besar orang tua menginginkan anaknya mendapatkan pendidikan dasar dalam bersosialisasi di sekolah dan sebagian kelompok lagi mengharapkan anaknya memperoleh pendidikan keterampilan dan keahlian di sekolah. Perbedaan pandangan ini menyebabkan tujuan dari suatu program menjadi kabur atau tidak jelas bisa jadi program ini bertujuan untuk meningkatkan pendidikan tetapi pendidikan seperti apa sesuai perspektif masing-masing kelompok, hal inilah yang membuat tujuan program menjadi ambigu. Pada tahap ini juga ASN SLB akan mendapat tantangan konflik dari persepsi kelompok masing-masing ditambah lagi persepsi individu dan organisasi dari ASN. Semakin beragam dan bervariasinya membuat layanan akan difokuskan untuk melayani setiap individu dengan berbagai karakter tetapi hal itu sangat sulit dilakukan sehingga harus kembali lagi ke tradisional yaitu positivistik atau keseragaman. Karena keambiguan tersebut yang diterjemahkan oleh perspektif kelompok seperti apakah lebih baik diberikan hukuman dan peraturan yang ketat atau fleksibilitas dan waktu yang bisa disesuaikan terhadap para pekerja? Perbedaan perspektif sosial juga telah dibumbui dengan pengalaman masa lalu menimbulkan perspektif yang lebih tajam misal komunitas kulit hitam dan kulit putih di Amerika atau pandangan setiap pengurusan pelayanan harus menggunakan uang agar cepat.
    Dimensi dari ambiguitas adalah datang dari rekan kerja. Kondisi kerja yang sama membuat mereka sama-sama mengerti bagaimana tekanan pekerjaan yang mereka rasakan. Kesamaan nasib akan memperkuat atau melemahkan moral masing-masing. Bagaimana deskripsi yang diambil oleh ASN SLB akan sangat berdampak pada komunitas masyarakat yang memiliki persepsi sendiri-sendiri. ASN dituntut harus netral, jujur
    Individu klien yang dilayani pada prinsipnya memiliki karakter khusus dan spesifik yang berbeda dari kelompoknya ataupun mungkin mirip tapi tidak sama. ASN SLB tidak harus menempatkan kepentingan atau karakter permintaan dari individu yang dilayaninya karena ASN SLB lebih berpegangan pada prosedur dan peraturan yang telah ditetapkan. Tetapi interaksi tatap muka dan empati ASN SLB mendorong untuk memberikan pelayanan spesifik dan dapat menjadi tekanan ketika organisasi sangat ketat dan tidak memiliki budaya profesional. Beberapa asosiasi profesional dalam memberikan pelayanan masyarakat membuat aturan internal asosiasi agar profesinya dapat netral dan menjaga intervensi dari pihak-pihak lain. Konflik tidak hanya soal ketidakjelasan dan keambiguan aturan tetapi juga kurangnya kejelasan ekspektasi peran yang berdampak pada personel dan akan mengurangi kinerja individu dan pasti berdampak juga ke organisasi.

Performance Measure
    Di dalam sektor publik pengukuran kinerja sangat sulit untuk dilakukan. Kinerja seringkali ditentukan oleh politisasi. Tujuan dari organisasi publik harus mampu bekerja secara efisien dengan sumber yang terbatas dan menghasilkan produk yang memuaskan semua pihak. Tingkat kepuasan ini sulit untuk diukur secara kuantitas berbeda dengan sektor bisnis di mana fokusnya hanya pada memaksimalkan keuntungan yang dapat lebih mudah terukur. Output maupun diskresi yang dibuat oleh ASN SLB sangat situasional, sehingga pengukurannya pun tidak bisa dilihat dari satu dimensi. Lembar pengukuran kinerja sudah ditentukan di awal dan menjalankannya penuh dengan ambigu antara tulisan maupun praktek.
    Kebingungan dari pengukuran kinerja misal ketika kinerja sudah masuk dalam suatu program antara pendidikan atau keamanan. Padahal belum ada konsensus di tengah masyarakat mana yang harus didahulukan. Hal lain yang sangat hangat adalah ketika terjadi pandemi antara ekonomi dan kesehatan kedua-duanya sama-sama penting tetapi harus ada satu yang dikorbankan dan disinilah ambiguitas terjadi. Banyak penyebab ketidak efektifannya pengukuran kinerja di dalam sektor publik selain karena terlalu banyaknya variabel dan varietas output yang sangat besar dari respon yang diterima oleh setiap masyarakat. Misal suatu pengukuran yang dilakukan terhadap manfaat training pekerjaan sebelum bekerja dan hasilnya adalah 40% dari jumlah yang mengikuti training berhasil mendapatkan pekerjaan. Apabila objek penelitian diambil dari orang yang sama sekali tidak memiliki kesiapan bekerja maka nilai 40% itu adalah sangat baik tetapi apabila objek penelitian diambil dari memang orang-orang yang sudah siap bekerja maka nilai 40% itu menjadi kurang baik. Pada akhirnya program bisa dikatakan efektif dan tepat apabila subjek dari program tersebut memang orang-orang yang terukur dan pada akhirnya dapat diukur kinerja ASN.
    Sektor layanan publik akan terus menghadapi profesional judgement, rule ambiguity, dan keputusan yang kompleks. Tolak ukur dan ukuran kinerja biasanya ditetapkan di awal sebagai target dan alat kontrol untuk bekerja tetapi terkadang situasi yang akan terjadi tidak dimasukkan dalam prakondisi ukuran kinerja. Bahkan sering kali ukuran waktu kinerja ini diambil dari pencapaian tahun sebelumnya. Dalam bekerja ASN SLB memerlukan otonomi profesional keputusan sehingga pengawasan yang ketat dan supervisor akan membuat sikap profesional tidak dapat terpenuhi. Sikap profesional termasuk otonomi dan kebebasan dalam menjalankan pekerjaannya karena pedoman atau peraturan sudah ada dan kebebasan untuk menjalankan pemahaman terhadap keputusan yang akan dibuat yang menjadi tanggung jawabnya tetapi peran supervisor karena melakukan pengawasan melekat dan tugas untuk menjaga tujuan organisasi tercapai memiliki kewenangan untuk menilai bawahannya. sehingga bawahan akan terus merasa diawasi dan kebebasan otonom di tambah pengetahuan yang kurang pasti akan selalu melibatkan supervisor.
    Walaupun kebebasan dan otonomi diberikan, organisasi tetap memberikan standar jumlah atau kuantitas yang harus diperoleh oleh ASN SLB agar pekerjaan tersebut diukur secara kuantitas misal di kepolisian jumlah orang yang ditahan dalam satu bulan. Walaupun dari sisi profesional polisi dapat memberikan diskresi apakah ditahan atau tidak walaupun pada kenyataannya sebenarnya semua orang tidak perlu ditahan tetapi karena adanya penilaian kuantitas yang akhirnya mendorong polisi untuk menahan semua orang.

“policemen typically are asked to make a certain number of arrests per month. Social workers are asked to maintain a certain monthly intake and case-closing rate. But these measures are only problematically related to public safety, or to clients' ability to cope with problems that are in part the objectives of these interactions. And they have nothing to do with the appro-priateness of workers' actions, or the fairness with which they were made, the net results of which determine the rates on which workers are judged.”

    Apakah peningkatan sosialisasi, peningkatan output, peningkatan penahanan oleh polisi, peningkatan patroli yang kesemuanya merupakan indikator dari kinerja merupakan tolak ukur keberhasilan kinerja? Dan apakah output tersebut merupakan indikator keberhasilan kinerja?Hal silo seperti ini tidak dapat dilihat hanya dari satu dimensi misalkan keberhasilan penurunan kejahatan bukan hanya kerja polisi tetapi rantai kejahatan misal berasal dari individu, lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, beberapa sektor seperti pendidikan, sosial, kesehatan, agama dan sebagainya.
    Apakah ketika terjadi penurunan kesejahteraan dan menyebabkan output yang dihasilkan oleh pekerja kesejahteraan menjadi menurun menandakan bahwa ASN kinerja kesejahteraan kurang baik? Padahal hal tersebut terjadi pada konteks yang lebih luas bahwa saat itu ekonomi sedang membaik dan perekonomian tumbuh dengan baik sehingga sedikit orang yang membutuhkan layanan kesejahteraan.

“Despite the difficulties of performance measurement, street-level bureaucracies do seize on some aspects of performance to measure. They tend to seek reports on what can be measured as a means of exercising control. In tum, the behaviour of workers comes to reflect the incentives and sanctions implicit in those measurements”. The relationship between performance measures and behaviour was perhaps first highlighted by sociologist Peter Blau when he observed that when the employment agency he WaS studying began to be evaluated in terms of its placement rate, employment counsellors shifted the focus of their work to the more easily employed at the expense of those more challenging to place.27 This illustrates the general rule that behaviour in organizations tends to drift toward compatibility with how the organization is evaluated”.

    ASN SLB sering juga diukur dari pengalaman dan pendidikan yang mereka miliki. Tahap selanjutnya terdapat assessment atau penilaian terhadap kompetensi seorang pegawai. Kemampuan ini akan dihubungkan dengan pengukuran kinerja pegawai.Walaupun tidak dengan jelas apakah training atau pengalaman dapat diasosiasikan dengan pekerjaan yang lebih baik. Begitu juga dengan senioritas, tidak menjamin bahwa lebih senior maka lebih dapat memahami semua dan kinerjanya lebih baik dari juniornya. Misal Dosen junior yang belum memiliki pengalaman terutama pengalaman jelek masih sangat tertarik melakukan pekerjaanya, energetik, ambisius dan memiliki cara-cara baru, teknik baru dan antusias dalam pekerjaan.
    Ukuran output pekerjaan seperti jumlah kasus, rata-rata penangkapan, jumlah kunjungan ke rumah, jumlah customer yang datang, maka hal-hal tersebut selalu dijadikan tolak ukur kinerja. Organisasi berfokus pada dua hal utama sebagai pertimbangannya yaitu:
  1. Pembayaran diberikan atas kompensasi waktu yang diberikan oleh pegawai bekerja, maka seringkali bekerja tidak bekerja yang penting absen adalah ciri bahwa organisasi hanya memberikan pembayaran atas waktu pegawai.
  2. Pengalaman dan masa kerja, karena menjadi tolak ukur kinerja seseorang.
    Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa banyak kegiatan yang lebih bermanfaat di luar dari indikator kinerja yang harus dikerjakan. Pada akhirnya kerja yang bermanfaat tersebut tidak dapat terukur oleh kinerja ataupun pengalaman junior dapat diganti dengan semangat, energisitas, kemampuan serta perubahan-perubahan radikal yang dapat memberikan efek baru bagi organisasi misal dengan metode-metode atau teknik yang selama ini mengalami kebuntuan pada program sebelumnya.

Pilih Kuantitas atau Kualitas
    ASN SLB selalu berupaya untuk mencari cara yang lebih produktif untuk mengatasi tingginya beban kerja, cara-cara ini tidak dihitung dalam kinerja hanya sebagai upaya rasional mereka untuk menurunkan beban kerjanya. tetapi terkadang juga menyebabkan kualitas yang menurun karena kinerja dinilai secara kuantitas. Albert Hirschman mengatakan ada dua cara umum bagi organisasi untuk memperbaiki diri sendiri yaitu melalui anggota/ pegawai dan masyarakat/stakeholdernya. masukan dari kedua aspek ini akan sangat penting dalam memperbaiki organisasi jika ada yang salah.
    Customer pada pelayanan publik juga tidak selalu mendapatkan penilaian yang periodik artinya terkadang mereka memenuhi kebutuhannya tidak selalu berurutan tapi sesuai keperluan. Pengukuran pelayanan biasanya ditentukan dengan standar. keterbatasan resource menyebabkan organisasi berlomba-lomba untuk peningkatan. Resource yang bagus dapat mampu menyesuaikan dengan kualitas pelayanan, misal uang semakin tinggi pelayanan maka uang yang dikeluarkan akan semakin tinggi semakin rendah pelayanan maka uang yang dikeluarkan semakin rendah tetapi hal ini akan sangat menarik ketika nilai uang tersebut harus dikonversikan ke nilai waktu, kompleksitas mendapatkan layanan, pekerjaan ekstra yang harus dilakukan yang tentunya sangat menyita tenaga dan waktu.

Selasa, 29 November 2022

Info Grafis Data



Data diperoleh dari data empiris, lalu menjadi sebuah informasi, informasi-informasi yang ada menjadi pengetahuan dan seterusnya.


Proses perubahan data sampai menjadi Wisdom adalah bentuk pendalaman dan pengolahan

analytic data merubah data menjadi informasi, pengetahuan, dan akhirnya diambil kebijakan




Model Analytic data mulai dari data dapat memberikan gambaran, lalu gambaran di diagnostik atau dianalisas lebih mendalam, dan dapat menjadi trend yang dapat di prediktif kemudian macam-macam trend menjadi preskriptif untuk gejala-gejala tertentu (prescriptif sudah seperti resep obat)
Manfaat data


Literasi Digital
Kebijakan di kemenkeu PMK 191/2018 dan KMK 241/2021 &KMK 942/2019 etika penggunaan internet. Transformasi digital kemenkeu 2019-skrang. mewujudkan budaya kemenkeu berbasis digital (memasukkan nilai2 kemenkeu dalam kecakapan digital)

hak digital (akses, ekspresi dan aman) merupakan salah satu bagian dari HAM yang menjamin tiap2 orang untuk dapat mengakses, menggunakan,membuat, mengekspresikan dan menyebarluaskan media digital. tentu dengan rambu-rambu tertenntu, prinsipnya sama seperti hak asasi manusia lain seperti hak bicara dan berpendapat.

pemerintha harus melindungi hak2 tersebut seperti aman (bebas dari peretasan, penyadapan, perlindungan privasi, dsb), akses (penyedian infrastruktur digital, akses digital ke seluruh wilayah, kesetaraan akses gender dsb), Ekspresi (kebebasan berkespresi dengan norma dan nilai)

Pola kerja baru dari Transformasi digital yaitu system kerja hybrid (bekerja terbebas dari ruang dan waktu, bekerja anywhere/WFA work from anywhere dan anytime)virtual time (homebase, rumpun, jarak tmpt tinggal)

Digitalisasi layanan
Kompetensi digital literacy

- Digital skill, digital ethics, digital culture dan digital safety































TIK : KMK 241/2021 tentang TIK

Senin, 28 November 2022

Kondisi Bekerja dan Masalah Sumber Daya Bab III BOOK STREET-LEVEL BUREAUCRACY Dilemmas of The Individual in Public Service (Michael Lipsky, 1980)

Kondisi Bekerja dan Masalah Sumber Daya
Bab III

BOOK STREET-LEVEL BUREAUCRACY
Dilemmas of The Individual in Public Service

(Michael Lipsky, 1980)

    SLB secara konsisten dikritik atas ketidakmampuan mereka menyediakan layanan yang responsif dan pelayanan yang tepat. SLB juga dikritik karena tidak mampu memberikan pelayanan human service tetapi hanya seperti mesin yang diperintah. Lingkungan kondisi kerja dari SLB sangat terstruktur adalah dalam prakteknya banyak kondisi-kondisi yang berada di luar jangkauan prosedur sehingga mereka dituntut untuk dapat membuat diskresi. SLB juga memiliki pengalaman pada kondisi kerja sebagai berikut:
  1. Keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh SLB untuk memberikan kinerja dalam kondisi-kondisi yang sangat fluktuatif
  2. Permintaan untuk layanan cenderung dapat terus meningkat
  3. Target organisasi yang cenderung sangat ambisius dan melupakan kemauan keinginan dari SLB
  4. Kinerja diorientasikan hanya pada pencapaian goal organisasi saja
  5. Pengabaian SLB dan tekanan organisasi berakibat SLB mencari jalan tengah lain
    Bahkan ketika organisasi memberikan kelonggaran yang dianggap sebagai kompensasi dari tekanan ambisinya, sehingga tuntutan organisasi tidak akan berkurang dan akan terus bertambah dengan kompensasi yang menurut organisasi sudah sangat cukup tetapi perlu diingat bahwa tiap SLB memiliki kebutuhan yang berbeda dan hal itu tidak pernah cukup.

Masalah Sumber Daya
    Pembuat kebijakan selalu berada dalam kondisi keterbatasan waktu dan informasi. ketika membuat suatu kebijakan upaya untuk menyerap informasi dari lapangan serta pengamatan cenderung tidak maksimal karena mengabaikan hal-hal kecil yang mungkin dapat menjadi vital dan dilaksanakan dengan cerminan waktu ke belakang serta dalam tempo yang segera. Dalam pembuatan kebijakan, hasil produk kebijakan tersebut pasti memiliki kekurangan-kekurangan dari bias-bias informasi tersebut. di sinilah SLB dituntut untuk dapat membuat kebijakan atau diskresi dari celah-celah yang luput dari suatu kebijakan dan kondisi aktual di lapangan.
    Banyaknya dan variatifnya subjek serta tingginya frekuensi yang harus dilayani, sementara SLB hanya berpegangan pada prosedur yang pada akhirnya tidak dapat melihat subjek yang potensial maupun subjek yang dapat mempengaruhi opini publik sehingga memperkeruh pandangan tentang pemerintah dalam memberikan pelayanan. SLB juga sering dihadapkan pada jumlah klien yang tinggi dengan variatif masalah yang beragam sehingga pengukuran kuantitas tidak dapat mewakili beban pekerjaan SLB. Tingginya frekuensi juga menyebabkan lambatnya proses, kapasitas kompetensi dari ASN SLB juga mempengaruhi kecepatan serta penggunaan sarana dan prasarana dalam mendukung pekerjaan juga dapat mempengaruhi kecepatan proses.
    Bagaimana SLB harus dapat berlaku adil dan setara dalam menghadapi banyaknya dan tingginya frekuensi customer yang datang di saat tertentu. Selain itu problemnya pun juga sangat bervariasi sementara kemampuan dari masing-masing klien tentu terbatas dan tingkat problem bagi masing-masing individu juga berbeda-beda, ada yang perlu segera diselesaikan dan ada yang masih dapat ditunda. bagaimana SLB mampu untuk memberikan keadilan memprioritaskan, dengan memberikan diskresi? tetapi unsur keadilan dan kesetaraan dapat dilaksanakan juga?
    Tuntutan yang tinggi tetapi tidak disertai dengan sumber daya yang cukup maka akan menimbulkan stres bagi individu yang menjalankan kebijakan pada level SLB. Di satu sisi ketidakmampuan untuk mengambil keputusan yang cepat akan diinterpretasikan sebagai tidak kompeten atau kekurangan dari SLB. pelayanan pada level SLB juga identik dengan pelayanan administrasi, di mana klien harus mengisi form dan menyiapkan berkas-berkas terlebih dahulu yang tentunya memakan waktu sangat banyak dari sisi klien sementara itu di sisi ASN SLB juga tetap harus menyiapkan administrasi yang memakan waktu cukup panjang.
    Pekerjaan-pekerjaan rumah tangga dalam birokrasi sangat menyita waktu seperti persiapan planning, pengisian formulir, ikut serta dalam seminar dan sebagainya yang kadang tidak berhubungan dengan pekerjaannya di dalam pelayanan publik. SLB dihadapkan pada kekurangan sumber daya seperti kekurangan pengalaman dan kekurangan pelatihan yang sangat diperlukan dalam menghadapi tuntutan yang variatif dan permasalahan di luar dari prosedural.
    Dari sisi perspektif manajemen, SLB bersumber dari unit yang terkhusus untuk melaksanakan tugas tertentu dan menghadapi berbagai situasi adalah sangat individual. Pekerja yang memiliki banyak pengalaman serta berbagai situasi yang pernah dilalui akan memperoleh respon yang cepat serta dapat menyelesaikan permasalahan dan dapat bekerja dengan baik keluar dari tekanan stress karena pengetahuan dan pengalaman tersebut. Apa yang dihadapi oleh SLB tidak dapat diprediksi dan setiap saat dapat mengancam kedudukannya sehingga sikap hati-hati dan menahan diri juga tetap terpelihara di ASN SLB.
    Suatu contoh bagaimana SLB ketika melihat pelanggaran tetapi ketika subjek tersebut bersikap sopan maka SLB akan melunak. sehingga konsep prosedural dapat dikalahkan oleh pengaruh emosi antar individu, tapi sebaliknya apabila pelanggar bersikap tidak sopan walaupun dia tidak melanggar maka SLB akan cenderung memperlakukannya dengan tidak sopan, artinya bahwa komunikasi antar individu mempengaruhi komunikasi prosedural. Dalam pelaksanaan tugas ASN SLB seringkali mendapatkan ancaman dan perlakuan yang kurang baik dari internal maupun eksternal. Contoh polisi ketika menghadapi kejahatan maka dia harus berbuat dengan ancaman dari penjahat begitu juga dengan guru ketika mengajar akan menghadapi ancaman maupun perlakuan yang mengancam dari muridnya. Beberapa ASN penegakan hukum seringkali mendapatkan ancaman baik soft ancaman maupun hak ancaman yang membahayakan dan mengancam dirinya ketika melaksanakan tugas. selain itu ancaman juga dapat datang dari atasan terutama posisi atasan sebagai penilai dapat memutar balikkan pandangan dan persepsi yang sangat subjektif.
    Ancaman internal datang dari kondisi organisasi seperti dari atasan, dari target, dan dari kondisi lingkungan kerja sementara ancaman eksternal datang dari pihak yang dihadapi dalam memberikan pelayanan maupun menegakkan peraturan. Hal ini akan berdampak pada psikologi ASN. Sebagai seorang polisi seringkali dihadapkan pada situasi yang sempit ketika memutuskan untuk menembak atau tidak menembak, menangkap atau tidak menangkap, atau melawan dalam rangka perlindungan diri.

Dr. Alfred Bloch, who evaluated and treated more than 200 inner-city Los Angeles teachers who had been assaulted while on the job, likens the psychological impact of these experiences to battlefield trauma. One recent study discovered significant correlations between relatively poor mental health and three indicators characteristic of street-level work: re-source inadequacy, overload (e.g. high caseloads, overcrowded classrooms), and role ambiguity.19”

Demand and Supply, or Why Resources Are Usually Inadequate in Street-Level Bureaucracies
    Karakteristik dalam pelayanan SLB ini adalah permintaan akan terus meningkat sementara resource tetap bahkan menurun. Apabila pelayanan meningkat maka permintaan akan layanan juga meningkat sehingga dibutuhkan resource untuk menghadapi permintaan yang tinggi tersebut. Setiap adanya pelayanan baru atau peningkatan pelayanan akan berdampak pada permintaan layanan seperti contoh ketika pemerintahan new York menambah jalur kendaraan yang sering macet bukannya malah menyelesaikan masalah macet karena semakin lancarnya jalan orang-orang beralih lagi ke menggunakan kendaraan pribadi sehingga lambat laun kemacetan pun terjadi lagi walaupun jalan sudah dilebarkan. Contoh lain misal ruang gawat darurat rumah sakit menjadi kebanjiran karena menyediakan perawatan medis gratis atau akses mudah ke perawatan pada saat sumber daya kesehatan lainnya, seperti dokter keluarga, semakin sedikit tersedia. Maka dari itu setiap pelayanan yang ditingkatkan akan tetap kebanjiran permintaan dari layanan tersebut dan SLB akan selalu sibuk karena kemudahan layanan.
    Sedangkan dari sisi anggaran semakin tinggi pelayanan yang diberikan maka jumlah anggaran akan semakin membengkak dan akhirnya mau tidak mau pelayanan harus di filter kembali hal ini sangat kontradiktif antara memberikan pelayanan terbaik dan pada akhirnya menguranginya kembali atau merupakan solusi mencari yang terbaik dari yang baik sehingga dapat proporsi paling ideal dari sebuah pelayanan. Salah satu dimensi dari pelayanan publik adalah quantity, untuk memahami antara permintaan dan sumberdaya dalam praktik maka harus memahami arti dari permintaan publik tersebut. Permintaan atas layanan publik bukan hanya dipandang sebagai sebuah transaksi antara pemerintah dan warganya tetapi juga konsep transaksi semakin tinggi permintaan maka kebutuhan resource/sumber daya untuk memenuhi permintaan juga semakin tinggi.
    Semakin mudah dan murah layanan diperoleh masyarakat maka intensitas akan semakin tinggi. Sementara itu, resource terbatas dan akhirnya layanan unggulan semakin menurun kualitasnya. Beberapa kondisi dan yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
  • Ketika waktu SLB senggang, maka mulai memikirkan tambahan layanan ekstra bukan mengembangkan dan meningkatkan kualitas layanan
  • Klaim kualitas seringkali tidak dapat terukur karena tiap layanan dengan mempertimbangkan kualitas akan mempengaruhi waktu satu layanan dengan kualitas yang baik akan berdampak pada waktu yang tidak dapat terukur berbeda dengan kuantitas yang mudah diukur. Penilaian kinerja lebih mudah diukur dengan kualitas dan sering kali menjadi dasar pengukuran kinerja yang berdampak pada penilaian pegawai.
  • Walaupun jumlah ASN ditambah, hal ini belum tentu dapat mengefektifkan semua layanan karena walaupun ditambah aktual rata-rata layanan masih tetap sama artinya sebelumnya 10 orang menangani 100 orang walaupun ditambah menjadi 15 orang yang melayani 100 orang waktu pelayanan pun tetap sama. Artinya walaupun 15 orang tadi melayani 100 yang berarti satu orang sebelumnya melayani 10 orang dan sekarang mungkin kurang dari 8 orang waktu yang dibutuhkan juga sama.
    Hal ini juga terjadi ketika pelayanan permintaan pelayanan menurun drastis karena adanya perubahan kebijakan, perubahan populasi atau lingkungan yang berubah maka secara equal tekanan pun masih akan tetap sama. Artinya walaupun dari sisi kuantitas jauh berkurang ketidakcukupan sumber daya pun masih akan tetap ada karena hal-hal berikut: variasi dalam kasus beban tidak melewati ambang batas di bawah yang praktiknya meningkat secara substansial; (z) tekanan beban kasus berkontribusi pada lingkungan yang tetap ada meskipun kondisinya sedikit membaik; dan (3) konteks kerja birokrasi tingkat jalanan memiliki beberapa komponen yang saling berinteraksi.
    SLB berada pada pelayanan yang tidak dapat diprediksi hari ini bisa sangat ramai di waktu tertentu misal jam 10.00 sampai dengan jam 11.00 mencapai tingkatan yang paling tinggi tetapi di waktu berikutnya mungkin akan jauh berkurang semuanya tidak dapat diprediksi, selain itu masalahnya pun juga sangat variatif bisa saja di dalam satu waktu yang sama semua permasalahannya sangat berat dan kemudian bisa jadi dalam waktu yang sama permasalahannya pun juga ringan sehingga prediksi waktu dan kualitas pelayanan maupun kuantitas akan sulit untuk diprediksi. Masalah lain muncul seperti waktu tunggu yang lama, pembatalan janji, system error, dan biaya yang muncul atau tabrakan waktu karena kesulitan men schedule semua waktu. Beberapa solusi dari permasalahan ini adalah swing atau ayunan atau mobilisasi sumber daya yang lain misal ketika satu bagian penuh maka bagian lain akan mengisi untuk mengurangi demand yang terjadi.
    SLB seringkali tidak dilibatkan dalam setiap ide penambahan pelayanan, dan rasional SLB yang selalu ingin mencari keuntungan maksimal maka SLB sering bersifat biasa-biasa saja terhadap ekstra layanan yang sebenarnya berakibat pada tingginya permintaan layanan tersebut. Memang menjadi sebuah dilema ketika layanan semakin baik dan semakin bagus dan semakin mudah maka demand akan semakin tinggi dan permintaan layanan juga akan semakin membludak dan dampaknya adalah kekurangan resource lalu kemudian keterbatasan-keterbatasan ini akhirnya harus membatasi kualitas layanan yang ada atau mengurangi layanan dengan skala prioritas, hanya layanan unggulan yang diambil tetapi layanan prioritas ini harus di timbang menurut siapa dan seiring perkembangan waktu malah turun dan digantikan dengan demand yang tadinya mungkin dianggap paling jelek menjadi yang paling bagus dan yang paling dibutuhkan dalam masyarakat, semua tergantung situasi dan kondisi yang ada. sementara itu untuk ASN SLB yang kekurangan demand atas pelayanan perlu mengisi untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas layanan di sela-sela waktunya yang luang atau mengembangkan kompetensinya melalui pendidikan dan keahlian.