Catatan Labirin Nilai Birokrasi
Indonesia adalah negara yang luas, beragam suku, agama, adat istiadat dan cara pada setiap daerah mencerminkan betapa kayanya Indonesia. Sebagai bangsa yang besar tentu menyatukan perbedaan yang ada di dalamnya juga bukan merupakan perkara yang mudah. Setiap orang memiliki nilai yang diyakini yang terbentuk dari masa kecil hingga tumbuh dewasa, dibesarkan dari nilai budaya, nilai formil, nilai sekolah, nilai bangsa indonesia, nilai agama dan berbagai nilai yang terus berkembang, hingga saat ini nilai teknologi yang masif dan perkembangannya semakin populer menciptakan nilai-nilai baru yang saling berinteraksi, saling bertabrakan, semakin membesar atau mengecil, menguat atau melemah serta menciptakan nilai baru yang berbeda dari nilai-nilai yang ada, nilai disini adalah tolak ukur dari keyakinan seseorang.
Dalam setiap lingkup semua perubahan terjadi, dari individu sendiri sebagai subjek manusia yang memiliki akal pikiran dan memproses semua nilai tersebut dengan pikiran dan hati, berkembang dalam keluarga, dalam masyarakat, dalam suatu organisasi baik formal maupun informal serta dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Organisasi pemerintah juga menciptakan nilai yang di berpedoman pada nilai dasar, dimana bangsa indonesia menetapkan nilai dasar yang harus dipandang adalah pancasila. Agama juga menetapkan nilai dasar dimana yang dijadikan dasar bagi agama islam adalah Alquran dan Hadist serta ijma Ulama, Masyarakat juga memiliki nilai dimana yang dijadikan dasar adalah nilai yang telah turun temurun diyakini berdasarkan faktor di dalam lingkungan tersebut, ataupun juga masyarakat yang heterogen juga memiliki nilai yang sudah menjadi konsensus masyarakat dan diterapkan dalam nilai-nilai masyarakat.
Institusi atau organisasi pemerintah juga memiliki nilai-nilai yang merupakan turunan dari nilai dasar pancasila dan diterjemahkan ke dalam konstitusi UUD 1945, diturunkan menjadi UU sampai pada peraturan pelaksana di level organisasi pemerintah yang merupakan turunan dari hal tersebut dan merupakan aturan-aturan yang sudah konkret. Tetapi kebanyakan orang tidak memahami bagaimana cara nilai tersebut menjadi konkret karena bias antara nilai utama hingga menjadi turunan sangat besar, semakin lebar bias diciptakan dari fakta masalah yang selalu berkembang dari masa ke masa serta perkembangan, interaksi, pertumbuhan serta perubahan-perubahan yang sangat masif yang terjadi.
Nilai-nilai tersebut berubah dan membekas pada seseorang menjadi suatu pengalaman tertentu dan menyebabkan setiap orang tentu tidak memiliki kesepahaman yang sama dalam menginterpretasikan apa yang disaksikan secara empiris dan apa yang diinterpretasikan, baik pengetahuan mengenai nilai tersebut sudah masuk ke alam bawah sadar kita ataupun yang muncul di permukaan pikiran manusia sehingga apa yang ada dalam seseorang, apa yang diyakini pasti tidak akan ada yang sama antar individu maupun kelompok.
Organisasi pemerintah yang telah menetapkan nilai-nilai dan diperjelas dengan panduan tentu akan bertabrakan dengan nilai-nilai budaya, sosial. agama yang sudah melekat lebih dahulu pada seseorang. Benturan-benturan nilai ini akan diterjemahkan berbeda dalam setiap individu, mereka yang memiliki nilai yang sama dengan organisasi maka tentu akan cepat beradaptasi dengan organisasi sedangkan mereka yang memiliki nilai yang berbeda tentu akan menyesuaikan dengan berbagai cara.
Organisasi sendiri tidak memiliki pikiran mengenai nilai, dalam pemerintahan nilai itu di bangun oleh pimpinan di pemerintah, mulai dari presiden, menteri sampai level eselon 1. Nilai-nilai organisasi tersebut kemudian diciptakan oleh mereka yang setiap lima tahun silih berganti dan berakibat pada perubahan yang ada dalam nilai-nilai organisasi tersebut secara keseluruhan, ditambah lagi perubahan teknologi, masyarakat, kondisi sosial secara simultan ikut mempengaruhi perubahan-perubahan yang terjadi. Suatu nilai bisa dijadikan pedoman tapi perubahan sangat tergantung dalam bagaimana suatu interpretasi dengan keadaan dapat di konkretkan dalam sebuah nilai yang jelas.
Apa yang sudah didapatkan pegawai dalam suatu organisasi merupakan kumpulan dari nilai-nilai dari organisasi yang terus berganti, berubah, beradaptasi dengan nilai-nilai seseorang serta pengalaman-pengalaman yang dimiliki, proses injeksi nilai juga menimbulkan efek samping yang dramatis dimana nilai yang selama ini dianut berubah total menjadi sesuatu yang baru yang harus dilaksanakan, perlu proses dan adaptasi yang tinggi, semakin berbeda dengan nilai yang sudah dianut maka akan semakin sulit untuk menyesuaikan. Hal ini akan berdampak pada kinerja, selain itu masing-masing individu pada level bawah juga akan menunjukkan perlawanan, pemberontakan terutama bagi banyak sekelompok individu yang tidak mampu merubah nilai-nilai yang dulu dimiliki sebagai bagian dari suatu organisasi yang lama. apalagi jika nilai tersebut sudah menyatu dan saling mendukung dengan nilai-nilai intrinsik pada seseorang atau nilai-nilai dari kehidupan lainnya selain di pekerjaan seperti di rumah, masyarakat maupun organisasi non formal.
Dimasa-masa ini banyak individu yang akhirnya terjebak karena tidak bisa move on dari situasi yang lama dan bertemu dengan kondisi-kondisi baru yang jauh berbeda dengan nilai-nilai lama yang dimiliki, ditambah apabila individu tersebut berinteraksi dan bertemu dengan mereka yang memiliki pemahaman yang sama, maka nilai-nilai tersebut akan saling menguatkan dan berbenturan dengan nilai baru yang coba ditanamkan oleh organisasi, yang terjadi adalah kesemrawutan dan sikap apatis terhadap organisasi, lalu interaksi individu-individu ini mampu memberikan perlawanan atau negosiasi dengan organisasi tergantung dengan seberapa besar sumber daya yang dimiliki oleh individu maupun organisasi. Apabila organisasi dipimpin oleh mereka yang tidak sejalan dengan organisasi maka tentu akan sangat sulit merubah organisasi tersebut, begitu juga dengan individu-individu yang ada semakin sedikit individu yang tidak sejalan dengan organisasi dan berada pada level di bawah tentu akan mudah bagi organisasi dan pimpinan untuk merubah memaksakan nilai-nilai tersebut ke dalam organisasi.
Nilai yang ada akan melekat pada diri seseorang, nilai tersebut tidak hilang, sesuatu yang sebelumnya sudah diterima maka walau saat ini organisasi melarang maka nilai tersebut berpotensi untuk bangkit kembali atau mempengaruhi logika kognitif yang tersembunyi dibalik penerimaan nilai, secara tidak langsung nilai organisasi tidak murni diterima tapi didalamnya potensi perlawanan, atau penyesuaian yang dipaksakan juga berdampak pada penerimaan nilai yang tidak sempurna.
Nilai-nilai yang dibawa ke dalam organisasi akan disampaikan melalui pimpinannya, tentu interpretasi pimpinan juga akan mengalami bias ketika diterapkan dalam organisasi, begitu juga seterusnya dari pimpinan ke level di bawahnya sampai pada para pelaksana. Sementara itu interaksi level-level di bawah juga memahami dengan cara yang berbeda sehingga akan selalu ada range nilai yang masih dapat diterima secara objektif tapi memiliki pemahaman berbeda pada segmen-segmen yang ada pada batas ambang kesepakatan pemahaman. Mereka yang terjebak pada kondisi sulit untuk melepaskan nilai yang lama yang masih diatur oleh sekelompok individu dengan mereka yang benar-benar memiliki nilai yang berbeda.
ketika nilai-nilai organisasi di tambah dengan pimpinan yang memiliki nilai organisasi yang sama dan kuat maka pimpinan dapat dengan kuat karena didukung oleh organisasi untuk dapat menerapkan nilai tersebut dalam individu-individu di dalamnya, kekuatan ini akan berdampak kepada kebijakan, mereka yang memiliki nilai yang bertentangan baik individu atau kelompok akan terpaksa harus menyesuaikan karena pimpinan dan organisasi memiliki power
Relasi Kuasa
Siapa yang berada diatas dan memiliki power maka akan dipatuhi karena power tersebut dapat memberikan keterjaminan, lalu apa yang mendorong seseorang bisa menuruti nilai yang berbeda tentu rasional, bentrok dengan pimpinan dan organisasi akan membahayakan kedudukan individu dalam organisasi, membahayakan disini maksudnya adalah mengeluarkannya dari zona nyaman yang selama ini membuatnya betah seperti pekerjaan yang autonomi, life balancing dengan keluarga karena sekota dengan keluarga, memiliki status sosial, pendapatan yang baik, reasli yang bagus serta motivasi-motivasi yang membuat seseorang betah. apabila semua tersebut hilang tentu akan sulit menerima hal ini.
Para korban karena memiliki kesamaan nasib dimana nilai-nilai mereka kalah dengan pimpinan dan organisasi atau kelompok-kelompok yang sepahaman tentu akan saling menguatkan, adanya rasa senasib ini tentu akan membuat perlawanan yang perlu diwaspadai oleh pimpinan. Rasa senasib ini di satu sisi membuat individu-individu tersebut merasa bersatu dan memperburuk situasi dan tentu memperkuat nilai yang ada pada individu tersebut yang bertentangan dengan nilai pemimpin dan organisasi. Disatu sisi keberadaan individu yang sebasib ini memberikan manfaat dari depresi yang besar yang diterima individu karena tekanan nilai-nilai yang dipaksakan.
Ada juga individu yang mampu beradaptasi dengan perubahan lingkungan setelah mengalami serangkaian waktu yang cukup panjang, maka individu mampu menerima nilai-nilai organisasi dan pemimpin untuk dapat diterima sebagai bagian dari nilai individu. Ketiga ada individu yang sulit untuk menerima dan mencari jalan lain yang lebih terhormat seperti mencari peluang lain baik itu mengundurkan diri secara terhormat dan mencari peluang lain yang memberikan manfaat yang lebih baik atau lari dari organisasi tersebut dan menghindar dengan mengikuti kesempatan sekolah ataupun mengajukan mutasi.
Kita tidak dapat benar-benar hilang dan lepas dari nilai semakin ekstrim perubahan maka semakin cepat adaptasi tapi dampak besar juga terdapat dalam individu yang tidak mampu menghadapi perubahan tersebut, elastisitas seseorang tentu akan berbeda-beda ketika perubahan nilai tersebut terjadi. Ada yang sangat elastis dengan perubahan tapi ada juga yang sangat kaku dan rapuh dengan perubahan nilai tersebut. Adanya tindakan tegas pemaksaan nilai ini juga memberikan ancaman bahwa tindakan penanaman nilai ini bukan sekedar main-main, karena proses perubahan sudah lama dicanangkan tapi seringkali terkendala. Hal tersebut terjadi karena pimpinan juga memiliki masa lalu nilai yang bertentangan dengan nilai yang dipaksakan oleh organisasi.
Perubahan ini membuat masing-masing menjadi rasional dan kembali kepada tupoksinya walau relasi kuasa dari pimpinan masih kuat, siapa yang dapat merekomendasikan pegawai untuk memperoleh kesempatan promosi, memberikan citra yang baik dengan penilain, masih ada di atasan yang berjenjang. Banyak dari mereka mencari muka dan menjilat atasan tanpa memperhatikan siapa yang seharusnya mereka layani. Pimpinan pun sering kali menutup mata dan melihat dengan perspektif yang sempit atau kadang kala hal ini hanya perasaan karena pola komunikasi yang kurang harmonis.
Perubahan-perubahan ini yang menjalar dan terbias pada tiap penghubung juga memberikan keberagamaan bagi tiap-tiap bidang yang jalurnya berbeda-beda. Organisasi dengan pimpinan utama yang meneruskan nilai ke pimpinan di bawahnya yang kemudian bias, kemudian memberikan implikasi konkret yang mesti dilaksanakan bawahannya, dan implikasi konkret ini juga menciptakan kekuatan yang berbeda-beda, apabila pekerjaan tersebut menambah pekerjaan atau tidak ada dorongan yang kuat untuk membiasakan maka akan kembali hilang, sehingga dorongan-dorongan dan ketegasan-ketegasan dalam setiap aplikasi harus tetap dipelihara. sampai pencapaian tercapai, awal yang sulit sering menerka para individu yang terjebak dalam nilai. Suatu kebiasaan baru akan sulit diterapkan tanpa adanya pemahaman dan nilai yang melekat pada kebiasaan dan pengalaman, apalagi tidak didukung oleh faktor-faktor lain
Wewenang, Pashion dan Kecocokan Antar Individu dan Individu dengan Pekerjaannya
apa yang diharapkan setiap individu adalah keinginan yang menjadi goal dan tujuannya, tapi seiring berjalannya waktu dan proses-proses yang ada seorang individu tidak mampu mengontrol keadaanya dan masuk dalam perangkap sistem yang seringkali bertentangan dengan tujuannya, sehingga perubahan dan penyesuaian akan selalu mewarnai perjalanan individu tersebut. Mencapai tujuan diperlukan disiplin, semangat dan nilai yang tinggi. Sementara itu setiap harinya selalu dihadapkan dengan gempuran yang berat. untuk melawan dari sisi internal saja masih sulit karena sikap malas serta ketidak disiplinan yang mewarnai individu. Sikap ini perlu dipupuk secara internal dengan pola kebiasaan yang panjang dengan pengalaman dan didikan, maka banyak orang yang hanya memberikan mimpi tanpa kebiasaan-kebiasaan untuk menjalankan mimpi tersebut, ada mereka yang secara kebetulan maupun kesesuain dengan disiplin individu akan menciptakan kebiasan-kebiasaan baik yang mendorong perlawanan terhadap kemalasan manusia. maka dari itu mencari kebiasaan orang-orang sukses perlu dilatih dan dibiasakan dari sekarang.
Kedua, selain pola kebiasaan yang ada dalam diri seseorang ada juga gempuran kondisi dari eksternal, seseorang menciptakan pola kebiasaan tentu karena faktor eksternalnya yang pertama kali mendorongnya untuk melakukan itu dan karena kebutuhan internal , jadi secara tidak langsung kedua faktor tersebut tidak dapat dipisahkan karena saling berketergantungan dan saling mempengaruhi. Faktor eksternal ini tiap orang tidak sama sehingga akan berdampak pada perkembangan kebiasaan yang akan membentuk seseorang menciptakan nilai-nilainya. nilai tidak final karena akan mengalir dan berkembang untuk itu perlu kesepahaman yang menjadikan semua individu sepakat dalam satu nilai. yang sering diperdepaktna adalah apakabila nilai-nilai tersebut diubah maka akan muncul fraksi-fraksi yang berbeda. Dalam konteks organisasi nilai-nilai yang ada pada organisasi tidak dapat dipukul rata disamakan dengan maksud organisasi, selama individu-individu masih berlatar belakang yang berbeda, budaya, agama dan masyarakat sosial tentu nilai ini berkembang sesuai dengan wadahnya.
Teknologi
Perubahan masif membuat batas-batas nilai yang ada semakin general, semua orang terhipnotis dengan pandangan baru yaitu teknologi, perbedaan-perbedaan yang tadinya sangat variatif akan semakin menjurus kepada kesamaan yaitu teknologi. konten-konten masif yang dibawakan oleh teknologi akan menciptakan nilai baru yang global, menembus batas-batas wilayah dan fenomenal. Lihat bagaimana acara-acara indonesia got talent, film, internet, yang semakin hari-semakin menyentuh setiap orang. konten-konten ini juga mempengaruhi nilai-nilai yang ada
hal yang sangat sulit adalah bagaimana menjembatani tiap-tiap nilai, bagaimana menjembatani nilai-nilai pada negara, nilai-nilai pada organisasi, nilai-nilai pada masyarakat, input budaya adalah sesuatu yang akan mempengaruhi global, anda pasti bingung kenapa restoran KFC, MCdonald dapat menjadi tempat favorite. Mereka membentuk penyesuaian dengan masyarakat tapi sebelumnya menanamkan nilai-nilai budaya melalui berbagai macam pandangan yang membuat bahwa makan di restoran mereka adalah sesuatu yang keren. Hal ini ditanamkan dalam struktur nilai masyarakat sebelum mereka menciptakan pengalaman baru mendirikan restoran. Membuat film yang dimasukkan ke dalam masyarakat, kemudian menginvasi suatu sosial baru dengan nilai-nilai budaya mereka agar dapat diterima, selain itu penyesuaian mengenai makanan dan kondisi masyarakat juga diperlukan agar dapat diterima perlahan demi perlahan.
Seseorang dengan nilai yang sama dengan organisasi akan menang dalam persaingan, organisasi akan menjadi tempat yang menyenangkan. masyarakat indonesia datang dari buaya dan nilai yang berbeda-beda tanpa adanya penanaman nilai yang diciptakan dari masa kecil akan sulit berubah di masa yang akan datang. Pendidikan-pendidikan moral dan budaya pekerjaan harus ditanamkan dari masa kecil, masyarakat, agama maupun dunia internet yang sangat besar pengaruhnya dalam masyarakat saat ini. Tanpa kontrol media, maka negara ini akan dapat dikenalkan dan dijajah karena nilai-nilai yang ada pada seseorang akan terbentuk dan dibentuk dengan input-input internet, dan nilai-nilai tersebut akan tumbuh untuk selanjutkan akan mempengaruhi nilai interaksi dan konsensus baru yang merubah tatanan yang ada.
Siapa yang menguasai input sistem akan mampu membaca data dan masukkan nilai-nilai seperti youtube, twitter, tiktok, instagram adalah kelompok-kelompok aplikasi yang memiliki sumber untuk mengelola dan merangsang serta menciptakan nilai baru melalui media teknologi. Kemampuan membaca ini akan memprediksi kemana nilai tersebut berjalan, kemampuan mengendalikan informasi dan mengarahkan akan mampu membentuk nilai tersebut dilarikan kemana. hal ini perlu dibuat sedemikian rupa agar tidak tampak mencurigakan.
Apa yang terjadi dalam nilai individu yang terjebak dengan tingginya arus informasi yang mengandung nilai-nilai, maka muncul perdebatan dalam diri individu, muncul tanda tanya besar kemana harus melangkah. informasi yang semakin digali memunculkan asumsi-asumsi seseorang untuk melangkah. akan banyak prediksi-prediksi yang bergerak, mengalir yang tentu sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal setiap harinya serta pikiran-pikiran dan asumsi individu lainnya yang sama-sama mengalir menimbulkan gelombang yang saling bertabrakan, semakin gelombang-gelombang individu mengalir dengan tujuan yang sama akan menciptakan gelombang yang lebih besar, gelombang individu yang berlainan yang kecil akan terseret oleh gelombang individu individu yang besar, tapi yang menarik dalam setiap gelombang nilai-nilai individu ada pecahan-pecahan hasil pengalaman-pengalaman yang lampau yang membentuk nilai yang terpengaruh dengan arus gelombang.
Menghilangkan Nilai yang Tidak Sejalan dengan Nilai Organisasi
Langkah awal bahwa menemukan nilai organisasi terlebih dahulu yang juga bersesuaian dengan nilai-nilai lain yang kita miliki, contohnya adalah nilai organisasi yang sejalan dengan nilai agama, budaya, keluarga, sosial. ketika seseorang sudah terbentuk dengan nilai-nilai organisasi dan tertanam, tiba-tiba terjadi perubahan nilai kembali karena pimpinan berubah, modifikasi nilai ini akan berimbas lagi kepada individu, individu yang tidak adaptif akan berjatuhan. tidak semua orang akan mampu membaca nilai-nilai yang ada. sulit sekali menjadi paham bahwa benturan-benturan nilai ini sangat menyakitkan. kesalahan tersebut dapat terjadi pada individu yang kurang memperoleh informasi yang luas sehingga tidak tahu mana nilai yang harus dijalankan ataupun individu-individu yang terjebak antara pimpinan dan organisasi
Ilmu Pengetahuan sebagai katalisator Nilai
Membaca pengetahuan akan membuka jalan memahami dengan cepat suatu nilai yang ada walau tanpa harus merasakan pengalaman nilai. Regulasi sebagai pembenaran tetapi pemahaman regulasi tertulis dijadikan pedoman, sayangnya tidak semua yang tertulis dapat ditemukan dalam menyelesaikan masalah. Ketika nilai-nilai yang ditanamkan. kemampuan dan wewenang membatasi individu berbuat diskresi, keterbatasan pengetahuan dan pemahaman aturan serta nilai-nilai serta menghindari konflik serta mempertaruhkan waktu dengan ekstra effort sulit untuk dilakukan, nilai yang terbentuk belum meresap kedalam karena hanya merupakan bentuk penghindaran konflik dan cenderung sebagai perintah , nilai masih menjadi bagian dari eksternal yang masih belum meresapi tapi sudah melekat. Nilai yang masih melekat ini sulit untuk mengembangkan keberanian untuk mengambil diskresi selain itu pengetahuan terkait peraturan dan pengalaman menjadi faktor penting lainnya
0 comments:
Posting Komentar