Jumat, 09 September 2022

Pahami dulu Administrasi Publik, maka akan mengerti Pelayanan di Pemerintah

    Berurusan dengan administrasi pemerintah sering kali menjadi beban pikiran karena masalah administrasi yang sangat kaku, lambat, dan bisa jadi apa yang sudah disiapkan ditolak dan harus mengulang kembali dari awal sehingga memerlukan proses yang berulang-ulang dan waktu yang lama. Proses yang panjang dan kompleks dengan berbagai syarat administrasi pada layanan sering kali menjadi momok yang menakutkan yang membayangi pelayanan administrasi pemerintah.

    Berbagai upaya mengatasi hal tersebut dilakukan dengan inovasi-inovasi yang mencontoh perkembangan inovasi di sektor privat seperti pelayanan digital E-government dan mall pelayanan satu pintu tetapi sederet inovasi tersebut tidak melepaskan persyaratan administrasi yang wajib ada dan disiapkan saat berurusan dengan pelayanan pemerintah. Dokumen fisik yang telah ditandatangani dan berkas-berkas pendukung lainnya masih tetap disyaratkan dan ditransformasi ke dalam bentuk digital. Di era transparansi dan keterbukaan persyaratan dapat dilihat dari media online dan web pemerintah tetapi pelaksanaanya selalu jauh dari harapan, persyaratan formal mungkin bisa tertulis dalam informasi tersebut tetapi hal teknis seperti isi permohonan, format surat, dan konsep permohonan yang dipersyaratkan tidak secara jelas tertuang. Ketika bersinggungan dengan pemerintah terkait suatu kewajiban maka mau tidak mau masyarakat yang harus mengejar, menyiapkan berkas yang diminta, memfotokopi atau mentransformasikan data dalam bentuk digital sesuai permintaan persyaratan instansi.

    Kantor pemerintah yang sudah di modernisasi memberikan harapan semu pada perubahan layanan yang lebih maksimal tetapi permasalahan muncul karena berbagai macam penyebab. Administrasi publik tidak dapat disamakan dengan administrasi bisnis, efisiensi sangat penting dalam administrasi bisnis tetapi tidak begitu menjadi hal utama dalam administrasi publik, Persyaratan harus lengkap padahal syarat yang diminta seharusnya sudah ada dalam database pemerintah dan dapat diakses secara online tetapi prosedur yang dijalankan dalam administrasi publik tidak dapat melangkahi persyaratan formal yang harus dipenuhi.

    Salah satu yang menjadi permasalahan adalah membandingkan layanan pada pemerintah dengan pihak swasta, layanan pihak swasta selalu memanjakan customer dengan pelayanan terbaik, customer adalah raja dan kebutuhan mereka harus terpenuhi. tidak heran apabila dalam hal ini pihak swasta selalu mengejar customer, semua persyaratan yang kurang dapat dicari solusi sehingga tidak membuat customer berubah pikiran, berbeda dengan layanan pemerintah, sulitnya keputusan tersebut diambil oleh aparatur sipil negara dan anggapan bahwa masyarakat yang butuh karena itu pelayanan yang dimonopoli pemerintah mengandung kewajiban serta punishment bagi masyarakat apabila tidak dilaksanakan, sehingga pelayanan menjadi tidak seimbang, mau tidak mau masyarakat lah yang menjadi memanjakan pemerintah.

    Polemik seperti ini sering terjadi dalam layanan pemerintahan, syarat administrasi yang diminta dan kewajiban masyarakat menerima peraturan menjadi ketimpangan, padahal pola yang ditetapkan adalah sebuah layanan, bagaimana sebuah layanan mengandung pengertian menjadi dilayani dalam pemerintah. Hal ini juga dikarenakan pemerintah mengenakan sanksi dan memonopoli semua layanan yang ada, tidak ada pilihan lain kecuali keterpaksaan menerima pelayanan yang buruk tersebut dan semakin memperkuat stigma yang ada tentang birokrasi.

    Dalam pemerintahan para pejabat yang berpengalaman dan kompeten dalam mengambil keputusan selalu duduk dibalik meja, dan menerima laporan dari bawahannya, sedangkan mereka yang berhadapan di tengah masyarakat adalah para pegawai yang minim pengalaman dan kompetensi yang masih teoritis. Para ASN tersebut hanya menjadi perpanjangan tangan pimpinan tanpa mengetahui makna dan maksud dari suatu kebijakan. Hal ini seperti halnya sebuah mesin yang sudah diprogram dan tidak dapat memberikan diskresi dari prosedur administrasi yang ada, seringkali hal ini menjadi sorotan, ditambah lagi di era digitalisasi banyaknya pejabat publik maupun masyarakat dengan mudah menshare segala aktivitas dalam menerima pelayanan publik dengan menyoroti kinerja ASN pada level frontliner, mengomentari kerja yang lambat dan tidak efisien, padahal di balik itu ASN Frontliner tersandera dengan peraturan yang dibuat oleh aktor politik serta prosedur dari intansi.

    Tingkat kepuasan yang rendah dah kompetensi yang ada menambah permasalahan yang terjadi. Jika para pejabat birokrat yang memiliki kewenangan turun langsung menyelesaikan masalah setiap client dengan kewenangan dan pengalamanya tentu akan cepat mengambil diskresi dan memutuskan saat itu juga. mereka yang duduk dibalik meja diberi kewenangan tertentu untuk mengambil diskresi sedangkan mereka yang berhadapan langsung dengan masyarakat adalah pegawai dengan minim pengalaman, minim pengetahuan, dan hanya  mengetahui hal-hal teknis sesuai SOP yang telah diprogram oleh atasannya.

    Surat menyurat menjadi solusi tertulis yang akhirnya diambil oleh client, mau tidak mau semakin tertutupnya para pemimpin untuk berinteraksi langsung dan semakin terbatasnya jumlah pejabat karena mengikuti pola weberian dimana posisi jabatan adalah seperti piramida maka sulit bagi masyarakat untuk memperoleh keputusan secara cepat, akhirnya langkah prosedur administrasi ditindaklanjuti dengan mengajukan permohonan administrasi kepada pejabat yang berwenang. Semakin banyak masalah yang kompleks bisa jadi karena positivisme teoritis yang ditetapkan selalu mengacu pada aturan, tanpa pemahaman interpretivisme dan pengetahuan serta pengalaman yang cukup maka sulit bagi para ASN Frontliner untuk menyelesaikan masalah. Citra yang lambat, jelek dan tidak efisien akan selalu melekat dalam pelayanan publik.

    Banyak yang masih belum memahami tujuan dari pelayanan yang ada di pemerintah dengan pelayanan yang ada di sektor swasta, bahkan banyak juga yang memahami bahwa pelayanan gratis dan murah itulah penyebab lambatnya pelayanan yang ada di pemerintah. Hal ini diperparah dengan praktik percaloan yang seolah-olah mendukung asumsi tersebut. padahal calo hanya tahu secara mendetail prosedur dan syarat-syarat administratif yang harus dilengkapi dan dipersiapkan.  Pandangan masyarakat terhadap pelayanan publik diperoleh dari pengalaman empiris yang dialami saat berurusan dengan pemerintah, jika saja ASN yang berhadapan langsung dengan masyarakat adalah ASN yang kompeten tidak hanya di level pengetahuan tetapi juga wewenang maka keputusan dapat langsung diambil saat itu juga.

    Masyarakat semakin berkembang dan penggunaan teknologi semakin masif, hal ini menjadi tantangan baru dalam administrasi publik, terpaku pada satu konsep maka akan semakin besar jenjang harapan masyarakat dengan pelayanan publik. Teori administrasi publik yang sebelumnya dipisahkan dari ilmu politik pada era woodrow wilson membawa perubahan dimana administrasi publik mengadopsi ilmu-ilmu yang berkembang dari administrasi dan manajemen, walau tidak sepenuhnya lepas dari politik paling tidak administrasi publik sudah menempatkan posisinya sebagai bagian yang terpisah dari ilmu politik, perkembangan ilmu administrasi publik semakin masif mulai dari awalnya bergerak dengan pandangan positivisme dimana teori-teori yang ada dijadikan dasar untuk mengisi ilmu administrasi publik sampai kepada postpositivisme dimana administrasi publik tidak saja dipandang sebagai ilmu pasti tetapi dinamis dan perlu pendekatan yang lebih interpretif. hal ini lah yang menjadi perbedaan kenapa administrasi publik semakin ribet, apakah konsep politik yang masih melekat dalam administrasi publik tidak dapat terlepas sehingga menjadikan administrasi publik masih di bayang-bayangin politik yang berbeda dengan administrasi bisnis yang sudah dengan jelas memposisikan dirinya, administrasi publik masih terjerat dengan keputusan aktor politik.

    Masyarakat menuntut perubahan dengan keterwakilan para politisi dan pimpinan yang dipilih langsung, harapan perubahan akan sampai pada administrasi publik yang dampaknya akan langsung dirasakan oleh masyarakat, tapi struktur organisasi yang luas sulit dikendalikan oleh aktor politik. Kepentingan masyarakat yang semakin terspesifik ke persepsi individu akan semakin memperlebar harapan dan kenyataan. Administrasi publik tidak berfokus pada satu hal tapi banyak hal dalam menjalankan kegiatannya. Perkembangan masyarakat menuntut perubahan dan menjadi pertanyaan kenapa masih tidak dapat berjalan dengan baik. Secara sistem dan organisasi perubahan selalu di gemborkan, dibutuhkan pimpinan yang melayani dan pegawai ASN Frontliner yang kompeten dan memiliki wewenang yang cukup serta pengetahuan yang memadai untuk mengambil diskresi. Pegawai yang paham dari makna dan nilai suatu peraturan serta melihat diluar batas-batas administrasi yang kaku tanpa melanggar makna substantif yang ada dalam peraturan tersebut.

0 comments:

Posting Komentar