Sosialisme Utopis dan Sosialisme Ilmiah
Engels (1880)
Ditulis antara Januari dan paruh pertama bulan Maret 1880.
Pertama kali diterbitkan di jurnal La Revue socialise, No. 3, 4, dan 5, 20 Maret, 20 April, dan 5 Mei 1880, dan sebagai pamflet terpisah dalam bahasa Prancis: F. Engels, Socialisme utopique et socialisme scientifique, Paris, 1880.
Diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dari: Marx & Engels Collected Work, Volume 24, hal 281-325. Lawrence & Wishart, 2010.
Penerjemah: Ted Sprague (1 Mei, 2016)
Terjemahan ini dipersembahkan untuk kaum buruh Indonesia pada Hari Buruh Sedunia 2016.
Daftar Isi
* * *
I. Sosialisme Utopis
Sosialisme modern adalah, dalam esensinya, produk langsung dari pengakuan, di satu pihak, akan antagonisme kelas dalam masyarakat hari ini antara para pemilik [alat-alat produksi] dan para non-pemilik, antara kaum kapitalis dan kaum buruh-upahan; di lain pihak, pengakuan akan anarki yang terdapat dalam produksi. Tetapi, dalam bentuk teorinya, Sosialisme modern awalnya tampil seakan-akan sebagai perluasan yang lebih logis dari prinsip-prinsip yang telah dikembangkan sebelumnya oleh para filsuf besar Prancis abad ke-18. Seperti setiap teori baru, Sosialisme modern mesti, pada mulanya, menghubungkan dirinya dengan gagasan-gagasan intelektual yang sudah tersedia sebelumnya, betapapun dalamnya akarnya tertanam dalam fakta-fakta ekonomi yang materiil.
Para tokoh besar, yang di Prancis menyiapkan pikiran manusia untuk revolusi yang akan datang, adalah kaum revolusioner ekstrem. Mereka tidak mengakui otoritas eksternal macam apapun. Agama, ilmu pengetahuan alam, masyarakat, lembaga-lembaga politik – semuanya dikritik dengan tanpa ampun. Segala sesuatu mesti membenarkan eksistensinya di hadapan pengadilan nalar, dan kalau ia tidak bisa maka ia tidak layak untuk eksis. Nalar menjadi satu-satunya alat ukur untuk semua hal ihwal. Ini adalah jaman dimana, seperti yang dikatakan Hegel, dunia berdiri di atas kepalanya[1]; pertama dalam pengertian bahwa pikiran manusia, dan prinsip-prinsip yang dicapai lewat pikirannya, diklaim sebagai dasar dari semua perbuatan dan relasi manusia; tetapi juga dalam pengertian yang lebih luas bahwa realitas yang berkontradiksi dengan prinsip-prinsip ini harus dijungkirbalikkan. Setiap bentuk masyarakat dan pemerintahan yang ada, setiap paham tradisional yang tua, dihempaskan ke dalam gudang barang-barang tua sebagai sesuatu yang irasional; dunia hingga kini telah membiarkan dirinya dipimpin oleh prasangka-prasangka; segala sesuatu yang ada di masa silam hanya layak dikasihani dan dibenci. Kini, untuk pertama kalinya, muncul cahaya terang, yakni kerajaan nalar; dan sejak itu takhayul, ketidakadilan, privilese, penindasan, akan diganti dengan kebenaran abadi, Hak abadi, persamaan yang berdasarkan Alam dan hak-hak manusia yang paling hakiki.
Hari ini kita tahu bahwa kerajaan nalar ini tidak lain adalah kerajaan borjuasi yang diidealisasi; bahwa Hak abadi ini menemukan realisasinya dalam keadilan borjuis; bahwa persamaan ini mereduksi dirinya menjadi persamaan borjuis di depan hukum; bahwa hak milik borjuis diproklamirkan sebagai salah satu hak asasi manusia; dan bahwa pemerintahan nalar, Kontrak Sosialnya Rousseau[2], lahir, dan hanya dapat lahir, sebagai republik borjuis demokratik. Para pemikir besar abad ke-18, seperti halnya para pendahulu mereka, tidak dapat melampaui batas-batas dari epos dimana mereka berada.
Tetapi, berdampingan dengan antagonisme antara kaum bangsawan feodal dan kaum burgher,[3] yang mengklaim mewakili seluruh masyarakat, terdapat antagonisme umum antara kaum penghisap dan yang terhisap, antara kaum kaya yang tak-bekerja dan kaum buruh miskin. Keadaan inilah yang memungkinkan para perwakilan borjuasi untuk mengedepankan diri mereka sebagai perwakilan bukan dari suatu kelas istimewa, tetapi dari keseluruhan kemanusiaan yang menderita. Lebih jauh lagi. Sejak awal kaum borjuasi dibebani oleh antitesisnya: kaum kapitalis tidak bisa eksis tanpa kaum buruh-upahan, dan, dalam proporsi yang sama sebagaimana kaum burgher abad-pertengahan dari gilda berkembang menjadi borjuasi modern, kaum journeyman[4] gilda dan pekerja-harian di luar gilda berkembang menjadi proletariat. Dan walaupun kaum borjuasi, dalam perjuangan mereka melawan kaum bangsawan, dapat mengklaim mewakili sekaligus kepentingan berbagai kelas pekerja pada periode itu, namun dalam setiap gerakan borjuis yang besar dapat kita temui letupan-letupan independen dari kelas yang menjadi pendahulu proletariat modern. Misalnya, pada saat Reformasi Jerman[5] dan Perang Tani[6], kaum Anabaptis[7] dan Thomas Muntzer[8]; pada saat Revolusi besar Inggris[9], kaum Leveller[10]; pada saat Revolusi besar Prancis, Babeuf[11].
Di setiap pemberontakan revolusioner dari sebuah kelas yang belum berkembang ini dapat kita temui pemaparan teori yang bersesuaian dengannya; pada abad ke-16 dan ke-17, teori Utopis mengenai kondisi-kondisi sosial yang ideal[12]; di abad ke-18, teori-teori komunis (Morelly dan Mably)[13]. Tuntutan untuk persamaan tidak lagi terbatas pada hak-hak politik; ia juga diperluas ke kondisi-kondisi sosial dari tiap-tiap individu. Tidak hanya privilese kelas yang mesti dihapus, tetapi perbedaan kelas itu sendiri. Sebuah komunisme, yang asketis, yang menolak semua kesenangan kehidupan, yang bersifat Spartan, adalah bentuk pertama dari ajaran baru ini. Kemudian datang tiga kaum Utopis besar: 1) Saint-Simon; baginya gerakan kelas menengah, yang berdampingan dengan gerakan proletar, masih memiliki signifikansi tertentu; 2) Fourier; 3) Owen; di negeri di mana produksi kapitalis paling berkembang, dan di bawah pengaruh antagonisme-antagonisme yang lahir darinya, ia merancang sejumlah proposal untuk menyingkirkan perbedaan kelas secara sistematik dan dalam hubungan langsung dengan materialisme Prancis.
Ada satu hal yang sama di antara ketiga kaum Utopis ini. Tidak satu pun dari mereka tampil sebagai perwakilan dari kepentingan proletariat yang pada saat itu telah dilahirkan oleh perkembangan sejarah. Seperti kaum filsuf Prancis mereka tidak mengklaim ingin membebaskan sebuah kelas tertentu sebagai awalnya, tetapi seluruh kemanusiaan seketika. Seperti mereka pula, ketiga kaum Utopis ini ingin mendirikan kerajaan nalar dan keadilan abadi. Tetapi kerajaan yang mereka bayangkan ini sangatlah berbeda jauh dari kerajaan yang diimpikan oleh para filsuf Prancis, seperti halnya Surga jauh dari Bumi.
Karena, bagi ketiga kaum reformis sosial kita , masyarakat borjuis, yang didasarkan atas asas-asas para filsuf Prancis, adalah irasional dan tidak adil seperti halnya feodalisme, dan oleh karenanya akan terhempas ke tong sampah sebagaimana feodalisme dan semua tahapan masyarakat sebelumnya. Jika nalar dan keadilan yang suci hingga kini belum menguasai dunia, maka ini hanya karena manusia belum memahaminya dengan benar. Yang diperlukan adalah seorang individu yang jenius, yang kini telah tiba dan memahami kebenaran. Bahwa kini ia telah tiba, bahwa kebenaran itu kini telah dipahami dengan jernih, ini bukanlah sebuah peristiwa yang tak terelakkan, yang mengikuti keniscayaan dalam rangkaian perkembangan historis, tetapi sekedar kebetulan saja. Individu jenius ini bisa saja dilahirkan 500 tahun lebih dini, dan dengan begitu dapat menghindarkan kemanusiaan dari 500 tahun kesalahan, perselisihan, dan penderitaan.
Kita telah melihat bagaimana para filsuf Prancis abad ke-18, para pelopor Revolusi, menggunakan nalar sebagai satu-satunya hakim dari segala yang ada. Sebuah pemerintahan yang rasional, masyarakat yang rasional, akan dibangun; segala sesuatu yang bertentangan dengan nalar abadi mesti disingkirkan tanpa belas kasihan. Kita juga telah melihat bagaimana nalar abadi ini pada kenyataannya tidak lain adalah pemahaman para warga abad ke-18 yang diidealisasikan, yang saat itu baru saja berkembang menjadi borjuasi. Revolusi Prancis telah merealisasikan masyarakat dan pemerintahan rasional ini.
Tetapi, tatanan yang baru ini, yang cukup rasional jika dibandingkan dengan kondisi-kondisi sebelumnya, ternyata tidaklah mutlak rasional. Negara yang didasarkan pada nalar ambruk sama sekali. Kontrak Sosial Rousseau telah menemukan realisasinya dalam Pemerintahan Teror[14]. Kaum borjuasi, yang telah kehilangan kepercayaan pada kemampuan politik mereka sendiri, berlindung dari Kekuasaan Teror ini mula-mula lewat Pemerintahan Direktorat yang korup, dan, akhirnya, di bawah sayap despotisme Napoleon.[15] Perdamaian abadi yang dijanjikan berubah menjadi peperangan penaklukan yang tiada habisnya. Masyarakat yang didasarkan pada nalar ternyata tidak berjalan dengan lebih baik. Antagonisme antara yang kaya dan yang miskin, alih-alih meluluh menjadi kemakmuran, menjadi semakin intensif dengan disingkirkannya gilda dan privilese-privilese lainnya, yang pada tingkatan tertentu telah menjembataninya, dan dengan dibubarkannya lembaga-lembaga amal Gereja. “Kebebasan hak milik” dari belenggu feodal, yang kini telah tercapai sepenuhnya, ternyata menjadi, bagi kaum kapitalis kecil dan kaum pemilik kecil, kebebasan untuk menjual propertinya yang sedikit itu. Mereka remuk di bawah persaingan kaum kapitalis dan tuan tanah besar yang menguasai segalanya. Dan, sejauh menyangkut para kapitalis kecil dan kaum tani yang memiliki tanah, kebebasan ini telah menjadi “kebebasan dari hak milik”. Perkembangan industri di atas basis kapitalis membuat kemiskinan dan kesengsaraan massa pekerja menjadi syarat bagi keberadaan masyarakat kapitalis. Pembayaran uang tunai semakin hari semakin menjadi, dalam ungkapan Carlyle[16], satu-satunya relasi antara manusia dan manusia. Jumlah kejahatan meningkat dari tahun ke tahun. Sebelumnya, kejahatan feodal terjadi secara terbuka di siang hari bolong; sekalipun tidak dilenyapkan, mereka kini telah didesak ke latar belakang. Sebagai gantinya, kejahatan-kejahatan borjuis, yang hingga kini dipraktekkan secara rahasia, mulai mekar dengan berlimpah-limpah. Perdagangan menjadi penipuan besar yang semakin hari semakin menjadi-jadi. Semboyan “persaudaraan” dari Revolusi Prancis[17] telah direalisasikan menjadi penipuan dan persaingan. Penindasan dengan kekerasan diganti dengan korupsi; pedang, sebagai pengungkit sosial yang utama, diganti dengan emas. Hak atas malam pertama[18] dipindah dari tuan-tuan feodal ke para manufaktur borjuis. Prostitusi meningkat sampai ke tingkatan yang tak pernah dibayangkan. Perkawinan sendiri tetap, seperti sebelumnya, merupakan bentuk legal yang diakui dan kedok resmi prostitusi, dan, lebih lanjut lagi, ditemani dengan banyak perzinaan.
Singkat kata, dibandingkan dengan janji-janji indah dari para filsuf, institusi-institusi sosial dan politik yang dilahirkan dari “kemenangan nalar” adalah karikatur yang teramat mengecewakan. Yang kurang adalah orang-orang yang mampu merumuskan kekecewaan ini, dan mereka tiba bersamaan dengan pergantian abad. Pada 1802 surat-surat Jenewa Saint-Simon muncul[19]; pada 1803 muncul karya pertama Fourier, sekalipun karya dasar teorinya sudah dikerjakannya sejak 1799[20]; pada 1 Januari 1800, Robert Owen memulai mengelola New Lanark[21].
Namun pada saat itu mode produksi kapitalis, dan dengannya antagonisme antara borjuasi dan proletariat, masih belum berkembang sepenuhnya. Industri Modern yang baru saja lahir di Inggris masih belum dikenal di Prancis. Tetapi Industri Modern mengembangkan, di satu pihak, konflik tidak hanya antara kelas-kelas yang dilahirkan olehnya tetapi juga antara kekuatan produksi dan bentuk pertukaran yang diciptakan olehnya. Konflik-konflik ini membuat revolusi dalam mode produksi dan penyingkiran karakter kapitalisnya menjadi sesuatu yang niscaya. Di pihak lain, Industri Modern mengembangkan, lewat kekuatan produksi yang maha besar ini, sarana untuk mengakhiri konflik-konflik ini. Oleh karenanya, jika pada sekitar tahun 1800, konflik-konflik yang timbul dari tatanan sosial yang baru ini baru saja mulai mengambil bentuk, maka ini bahkan lebih benar bagi sarana untuk mengakhirinya. Selama Pemerintahan Teror massa Paris “yang tidak memiliki apapun”[22] mampu berkuasa untuk sejenak, dan dengan demikian memimpin revolusi borjuis mencapai kemenangan tanpa membutuhkan kaum borjuasi itu sendiri. Tetapi, dalam melakukan itu, mereka hanya membuktikan betapa mustahilnya bagi mereka untuk terus berkuasa di bawah kondisi-kondisi yang berlaku pada saat itu. Kaum proletariat, yang ketika itu untuk pertama kalinya tumbuh berkembang dari massa “yang tidak memiliki apapun” sebagai inti dari sebuah kelas yang baru, masih belum mampu meluncurkan aksi politik yang mandiri. Mereka tampil sebagai sebuah kelas yang tertindas dan menderita, yang dalam ketidakmampuannya untuk menolong dirinya sendiri hanya bisa mendapatkan pertolongan paling-paling dari luar atau dari atas.
Keadaan historis ini juga mendominasi para pendiri Sosialisme. Teori yang belum matang berkorespondensi dengan kondisi produksi kapitalis yang belum matang dan kondisi kelas yang belum matang pula. Para pemikir Utopis berusaha mencari solusi untuk problem-problem sosial yang ada dalam benak manusia, padahal solusi ini masih tersembunyi dalam kondisi ekonomi yang belum berkembang. Masyarakat hanya menyajikan kesalahan-kesalahan saja; untuk menyingkirkan kesalahan-kesalahan ini adalah tugas nalar. Oleh karenanya kita hanya perlu menemukan sebuah sistem tatanan sosial yang baru dan lebih sempurna, dan dari luar memaksakan sistem ini pada masyarakat lewat propaganda, dan, kapan dan di mana saja hal itu mungkin, dengan contoh dari eksperimen-eksperimen sosial. Sistem-sistem sosial baru ini ditakdirkan menjadi Utopia belaka. Semakin lengkap dan terperinci mereka dirancang, semakin mereka menjadi fantasi murni.
Dengan terbuktinya fakta-fakta ini, kita tidak perlu lagi menghabiskan waktu barang sedetik pun berbicara mengenai persoalan ini, yang sudah menjadi barang masa lalu. Kita bisa meninggalkannya untuk para intelektual ikan teri untuk secara khidmat berdalih-dalih dengan fantasi-fantasi ini, yang dewasa ini hanya membuat kita tersenyum, dan untuk berkoak-koak atas keunggulan penalaran mereka sendiri yang gersang itu, jika dibandingkan dengan “kegilaan” seperti itu. Untuk diri kita sendiri, kita bersukacita dengan pemikiran-pemikiran luar biasa dan benih-benih pemikiran yang di mana-mana merangsek keluar dari bungkus fantasi mereka, dan yang tidak bisa dilihat oleh kaum filistin ini.
Saint-Simon adalah putra dari Revolusi Besar Prancis. Ketika Revolusi pecah ia baru menginjak umur 30. Revolusi Prancis merupakan kemenangan estate ketiga[23] – yakni massa besar seluruh nasion, yang bekerja dalam produksi dan perdagangan – atas kelas-kelas “yang tidak bekerja” yang berprivilese, para bangsawan dan para pendeta. Tetapi kemenangan estate ketiga ini segera mengungkapkan dirinya sebagai kemenangan hanya untuk selapisan kecil “estate” ini saja, sebagai penaklukan kekuasaan politik oleh satu seksi dari estate ketiga yang memiliki privilese sosial, yakni kaum borjuasi. Dan kaum borjuasi telah dengan pasti berkembang secara pesat selama Revolusi, sebagian lewat spekulasi tanah milik kaum bangsawan dan milik Gereja, yang disita dan kemudian dijual, dan sebagian lewat penipuan terhadap bangsa dengan kontrak-kontrak militer. Di bawah pemerintahan Direktorat, dominasi para penipu ini mendorong Prancis dan Revolusi ke tepi jurang kehancuran, dan dengan demikian memberi Napoleon dalih untuk meluncurkan kudetanya.
Oleh karenanya, bagi Saint-Simon antagonisme antara estate ketiga dan kelas-kelas berprivilese mengambil bentuk antagonisme antara “yang bekerja” dan “ yang tidak bekerja”. Kaum yang tidak bekerja bukan hanya terbatas pada kelas-kelas lama yang berprivilese, tetapi juga semua orang yang, tanpa mengambil sesuatu bagian apapun dalam produksi atau distribusi, hidup dari penghasilan mereka. Dan kaum yang bekerja tidak hanya kaum buruh-upahan saja, tetapi juga para pengusaha manufaktur, para pedagang, para bankir. Revolusi telah membuktikan bahwa kaum yang tidak bekerja telah kehilangan kapasitas kepemimpinan intelektual dan supremasi politik, dan masalah ini telah akhirnya diselesaikan oleh Revolusi. Pengalaman Pemerintahan Teror, bagi Saint-Simon, telah membuktikan bahwa kelas-kelas yang tidak-bermilik tidak mempunyai kapasitas ini. Lalu, siapakah yang mesti memimpin dan memerintah? Menurut Saint-Simon, sains dan industri, kedua-duanya disatukan oleh sebuah ikatan religius baru, ditakdirkan untuk memulihkan kesatuan ide-ide religius yang telah hilang sejak jaman Reformasi [Jerman] – sebuah “Kekristenan baru” yang tidak bisa tidak mistis dan teramat hierarkis. Tetapi sains, yang adalah kaum terpelajar; dan industri, yang adalah, pertama-tama, kaum borjuasi yang bekerja, kaum pengusaha manufaktur, pedagang, bankir. Saint-Simon tentunya menginginkan agar para borjuasi ini mengubah diri mereka menjadi semacam pejabat publik, semacam wali sosial; tetapi mereka masih akan memegang posisi memerintah dan memiliki privilese ekonomi terhadap kaum buruh. Kaum bankir terutama akan diminta untuk mengarahkan seluruh produksi sosial dengan regulasi perkreditan. Konsepsi ini bersesuaian dengan sebuah epos di mana Industri Modern di Prancis baru saja lahir, dan bersamaan dengannya jurang antara borjuasi dan proletariat juga baru saja muncul. Tetapi yang terutama ditekankan oleh Saint-Simon adalah ini: yang dia perhatikan pertama-tama, di atas segalanya, adalah nasib kelas yang jumlahnya paling banyak dan yang paling miskin (la classe la plus nombreuse et la plus pauvre).
Dalam surat-surat Jenewanya Saint-Simon sudah mengajukan proposisi bahwa “semua orang mesti bekerja”. Dalam karya yang sama ia juga mengakui bahwa Pemerintahan Teror adalah pemerintahan massa yang tak memiliki properti. Ia berkata pada mereka: “Lihat apa yang terjadi di Prancis ketika kawan-kawan kalian berkuasa di sana. Mereka menyebabkan kelaparan.”[24]
Tetapi untuk bisa memahami sedini tahun 1802 bahwa Revolusi Prancis adalah sebuah peperangan kelas, dan bukan sekedar peperangan kelas antara antara kaum bangsawan dan kaum borjuasi tetapi antara kaum bangsawan, kaum borjuasi, dan kaum yang tidak memiliki apa-apa adalah sebuah penemuan yang sangat luar biasa. Pada 1816 ia menyatakan bahwa politik adalah sains mengenai produksi, dan meramalkan penyerapan sepenuhnya ilmu politik oleh ilmu ekonomi.[25] Pemahamannya bahwa kondisi-kondisi ekonomi merupakan dasar dari institusi-institusi politik masih dalam bentuk embrio. Namun, Saint-Simon sudah secara jelas memaparkan gagasan mengenai transformasi kekuasaan politik atas manusia menjadi sistem administrasi atas segala sesuatu dan pengarahan proses-proses produksi – dalam kata lain “penghapusan negara”, yang baru-baru ini diributkan banyak orang.
Saint-Simon menunjukkan superioritas yang sama di atas orang-orang sezamannya, ketika pada 1814, setelah masuknya pasukan sekutu ke Paris[26], dan lagi pada 1815, selama Peperangan Seratus Hari[27], ia menyatakan bahwa aliansi antara Prancis dengan Inggris, dan kemudian kedua negeri ini dengan Jerman, adalah satu-satunya jaminan bagi perkembangan kemakmuran dan perdamaian Eropa. Berkhotbah pada orang-orang Prancis pada 1815 mengenai persekutuan dengan para pemenang Waterloo [Inggris dan Prancis] tidak hanya memerlukan kemampuan meninjau sejarah tetapi juga keberanian yang besar.
Apabila dalam diri Saint-Simon kita temui cara pandang yang komprehensif dan luas, dimana hampir semua gagasan dari kaum Sosialis di kemudian hari – tidak hanya gagasan ekonomik saja – dapat ditemukan dalam bentuk embrio, maka dalam diri Fourier kita temui kritik mengenai kondisi-kondisi masyarakat yang ada, yang murni Prancis dan pintar, tetapi tidak kalah menyeluruh. Fourier memperlakukan apa-apa saja yang diucapkan oleh kaum borjuasi, oleh para nabi mereka sebelum Revolusi, oleh para penyanjung mereka setelah Revolusi, sebagaimana adanya. Tanpa belas kasihan dia ekspos kesengsaraan materiil dan moral dari dunia borjuis. Dia pertentangkan dunia borjuis ini dengan janji-janji yang menyilaukan mata dari para filsuf sebelumnya, yang menjanjikan sebuah masyarakat dimana hanya nalar yang berkuasa, sebuah peradaban dimana kebahagiaan adalah universal, sebuah masyarakat dengan kesempurnaan manusia yang tak terbatas, dan dengan fraseologi berwarna-warni dari para ideolog borjuis zamannya. Dia tunjukkan bagaimana realitas dunia yang memilukan hati tidak sesuai dengan puja-puji yang paling muluk, dan dan dia serang kegagalan yang menyedihkan dari puja-puji ini dengan sarkasmenya yang pedas.
Fourier bukan hanya seorang pengkritik. Wataknya yang tenang dan tak tergoyahkan menjadikannya seorang satiris, dan salah satu satiris terbesar dalam sejarah. Ia melukiskan, dengan kekuatan dan daya tarik yang sama, spekulasi penipuan yang tumbuh subur di atas reruntuhan Revolusi, dan semangat tukang-kelontong yang mendominasi dan menjadi karakter dari perdagangan Prancis pada masa itu. Lebih piawai lagi adalah kritiknya mengenai bentuk borjuis dari relasi antar laki-laki dan perempuan, dan kedudukan kaum perempuan dalam masyarakat borjuis. Ia adalah orang pertama yang menyatakan bahwa dalam masyarakat manapun tingkat emansipasi perempuan merupakan indikator alamiah dari tingkat emansipasi secara umum.[28]
Tetapi puncak pemikiran Fourier dapat ditemui dalam konsepsinya mengenai sejarah masyarakat. Ia membagi keseluruhan proses sejarah masyarakat, sampai saat ini, ke dalam empat tahapan evolusi – kebiadaban, barbarisme, patriarkat, peradaban. Yang terakhir ini identik dengan yang dewasa ini disebut masyarakat sipil atau borjuis – yakni tatanan sosial yang lahir pada abad ke-16. Ia membuktikan “bahwa tahapan peradaban mengubah setiap keburukan yang dipraktekkan secara sederhana oleh barbarisme menjadi sebuah bentuk eksistensi yang kompleks, ambigu, samar-samar, munafik” – bahwa peradaban bergerak “dalam sebuah lingkaran mati”, dalam kontradiksi-kontradiksi yang terus-menerus direproduksinya tanpa mampu memecahkannya; oleh karenanya ia selalu tiba pada kebalikan dari apa yang hendak dicapainya, atau pura-pura hendak dicapainya, sehingga, misalnya, “di bawah peradaban kemiskinan dilahirkan dari keberlimpahan itu sendiri.”[29]
Fourier, seperti kita ketahui, menggunakan metode dialektika dengan cara piawai yang sama seperti Hegel. Dengan menggunakan dialektika yang sama ini, ia berargumen melawan semua pembicaraan mengenai kesempurnaan manusia yang tiada batas, bahwa setiap tahapan sejarah mempunyai periode naik dan juga periode menurunnya, dan ia menerapkan pengamatan ini pada masa depan seluruh umat manusia. Seperti Kant yang memperkenalkan ke dalam ilmu pengetahuan alam gagasan mengenai kehancuran akhir Bumi, Fourier memperkenalkan ke dalam ilmu sejarah gagasan mengenai kehancuran akhir umat manusia.
Sementara di Prancis ada badai Revolusi yang menyapu negeri itu, di Inggris sebuah revolusi yang lebih tenang, tetapi tidak kalah dahsyatnya, sedang berlangsung. Tenaga uap dan mesin pembuat-alat baru sedang mentransformasi manufaktur menjadi industri modern, dan dengan demikian merevolusionerkan seluruh landasan masyarakat borjuis. Derap langkah periode manufaktur yang lamban berubah menjadi badai besar periode produksi. Dengan kepesatan yang semakin cepat, masyarakat semakin terpecah menjadi kaum kapitalis besar di satu sisi dan kaum proletar yang tidak memiliki apapun di sisi lain. Di antara kedua kelas ini, alih-alih kelas menengah yang stabil, kita dapati massa kaum artisan dan tukang kelontong kecil, yang adalah bagian populasi yang paling berfluktuasi, yang kini menjalani sebuah keberadaan yang penuh kerentanan.
Mode produksi yang baru ini masih pada awal periode kenaikannya; masih merupakan metode produksi yang normal dan lazim sampai saat itu – satu-satunya metode produksi yang mungkin di bawah kondisi-kondisi yang ada. Meskipun demikian ia telah menimbulkan kejahatan-kejahatan sosial yang mencolok: digiringnya para gelandangan ke kampung-kampung yang terburuk di kota-kota besar; melonggarnya semua ikatan moral tradisional, kepatuhan patriarkal, dan relasi keluarga; kerja berlebihan yang parah, terutama di antara kaum perempuan dan anak-anak; demoralisasi sepenuhnya di antara kelas buruh, yang tiba-tiba dihempaskan ke dalam kondisi yang sama sekali baru, dari pedesaan ke perkotaan, dari pertanian ke industri modern, dari kondisi kehidupan yang stabil ke kondisi kehidupan yang tidak menentu dan berubah dari hari ke hari.
Pada titik ini tampil seorang pengubah, seorang pengusaha manufaktur berusia 29 tahun – seorang pria dengan kesederhanaan dan kenaifan yang hampir seperti anak kecil, yang sublim, dan pada saat yang sama adalah salah satu dari sedikit pemimpin yang lahiriah. Robert Owen telah mengadopsi ajaran para filsuf materialis: bahwa karakter seseorang adalah di satu sisi produk keturunan; di sisi lain produk lingkungan individu itu sepanjang hidupnya, dan khususnya selama masa perkembangan dirinya. Dalam revolusi industri kebanyakan orang dari kelasnya hanya melihat chaos dan kekacauan, dan kesempatan untuk mengail dalam air keruh dan meraup secepat mungkin kekayaan berlimpah. Ia melihat dalam revolusi industri peluang untuk mempraktekkan teori favoritnya, dan dengan demikian melahirkan keteraturan dari kekacauan. Ia telah mencobanya dengan berhasil, sebagai mandor dari lebih dari lima ratus orang di sebuah pabrik di Manchester. Dari 1800 hingga 1829, sebagai mitra pengelola ia memimpin pabrik katun besar di New Lanark, Skotlandia, dengan cara yang sama, tetapi dengan kebebasan yang lebih besar dan dengan kesuksesan yang memberinya reputasi di Eropa. Sebuah populasi, yang awalnya terdiri atas unsur-unsur yang paling beragam dan sebagian besar sangat terdemoralisasi, sebuah populasi yang secara berangsur tumbuh menjadi 2.500 orang, diubahnya menjadi sebuah koloni panutan, di mana tidak akan kita temui kemabukan, polisi, hakim, perkara hukum, undang-undang kemiskinan, sedekah. Dan semuanya itu dicapai hanya dengan menempatkan manusia dalam kondisi yang layak untuk manusia, dan khususnya dengan menaruh perhatian yang besar pada generasi yang baru. Ia adalah pendiri sekolah taman kanak-kanak, dan memperkenalkannya pertama kalinya di New Lanark. Pada usia dua tahun anak-anak masuk sekolah, di mana mereka dapat bermain dengan begitu bahagianya sampai-sampai mereka sulit diajak pulang. Sementara para pesaingnya mempekerjakan buruh mereka 13 atau 14 jam sehari, di New Lanark jam kerja hanya sepuluh setengah jam. Ketika krisis kapas menghentikan pekerjaan selama empat bulan, para pekerjanya menerima upah penuh mereka. Kendati semua ini bisnisnya tumbuh lebih dari dua kali lipat, dan hingga akhir menghasilkan profit yang besar untuk para pemiliknya.
Sekalipun begitu, Owen tidak puas. Kehidupan yang telah ia jamin bagi para pekerjanya, di matanya, masih jauh dari layak bagi manusia. “Mereka adalah budak yang tergantung pada belas kasihanku.” Kondisi yang relatif lebih baik yang telah dia jamin bagi para pekerjanya masih jauh dari yang diperlukan untuk memungkinkan perkembangan watak dan intelek yang rasional dan menyeluruh, apalagi penggunaan yang bebas dari seluruh kapasitas mereka.
“Namun, lapisan yang bekerja dari populasi sebesar 2.500 orang ini setiap harinya memproduksi kekayaan riil yang sama banyaknya dengan yang dihasilkan oleh populasi 600.000 kurang dari setengah abad yang lalu. Saya bertanya pada diri saya sendiri, kemana selisih antara kekayaan yang dikonsumsi oleh 2.500 orang dan yang dikonsumsi oleh 600.000 orang?” [30]
Jawabannya jelas. Selisih ini digunakan untuk membayar para pemilik perusahaan 5 persen dari kapital yang telah mereka investasi, ditambah 300.000 pound Inggris laba bersih. Dan yang berlaku di New Lanark berlaku bahkan lebih besar di semua pabrik di Inggris.
“Seandainya kekayaan baru ini tidak diciptakan oleh mesin, biarpun telah diterapkan secara tidak sempurna, peperangan Eropa untuk melawan Napoleon, dan untuk mendukung aristokrasi, tidak mungkin bisa dipertahankan. Namun kekuatan yang baru ini adalah ciptaan kelas pekerja.”
Oleh karenanya buah hasil dari kekuatan yang baru ini adalah milik mereka. Kekuatan produksi raksasa yang baru ini, yang hingga kini hanya dipakai untuk memperkaya segelintir orang dan memperbudak massa, memberi Owen fondasi untuk rekonstruksi masyarakat. Kekuatan produksi ini ditakdirkan untuk menjadi hak milik bersama dan digarap demi kebaikan bersama.
Komunismenya Owen sepenuhnya didasarkan atas pertimbangan bisnis, yang boleh dikatakan merupakan hasil perhitungan komersial. Dalam keseluruhannya ia mempertahankan sifat praktis ini. Dengan itu, pada 1823, Owen mengajukan proposal untuk memecahkan masalah kelaparan di Irlandia dengan membentuk koloni-koloni Komunis. Ia menghitung semua biaya yang diperlukan untuk mendirikan koloni-koloni ini, pengeluaran tahunan, dan kemungkinan sumber pemasukannya. Dia menyusun rincian-rincian teknis dari rencananya dengan pengetahuan yang begitu praktis dan dengan mempertimbangkan semua aspek dari segala sudut, sehingga bila kita menerima metode reformasi sosial Owen, dari sudut pandang teknis tidak banyak yang bisa kita katakan.
Langkahnya ke arah Komunisme merupakan titik balik dalam kehidupan Owen. Selama ia hanya seorang dermawan, ia dihujani dengan kekayaan, tepuk tangan, kehormatan dan kemuliaan. Ia adalah orang yang paling terkenal di Eropa. Tidak hanya orang-orang dari kelasnya sendiri, tetapi para negarawan dan pangeran mendengarkannya dengan anggukan setuju. Tetapi ketika ia mengajukan teori-teori Komunisnya, maka jadi lain soal. Menurutnya ada tiga rintangan besar di jalan menuju reformis sosial: kepemilikan pribadi, agama, dan bentuk perkawinan yang ada.
Ia tahu apa konsekuensi yang harus dia hadapi jika ia menyerang ketiga hal itu. Ia akan berdiri di luar hukum, dikucilkan dari masyarakat, dan kehilangan seluruh kedudukan sosialnya. Tetapi semua ini tidak membuatnya takut. Setelah dikucilkan dari masyarakat, dibungkam oleh konspirasi pers, dibangkrutkan oleh eksperimen-eksperimen Komunisnya yang gagal di Amerika, di mana ia mengorbankan seluruh hartanya, ia lalu memalingkan pandangan ke kelas buruh dan terus bekerja di tengah-tengah mereka selama tiga puluh tahun. Setiap gerakan sosial dan setiap pencapaian riil kelas buruh di Inggris ada sangkut pautnya dengan nama Robert Owen. Pada 1819, setelah lima tahun berjuang, ia berhasil memenangkan undang-undang pertama yang membatasi jam kerja bagi kaum perempuan dan anak-anak di pabrik.[31] Ia menjadi presiden dari Kongres pertama di mana semua Serikat Buruh Inggris bersatu dalam sebuah asosiasi serikat buruh besar.[32] Sebagai langkah-langkah transisional untuk menuju masyarakat yang sepenuhnya diorganisir secara komunistik, ia mengajukan di satu pihak pembentukan koperasi perdagangan eceran dan produksi. Koperasi ini setidaknya sampai hari ini telah menyediakan kepada kita bukti praktis bahwa kaum pedagang dan kaum pengusaha manufaktur secara sosial tidak terlalu diperlukan. Di pihak lain ia memperkenalkan bazar kerja untuk pertukaran produk-produk kerja melalui medium surat kerja, yang unitnya adalah satu jam kerja. Bazar kerja ini adalah sebuah institusi yang tidak bisa tidak ditakdirkan untuk gagal, tetapi sepenuhnya mengantisipasi sistem bank pertukaran yang diajukan oleh Proudhon di kemudian hari. Perbedaannya adalah, tidak seperti Proudhon, Owen tidak mengklaim ini sebagai obat mujarab untuk semua penyakit sosial, tetapi hanya sebagai langkah pertama menuju sebuah revolusi sosial yang jauh lebih radikal.
Cara pandang Utopis ini telah lama mendominasi gagasan-gagasan Sosialis pada abad ke-19, dan masih mendominasi beberapa dari mereka. Sampai baru-baru ini, semua kaum sosialis Inggris dan Prancis masih memegang cara pandang ini. Kaum Sosialis Jerman awal, termasuk Weitling[33], juga sama. Bagi mereka semua Sosialisme adalah ekspresi kebenaran, nalar, dan keadilan yang absolut, dan hanya perlu ditemukan untuk bisa menaklukkan seluruh dunia dengan kekuatannya sendiri. Dan karena kebenaran absolut tidaklah terikat oleh waktu, ruang, dan perkembangan historis manusia, maka hanya kebetulan belaka kapan dan dimana ia akan ditemukan. Dengan cara berpikir seperti ini, para pendiri dari berbagai mazhab yang beraneka ragam ini menemukan kebenaran, nalar dan keadilan absolut yang beraneka ragam pula. Dan karena kebenaran, nalar, dan keadilan absolut dari tiap-tiap pendiri yang berbeda ini memiliki keunikannya tersendiri, yang dikondisikan oleh pemahamannya yang subjektif, kondisi-kondisi keberadaannya, ukuran pengetahuan dan pelatihan intelektualnya, maka konflik antara berbagai kebenaran absolut ini tidak mungkin akan ada akhirnya dan mereka harus menjadi eksklusif dari satu sama lain. Oleh karenanya, dari semua ini hanya bisa kita dapati semacam sosialisme rata-rata yang eklektik, yang sampai saat ini mendominasi pikiran dari kebanyakan buruh sosialis di Prancis dan Inggris. Kita dapati sebuah ideologi gado-gado yang bisa menampung bermacam rupa opini; sebuah gado-gado pernyataan-pernyataan kritis, teori-teori ekonomi, beragam gambaran masyarakat masa depan oleh para pendiri dari berbagai sekte, yang paling sopan dan tidak menyinggung; sebuah gado-gado yang semakin mudah digodok bila tiap-tiap sudut tajam konstituennya semakin ditumpulkan oleh arus perdebatan, seperti batu-batu bulat di anak sungai.
Untuk membuat Sosialisme menjadi ilmiah, ia harus terlebih dahulu diletakkan di atas sebuah landasan yang riil.
II. Dialektika
Sementara itu, sejalan dengan dan setelah filsafat Prancis abad ke-18, telah lahir filsafat Jerman yang baru, yang memuncak pada Hegel.
Jasanya yang terbesar adalah mengangkat kembali dialektika sebagai bentuk penalaran tertinggi. Semua filsuf Yunani kuno dilahirkan sebagai ahli dialektika yang alamiah, dan Aristoteles, yang paling ensiklopedik di antara mereka semua, sudah menganalisis bentuk-bentuk pemikiran dialektik yang paling dasar. Filsafat yang lebih baru, di sisi lain, sekalipun di dalamnya kita temui juga para pendukung dialektika yang cemerlang (misalnya Descartes dan Spinoza), telah, khususnya lewat pengaruh Inggris, semakin hari semakin terpatri secara kaku di dalam mode penalaran yang disebut metafisika, yang hampir sepenuhnya juga mendominasi orang-orang Prancis abad ke-18, terutama dalam karya filsafat mereka. Di luar filsafat, dalam pengertian yang terbatas, orang Prancis telah menghasilkan karya-karya besar dialektika. Kita hanya perlu mengingat karya Diderot, Le Neveu de Rameau, dan karya Rousseau, Discours sur l'origine et les fondements de l'inegalite parmi less hommes. Di sini kita sajikan secara singkat karakter esensial dari kedua bentuk penalaran ini.
Bila kita memandang dan merenungkan Alam secara keseluruhan, atau sejarah umat manusia, atau kegiatan intelektual kita sendiri, awalnya kita melihat sebuah benang kusut tanpa-akhir dari relasi-relasi dan reaksi-reaksi, permutasi-permutasi dan kombinasi-kombinasi, di mana tiada yang tetap sebagaimana ia adanya, di mana dan seperti yang ia adanya, tetapi segala sesuatunya bergerak, berubah, lahir dan pupus melenyap. Oleh karenanya, awalnya kita melihat hal-hal dalam keseluruhannya, dimana bagian-bagian individu yang menyusunnya kurang lebih masih di latar belakang; kita amati gerakan, transisi, relasi, dan bukannya benda-benda yang bergerak, berpadu dan berkait itu sendiri. Konsepsi yang primitif dan naif tetapi secara intrinsik tepat ini adalah konsepsi filsafat Yunani Kuno, dan untuk pertama kalinya dirumuskan dengan jelas oleh Heraclitus: segala sesuatu itu ada dan tiada, karena segala sesuatu itu mengalir, terus menerus berubah, terus menerus menjadi dan pupus.
Walaupun konsepsi ini tepat karena ia mengungkapkan karakter umum dari gambaran keseluruhan, ia tidaklah memadai untuk menjelaskan detil-detil yang merupakan bagian dari gambaran ini. Selama kita tidak memahami detil-detil ini, kita tidak mempunyai pemahaman yang jernih akan keseluruhan gambaran itu. Untuk memahami detil-detil ini kita harus memisahkan mereka dari sebab-sebab dan pengaruh-pengaruh alamiah dan khusus mereka. Ini adalah, terutama, tugas penelitian ilmu pengetahuan alam dan sejarah: cabang-cabang ilmu pengetahuan yang oleh orang Yunani Kuno, untuk alasan yang sangatlah baik, diletakkan dalam posisi yang subordinat, karena mereka pertama-tama sekali harus mengumpulkan bahan-bahan untuk dikerjakan oleh ilmu-ilmu ini. Sejumlah materi alam dan sejarah tertentu harus dihimpun sebelum kita bisa melakukan analisa kritis, perbandingan, dan penataan dalam kelas-kelas, golongan-golongan, dan spesies. Fondasi-fondasi ilmu pengetahuan alam eksak, oleh karenanya, awalnya dikerjakan oleh orang-orang Yunani dari periode Alexandrian[34], dan kemudian pada Abad Pertengahan oleh orang-orang Arab. Ilmu pengetahuan alam yang sesungguhnya berasal-muasal dari paruh kedua abad ke-15, dan sejak itu ia telah berkembang dengan laju yang terus-menerus meningkat. Analisis Alam ke dalam bagian-bagian individualnya, pengelompokan berbagai proses-proses dan obyek-obyek alam ke dalam kelas-kelas tertentu, studi mengenai anatomi internal dari tubuh organik dalam keragaman bentuknya – inilah syarat fundamental yang melandasi kemajuan besar ilmu pengetahuan Alam selama 400 tahun terakhir. Tetapi metode kerja ini juga telah memberi kita warisan kebiasaan mengamati obyek-obyek dan proses-proses alam dalam keterisolasian mereka, terpisah dari keterkaitan mereka dengan keseluruhan; kebiasaan mengamati benda dalam keadaan diam mereka, dan bukan dalam keadaan gerak mereka; dalam konstan dan bukan dalam variabel; dalam kematian mereka, dan bukan dalam kehidupan mereka. Dan ketika Bacon dan Locke mentransfer metode pengamatan ini dari ilmu pengetahuan alam ke filsafat, ini melahirkan metode pemikiran metafisika yang sempit, yang khas dari abad yang lalu.
Bagi ahli metafisika, benda dan refleks mental mereka (atau gagasan) adalah obyek yang terisolasi dari satu sama lain, dan mesti dipertimbangkan satu demi satu dan terpisah satu dari yang lainnya. Mereka adalah obyek yang harus diteliti dalam keadaannya yang diam, kaku, dan abadi. Ia berpikir dalam antitesis yang secara mutlak tak terdamaikan. “Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat.” [Matius 5:37] Baginya sesuatu itu eksis atau tidak eksis; sesuatu itu tidak dapat menjadi dirinya sendiri dan pada waktu bersamaan menjadi sesuatu lainnya. Positif dan negatif mutlak terpisah satu sama lain; sebab dan akibat berada dalam sebuah antitesis yang kaku.
Sekilas cara berpikir seperti ini tampak sangat jernih, karena ia adalah apa yang disebut akal sehat yang logis. Akal sehat yang logis ini, seperti seorang tuan terhormat di rumahnya yang nyaman, akan segera mengalami petualangan yang luar biasa seketika ia melangkah keluar ke dunia penelitian yang luas. Metode berpikir metafisika dapat dibenarkan dan diperlukan dalam sejumlah domain, dalam tingkatan yang tergantung pada sifat dari obyek yang diteliti. Namun cepat atau lambat metode metafisika akan mencapai limitnya, dan di luar limit ini ia menjadi berat-sebelah, terbatas, abstrak, hilang dalam kontradiksi-kontradiksi yang tak terpecahkan. Dalam merenungkan hal-hal secara individual, ia melupakan kaitan di antara mereka; dalam merenungkan keberadaan mereka, ia melupakan awal dan akhir dari keberadaan itu; dalam kediaman mereka, ia melupakan gerak mereka. Ia tidak bisa membedakan hutan dari pohon-pohon.
Untuk kebutuhan sehari-hari kita tahu dan dapat mengatakan, misalnya, apakah seekor binatang itu hidup atau mati. Tetapi bila kita teliti lebih dekat, kita mendapati bahwa masalah hidup atau mati adalah sebuah pertanyaan yang sangatlah kompleks, sebagaimana yang diketahui dengan sangat baik oleh para ahli hukum. Mereka telah memeras otak mereka dengan sia-sia untuk menentukan batas rasional kapan menggugurkan janin dalam kandungan ibunya adalah pembunuhan. Adalah sama mustahilnya untuk menentukan secara absolut saat kematian, karena fisiologi membuktikan bahwa kematian bukanlah sebuah fenomena yang sesaat dan sementara, melainkan sebuah proses yang berkepanjangan.
Begitu juga setiap makhluk organik setiap saat adalah sama dan tidak sama; setiap saat ia mengasimilasi materi yang disuplai dari luar dan membuang materi lain; setiap saat sejumlah sel tubuhnya mati dan yang lain membangun kembali dirinya; dalam satu jangka waktu tertentu materi tubuhnya telah diperbarui sepenuhnya, dan digantikan oleh molekul-molekul materi lainnya, sehingga setiap makhluk organik selalu adalah dirinya sendiri, dan juga sesuatu yang lain daripada dirinya sendiri.
Setelah penelitian yang lebih cermat kita juga mendapati bahwa kedua kutub dari sebuah antitesis, misalnya positif dan negatif, adalah tak terpisahkan seperti halnya mereka berlawanan, dan kendati bertentangan, mereka saling merasuki. Dan kita temui, dengan cara yang sama, bagaimana sebab dan akibat adalah konsepsi yang hanya berlaku bila diterapkan pada kasus-kasus individual. Tetapi begitu kita mempertimbangkan kasus-kasus individual itu dalam keterhubungan umum mereka dengan alam semesta secara keseluruhan, mereka saling bertubrukan. Mereka menjadi kacau ketika kita merenungkan aksi dan reaksi universal itu di mana sebab dan akibat selalu berganti tempat, sehingga apa yang adalah akibat di satu tempat dan satu waktu akan menjadi sebab di lain tempat dan lain waktu, dan sebaliknya.
Kerangka penalaran metafisika tidak mengikutsertakan proses dan metode berpikir seperti ini. Dialektika, di sisi lain, memahami materi dan representasi mereka, yakni gagasan, dalam keterkaitan, keterangkaian, gerak, awal dan akhir mereka yang esensial. Proses-proses yang disebut di atas ini oleh karenanya adalah pembenaran bagi metode prosedurnya sendiri.
Alam adalah bukti dari dialektika, dan kita harus katakan kalau sains modern telah menyediakan bukti ini dengan materi-materi yang sangat kaya, yang jumlahnya hari demi hari meningkat, dan dengan demikian telah menunjukkan bahwa, pada analisa terakhir, Alam bekerja secara dialektik dan tidak secara metafisik; bahwa Alam tidak bergerak dalam kesatuan abadi dari sebuah lingkaran yang terus-menerus mengulang, tetapi bergerak melalui sebuah evolusi historis yang riil. Dalam hal ini, nama Darwin mesti disebut sebelum menyebutkan nama-nama lainnya. Ia telah menghantarkan pukulan terbesar terhadap konsepsi metafisika mengenai alam dengan pembuktiannya bahwa semua makhluk organik, tanam-tanaman, binatang, dan manusia sendiri, adalah produk dari sebuah proses evolusi yang berlangsung selama jutaan tahun. Tetapi kaum naturalis yang telah belajar berpikir secara dialektik tidaklah banyak, dan konflik antara hasil-hasil penemuan dengan prasangka berpikir ini menjelaskan kekacauan tanpa akhir yang kini merajalela dalam ilmu teori alam, keputusasaan para guru dan juga para pelajar, para penulis dan juga para pembaca.
Sebuah representasi yang tepat dari alam semesta, dari evolusinya, dari perkembangan umat manusia, dan dari refleksi evolusi ini dalam benak manusia, oleh karenanya hanya dapat diperoleh dengan metode dialektika, yang terus-menerus memperhatikan aksi dan reaksi dari kehidupan dan kematian, perubahan progresif atau retrogresif, yang jumlahnya tak terhitung. Inilah semangat yang terkandung dalamfilsafat Jerman yang baru. Kant memulai kariernya dengan memecahkan sistem tata suryanya Newton yang stabil dan keberlangsungan abadinya setelah impuls awal yang termasyhur itu diberikan. Kant menjelaskannya sebagai hasil dari sebuah proses historis, dimana matahari dan semua planet terbentuk dari sebuah kabut nebula yang berputar.[35] Dari sini ia sekaligus menarik kesimpulan bahwa, berdasarkan asal-usul sistem Tata Surya ini, maka kematiannya di hari depan adalah sebuah keniscayaan. Teorinya, setengah abad kemudian, dibuktikan secara matematika oleh Laplace, dan setengah abad setelah itu spektroskop membuktikan keberadaan kabut gas pijar seperti itu dalam berbagai tahap pengembunan di ruang angkasa.
Filsafat baru Jerman ini berkulminasi dalam sistem Hegelian. Dalam sistem ini – dan di sini kita temui jasa besarnya – untuk pertama kalinya seluruh dunia, alam, sejarah, gagasan, disajikan sebagai sebuah proses, yakni sebagai sesuatu yang terus menerus dalam gerak, perubahan, transformasi, perkembangan; dan usaha dilakukan untuk menyusur keterkaitan internal yang menjadikan semua gerak dan perkembangan ini satu keutuhan yang bersinambungan. Dari sudut pandang ini sejarah umat manusia tidak lagi tampak seperti sebuah kekacauan liar dari kekerasan-kekerasan yang tak masuk di akal, yang terkutuk di hadapan pengadilan nalar yang filsafati dan dewasa, yang sebaiknya dilupakan secepat mungkin. Sejarah umat manusia tidak lain adalah bagian dari proses perkembangan manusia itu sendiri. Sekarang menjadi tugas dari akal manusia untuk menelusuri derap gradual dari proses ini melalui semua alurnya yang berliku-liku, dan untuk menyusuri hukum-hukum internal yang mengatur semua fenomenanya yang seakan-akan kebetulan.
Bahwa sistem Hegelian tidak memecahkan problem yang dikemukakannya tidaklah penting. Jasanya yang bersejarah adalah bahwa ia telah mengemukakan problem itu. Ini adalah problem yang tidak akan pernah dapat dipecahkan oleh seorangpun. Sekalipun Hegel adalah – bersama dengan Saint-Simon – pemikir yang paling ensiklopedik di zamannya, namun ia dibatasi, pertama, oleh keterbatasan yang tak terelakkan dari pengetahuannya sendiri dan, kedua, oleh keterbatasan dari pengetahuan dan konsepsi di zamannya. Selain kedua keterbatasan ini, kita harus tambahkan yang ketiga. Hegel adalah seorang idealis. Baginya pikiran dalam benaknya bukanlah gambaran abstrak dari hal-hal dan proses-proses yang aktual, tetapi sebaliknya, semua hal dan evolusi mereka hanyalah gambaran yang direalisasikan oleh “Ide”, yang eksis di satu tempat sejak kekekalan sebelum adanya dunia. Cara berpikir ini menjungkirbalikkan semuanya, dan sepenuhnya memutar balik keterkaitan yang sesungguhnya dari segala sesuatu dalam dunia. Setepat-tepatnya dan sepintar-pintarnya Hegel memahami sekumpulan fakta, namun karena alasan-alasan yang baru saja kita kemukakan, banyak sekali hal ihwal yang ceroboh, artifisial, dibuat-buat, atau dalam kata lain keliru dalam hal rinciannya. Sistem Hegelian, dalam dirinya sendiri, merupakan sebuah keguguran yang besar – tetapi ia juga adalah yang terakhir dari jenisnya.
Ia menderita, pada kenyataannya, dari sebuah kontradiksi internal yang tak dapat disembuhkan. Di satu pihak, dalil pokoknya adalah konsepsi bahwa sejarah manusia merupakan sebuah proses evolusi, yang, karena wataknya ini, tidak akan bisa menemukan ekspresi intelektualnya yang paling akhir lewat penemuan apa-yang-disebut kebenaran absolut. Tetapi, di pihak lain, ia mengklaim dirinya sebagai hakikat kebenaran absolut itu sendiri. Sebuah sistem pengetahuan alam dan sejarah, yang mencakup segala sesuatu, dan yang final untuk selamanya, adalah sebuah kontradiksi terhadap hukum dasar penalaran dialektika.
Hukum ini, memang, sama sekali tidak mengecualikan, tetapi sebaliknya, mencakup gagasan bahwa pengetahuan sistematik mengenai alam semesta eksternal dapat mengambil langkah maju yang besar dari masa ke masa.
Persepsi mengenai kontradiksi fundamental dalam idealisme Jerman mau tak mau berpulang pada materialisme, tetapi, notabene, bukan materialisme abad ke-18 yang semata-mata metafisika dan mekanik. Materialisme Tua melihat seluruh sejarah masa lalu sebagai seonggok besar kekerasan dan hal-hal yang irasional, sementara Materialisme Modern melihat dalam sejarah proses evolusi kemanusiaan dan berusaha menemukan hukum-hukum dari proses evolusi tersebut. Para filsuf Prancis abad ke-18, dan bahkan Hegel, memegang konsepsi bahwa Alam secara keseluruhan bergerak dalam lingkaran yang sempit, dan selama-lamanya kekal, dengan benda-benda langitnya yang abadi, seperti yang diajarkan oleh Newton, dan dengan spesies organiknya yang tak dapat berubah, sebagaimana diajarkan oleh Linnaeus. Materialisme Modern mencakup penemuan-penemuan ilmu pengetahuan alam yang terbaru, yang menyatakan bahwa Alam juga memiliki sejarah, bahwa benda-benda langit, seperti halnya makhluk-makhluk organik yang menghuninya di bawah kondisi-kondisi yang memungkinkannya, lahir dan musnah. Dan bahkan bila Alam, sebagai satu keseluruhan, masih bergerak dalam lingkaran yang mengulang, lingkaran ini memiliki dimensi yang besarnya tak terhingga. Dalam kedua aspek ini, Materialisme Modern pada dasarnya bersifat dialektik, dan tidak lagi membutuhkan bantuan dari semacam filsafat yang, seperti sang Ratu, berpura-pura berkuasa di atas seluruh sains. Ketika tiap-tiap cabang sains harus membuat posisinya jelas dalam totalitas besar dari segala sesuatu dan pengetahuan kita mengenai segala sesuatu, maka sebuah cabang sains yang khusus untuk mempelajari totalitas ini sudah tidak lagi berguna dan tidak lagi diperlukan. Dari semua filsafat yang ada sebelumnya, hanya sains mengenai penalaran dan hukumnya – yakni logika formal dan dialektika – yang masih akan bertahan. Yang lainnya akan tenggelam dalam ilmu pengetahuan positif mengenai Alam dan sejarah.
Walaupun revolusi dalam ilmu pengetahuan Alam hanya dapat dicapai dalam proporsi yang sama dengan bahan-bahan yang disediakan oleh penelitian, jauh sebelumnya sejumlah fakta sejarah tertentu telah terjadi yang menyebabkan perubahan yang menentukan dalam konsepsi mengenai sejarah. Pada 1831, pemberontakan kelas buruh yang pertama terjadi di Lyon[36]; antara 1838 dan 1842, gerakan kelas buruh nasional yang pertama, yakni gerakan Chartisme di Inggris, mencapai puncaknya. Perjuangan kelas antara proletariat dan borjuasi tampil ke depan dalam sejarah negeri-negeri kapitalis termaju di Eropa, dalam proporsi yang sama dengan perkembangan industri modern di satu sisi dan perkembangan supremasi politik kaum borjuasi yang baru saja mereka raih di sisi lain. Realitas semakin hari semakin mengekspos kebohongan dari ajaran-ajaran ekonomi borjuis yang mengatakan bahwa kepentingan modal dan buruh adalah sama, bahwa kompetisi bebas akan membawa keharmonisan dan kemakmuran untuk semua orang. Semua ini sudah tidak bisa lagi diabaikan, seperti halnya kita tidak bisa lagi mengabaikan Sosialisme Inggris dan Prancis yang merupakan ekspresi teori dari realitas ini, walaupun mereka adalah ekspresi yang sangat tidak sempurna. Tetapi konsepsi idealis mengenai sejarah, yang masih mendominasi, tidak mengenal perjuangan kelas yang berdasarkan kepentingan ekonomi, tidak mengenal kepentingan ekonomi; baginya produksi dan semua relasi ekonomi adalah semata-mata elemen-elemen yang insidental dan subordinat dalam “sejarah peradaban”.
Fakta-fakta yang baru mengharuskan kita untuk memeriksa kembali semua sejarah masa lalu. Dari situ kita melihat bahwa semua sejarah masa lalu, kecuali tahapan primitif, adalah sejarah perjuangan kelas, bahwa semua kelas-kelas yang bertentangan selalu merupakan produk dari mode produksi dan pertukaran, dalam kata lain, produk dari kondisi-kondisi ekonomi zamannya; bahwa struktur ekonomi dari sebuah masyarakat selalu menjadi landasan riil dari masyarakat tersebut, dan hanya dari struktur ekonomi tersebut kita bisa menyusun penjelasan mengenai keseluruhan bangunan-atas (superstruktur) lembaga-lembaga hukum dan politik, dan juga gagasan-gagasan religius, filsafat, dan lainnya yang ada di sebuah epos sejarah tertentu. Hegel telah membebaskan sejarah dari metafisika – dia telah membuatnya dialektis; tetapi konsepsinya mengenai sejarah pada hakikatnya adalah idealis. Tetapi hari ini idealisme telah diusir dari tempat persembunyian terakhirnya, yaitu filsafat sejarah; hari ini metode pembedahan sejarah secara materialis telah dikedepankan, yakni sebuah metode yang menjelaskan “pengetahuan” manusia lewat “keberadaan”nya, alih-alih “keberadaan”nya lewat “pengetahuan”nya.
Sejak saat itu Sosialisme sudah bukan lagi sebuah penemuan yang aksidental oleh otak pintar yang ini atau yang itu, tetapi hasil yang niscaya dari perjuangan antara dua kelas yang berkembang secara historis – proletariat dan borjuasi. Tugas Sosialisme sudah bukan lagi menghasilkan sebuah sistem kemasyarakatan yang sesempurna mungkin, tetapi memeriksa rangkaian peristiwa historico-ekonomik yang niscaya menghasilkan kelas-kelas ini dan antagonisme di antara mereka, dan menemukan di dalam kondisi-kondisi ekonomi yang terciptakan ini sarana untuk memecahkan konflik ini. Tetapi Sosialisme Awal tidaklah kompatibel dengan konsepsi materialis ini, seperti halnya konsepsi Alam kaum materialis Prancis tidak kompatibel dengan dialektika dan ilmu alam modern. Sosialisme Awal jelas mengkritik mode produksi kapitalis yang ada dan konsekuensi-konsekuensinya. Tetapi ia tidak mampu menjelaskannya, dan oleh karenanya tidak mampu menguasainya. Ia hanya bisa menolaknya sebagai sesuatu yang buruk. Semakin keras Sosialisme Awal mengutuk eksploitasi terhadap kelas buruh, yang tak terelakkan di bawah Kapitalisme, semakin ia tidak mampu menjelaskan secara terang benderang apa eksploitasi ini dan bagaimana eksploitasi ini muncul. Untuk bisa melakukan ini, kita harus 1) menjelaskan mode produksi kapitalis dalam keterkaitan historisnya dan keniscayaannya dalam sebuah epos sejarah tertentu, dan oleh karenanya juga menjelaskan keruntuhannya yang tak terelakkan; 2) menelanjangi karakter esensialnya, yang sampai tempo hari masihlah tersembunyi. Ini dilakukan lewat ditemukannya nilai-lebih.
Telah dibuktikan bahwa apropriasi kerja yang tak dibayar adalah landasan dari mode produksi kapitalis dan eksploitasi kaum buruh yang berlangsung di bawahnya; bahwa bahkan bila kaum kapitalis membeli tenaga kerja dari buruhnya dengan nilai penuh sebagai komoditas di pasar, dia akan tetap meraup lebih banyak nilai darinya daripada yang dibayarkannya; dan pada analisa terakhir, nilai-lebih ini membentuk jumlah total nilai dari kapital yang terus menumpuk di tangan kelas-kelas bermilik. Asal-muasal produksi kapitalis dan produksi kapital kedua-duanya dijelaskan di sini.
Kita berhutang pada Marx kedua penemuan besar ini, konsepsi materialis mengenai sejarah dan penyingkapan rahasia produksi kapitalis melalui nilai-lebih. Dengan penemuan-penemuan ini, Sosialisme menjadi ilmiah. Hal selanjutnya adalah mengerjakan semua rinciannya dan relasi-relasinya.
III. Materialisme Historis
Konsepsi materialis tentang sejarah dimulai dari proposisi bahwa produksi kebutuhan untuk mendukung kehidupan manusia dan, setelah produksi, pertukaran dari barang-barang yang diproduksi, adalah landasan dari semua struktur sosial; bahwa di setiap masyarakat yang telah muncul dalam sejarah, cara bagaimana kekayaan didistribusikan dan bagaimana masyarakat terpecah menjadi kelas-kelas atau kelompok-kelompok sosial tergantung pada apa yang diproduksi, bagaimana barang itu diproduksi, dan bagaimana produk-produk itu dipertukarkan. Dari sudut pandang ini, sebab-musabab final dari semua perubahan sosial dan revolusi politik harus dicari bukan dalam benak manusia, bukan dalam kemampuan manusia untuk memahami kebenaran dan keadilan abadi, tetapi dalam perubahan mode produksi dan pertukaran. Ia harus dicari, bukan dalam filsafat, tetapi dalam ekonomi dari tiap-tiap epos. Persepsi yang terus tumbuh bahwa institusi-institusi sosial yang ada tidaklah masuk akal dan tidak adil, bahwa nalar telah menjadi absurd, dan benar telah menjadi salah[37], hanyalah bukti bahwa ada perubahan-perubahan yang sedang berlangsung secara diam-diam dalam mode produksi dan pertukaran, yang sudah tidak lagi sesuai dengan tatanan sosial yang ada. Ini juga berarti bahwa sarana untuk memecahkan kontradiksi yang telah muncul ini sudah bisa ditemui dalam mode produksi yang telah berubah ini, dalam bentuk yang kurang lebih matang. Sarana ini tidak diciptakan oleh deduksi dari prinsip fundamental, tetapi ditemui dalam fakta-fakta yang keras kepala dari sistem produksi yang ada.
Apa posisi Sosialisme modern sehubungan dengan ini?
Situasi dalam masyarakat sekarang – yang sudah diakui secara umum – adalah ciptaan kelas penguasa hari ini, yakni kelas borjuasi. Mode produksi yang khas bagi borjuasi, yang dikenal juga sejak Marx sebagai mode produksi kapitalis, tidaklah kompatibel dengan sistem feodal, yang mengaruniakan privilese-privilese pada individu-individu, pada kelompok-kelompok sosial dan entitas-entitas lokal, dan juga ikatan-ikatan subordinasi yang diwariskan secara turun-temurun dan menjadi kerangka dari organisasi sosialnya. Kaum borjuasi menghancurkan sistem feodal dan mendirikan di atas reruntuhannya tatanan masyarakat kapitalis, kerajaan persaingan bebas, kebebasan pribadi, persamaan di muka hukum, dari semua pemilik komoditas, dan semua karunia kapitalis lainnya. Sejak itu mode produksi kapitalis dapat berkembang dengan bebas. Sejak tenaga uap, permesinan, dan pembuatan mesin dengan mesin mentransformasi manufaktur lama menjadi industri modern, kekuatan produksi, yang berkembang di bawah panduan kaum borjuasi, tumbuh dengan kecepatan yang tak pernah terlihat sebelumnya. Tetapi seperti halnya manufaktur lama, pada jamannya, dan pertukangan, yang menjadi lebih berkembang di bawah pengaruhnya, telah berbenturan dengan batas-batas gilda feodal, maka hari ini industri modern, dalam perkembangannya yang telah sempurna, berbenturan dengan batas-batas mode produksi kapitalis. Kekuatan produksi yang baru telah tumbuh melampaui mode produksi kapitalis yang menggunakannya. Dan konflik antara kekuatan produksi dan mode produksi bukanlah sebuah konflik yang lahir dari dalam benak manusia, seperti konflik antara dosa awal dan keadilan ilahi. Konflik ini eksis secara objektif di luar kita, terlepas dari kehendak dan tindakan bahkan dari orang-orang yang telah menyebabkannya. Sosialisme Modern tidak lain dan tidak bukan adalah refleks dalam benak manusia dari konflik yang nyata ini; refleksi idealnya dalam benak kelas yang secara langsung menderita di bawahnya, yakni kelas buruh.
Apa yang melandasi konflik ini?
Sebelum produksi kapitalis, yakni pada Abad Pertengahan, sistem industri kecil secara umum berlaku, yang berdasarkan kepemilikan pribadi dari para pekerja atas alat-alat produksi mereka; di pedesaan, pertanian dari kaum tani kecil, kaum orang-bebas, atau kaum hamba; di kota, pertukangan yang terorganisasi dalam gilda. Instrumen-instrumen kerja – tanah, alat-alat pertanian tani, bengkel, perkakas – adalah instrumen kerja dari tiap individu, yang diadaptasi untuk digunakan oleh seorang pekerja, dan oleh karenanya tidak bisa tidak instrumen ini kecil, kerdil, dan terbatas. Tetapi, justru karena alasan ini, instrumen ini lazimnya adalah miliknya para pekerja. Tugas mengkonsentrasikan alat-alat produksi yang terpencar-pencar dan terbatas ini, memperluas mereka, mengubah mereka menjadi tuas produksi yang kuat seperti yang kita saksikan hari ini – inilah tugas historis dari produksi kapitalis dan kelas yang menegakkannya, kelas borjuasi. Pada bagian keempat buku Capital, Marx menjelaskan secara detil bagaimana sejak abad ke-15 tugas ini diselesaikan melalui tiga fase: koperasi sederhana, manufaktur, dan industri modern. Tetapi kelas borjuasi, seperti yang telah kita lihat, tidak dapat mentransformasi alat-alat produksi kecil ini menjadi kekuatan produksi yang besar tanpa mentransformasi mereka, pada saat yang sama, dari alat-alat produksi individual menjadi alat-alat produksi sosial yang hanya bisa dikerjakan oleh sebuah kolektivitas manusia. Roda pemintal, alat tenun tangan, palu tukang besi, digantikan dengan mesin pemintal, mesin tenun, dan palu tenaga uap; bengkel individual digantikan dengan pabrik, yang berarti kerja sama dari ratusan dan ribuan pekerja. Dengan cara yang sama, produksi sendiri berubah dari serangkaian aksi individual menjadi serangkaian aksi sosial, dan dari produk individual menjadi produk sosial. Benang, kain, dan produk-produk metal yang sekarang keluar dari gerbang pabrik adalah produk bersama dari banyak buruh, dan barang-barang ini harus beralih dari tangan mereka semua sebelum menjadi barang jadi. Tidak ada satu pun dari mereka yang bisa mengatakan: “Saya sendiri yang membuat ini; ini adalah produk saya.”
Tetapi dimana, dalam sebuah masyarakat tertentu, bentuk fundamental produksi adalah pembagian kerja yang spontan yang merangkak masuk secara berangsur-angsur dan bukan berdasarkan rencana yang dipersiapkan sebelumnya, maka di sana barang-barang hasil produksi ini mengambil bentuk komoditas, yang mana pertukarannya dengan satu sama lain, pembelian dan penjualannya, memungkinkan tiap-tiap produsen memuaskan kebutuhan mereka yang beraneka ragam. Dan demikianlah bentuk produksi Abad Pertengahan. Misalnya kaum tani menjual produk pertanian ke para artisan dan membeli darinya produk kerajinan tangan. Ke dalam masyarakat produsen komoditas perorangan ini, mode produksi yang baru merangsek masuk. Di tengah pembagian kerja yang lama, yang berkembang secara spontan dan tanpa rencana yang definit, yang telah mendominasi seluruh masyarakat, kini lahir pembagian kerja yang berdasarkan rencana yang definit, yang terorganisir di dalam pabrik; bersandingan dengan produksi perorangan muncul produksi sosial. Produk dari kedua mode produksi ini dijual di pasar yang sama, dan oleh karenanya memiliki harga yang kurang lebih sama. Tetapi organisasi produksi yang berdasarkan rencana yang definitif lebih kuat daripada pembagian kerja yang spontan. Pabrik-pabrik yang bekerja dengan kekuatan sosial terpadu dari kolektivitas para individu memproduksi komoditas yang jauh lebih murah daripada para produsen perorangan yang kecil. Para produsen perorangan takluk dari satu cabang industri ke cabang industri lainnya. Produksi sosial merevolusionerkan semua metode produksi lama. Tetapi karakter revolusionernya, pada saat yang sama, begitu kurang dihargai, sehingga ia sebaliknya diperkenalkan sebagai cara untuk meningkatkan dan mengembangkan produksi komoditas. Ketika produksi sosial muncul, ia menemukan organisasi produksi dan pertukaran komoditas yang sudah siap-pakai, yakni kapital pedagang, kerajinan tangan, upah-kerja, dan ia menggunakannya secara liberal. Dengan demikian produksi sosial memperkenalkan dirinya sebagai sebuah bentuk produksi komoditas yang baru, dan tentu saja di bawahnya bentuk apropriasi yang lama tetap berlaku sepenuhnya, dan diaplikasikan juga pada produknya.
Pada tahapan Abad-Pertengahan dari evolusi produksi komoditas, masalah mengenai siapa yang menjadi pemilik dari produk hasil kerja tidak bisa muncul. Sang produsen perorangan biasanya memproduksi barang dengan bahan mentah miliknya sendiri, dengan keahliannya sendiri, dengan alat-alatnya sendiri, dengan kerja dari tangannya sendiri atau keluarganya. Ia tidak perlu mengapropriasi produknya. Produk ini sepenuhnya adalah miliknya. Kepemilikannya akan produk itu oleh karenanya didasarkan pada kerjanya sendiri. Bahkan bila ada bantuan dari luar, ini biasanya kecil sekali signifikansinya, dan umumnya dikompensasi dengan sesuatu selain upah. Para tukang magang (apprentice) dan para pekerja-tukang (journeyman) di dalam gilda bekerja bukan untuk upah dan sesuap nasi semata, tetapi terutama untuk pendidikan supaya mereka sendiri akhirnya bisa menjadi kepala tukang (master craftsman).[38]
Kemudian hadir konsentrasi alat-alat produksi dan para produsen ke dalam pabrik-pabrik raksasa, dan transformasi mereka menjadi alat-alat produksi sosial dan para produsen sosial. Tetapi para produsen dan alat-alat produksi serta produk-produk mereka yang disosialisasikan masih diperlakukan, setelah perubahan ini, seperti sebelumnya, yakni sebagai alat-alat produksi dan produk-produk individual. Sampai pada saat itu, para pemilik alat-alat produksi mengapropriasi produk untuk dirinya sendiri, karena ini umumnya adalah hasil kerjanya sendiri dan bantuan yang diterimanya dari orang lain adalah pengecualian. Sekarang, pemilik alat-alat produksi mengapropriasi produk untuk dirinya sendiri walaupun ini sudah bukan lagi hasil kerjanya tetapi sepenuhnya adalah hasil kerja orang lain. Dengan demikian, produk-produk yang kini diproduksi secara sosial sudah tidak lagi diapropriasi oleh mereka-mereka yang sesungguhnya menggerakkan alat-alat produksi dan sesungguhnya memproduksi komoditas, tetapi diapropriasi oleh kapitalis. Alat-alat produksi, dan produksi itu sendiri, pada hakikatnya telah menjadi sosial. Tetapi mereka dikenakan bentuk apropriasi yang mengandaikan produksi perorangan, dimana setiap orang adalah pemilik dari produk hasil kerjanya sendiri dan membawanya ke pasar. Mode produksi sosial dikenakan bentuk apropriasi individual, walaupun mode produksi tersebut telah melenyapkan kondisi-kondisi yang melandasi apropriasi individual.[39]
Kontradiksi ini, yang memberi mode produksi baru ini karakter kapitalistiknya, mengandung benih dari seluruh antagonisme sosial hari ini. Semakin mode produksi yang baru ini menguasai semua cabang produksi penting dan di semua negeri manufaktur, maka semakin ia membuat produksi perorangan menjadi residu yang tidak signifikan, dan semakin menjadi jelas ketidaksesuaian antara produksi sosial dengan apropriasi kapitalis.
Seperti yang telah kita jabarkan, kaum kapitalis awal, bersandingan dengan bentuk-bentuk kerja lainnya, menemukan kerja-upahan yang sudah siap-pakai untuk mereka di pasar. Tetapi kerja-upahan ini adalah pengecualian, komplementer, tambahan, dan transisional. Buruh tani, yang dari waktu ke waktu menjual tenaga kerjanya per harian, masih memiliki beberapa hektar tanah miliknya sendiri yang selalu bisa memberinya penghidupan yang paling minim. Gilda-gilda diorganisir sedemikian rupa sehingga seorang yang hari ini adalah journeyman esok hari akan menjadi master craftsman. Tetapi semua ini berubah seketika alat-alat produksi menjadi tersosialisasikan dan terkonsentrasikan di tangan kaum kapitalis. Alat-alat produksi serta produk-produk dari para produsen perorangan kian hari kian menjadi tidak berharga. Tidak ada lagi yang bisa dilakukannya kecuali menjadi buruh upahan untuk kapitalis. Kerja-upahan, yang sebelumnya adalah pengecualian dan bersifat tambahan, sekarang menjadi hal yang lazim dan menjadi basis dari semua produksi; sebelumnya komplementer, ia sekarang telah menjadi satu-satunya fungsi yang tersisa dari kaum buruh. Buruh upahan sementara menjadi buruh upahan seumur hidup. Jumlah buruh upahan permanen kian bertambah banyak dengan dihancurkannya sistem feodal yang terjadi berbarengan, dengan dibebaskannya kaum hamba dari kaum bangsawan feodal, terusirnya kaum tani dari kampung halaman mereka, dsb. Pemisahan ini menjadi sempurna, dengan alat-alat produksi terkonsentrasikan di tangan kaum kapitalis di satu sisi, dan kaum produsen yang tidak memiliki apapun selain tenaga-kerja mereka di sisi lain. Kontradiksi antara produksi sosial dan apropriasi kapitalis memanifestasikan dirinya sebagai antagonisme antara proletariat dan borjuasi.
Kita telah saksikan bagaimana mode produksi kapitalis merangsek masuk ke dalam sebuah masyarakat produsen-komoditas perorangan, yang ikatan sosialnya adalah pertukaran produk-produk mereka. Tetapi setiap masyarakat yang berdasarkan produksi komoditas memiliki keunikan ini: bahwa sang produsen kehilangan kendali atas relasi-relasi sosial mereka sendiri. Setiap orang memproduksi untuk dirinya sendiri dengan alat-alat produksi yang ia miliki, dan mereka melakukan pertukaran seadanya guna memenuhi kebutuhannya yang lain. Tidak ada yang tahu berapa banyak barangnya yang akan masuk ke pasar, dan juga berapa banyak yang dibutuhkan. Tidak ada yang tahu apakah produknya akan memenuhi permintaan, apakah dia akan bisa mendapatkan untung dari ongkos produksinya atau bahkan menjual komoditasnya. Anarki berkuasa dalam produksi sosial.
Tetapi produksi komoditas, seperti setiap bentuk produksi lainnya, mempunyai hukum inherennya sendiri yang unik, yang tak terpisahkan darinya; dan hukum ini bekerja, terlepas dari anarki, dalam dan melalui anarki. Hukum ini mengungkapkan dirinya dalam satu-satunya bentuk relasi sosial yang keras kepala, yakni pertukaran, dan di sini mereka mempengaruhi tiap-tiap produsen sebagai hukum kompetisi yang wajib. Awalnya hukum ini tidak diketahui oleh para produsen itu sendiri, dan harus ditemukan oleh mereka perlahan-lahan lewat pengalaman. Oleh karenanya hukum ini bekerja secara independen dari para produsen, dan dalam antagonisme dengan mereka, sebagai hukum alami yang tidak bisa ditawar dan datang dari bentuk produksi mereka yang khas. Produk menguasai para produsen.
Di masyarakat Abad Pertengahan, terutama pada abad-abad yang lebih awal, produksi terutama diarahkan untuk memuaskan kebutuhan individual. Ia memuaskan, terutama, hanya kebutuhan dari sang produsen dan keluarganya. Dimana hubungan ketergantungan personal eksis, seperti halnya di pedesaan, ia juga membantu memuaskan kebutuhan kaum bangsawan feodal. Di dalam semua ini, oleh karenanya, tidak ada pertukaran; sebagai konsekuensinya produk tidak mengambil karakter komoditas. Keluarga sang petani memproduksi hampir semua barang yang mereka butuhkan: pakaian dan perabotan, dan juga kebutuhan penghidupan. Hanya setelah ia mulai memproduksi lebih daripada yang diperlukan untuk menyuplai kebutuhannya dan untuk upeti kaum bangsawan feodal, hanya setelah itu maka ia juga memproduksi komoditas. Surplus ini, yang dilemparnya ke dalam pertukaran yang disosialisasikan dan ditawarkan untuk dijual, menjadi komoditas.
Benar kalau kaum artisan di kota memproduksi untuk pertukaran. Tetapi mereka juga menyuplai sendiri sebagian besar kebutuhan pribadi mereka. Mereka punya kebun dan sebidang tanah. Mereka menggembalakan ternak mereka ke hutan komunal, yang juga menyediakan kayu dan api untuk mereka. Kaum perempuan memintal serat linen, wol, dan sebagainya. Produksi untuk tujuan pertukaran, yakni produksi komoditas, masih belum tumbuh berkembang. Oleh karenanya pertukaran terbatas, pasar sempit, dan metode produksi stabil; ada kekhususan lokal dari luar, dan kesatuan lokal di dalam; di pedesaan dengan “Mark”[40]; di kota dengan gilda.
Tetapi dengan meluasnya produksi komoditas, dan terutama dengan diperkenalkannya mode produksi kapitalis, hukum produksi-komoditas, yang sampai saat itu laten, berlaku dengan lebih luas dan dengan kekuatan yang lebih besar. Relasi-relasi lama menjadi longgar, batas-batas lama yang eksklusif dihapus, kaum produsen semakin hari semakin diubah menjadi produsen komoditas yang terisolasi dan independen. Menjadi jelas bahwa produksi dalam masyarakat diperintah oleh ketiadaan rencana, oleh aksiden, oleh anarki; dan anarki ini tumbuh semakin hari semakin besar. Namun bantuan utama yang digunakan oleh mode produksi kapitalis dalam mengintensifkan anarki produksi sosial ini adalah kebalikan dari anarki, yakni dengan semakin terorganisirnya produksi, di atas basis sosial, di setiap cabang industri. Dengan ini kondisi lama yang stabil dan damai diakhiri. Dimanapun organisasi produksi ini diperkenalkan ke dalam sebuah cabang industri, ia tidak menolerir metode produksi lainnya. Lapangan kerja menjadi medan perang. Penemuan-penemuan geografi yang besar, dan kolonialisasi yang menyusulnya, melipatgandakan pasar dan mempercepat transformasi kerajinan tangan menjadi manufaktur. Perang tidak hanya meledak di antara para produsen dari daerah-daerah tertentu. Pergulatan lokal pada gilirannya menghasilkan konflik-konflik nasional, seperti perang-perang komersial pada abad ke-17 dan ke-18.[41]
Akhirnya, industri modern dan dibukanya pasar dunia membuat pergulatan ini menjadi universal, dan pada saat yang sama memberinya karakter meledak-ledak yang tak pernah terlihat sebelumnya. Keunggulan dalam kondisi produksi yang alami atau artifisial sekarang menentukan eksistensi dan non-eksistensi dari tiap-tiap kapitalis, dan juga dari seluruh industri dan negeri. Yang tersungkur dengan kejam disingkirkan. Ini adalah pergulatan Darwinian yang ditransfer dari Alam ke masyarakat dengan kekerasan yang dipertajam. Kondisi-kondisi eksistensi yang alami bagi binatang tampil sebagai bentuk akhir dari perkembangan manusia. Kontradiksi antara produksi sosial dan apropriasi kapitalis kini mengekspresikan dirinya sebagai antagonisme antara organisasi produksi di tiap-tiap pabrik dan anarki produksi dalam masyarakat umumnya.
Mode produksi kapitalis mengandung dua bentuk antagonisme ini, yang inheren sejak kelahirannya. Mode produksi kapitalis tidak pernah bisa keluar dari “lingkaran mati” yang ditemukan oleh Fourier. Namun Fourier tidak bisa melihat bahwa lingkaran ini perlahan-lahan semakin mengecil; bahwa gerakan memutar ini kian hari kian menjadi spiral, dan harus berakhir, seperti gerak planet yang akan menubruk pusatnya. Kekuatan anarki dalam produksi mengubah mayoritas orang menjadi proletariat, dan massa proletariat ini pada gilirannya akan mengakhiri anarki dalam produksi. Kekuatan anarki dalam produksi sosial mengubah kesempurnaan tak-terbatas dari mesin di bawah industri modern menjadi sebuah hukum, dan hukum ini mewajibkan setiap kapitalis industrial untuk menyempurnakan mesinnya. Bila ia gagal, maka ia akan bangkrut.
Tetapi penyempurnaan mesin membuat kerja manusia tidak diperlukan. Bila pengenalan dan peningkatan penggunaan mesin menyebabkan digantikannya jutaan buruh manual dengan segelintir buruh mesin, maka penyempurnaan mesin berarti semakin sedikit buruh mesin yang dibutuhkan. Pada akhirnya ini berarti akan tersedia lebih banyak buruh upahan dibandingkan dengan yang rata-rata dibutuhkan oleh kapital. Ini berarti terbentuknya pasukan buruh cadangan, yang tersedia di saat industri tumbuh pesat dan dihempaskan ke jalanan ketika keruntuhan ekonomi yang tak terelakkan tiba. Pasukan buruh cadangan adalah beban mati yang menekan kelas buruh dalam perjuangannya melawan kapital, dengan menekan upah ke level yang sesuai dengan kepentingan kapital.
Dengan cara demikian, untuk mengutip Marx, mesin menjadi senjata terkuat kapital dalam melawan kelas buruh; alat produksi terus merampas sumber penghidupan dari tangan buruh; hasil kerja buruh itu sendiri diubah menjadi alat yang menindasnya.
Dengan cara demikian, penghematan yang diperoleh dari penyempurnaan alat produksi pada saat yang sama menjadi pemborosan tenaga kerja yang paling sembrono, dan perampokan yang berdasarkan kondisi dimana kerja lazimnya berfungsi. Mesin, “yang merupakan instrumen yang paling hebat untuk memperpendek waktu kerja, menjadi alat yang paling handal untuk memberikan setiap detik waktu buruh dan keluarganya kepada kaum kapitalis untuk memperbesar nilai kapitalnya.” (Kapital, Marx)
Dengan cara demikian, kerja berlebihan dari sejumlah buruh membuat buruh-buruh lainnya menganggur. Industri modern, yang memburu konsumen baru ke seluruh penjuru dunia, menekan konsumsi di negeri asalnya sampai ke batas minimum, dan dengan demikian menghancurkan pasarnya sendiri.
“Hukum [kapitalis] yang selalu menyeimbangkan surplus relatif populasi, atau pasukan buruh cadangan, dengan tingkatan dan energi akumulasi; hukum ini mengikat buruh pada kapital, lebih kuat daripada rantai yang ditempa oleh dewa Vulcan untuk mengikat Prometheus pada puncak gunung batu.[42] Hukum ini menghasilkan akumulasi kemelaratan yang bersandingan dengan akumulasi kapital. Akumulasi kekayaan di satu kutub, oleh karenanya, berarti pada saat yang sama akumulasi kesengsaraan, penderitaan, perbudakan, pembodohan, kekejaman, degradasi mental, di kutub lainnya, yakni di sisi kelas yang memproduksi produknya sediri dalam bentuk kapital.” (Capital, Marx)
Mengharapkan adanya pembagian produk yang lain dari mode produksi kapitalis adalah sama dengan mengharapkan elektrode baterai tidak akan mengurai air asam, tidak akan melepaskan oksigen di elektrode positif dan hidrogen di elektrode negatif, selama kedua elektrode ini terhubungkan dengan baterai.
Kita telah melihat bahwa penyempurnaan terus-menerus dari mesin modern, oleh anarki produksi sosial, diubah menjadi sebuah hukum wajib yang memaksa tiap-tiap kapitalis industrial untuk selalu menyempurnakan mesinnya dan untuk selalu meningkatkan kekuatan produksinya. Peluang yang terbuka untuk memperluas daerah produksi diubahnya menjadi hukum wajib yang serupa. Ekspansi kekuatan industri modern yang luar biasa ini membuat ekspansi gas seperti mainan anak-anak. Ekspansi ini menjadi sebuah keharusan, secara kuantitatif maupun kualitatif. Semua rintangan tampak kecil di depan matanya. Rintangan ini datang dari konsumsi, penjualan, dan pasar untuk produk hasil industri modern. Tetapi kapasitas untuk perluasan pasar, secara ekstensif dan intensif, terutama diatur oleh hukum yang berbeda, yang bekerja dengan kekuatan yang lebih lemah. Perluasan pasar tidak dapat mengejar perluasan produksi. Benturan antara keduanya menjadi tak terelakkan. Karena tidak ada solusi untuk permasalahan ini selama mode produksi kapitalis utuh, maka benturan ini akan terjadi secara periodik. Produksi kapitalis telah terjebak dalam “lingkaran mati”.
Sejak 1825, ketika krisis kapitalis yang pertama meledak, seluruh dunia industrial dan komersial, produksi dan pertukaran di antara semua orang-orang beradab dan orang-orang barbar yang bergantung pada mereka, terjerembab dalam krisis setiap kira-kira 10 tahun sekali. Perdagangan terhenti; pasar berkelimpahan; produk-produk terakumulasi begitu banyak sehingga tak terjual; uang kontan menghilang; kredit lenyap; pabrik berhenti mengepul; massa buruh kehilangan sumber penghidupan, karena mereka memproduksi terlalu banyak sumber penghidupan; kebangkrutan datang susul menyusul. Stagnasi berlangsung bertahun-tahun; kekuatan produksi dan produk dibuang dan dihancurkan dalam jumlah besar, sampai akhirnya massa komoditas yang tertimbun berkurang, atau nilainya turun, dan sampai produksi dan pertukaran perlahan-lahan mulai bergerak kembali. Sedikit demi sedikit lajunya bertambah cepat. Industri, kredit komersial, dan spekulasi awalnya berlari dengan lambat, lalu menjadi cepat, kemudian menjadi kencang seperti kuda pacu, dan akhirnya melompat begitu tinggi untuk berakhir ke tempat dimana ia mulai, yakni kembali terjerembab ke parit krisis. Dan lagi dan lagi. Sejak 1825 kita sudah mengalami ini lima kali, dan kini (1877) kita sedang melalui krisis yang keenam. Karakter dari krisis-krisis ini begitu jelas di mata Fourier dan dia menggambarkan krisis ini sebagai “crise plethorique”, atau krisis yang timbul akibat keberlimpahan.
Dalam krisis-krisis ini, kontradiksi antara produksi sosial dan apropriasi kapitalis berakhir dalam ledakan yang besar. Sirkulasi komoditas, untuk sementara, berhenti. Uang, yang merupakan medium sirkulasi, menjadi penghalang sirkulasi. Semua hukum produksi dan sirkulasi komoditas terjungkir balik. Benturan ekonomi mencapai puncaknya. Mode produksi memberontak melawan mode pertukaran.
Organisasi produksi sosial di dalam pabrik telah berkembang begitu jauh sehingga ia sudah tidak lagi kompatibel dengan anarki produksi dalam masyarakat, yang eksis bersamanya dan mendominasinya. Fakta ini disadari oleh kaum kapitalis sendiri lewat konsentrasi kapital yang berlangsung selama krisis, melalui bangkrutnya banyak kapitalis besar, dan lebih banyak lagi kapitalis kecil. Seluruh mekanisme mode produksi kapitalis roboh di bawah tekanan kekuatan produksi, yang merupakan ciptaannya sendiri. Mode produksi kapitalis sudah tidak bisa lagi mengubah semua alat produksi menjadi kapital. Alat-alat produksi menganggur, dan sebagai konsekuensinya pasukan buruh cadangan juga harus menganggur. Alat-alat produksi, sumber penghidupan, buruh, semua elemen produksi dan kekayaan umumnya ada dalam jumlah yang berkelimpahan. Tetapi “keberlimpahan menjadi sumber penderitaan dan kemiskinan” (Fourier), karena keberlimpahan adalah hal yang menghalangi transformasi alat-alat produksi dan sumber penghidupan menjadi kapital. Karena dalam masyarakat kapitalis, alat-alat produksi hanya dapat berfungsi bila mereka melalui transformasi awal menjadi kapital, menjadi alat untuk mengeksploitasi tenaga-kerja manusia. Keharusan transformasi alat-alat produksi dan sumber penghidupan menjadi kapital berdiri seperti hantu di antara kapital dan buruh. Keharusan ini sendiri menghalangi kesatuan antara tuas produksi material dan personal; keharusan ini sendiri merintangi berfungsinya alat-alat produksi dan merintangi buruh untuk bekerja dan hidup. Oleh karenanya di satu sisi mode produksi kapitalis terbukti tidak mampu mengarahkan lebih lanjut kekuatan-kekuatan produksi ini. Di sisi lain, kekuatan-kekuatan produksi ini sendiri, dengan energi yang terus bertambah, terus melangkah maju ke penghapusan kontradiksi yang ada, ke penghapusan kualitas mereka sebagai kapital, ke pengakuan akan karakter mereka sebagai kekuatan produksi sosial.
Seiring dengan pertumbuhannya yang semakin hari semakin bertambah besar, kekuatan produksi memberontak melawan karakternya sebagai kapital dan semakin menuntut agar karakter sosialnya diakui. Ini memaksa kelas kapitalis itu sendiri untuk semakin hari semakin memperlakukan kekuatan produksi ini sebagai kekuatan produksi sosial, selama ini memungkinkan di bawah kondisi kapitalis. Periode aktivitas industri yang tinggi, dengan inflasi kreditnya yang tak terbatas, seperti halnya krisis kapitalis yang disertai bangkrutnya perusahaan-perusahaan kapitalis besar, cenderung menghasilkan bentuk sosialisasi alat-alat produksi yang kita saksikan dalam berbagai perusahaan-perusahaan saham gabungan. Banyak alat produksi dan distribusi ini yang sejak awal begitu besar, seperti perusahaan rel kereta api, sehingga mereka mengecualikan bentuk-bentuk ekspansi kapitalis lainnya. Di tahapan perkembangan selanjutnya bentuk ini juga menjadi tidak memadai. Para kapitalis skala-besar di sebuah cabang industri tertentu dan di sebuah negeri tertentu bersatu dalam sebuah “Trust”[43], sebuah persekutuan bisnis yang dibentuk dengan tujuan mengatur produksi. Mereka menentukan jumlah barang yang akan diproduksi dan membaginya di antara mereka sendiri, dan dengan demikian menetapkan harga jual. Tetapi trust macam ini, ketika bisnis memburuk, biasanya pecah, dan dengan demikian mendorong konsentrasi produksi yang semakin besar. Keseluruhan industri diubah menjadi satu perusahaan saham-gabungan yang luar biasa besar. Kompetisi internal digantikan dengan monopoli internal dari satu perusahaan ini. Ini telah terjadi pada 1890 dengan industri alkali di Inggris, dimana setelah 48 perusahaan merger menjadi satu perusahaan trust industri ini dijalankan dengan satu rencana tunggal dan dengan kapital 6.000.000 pound.
Di dalam trust kebebasan kompetisi berubah menjadi kebalikannya – monopoli; dan produksi kapitalis tanpa rencana yang definit tunduk pada produksi dengan rencana yang definit dari masyarakat sosialis yang sedang merangkak masuk. Tentunya ini dilakukan selama masih menguntungkan kapitalis. Tetapi dalam monopoli eksploitasi menjadi begitu mencolok, sehingga ia mau tidak mau harus roboh. Tidak ada satu pun negeri yang mau menerima produksi yang dikuasai oleh trust, dengan eksploitasi yang begitu terbuka terhadap seluruh masyarakat oleh segelintir pemungut dividen.
Bagaimanapun juga, dengan atau tanpa trust, perwakilan resmi dari masyarakat kapitalis – yaitu Negara – pada akhirnya harus mengambil kendali pengarahan produksi.[44] Keharusan mentransformasi alat produksi menjadi milik Negara pertama kali dirasakan di institusi-institusi besar untuk transportasi dan komunikasi – kantor pos, telegraf, rel kereta api.
Bila krisis kapitalisme mendemonstrasikan bagaimana kaum borjuasi sudah tidak lagi mampu mengelola kekuatan produksi modern, maka transformasi badan-badan produksi dan distribusi besar menjadi perusahaan saham-gabungan, trust, dan perusahaan milik negara menunjukkan bagaimana kaum borjuasi sudah tidak lagi dibutuhkan untuk menjalankan produksi. Semua fungsi sosial kelas kapitalis sudah tidak lagi memiliki fungsi apapun selain mengantongi dividen, meraup bunga pinjaman, dan berjudi di Bursa Saham, dimana tiap-tiap kapitalis saling menjatuhkan satu sama lain. Awalnya mode produksi kapitalis mengusir kaum buruh. Sekarang ia mengusir kaum kapitalis dan mereduksi mereka, seperti halnya ia mereduksi kaum buruh, menjadi bagian dari surplus populasi, walaupun tidak segera menjadi bagian dari pasukan buruh cadangan.
Tetapi transformasi menjadi perusahaan saham-gabungan dan trust, atau perusahaan milik negara, tidak menghilangkan watak kapitalis dari kekuatan produksi yang ada. Ini jelas dalam perusahaan saham-gabungan dan trust. Negara modern tidak lain adalah organisasi yang digunakan oleh masyarakat borjuis untuk menyokong kondisi-kondisi eksternal yang dibutuhkan oleh mode produksi kapitalis, supaya tidak dilanggar oleh buruh atau kapitalis secara individual. Negara modern, apapun bentuk yang diambilnya, pada hakikatnya adalah aparatus kapitalis, negaranya kaum kapitalis, personifikasi ideal dari total kapital nasional. Semakin Negara mengambil alih kekuatan produksi, semakin ia sungguh-sungguh menjadi kapitalis nasional, dan semakin banyak penduduk yang dieksploitasinya. Buruh tetap menjadi buruh-upahan – proletariat. Relasi kapitalis tidak menghilang. Justru relasi kapitalis semakin diperkuat, sampai pada titik dimana ia menjadi tidak stabil. Kepemilikan Negara terhadap kekuatan produksi bukanlah solusi untuk kontradiksi kapitalis. Tetapi tersembunyi dalam kepemilikan Negara adalah kondisi-kondisi teknis yang membentuk elemen dari solusi yang diperlukan.
Satu-satunya solusi adalah pengakuan akan watak sosial dari kekuatan produksi modern, dan oleh karenanya pengakuan akan perlunya mengharmoniskan karakter sosial dari alat-alat produksi. Dan ini hanya bisa dicapai bila masyarakat mengambil alih secara terbuka dan langsung kekuatan produksi yang telah tumbuh melampaui semua kendali, kecuali kendali dari masyarakat secara keseluruhan. Karakter sosial dari alat-alat produksi dan produk kini memberontak melawan para produsen, secara periodik mengacaukan semua produksi dan pertukaran, dan bertindak seperti Hukum Alam yang bekerja dengan membabi buta, memaksa dan merusak. Tetapi bila kekuatan produksi diambil alih oleh masyarakat, maka karakter sosial dari alat-alat produksi dan produk akan digunakan oleh para produsen dengan pemahaman penuh akan wataknya. Alih-alih menjadi sumber kekacauan dan keruntuhan periodik, karakter sosial ini akan menjadi tuas produksi yang paling kuat.
Kekuatan-kekuatan sosial yang aktif bekerja persis seperti kekuatan-kekuatan alam: dengan membabi buta, memaksa dan merusak, selama kita tidak memahami dan mengakui mereka. Tetapi segera setelah kita memahami mereka, mengerti tindakan mereka, arah mereka, pengaruh mereka, maka tinggal tergantung pada kita bagaimana kita ingin mengendalikan mereka sesuai dengan kehendak kita sendiri, dan dengan demikian menggunakan mereka untuk tujuan kita sendiri. Dan ini terutama benar untuk kekuatan produksi yang maha besar dewasa ini. Selama kita bersikeras menolak memahami watak dan karakter sosial dari alat-alat produksi – dan pemahaman ini bertentangan dengan kecenderungan mode produksi kapitalis dan para pembelanya – maka kekuatan-kekuatan ini bekerja terlepas dari kita, bertentangan dengan kita, dan menguasai kita, seperti yang telah kita rinci di atas.
Tetapi segera setelah kita memahami watak mereka, maka mereka dapat ditransformasi dari tuan yang jahat menjadi pelayan yang patuh. Perbedaannya adalah seperti perbedaan antara listrik tak terkendali dari badai petir yang merusak dengan listrik yang terkendali untuk telegraf dan bohlam; perbedaan antara api kebakaran dengan api yang digunakan untuk melayani manusia. Dengan pengakuan terhadap karakter sesungguhnya dari kekuatan produksi hari ini, anarki sosial digantikan dengan regulasi sosial atas produksi yang berdasarkan rencana yang definit, sesuai dengan kebutuhan komunitas dan setiap individu. Dengan demikian mode apropriasi kapitalis, dimana produk memperbudak produsen, digantikan dengan mode apropriasi produk yang berdasarkan watak alat-alat produksi modern; berdasarkan di satu sisi apropriasi sosial langsung untuk mempertahankan dan memperluas produksi, di sisi lain apropriasi individual langsung untuk sumber penghidupan dan kesenangan.
Mode produksi kapitalis semakin hari semakin mengubah mayoritas besar penduduk menjadi proletariat, dan dengan demikian ia menciptakan kekuatan yang akan terdorong untuk memenuhi revolusi ini. Mode produksi kapitalis semakin hari semakin mendorong transformasi alat-alat produksi – yang sudah tersosialisasikan – menjadi milik Negara, dan dengan demikian ia menunjukkan untuk dirinya sendiri jalan untuk mencapai revolusi ini. Revolusi ini adalah kaum proletariat merebut kekuatan politik dan mengubah alat-alat produksi menjadi milik Negara.
Tetapi dengan melakukan ini, kaum proletariat menghapus dirinya sebagai proletariat, menghapus semua perbedaan kelas dan antagonisme kelas, menghapus juga Negara sebagai Negara. Masyarakat, sampai saat ini, adalah masyarakat yang berdasarkan antagonisme kelas dan oleh karenanya membutuhkan Negara. Negara adalah sebuah organisasi dari kelas tertentu, yakni kelas penindas; sebuah organisasi yang bertujuan mempertahankan kondisi-kondisi produksi yang ada dari gangguan dari luar, dan oleh karenanya terutama bertujuan menundukkan kelas-kelas yang tereksploitasi di bawah kondisi-kondisi penindasan yang sesuai dengan mode produksi tertentu (perbudakan, feodalisme, kerja-upahan). Negara adalah perwakilan resmi dari keseluruhan masyarakat; perhimpunannya menjadi sebuah pengejawantahan yang nyata. Tetapi Negara adalah demikian hanya selama ini adalah Negara dari kelas yang, untuk kurun waktu tertentu, mewakili keseluruhan masyarakat: di jaman kuno, Negaranya kaum pemilik budak; di Abad Pertengahan, Negaranya kaum bangsawan feodal; di jaman kita sekarang, Negaranya kaum borjuasi.
Ketika, pada akhirnya, Negara menjadi perwakilan yang sesungguhnya dari keseluruhan masyarakat, maka ia sudah tidak lagi diperlukan. Segera setelah tidak ada lagi kelas yang harus ditundukkan; segera setelah kekuasaan kelas, dan pergulatan eksistensi individual[45] di bawah anarki produksi hari ini, dengan benturan-benturan dan ekses-ekses yang muncul darinya, telah disingkirkan, maka tidak ada lagi yang tersisa untuk ditindas, dan sebuah kekuatan penindas khusus, yakni Negara, sudah tidak lagi diperlukan. Tindakan pertama dari Negara yang sungguh-sungguh merupakan perwakilan dari keseluruhan masyarakat adalah mengambil alih alat-alat produksi atas nama masyarakat. Tindakan pertama ini pada saat yang sama adalah tindakan independen terakhirnya sebagai Negara. Intervensi Negara dalam relasi-relasi sosial, dari satu domain ke domain lain, menjadi tak dibutuhkan, dan lalu Negara pupus dengan sendirinya. Pemerintahan terhadap manusia (government of people) digantikan dengan administrasi terhadap hal-hal (administration of things), digantikan dengan metode proses produksi. Negara tidak “dihapuskan”. Ia pupus. Ini membuat kita bisa mengukur nilai dari frase “Negara bebas”, yang penggunaannya kadang-kadang diperbolehkan untuk keperluan agitasi saja, serta keterbatasan ilmiah dari frase “Negara bebas”.[46] Ini juga menunjukkan keterbatasan dari tuntutan kaum anarkis yang ingin menghapus Negara dalam sekejap.
Sejak munculnya mode produksi kapitalis dalam sejarah, apropriasi seluruh alat-alat produksi oleh masyarakat telah sering diimpikan – walau dengan agak samar – oleh sejumlah individu dan sekte. Tetapi ini hanya menjadi mungkin dan menjadi keniscayaan historis ketika syarat-syarat untuk realisasinya telah tiba. Seperti setiap kemajuan sosial lainnya, ini menjadi mungkin, bukan karena manusia memahami bahwa keberadaan kelas-kelas adalah sesuatu yang bertentangan dengan keadilan, persamaan, dsb., bukan juga karena kehendak semata untuk menghapus kelas-kelas, tetapi karena hadirnya kondisi-kondisi ekonomi yang baru. Perpecahan masyarakat menjadi kelas yang menindas dan kelas yang tertindas, kelas yang berkuasa dan kelas yang dikuasai, adalah konsekuensi niscaya dari perkembangan produksi yang tidak memadai dan terbatas pada masa sebelumnya. Selama total kerja sosial hanya menghasilkan produk yang sedikit melebihi apa yang dibutuhkan untuk eksistensi dari semua orang; selama, oleh karenanya, kerja menyita semua atau hampir semua waktu mayoritas besar penduduk – maka masyarakat ini akan terbagi ke dalam kelas-kelas. Bersandingan dengan mayoritas besar, yang adalah budak kerja, muncul sebuah kelas yang bebas dari kerja produktif langsung, yang mengelola hal ihwal umum masyarakat: pengarahan kerja, masalah Negara, hukum, sains, kesenian, dsb. Hukum pembagian kerja oleh karenanya melandasi pembagian kelas. Tetapi ini tidak menghalangi penggunaan kekerasan, perampokan, dan tipu daya untuk mempertahankan pembagian kelas. Ini tidak menghalangi kelas penguasa, setelah naik ke tampuk kekuasaan, untuk mengkonsolidasikan kekuatannya dengan menindas kelas buruh. Ini tidak menghalanginya untuk mengubah kepemimpinan sosialnya menjadi eksploitasi massa yang intensif.
Tetapi bila pembagian kelas memiliki justifikasi historis tertentu, ini hanya berlaku untuk satu masa tertentu, dan hanya di bawah kondisi-kondisi sosial yang tertentu pula. Yang menjadi landasan pembagian kelas adalah produksi yang tidak memadai. Oleh karenanya pembagian kelas akan tersapu oleh perkembangan penuh kekuatan produksi modern. Dan, pada kenyataannya, penghapusan kelas-kelas dalam masyarakat mensyaratkan sebuah perkembangan sejarah tertentu dimana keberadaan kelas penguasa – bukan hanya kelas penguasa ini atau itu, tetapi kelas penguasa secara umum – dan dengan demikian keberadaan perbedaan kelas itu sendiri telah menjadi sebuah anakronisme yang usang. Oleh karenanya ini mensyaratkan perkembangan produksi yang telah mencapai tingkatan yang demikian tinggi sehingga apropriasi pribadi atas alat-alat produksi dan produknya, dominasi politik, monopoli kebudayaan, serta kepemimpinan intelektual oleh sebuah kelas tertentu tidak hanya telah menjadi tak berguna tetapi juga secara ekonomi, politik dan intelektual telah menjadi rintangan bagi perkembangan umat manusia.
Titik ini telah tercapai. Kebangkrutan politik dan intelektual kelas borjuasi sudah bukan lagi rahasia bagi kelas borjuasi itu sendiri. Kebangkrutan ekonomi terjadi secara reguler setiap 10 tahun. Setiap kali krisis terjadi masyarakat dicekik oleh beban kekuatan produksi dan produknya sendiri, yang tidak dapat digunakannya, dan menjadi tak berdaya di hadapan kontradiksi absurd dimana produsen tidak punya apapun untuk dikonsumsi karena tidak ada konsumen. Kekuatan ekspansi dari alat-alat produksi mematahkan rantai yang diikatkan oleh mode produksi kapitalis terhadap alat-alat produksi. Dipatahkannya rantai ini adalah salah satu prasyarat untuk perkembangan kekuatan produksi terus-menerus dan dengan kecepatan yang semakin cepat, dan dengan demikian adalah prasyarat untuk peningkatan produksi yang praktis tak terbatas. Tidak hanya itu saja. Apropriasi sosial atas alat-alat produksi melenyapkan tidak hanya restriksi-restriksi artifisial terhadap produksi tetapi juga pemborosan dan penghancuran kekuatan produksi dan produk yang pada saat ini adalah hasil yang niscaya dari produksi itu sendiri, dan mencapai puncaknya pada saat krisis ekonomi. Terlebih lagi, apropriasi sosial atas alat-alat produksi membebaskan sejumlah besar alat-alat produksi dan produk untuk komunitas secara keseluruhan, dengan mengeliminasi penghamburan uang yang menjijikkan oleh kelas penguasa hari ini dan para perwakilan politik mereka. Lewat produksi sosial, untuk pertama kalinya hadir kemungkinan dimana kita dapat menjamin untuk setiap anggota masyarakat sebuah eksistensi yang tidak hanya sepenuhnya mencukupi secara material, dan setiap harinya menjadi lebih penuh, tetapi juga eksistensi yang menjamin untuk semuanya perkembangan dan penggunaan semua kapasitas fisik dan mental mereka secara bebas. Kemungkinan ini sekarang untuk pertama kali ada di sini[47].
Penyitaan alat-alat produksi oleh masyarakat akan mengakhiri produksi komoditas, dan pada saat yang sama mengakhiri dominasi produk atas produsen. Anarki dalam produksi sosial digantikan dengan pengorganisasian yang sistematis dan definit. Pergulatan eksistensi individual akan lenyap. Maka, untuk pertama kalinya, manusia, dalam makna tertentu, akan terpisahkan dari kerajaan hewan, dan meninggalkan kondisi keberadaan hewan untuk memasuki kondisi keberadaan yang sungguh-sungguh manusia. Seluruh kondisi kehidupan yang mengepung manusia, dan yang telah menguasai manusia hingga sekarang ini, kini ada di bawah dominasi dan kuasa manusia, yang untuk pertama kalinya menjadi penguasa alam yang sesungguhnya dan sadar, karena dia sekarang telah menjadi tuan dari organisasi sosialnya sendiri. Hukum dari tindakan sosialnya sendiri, yang sampai sekarang ini asing baginya dan mendominasinya seperti halnya hukum Alam, akan kemudian digunakan dengan pemahaman dan penguasaan penuh olehnya. Organisasi sosial manusia, yang sampai sekarang ini adalah keharusan yang dipaksakan oleh Alam dan sejarah, sekarang menjadi hasil dari tindakan bebasnya sendiri. Kekuatan-kekuatan objektif dari luar yang sampai sekarang ini telah mengemudikan alur sejarah kini ada di bawah kendali manusia. Hanya pada titik inilah manusia sendiri, dengan semakin sadar, akan membuat sejarahnya sendiri. Hanya pada titik inilah sebab-musabab sosial yang digerakkan oleh manusia akan memiliki – pada hakikatnya dan dalam proporsi yang semakin meningkat -- hasil yang diharapkannya. Manusia akan bangkit dari kerajaan keharusan ke kerajaan kebebasan.
Mari kita ringkas sketsa perkembangan sejarah kita.
I. Masyarakat Abad Pertengahan – Produksi perorangan dalam skala kecil. Alat-alat produksi diadaptasi untuk digunakan secara individual; oleh karenanya primitif, lamban, kecil, dan aksinya sangat terbatas. Produksinya untuk konsumsi segera, untuk produsen sendiri atau tuan feodalnya. Hanya bila produksi lebih besar daripada konsumsi maka ekses ini dijual dan masuk ke pertukaran. Produksi komoditas, oleh karenanya, masih dalam tahapan kanak-kanak. Tetapi ia sudah mengandung dalam dirinya embrio anarki produksi.
II. Revolusi Kapitalis – transformasi industri, awalnya melalui koperasi dan manufaktur sederhana. Alat-alat produksi yang sebelumnya tercerai berai dikonsentrasikan ke dalam pabrik-pabrik besar. Sebagai konsekuensinya, alat-alat produksi perorangan ditransformasi menjadi alat-alat produksi sosial – sebuah transformasi yang tidak, secara keseluruhan, mempengaruhi bentuk pertukaran. Bentuk apropriasi yang lama masih berlaku. Kelas kapitalis muncul. Dalam kapasitasnya sebagai pemilik alat-alat produksi dia juga mengapropriasi produk dan mengubahnya menjadi komoditas. Produksi telah menjadi aksi sosial. Pertukaran dan apropriasi terus menjadi aksi individual. Produk sosial diapropriasi oleh kapitalis individual. Kontradiksi fundamental, yang darinya muncul semua kontradiksi dalam masyarakat, dan yang dikedepankan oleh industri modern:
A. Terpisahnya kaum produsen dari alat produksi. Pekerja terkutuk menjadi buruh-upahan untuk seumur hidupnya. Antagonisme antara proletariat dan borjuasi.
B. Hukum yang mengatur produksi komoditas semakin mendominasi dan semakin efektif. Kompetisi yang tak terkendali. Kontradiksi antara organisasi sosial di dalam tiap-tiap pabrik dan anarki sosial dalam produksi secara keseluruhan.
C. Di satu pihak, penyempurnaan mesin, yang disebabkan oleh kompetisi yang wajib di antara semua kapitalis, dan disertai dengan dipecatnya semakin banyak buruh. Pasukan cadangan buruh. Di pihak lain, perluasan produksi yang tak terbatas, yang juga wajib bagi setiap kapitalis di bawah kompetisi. Di kedua pihak, perkembangan kekuatan produksi yang tak pernah terlihat sebelumnya, ekses penawaran yang melebihi permintaan, over-produksi dan produk – ekses buruh, yang tidak memiliki pekerjaan dan tidak memiliki sumber penghidupan. Tetapi kedua tuas produksi ini dan kesejahteraan sosial tidak dapat bekerja sama, karena mode produksi kapitalis menghalangi berfungsinya kekuatan produksi dan menghambat sirkulasi produk, kecuali kalau mereka terlebih dahulu diubah menjadi kapital – yang dihalangi oleh super-keberlimpahan mereka sendiri. Kontradiksi telah tumbuh menjadi absurditas. Mode produksi bangkit memberontak melawan bentuk pertukaran.
D. Kelas kapitalis terpaksa mengakui secara parsial karakter sosial dari kekuatan produksi. Badan-badan produksi dan komunikasi besar diambil alih, pertama-tama oleh perusahaan saham-gabungan, kemudian oleh trust, dan lalu oleh Negara. Kelas borjuasi terbukti menjadi kelas yang tidak diperlukan lagi. Semua fungsi sosialnya kini dilakukan oleh pegawai bergaji.
III. Revolusi Proletarian – Solusi untuk kontradiksi-kontradiksi yang ada. Kaum proletariat merebut kekuasaan politik, dan dengannya mentransformasi alat-alat produksi, yang sudah lepas dari tangan borjuasi, menjadi milik publik. Dengan tindakan ini, kaum proletariat membebaskan alat-alat produksi dari karakter kapital yang sampai sekarang telah diembannya, dan memberi karakter sosial mereka kebebasan penuh untuk berfungsi. Produksi sosial berdasarkan sebuah rencana yang ditentukan sebelumnya sejak saat itu menjadi mungkin. Perkembangan produksi membuat keberadaan kelas-kelas menjadi anakronisme. Seiring dengan lenyapnya anarki dalam produksi sosial, maka otoritas politik Negara juga akan lenyap dalam proporsi yang sama. Manusia, yang akhirnya menjadi tuan dari bentuk organisasinya sendiri, menjadi pada saat yang sama tuan yang menguasai Alam, tuannya sendiri – bebas.
Untuk memenuhi emansipasi universal ini adalah tugas historis dari kaum proletariat modern. Untuk memahami sepenuhnya kondisi-kondisi historis dan dengan demikian watak sesungguhnya dari tindakan ini, untuk memberi kelas proletariat yang sekarang tertindas sebuah pengetahuan yang lengkap akan kondisi-kondisi historis ini dan makna dari tugas yang harus dipenuhinya, inilah tugas dari ekspresi teoretis gerakan proletariat, Sosialisme Ilmiah.
Catatan
[1] Ini yang dikatakan Hegel mengenai Revolusi Prancis: “Pikiran, konsep hukum, kesemuanya itu seketika menegaskan keberadaannya, dan merobohkan bangunan lama yang tidak benar. Dalam konsepsi hukum ini, oleh karenanya, sebuah konstitusi kini telah ditetapkan, dan sejak itu segala sesuatu mesti didasarkan padanya. Sejak matahari diam di tempat, dan planet-planet berkeliling di seputarnya, tidak pernah terlihat manusia berdiri di atas kepalanya – yakni di atas Ide – dan membangun realitas menurut citranya. Anaxagoras mula-mula mengatakan bahwa Nalar memerintah dunia; tetapi sekarang, untuk pertama kalinya, manusia akhirnya mengakui bahwa Ide mesti memerintah realitas mental. Dan ini adalah matahari terbit yang indah. Semua Makhluk yang berpikir telah ikut serta dalam merayakan hari suci ini. Emosi yang sublim menggerakkan manusia pada waktu itu, antusiasme akan nalar menyebar ke seluruh penjuru dunia, sebagaimana ia sekarang telah sampai pada rekonsiliasi Asas Ilahi dengan dunia.” (Hegel, Philosophie der Geschichte, 1840, hal. 535). Bukankah sudah waktunya untuk membenturkan undang-undang Anti-sosialis dengan ajaran-ajaran dari almarhum Profesor Hegel, yang subversif dan berbahaya ini? [Engels]
[2] Menurut teorinya Rousseau, manusia awalnya hidup di bawah kondisi liar, dimana semua manusia setara. Munculnya kepemilikan pribadi dan semakin dalamnya ketidaksetaraan properti memulai transisi dari kondisi liar ke kondisi peradaban, dan mendorong terbentuknya negara yang berdasarkan kontrak sosial. Namun, semakin mendalamnya ketidaksetaraan politik menyebabkan dilanggarnya kontrak sosial dan munculnya sebuah negara penindas yang baru. Sebuah negara yang berdasarkan nalar, yang dibangun di atas sebuah kontrak sosial yang baru, diperlukan untuk menyingkirkan penindasan ini. Teori ini dipaparkan di Discours sur l’origine el les fondemens de l'inégalité parmi les hommes (Diskursus mengenai Asal-muasal dan Fondasi Ketidaksetaraan di antara Manusia), Amsterdam, 1755, dan Du contract social; ou, principes du droit politique (Kontrak Sosial, atau Prinsip-Prinsip Hak Politik), Amsterdam, 1762.
[3] Kaum burgher adalah kaum borjuasi awal. Kata borjuasi sendiri berasal dari kata “burgher”. Dimulai sejak abad ke-11 kaum pedagang, artisan, dan tukang pengrajin membentuk kota-kota awal yang disebut Burgh, yang diberi kekuasaan administrasi dan semacam otonomi oleh Raja. Burgh menjadi sentra perdagangan dan pertukangan. Para penduduk Burgh disebut kaum burgher dan dari merekalah kaum borjuasi modern lahir.
[4] Kaum journeyman adalah seseorang tukang pada Abad Pertengahan, yang sudah menyelesaikan latihan magangnya tetapi masih belum lulus sebagai master craftsman atau guild master, dan oleh karenanya belumlah menjadi anggota gilda. Seorang journeyman tidak boleh mempekerjakan orang, sebaliknya ia bekerja untuk master craftsman dan mendapatkan upah. Tetapi tujuan utamanya bekerja bukan untuk upah tetapi untuk terus belajar dan mengasah kemampuannya supaya akhirnya bisa diangkat menjadi master craftsman. Seiring dengan berkembangnya kapitalisme, kaum journeyman berangsur-angsur menghilang dan menjadi proletariat.
[5] Reformasi Jerman atau yang dikenal juga sebagai Reformasi Protestan dimulai dengan 95 Tesis yang diterbitkan oleh pendeta Martin Luther pada 1517, yang mengkritik korupsi, kolusi, nepotisme dan berbagai penyalahgunaan kekuasaan yang merajalela dalam Gereja Katolik. Serangan terhadap Gereja Katolik ini juga secara tidak langsung adalah serangan terhadap feodalisme. Basis kelas yang melandasi Reformasi Jerman adalah kemunculan kelas baru, yakni kaum burgher (kaum borjuasi awal), yang mulai menentang otoritas feodalisme dan Gereja. Seperti yang dikatakan Engels dalam bukunya Perang Tani di Jerman: “oposisi terhadap feodalisme menampakkan dirinya sebagai oposisi terhadap feodalisme religius”. Dalam perkembangannya, gerakan Reformasi ini terpecah menjadi dua kamp: kamp yang konservatif yang diwakili oleh Martin Luther, dan kamp yang radikal yang diwakili oleh tokoh-tokoh seperti Thomas Muntzer dan kaum Anabaptis lainnya.
[6] Perang Tani Jerman (1524-1525) adalah pemberontakan terbesar kaum tani terhadap kaum bangsawan feodal sebelum Revolusi Prancis 1789, untuk menentang penindasan oleh kaum bangsawan dan Gereja Katolik. Pemberontakan ini juga dipantik oleh gerakan Reformasi Jerman yang menentang otoritas dari rejim autokrasi serta Gereja Katolik. Sejumlah pendeta radikal seperti Thomas Muntzer mendukung kaum tani yang memberontak ini, namun Martin Luther yang memulai Reformasi Jerman justru menentang pemberontakan ini. Pemberontakan ini gagal dan lebih dari 100 ribu kaum tani dieksekusi. Frederick Engels menulis buku “Perang Tani di Jerman” yang memeriksa konflik kelas yang melandasi perang ini.
[7] Kaum Anabaptis adalah kaum reformis radikal dari gerakan Reformasi Jerman pada abad ke-16. Kaum Anabaptis dianggap sebagai penyebar ajaran sesat oleh Gereja Katolik dan oleh karenanya menderita persekusi.
[8] Thomas Muntzer (1489-1525) adalah pendeta Jerman dan salah seorang pemimpin Reformasi Jerman yang melawan Gereja Katolik dan feodalisme. Karena pahamnya yang radikal dan revolusioner, dia berseberangan dengan Martin Luther, pemimpin utama Reformasi Jerman, yang berkompromi dengan otoritas feodal dan gereja. Dia menjadi pemimpin Pemberontakan Tani pada 1525, ditangkap setelah pertempuran Frankenhausen, disiksa, dan lalu dieksekusi.
[9] Revolusi Inggris (1640-1660), atau yang dikenal juga sebagai Perang Sipil Inggris, adalah revolusi borjuis besar pertama di Eropa. Kelas borjuis Inggris yang dipimpin oleh Oliver Cromwell meluncurkan perang terhadap Monarki Inggris. Perang ini dimenangkan oleh kelas borjuis, monarki dihapus dan Raja Charles I dipancung pada 1849, yang lalu disusul oleh 10 tahun kekuasaan pemerintahan republik borjuis. Pada 1860 monarki kembali berkuasa dan Raja Charles II naik ke tampuk kekuasaan.
[10] Kaum Leveller adalah kaum revolusioner selama Revolusi Inggris abad ke-17, yang lahir dari tentara rakyat (New Model Army) yang terbentuk selama perang sipil. Mereka terdiri dari kaum artisan, pedagang kecil, petani, dan para tukang pengrajin. Kaum Leveller berjuang untuk terbentuknya pemerintahan yang sungguh-sungguh demokratik dan mereka mewakili sayap kiri radikal dari Revolusi Borjuis Inggris. Mereka lalu memberontak melawan Oliver Cromwell yang mewakili sayap kanan konservatif dari Revolusi Borjuis Inggris. Namun pemberontakan mereka berhasil ditumpas pada 1649 dan para pemimpin mereka dieksekusi.
[11] Francois-Noel Babeuf (1760-1797) adalah seorang agitator politik dan jurnalis selama Revolusi Prancis. Dia menerbitkan koran Le Tribun du Peuple (Tribune Rakyat) yang membela kaum miskin dan menyerukan pemberontakan terhadap pemerintahan Direktorat yang diktatorial. Dia adalah komunis pertama yang memperjuangkan penghapusan kepemilikan pribadi. Karena perannya dalam usaha menumbangkan Pemerintahan Direktorat, dia ditangkap, diadili dan dijatuhi hukuman pancung.
[12] Di sini Engels merujuk pada karya-karya kaum Komunis Utopi, Thomas More (abad ke-16) dan Tommasoi Campanella (abad ke-17).
[13] Étienne-Gabriel Morelly (1717-1778) adalah seorang pemikir Utopis dan novelis Prancis. Bukunya, Code de la Nature (Hukum Alam) yang diterbitkan pada 1755 menjadi landasan pemikiran bagi banyak pemikir sosialis dan komunis di kemudian hari. Di dalam bukunya ini dia mengajukan sebuah tatanan sosial yang egaliter, tanpa properti, pernikahan, gereja dan polisi.
Gabriler Bonnot de Mably (1709-1785) adalah filsuf, sejarawan dan penulis dari Prancis. Dia adalah pemikir komunis awal. Di dalam bukunya, “Entretiens de Phocion” dan “Des droits et de devoirs du citoyen”, dia menyokong gagasan penghapusan kepemilikan pribadi, yang dianggapnya tidak sesuai dengan altruisme manusia.
[14] Reign of Terror, atau Pemerintahan Teror, adalah periode selama Revolusi Prancis dimana kekuatan revolusi menghantam kekuatan kontra-revolusi dari monarki dan kaum bangsawan, yang berlangsung dari 6 September 1793 – 28 Juli 1794. Dipimpin oleh kaum Jacobin, terutama Maximilien Robespierre, sebuah teror revolusioner diluncurkan. Raja Louis XVI, Ratu Marie Antoinette dan banyak kaum bangsawan lainnya dipenggal kepalanya dengan guillotine. Kediktatoran revolusioner Jacobin akhirnya tumbang dan digantikan dengan Pemerintahan Direktorat yang kontra-revolusioner, dimana kaum revolusioner dari Revolusi Prancis ditangkapi dan dieksekusi.
[15] Ini merujuk pada periode kediktatoran demokratik-revolusioner Jacobin (Juni 1793 - Juli 1794), ketika Jacobin menyerang balik kekuatan teror kontra-revolusioner kaum Girondin dan Royalis dengan teror revolusioner. Direktorat (sebuah badan dengan lima Direktur, yang tiap anggotanya harus dipilih ulang setiap tahun secara bergantian) adalah organ kekuasaan eksekutif di Prancis di bawah Konstitusi 1798 yang diadopsi setelah rubuhnya kediktatoran revolusioner Jacobin pada 1794. Direktorat eksis sampai 1799, sebelum dikudeta oleh Napoleon. Selama Direktorat berkuasa, badan ini mempertahankan sebuah rejim teror terhadap kekuatan-kekuatan demokratik dan membela kepentingan borjuasi besar.
[16] Baca Thomas Carlyle, Past and Present, London, 1843
[17] Ini merujuk pada semboyan Revolusi Prancis 1789 “Liberté, égalité, fraternité” (Kebebasan, Persamaan, Persaudaraan).
[18] Hak atas malam pertama atau jus primae noctis adalah hak tuan tanah feodal di Eropa Abad Pertengahan untuk tidur dengan pengantin perempuan dari bawahannya atau hambanya pada malam pengantin.
[19] Lettres d'un habitant de Genève à ses contemporains (Surat-surat dari seorang warga Jenewa untuk orang-orang sejamannya) adalah karya pertama Saint-Simon. Karya ini ditulisnya di Jenewa pada 1802 dan diterbitkan anonim di Paris pada 1803 (tempat dan waktu penerbitannya tidak disebut di edisi ini). Ketika mengerjakan karya Anti-Duhring, Engels menggunakan edisi ini: G. Hubbard, Saint-Simon, sa vie et ses travaux. Suivi de fragments des plus célèbres écrits de Saint-Simon, Paris, 1857. Edisi ini mengandung sejumlah kesalahan dalam tanggal penerbitan dari berbagai karya Saint-Simon.
[20] Karya penting pertama Charles Fourier adalah Théorie des quatre mouvements et des destinées générales (Teori Empat Gerakan dan Takdir Secara Umum), yang ditulisnya di awal abad ke-19 dan diterbitkan anonim di Lyon pada 1808. Untuk menghindari sensor, halaman muka karya ini menulis Leipzig sebagai tempat penerbitan.
[21] New Lanark adalah sebuah pabrik katun dengan kampung buruh dekat kota Lanark, Skotlandia. Kota ini didirikan pada 1784. Pada 1800 Robert Owen mengambil alih New Lanark dan membuatnya menjadi model Sosialisme Utopis.
[22] Ini merujuk pada massa sans-cullotes, rakyat miskin pada akhir abad ke-18 yang menjadi basis massa dari tendensi radikal (Jacobin) selama Revolusi Prancis 1789.
[23] Estate ketiga adalah kategori kelompok sosial di Prancis pada masa Abad Pertengahan yang mencakup semua orang yang bukan anggota aristokrat (estate kedua) dan gereja (estate pertama). Di pedesaan, ini adalah kaum tani dan kaum hamba. Di kota, kaum borjuasi dan kaum pekerja.
[24] Engels mengutip surat kedua dari Lettres d’un habitant de Genève à ses contemporains oleh Saint-Simon.
[25] Engels merujuk pada sebuah kalimat dari “Saint-Simon’s Letters to an American” (surat ke-8).
[26] Peperangan Paris berlangsung pada 30-31 Maret 1814, antara pasukan Koalisi Keenam (yang terdiri dari Rusia, Austria, dan Prusia) dan Prancis. Setelah seharian pertempuran di daerah suburban Paris, Prancis menyerah pada 31 Maret. Pasukan Koalisi Keenam memasuki kota Paris, dengan Tsar, Raja Prusia, dan Pangeran Schwarzenberg di depan barisan pasukan. Ini adalah pertama kalinya pasukan asing menginjakkan kakinya di Paris sejak 400 tahun yang lalu pada saat Perang Seratus Tahun. Ini mengakhiri Perang Koalisi Keenam dan memaksa Kaisar Napoleon untuk turun tahta dan diasingkan ke Pulau Elba.
[27] Peperangan Seratus Hari, atau dikenal juga sebagai Seratus Hari Napoleon adalah periode antara kembalinya Napoleon ke Paris dari pengasingannya pada 20 Maret 1815, sampai pada kekalahannya dan dinobatkannya Raja Louis XVII pada 8 Juli 1815. Koalisi Ketujuh lalu dibentuk oleh Inggris, Prusia, Belanda, Austria, Rusia, Spanyol, dan negeri-negeri lainnya yang menentang Revolusi Prancis dan Napoleon. Ini adalah bab terakhir dari Peperangan Napoleon, dan kekalahan terakhir Napoleon di Peperangan Waterloo. Pasukan Koalisi Ketujuh mematahkan pasukan Napoleon dan memasuki kota Paris pada 7 Juli 1815. Napoleon menyerah pada 15 Juli 1815, diasingkan ke pulau Saint Helena dimana dia meninggal pada 5 Mei 1821.
[28] Gagasan ini dipaparkan di buku pertama Charles Fourier, Théorie des quatres mouvements (Teori Empat Gerakan), yang mengandung tesis umum ini: “Progres sosial dan perubahan dari sebuah periode diikuti oleh progres kaum perempuan menuju kebebasan, sementara kebusukan dari sebuah sistem sosial diikuti dengan pemasungan kebebasan kaum perempuan.” Dari tesis ini Fourier menarik kesimpulan berikut ini: “Perluasan hak-hak perempuan adalah prinsip dasar dari semua progres sosial.”
[29] Théorie de l’unite universelle, Fourier, 1843 dan Le nouveau monde industriel et sociétaire, ou invention du procédé d'industrie attrayante et enaturelle distribuée en séries passionnées, Fourier, 1845
[30] Dari The Revolution in Mind and Practice, sebuah memorial yang disampaikan kepada semua “kaum Republikan merah, kaum Komunis dan Sosialis Eropa,” dan dikirim ke pemerintahan provisional Prancis pada 1848, dan juga “ke Ratu Victoria dan para penasihatnya”.
[31] Di sebuah pertemuan publik yang besar di Glasgow pada Januari 1815, Owen mengajukan serangkaian langkah untuk memperbaiki kondisi kerja anak-anak dan orang dewasa di pabrik. RUU ini diajukan atas inisiasi Owen pada Juni 1815, dan diloloskan oleh Parlemen hanya pada Juli 1819, setelah RUU ini dipangkas habis-habisan. UU ini mengatur kondisi kerja di pabrik-pabrik katun dengan melarang mempekerjakan anak-anak di bawah umur 9 tahun, membatasi jam kerja selama 12 jam untuk pekerja di bawah umur 18 tahun, dan memberi buruh 2 waktu istirahat, waktu sarapan dan waktu makan siang, selama 45 menit.
[32] Sebuah Kongres Koperasi dan Serikat Buruh, yang dipimpin oleh Owen, diselenggarakan di London pada Oktober 1833. Kongres ini secara formal membentuk Grand National Consolidated Trades Union. ADRTnya diadopsi pada Februari 1834. Owen membayangkan Serikat ini akan mengambil alih manajemen produksi dan merekonstruksi masyarakat secara damai. Rencana Utopis ini segera runtuh. Dihadapi oleh oposisi dari masyarakat borjuis dan pemerintah, Serikat ini bubar pada Agustus 1834.
[33] Wilhelm Christian Weiting (1808-1871) adalah seorang buruh jahit dan aktivis komunis dari Jerman.
[34] Periode Sains Alexandrian adalah dari abad ke-3 sampai ke-7. Namanya datang dari kota Alexandria di Mesir, di Mediterania, yang pada saat itu adalah sentra utama perdagangan internasional. Periode Alexandrian menyaksikan perkembangan pesat dalam ilmu matematika, mekanika (Euclid, Archimedes), geografi, astronomi, anatomi, fisiologi, dan ilmu-ilmu lainnya.
[35] Ini merujuk pada Hipotesa Nebula, yang pertama kali dikemukakan oleh Emanuel Swedenborg (1688-1772) pada 1734 dan lalu disempurnakan oleh Immanuel Kant pada 1775. Hipotesa ini menyebutkan bahwa pada tahap awal, Tata Surya masih berupa kabut raksasa. Kabut ini terbentuk dari debu, es, dan gas yang disebut nebula, dan unsur gas yang sebagian besar hidrogen. Gaya gravitasi yang dimilikinya menyebabkan kabut itu menyusut dan berputar dengan arah tertentu, suhu kabut memanas, dan akhirnya menjadi bintang raksasa (matahari). Matahari raksasa terus menyusut dan berputar semakin cepat, dan cincin-cincin gas dan es terlontar ke sekeliling Matahari. Akibat gaya gravitasi, gas-gas tersebut memadat seiring dengan penurunan suhunya dan membentuk planet dalam dan planet luar.
[36] Pemberontakan Canut di Lyon, Prancis, pada 1831 adalah pemberontakan kelas buruh yang pertama. Pada 21 November ratusan buruh mogok dan turun ke jalan untuk menuntut kenaikan upah. Mereka membangun barikade dan menduduki kantor polisi. Mereka berhasil merebut kota Lyon pada 23 November setelah pertempuran berdarah-darah melawan pasukan pemerintah. Pemerintahan Prancis lalu mengirim 20.000 tentara untuk merebut kembali Lyon. Pada 3 Desember, kota Lyon berhasil direbut kembali oleh pemerintah.
[37] Mephistopheles dalam drama “Faust” oleh Goethe. [Engels]
[38] Pada Abad Pertengahan, kaum tukang pengrajin atau artisan umumnya dibagi menjadi 3 kelompok: apprentice (pemagang), journeyman, dan master craftsman atau guild master. Master craftsman adalah titel tertinggi. Ia adalah anggota gilda, diperbolehkan membuka toko atau bengkel mereka sendiri, dan mempekerjakan apprentice atau journeyman. Apprentice (pemagang) adalah tukang pemula yang harus bekerja di bawah didikan master craftsman untuk kurun waktu tertentu. Ia biasanya tidak dibayar upah dan menerima bayaran dalam bentuk makanan, kamar, dan pelatihan. Setelah lulus magang, dia menjadi journeyman, yang masih harus bekerja untuk master craftsman tetapi dia menerima upah untuk kerjanya dan tidak terikat pada satu master craftsman. Journeyman lalu bisa menjadi master craftsman setelah melewati ujian tertentu.
[39] Berhubungannya dengan ini sangatlah jelas bahwa, bahkan bila bentuk apropriasi tetaplah sama, karakter dari apropriasi ini juga telah direvolusionerkan seperti halnya mode produksi oleh perubahan-perubahan yang telah kita paparkan di atas. Tentu saja adalah hal yang teramat berbeda ketika saya mengapropriasi untuk diri saya sendiri produk hasil kerja saya atau produk hasil kerja orang lain. Perlu kita catat di sini bahwa kerja-upahan, yang merupakan embrio dari seluruh mode produksi kapitalis, adalah sesuatu yang ada sejak zaman kuno; dalam bentuk yang sporadis dan terpencar, kerja-upahan telah eksis selama berabad-abad bersandingan dengan kerja-perbudakan. Tetapi embrio ini hanya dapat berkembang sepatutnya ketika semua prasyarat historis yang diperlukannya telah tersedia. [Engels]
[40] “Mark” atau juga “March” adalah perbatasan tanah di Eropa pada Abad Pertengahan , atau sebidang tanah pada zaman feodal yang dikuasai oleh bangsawan atau tuan tanah tertentu.
[41] Pada abad ke-17 dan ke-18 terjadi serangkaian perang komersial untuk memperebutkan koloni antara sejumlah negeri Eropa, seperti Prancis, Inggris, Belanda, Spanyol dan Portugal. Misalnya Perang Anglo-Dutch antara Inggris dan Belanda.
[42] Prometheus mencuri api dari dewa Jupiter (Zeus) dan memberikannya pada manusia. Sebagai hukumannya, dia dirantai di atas puncak gunung batu untuk selama-lamanya dan setiap hari burung elang mencabik-cabik perutnya. Dewa pandai-besi, Vulcan, adalah dewa yang menempa rantai yang mengikat Prometheus.
[43] Trust, atau yang dikenal juga sebagai kartel atau konglomerat, adalah perusahaan monopoli besar yang mengkonsentrasikan berbagai cabang industri ke dalam dirinya.
[44] Saya katakan di sini “harus”. Hanya ketika alat-alat produksi dan distribusi telah sungguh-sungguh tumbuh melampaui bentuk manajemen perusahaan saham-gabungan, yang lalu membuat pengambilalihan mereka oleh Negara menjadi sesuatu yang secara ekonomi tak terelakkan, maka – bahkan bila yang melakukan ini adalah Negara sekarang ini – akan bisa ada kemajuan ekonomi. Ini akan menjadi langkah awal dari pengambilalihan seluruh kekuatan produktif oleh masyarakat itu sendiri. Tetapi belakangan ini sejak rejim Bismarck menerapkan kepemilikan Negara atas sejumlah cabang industri, semacam Sosialisme palsu telah muncul. Sosialisme palsu ini dari waktu ke waktu mengalami degenerasi menjadi penjilat, yang menyatakan tanpa basa-basi bahwa semua kepemilikan Negara, bahkan yang semacam Bismarckian, adalah sosialisme. Tentunya bila pengambilalihan industri rokok oleh Negara adalah sosialistis maka Napoleon dan Metternich haruslah diikutsertakan sebagai salah satu pendiri Sosialisme.
Bila Negara Belgia, untuk alasan-alasan politik dan finansial yang lazim, membangun rel kereta api; bila rejim Bismarck mengambil alih industri rel kereta api bukan karena alasan ekonomi tetapi karena pemerintah ingin bisa menggunakannya pada saat peperangan, ingin meraup suara dari para pegawai rel kereta, dan terutama ingin menjamin untuk dirinya pendapatan yang independen dari parlemen – ini sama sekali bukanlah kebijakan sosialis, secara langsung ataupun tidak langsung, secara sadar ataupun tidak sadar. Kalau tidak maka Perusahaan Maritim Kerajaan, perusahaan manufaktur porselen Kerajaan, dan bahkan penjahit resimen angkatan bersenjata juga adalah institusi sosialis, atau bahkan pengambilalihan rumah bordil oleh Negara seperti yang diajukan oleh seorang anjing licik di pemerintahan Frederick William III. [Engels]
[45] “The struggle for existence” atau “pergulatan eksistensi” adalah konsep pergulatan manusia atau organisme secara umum, di antara diri mereka sendiri dan/atau dengan alam, untuk mengamankan sumber penghidupan yang dibutuhkan untuk eksis. Konsep ini sudah dikembangkan sejak awal oleh filsuf Heraclitus yang mengatakan bahwa pergulatan adalah bapa dari segala hal.
[46] Ini merujuk pada karya Marx, “Kritik Terhadap Program Gotha”, dimana Marx mengkritik program dari Partai Buruh Sosial Demokratik Jerman (SDAP). Salah satu tuntutan dari program SDAP yang dikritik Marx adalah pembentukan “negara bebas”.
[47] Beberapa figur dapat memberikan gambaran akan kekuatan ekspansif yang luar biasa besar dari alat-alat produksi modern, bahkan di bawah tekanan kapitalis. Menurut Tuan Giffen, jumlah kekayaan Inggris Raya dan Irlandia adalah 2,2 miliar pound sterling pada 1814; 6,1 miliar pada 1865; 8,5 miliar pada 1875. Sebagai contoh pemborosan alat-alat produksi dan produk selama krisis ekonomi, jumlah kerugian di industri besi Jerman sendiri saja selama krisis 1873-1878, menurut Kongres Industrial Jerman kedua (Berlin, 21 Februari, 1878) adalah sebesar 22,75 juta pound. [Engels]
0 comments:
Posting Komentar