GREAT WRITERS ON ORGANIZATIONS
THE THIRD OMNIBUS EDITION, 2007
Derek S. Pugh and David J. Hickson
1.A. Hamilton (1757- 1804)
Birokrasi yang kuat diperlukan untuk melindungi human liberty
Dominasi negara harus kuat,
Tingkat sentralisasi yang tinggi harus diterapkan
The limit on government (birokrasi bersosok partisipatif, bukan otoriter) and the maximization of individual rights and liberty
Penting pemerintah mendekatkan diri pada grassroot level;
Negara harus memberikan kesempatan untuk partisipasi secara luas dan mendengarkan aspirasi masyarakat
Desentralisasi yang efektif harus diterapkan
3.J. Madison: Presiden ke 4 AS
Menghindari tirani mayoritas dengan membuat pemerintahan yang diisi oleh kelompok-kelompok kepentingan sekaligus melindungi kepentingan kaum minoritas
Birokrasi yang melindungi dan mengayomi warga, menjamin kebebasan dan kemerdekaan
Birokrasi yang pluralistik harus diterapkan
4. Woodrow Wilson (The Study of Administration, 1887)
Administrasi: the most obvious part of government; it is government in action; it is the executive, the operative, the most visible side of government
Lebih mudah menyusun konstitusi (politik/legislatif) daripada menjalankannya (administrasi)
Harus mempelajari sejarah dan praktek administrasi publik pada masa-masa sebelumnya kemudian membangun ilmu administrasi yang lebih memperhatikan sisi organisasi dan manajemennya, ketimbang hanya memfokuskan diri semata pada reformasi administrasi kepegawaian seperti menerapkan sistem merit;
Administrasi publik harus didasarkan pada “management science”
Perlu dibangun“administrative science” yang mengutamakan nilai efisiensi dan keekonomian (produktivitas);
Agar benar-benar profesional maka Administrasi harus bebas dari Politik, atau dikenal dengan “dikotomi administrasi-politik”
5. Frank J. Goodnow: (Politics and Administration, 1900)
Politik harus dibedakan dari administrasi;
Politik adalah “the expression of the will of the state”; politik bekerja melalui badan legislatif.
Administrasi adalah “the execution of that will”; administrasi dijalankan oleh para eksekutif atau dikenal dengan birokrasi.
Akan tetapi administrasi modern selalu mengalami dilema ketika berurusan dengan politik;
Kecenderungan ini masih terus berlangsung sampai sekarang.
Ketika dipisahkan secara formal maka dibutuhkan kontrol tambahan secara legal melalui sistem partai politik.
6. Frederick W. Taylor (Scientific Management, 1912)
Father of scientific management dan memberikan banyak inspirasi bagi pengembangan ilmu administrasi publik
Menginisiasi pengembangan “time and motion studies”.
Taylor seakan mengasumsikan only “one best way” mencapai produktivitas tinggi
Prinsip-prinsipnya:
(1) perlu dikembangkan suatu ilmu management sejati sehingga “metode kerja terbaik” dapat diperoleh,
(2) perlu dilakukan proses seleksi pegawai secara ilmiah agar setiap pekerja mampu bekerja dan bertanggung jawab terhadap pekerjaan yang sesuai dengannya,
(3) perlu adanya pendidikan dan pengembangan ilmiah terhadap para pekerja, dan
(4) perlu adanya kerja sama yang erat dan ramah antara manajer dan pekerja.
Kewajiban dari manajemen adalah
(1) menggunakan cara-cara tradisional dengan metode yang scientifik;
(2) secara ilmiah mempelajari seleksi dan pengembangan pegawai secara teratur untuk menjamin penempatan pekerja secara optimal;
(3) mendorong pegawai menerapkan prinsip ilmiah dalam bekerja; dan
(4) menciptakan pembagian unit kerja yang logis serta peran dan tanggung jawab antara pegawai dan atasan mereka.
Semua ini adalah doktrin yang dianggap sebagai “one best way”
Doktrin yang mengasumsikan “one best way” ini, kemudian dikritik karena dalam praktek organisasi dan manajemen ternyata “no one best way”.
7. Henry Fayol (1911, 1949): prinsip-prinsip manajemen yang banyak diadopsi administrasi publik
PRINSIP MANAGEMENT FAYOL:
(1) Division of work (pembagian kerja),
(2) Authority (hak untuk memberi perintah)
(3) Discipline (aturan-aturan yang dipatuhi)
(4) Unity of command (kesatuan perintah)
(5) Unity of direction (kesatuan arah/pimpinan)
(6) Subordination of individual interests to the general interest (kepentingan organisasi lebih diutamakan dari kepentingan pribadi)
(7) Remuneration (adanya sistem kompensasi yang adil)
(8) Centralization (sistem sentralisasi)
(9) Scalar chain (garis kewenangan)
(10) Order (penempatan pada posisi dan waktu yang tepat).
(11) Equity (perlakuan yang ramah dan adil terhadap bawahan)
(12) Stability of tenure of personnel (kestabilan dari para staff)
(13) Initiative (bawahan diberi kebebasan berinisiatif)
(14) Esprit de corps (dorongan semangat kerja team).
8. William F. Willoughby (The Movement for Budgetary Reform in the States, 1918)
Menunjukkan bahwa anggaran merupakan suatu instrumen demokrasi
Berpendapat bahwa anggaran merupakan instrumen yang menghubungkan antara legislatif dan eksekutif
Anggaran merupakan suatu instrumen yang menjamin adanya efisiensi dan keekonomian
Orang pertama yang menuntut adanya sistem anggaran eksekutif nasional
Ia percaya bahwa administrasi publik memiliki aspek-aspek universal yang dapat diterapkan pada berbagai cabang pemerintahan;
Ia mengusulkan untuk melakukan reformasi anggaran, dalam tiga aspek:
(1) popular control:
(2) executive-legislative cooperation; and
(3) Management effectiveness
9. Chester Barnard. 1938. Informal Organizations and Their Relation to Organizations
Informal Organizations and Their Relation to Organizations:
Barnard melihat organisasi sebagai suatu sistem, dimana ia menguji aspek informal dan formal organisasi, khususnya posisi eksekutif
Ia melihat perbedaan antara kepentingan organisasi dan tujuan individu dalam organisasi yang tidak selamanya sejalan dan saling melengkapi/memenuhi
Menurut Barnard, organisasi harus mencari jalan untuk membuat keseimbangan (equilibrium) antara tujuan organisasi dan motivasi individu dalam organisasi.
Efektivitas kepemimpinan sangat tergantung pada kemauan individu pengikut untuk menerima dan meresponsnya;
Perlu disadari bahwa para pekerja memiliki “social-psychology zone of acceptance” yang menandakan derajat kemauan para individu pekerja untuk taat terhadap arahan dan perintah atasan/pemimpin mereka
Barnard mengatakan kita harus memperhatikan tidak hanya organisasi dalam makna formal yang hanya berkenaan dengan bagaimana mengkoordinasikan kegiatan organisasi, tetapi juga makna informal yaitu memperhatikan perasaan, emosi, karakter dan kegiatan individu pekerja.
Ia menyatakan bahwa banyak organisasi yang gagal justru karena tidak memperhatikan aspek organisasi informal ini.
Barnard juga menyatakan bahwa fungsi eksekutif adalah memelihara dan menjaga komunikasi, menjamin pelayanan dan sumberdaya, dan memformulasikan tujuan dan target, serta selalu menggunakan gaya “supportive leadership” melalui insentif positif.
Singkatnya, fungsi eksekutif adalah menjaga dinamika keseimbangan antara kebutuhan organisasi dan kebutuhan individu pegawai/pekerja.
Pemikiran Barnard menjadi sangat penting dan menjadi inspirasi bagi pengembangn organisasi di kemudian hari, khususnya bagi jabatan eksekutif.
10. Robert Merton. 1940. Bureaucratic Structure and Personality.
Menurut Merton, keyakinan Weber tentang keandalan struktur birokrasinya bisa meleset, membuat birokrasi tidak berfungsi.
Merton menyatakan mungkin saja peraturan yang dibuat untuk mengendalikan birokrasi bisa menjelma menjadi tujuan itu sendiri oleh birokrat (instrumental value becomes a terminal value);
Birokrat yang berkuasa, kata Merton, cenderung membentuk semacam solidaritas kelompok sehingga sangat mungkin tetap melanggengkan kedudukannya dan menolak berbagai usulan perubahan, (dan akhirnya bisa sebagai tembok yang tebal yang sulit ditembus)
Yang menarik disampaikan Merton adalah munculnya gejala “trained incapacities” dimana para individu yang direkrut berdasarkan kompetensi lambat laun menjadi tidak mampu karena perubahan situasi dan kondisi.
Memang birokrasi, sebagaimana diyakini Weber merupakan tipe ideal yang memiliki tingkat presisi, keterandalan dan efisiensi yang tinggi, namun menurut Merton, untuk dapat berhasil, suatu birokrasi sangat juga tergantung kepada perilaku, sikap, dan suasana hati (personality) para birokrat itu sendiri.
Pertanyaan menarik oleh Merton adalah jenis personalitas birokrat seperti apa yang cocok dengan kebutuhan birokrasi ala Weber itu? (kritik ini kemudian diteruskan oleh beberapa ahli seperti Philip Selznick, Talcott Parsons, dsb.)
11 Maslow, A.H. 1943. A Theory of Human Motivation
Sebagai ahli psikologi, utamanya Human Relations, Maslow mengembangkan temuan Elton Mayo (Hawthorne) dengan mengusulkan teorinya yang terkenal tentang Hirarki Kebutuhan (needs hierarchy) di tahun 1943, dan kemudian dia kembangkan lagi dalam bukunya di tahun 1954 yang berjudul “Motivation and Personality”. Menurut Maslow, manusia memiliki 5 tujuan/kebutuhan dalam hidupnya secara bertingkat, dimana satu kebutuhan akan dipenuhi apabila kebutuhan pada tingkat yang lebih rendah dipenuhi. Kelima kebutuhan mulai dari paling rendah ke yang lebih tinggi adalah (1) kebutuhan fisik: makanan, minuman dan tempat tinggal, (2) Kebutuhan rasa aman: bebas dari ancaman fisik dan deprivasi; (3) kebutuhan akan kasih sayang dan berafiliasi: kawan, keluarga, masyarakat; (4) kebutuhan akan harga diri (esteem): diakui penting oleh orang lain; (5) kebutuhan akan aktualisasi diri: berkembang, berkreasi dan berkinerja
Ketika suatu kebutuhan telah terpenuhi, kebutuhan itu berhenti sebagai motivator, dan kebutuhan berikut di tingkat yang lebih tinggi akan muncul sebagai motivator. (The higher needs will not serve as motivators until the lower needs are met)
12. Appleby P. 1945. Government is Different
Appleby melihat bahwa pemisahan administrasi dari politik merupakan suatu yang tidak tepat atau dianggap mitos semata, karena pemerintahan itu berbeda dengan bisnis. Justru bagus masuknya politik itu kedalam administrasi, karena keterlibatan politik dalam administrasi akan menjadi kontrol yang baik terhadap penyalahgunaan kewenangan birokrasi oleh eksekutif.
Dengan demikian, menurut Appleby, dikotomi administrasi-politik tidak dapat dipertahankan, dan ini karena “government is different because government is politics”. Pendapat ini merubah persepsi yang selama ini telah ditanamkan oleh Wilson, Goodnow, dan Gullick. Dalam tulisan yang berjudul Policy and Administration, Appleby secara tegas menyatakan bahwa administrasi juga politik karena berkenaan dengan membuat pilihan-pilihan kebijakan, yang tentunya akan menguntungkan atau merugikan kalangan tertentu.
13. Herbert A. Simon. 1946. The Proverb of Administration
Simon mendesak untuk memasukan metode ilmiah (scientific methods) ke dalam studi administrasi publik, yaitu menggunakan logika positivisme dalam proses pembuatan kebijakan;
Decision making (pembuatan keputusan) merupakan urusan paling utama/inti dalam administrasi, dan pola pengambilan keputusan sulit mengikuti pola rasionalitas. Pola yang rasional selalu mengumpulkan data dan informasi, kemudian mengolahnya untuk membuat alternatif / pilihan kebijakan, tetapi Simon menyatakan bahwa pola seperti itu sulit dilakukan karena data dan informasi dalam kenyataannya tidak mudah didapat, dan juga sulit mengolahnya untuk membuat keputusan. Karenanya, pilihan atau keputusan yang diambil bukan yang rasional, tetapi “rasional-terbatas“ atau “bounded rationality”.
Simon menguji prinsip POSDCORB yang diajukan Gullick, dan menyatakan bahwa elemen-elemen tersebut kurang konsisten, menimbulkan konflik, dan sulit diterapkan pada situasi yang dihadapi para administrator.
Karenanya, prinsip-prinsip POSDCORB merupakan “proverb” kata-kata hiasan saja di bidang administrasi;
14. Robert Dahl. 1947. The Science of Public Administration: Three Problems
Dahl berpendapat bahwa prinsip-prinsip administrasi publik sering dipandang sebagai suatu yang valid secara universal, dan bebas dari tujuan moral dan politik, juga dari pengaruh kepribadian individu yang berada dalam administrasi.
Karena itu, menurut Dahl, administrasi publik perlu melihat kembali aspek-aspek normatifnya karena tampaknya terlalu sempit, dan manusia dalam administrasi publik tidak bisa lagi dilihat seperti mesin;
Menurut Dahl, ilmu administrasi itu tidak bakal terbentuk kecuali:
Nilai-nilai normatif itu harus dibuat jelas, apakah benar bebas nilai?
Hakikat manusia dalam bidang administrasi itu dipahami secara utuh;
Adanya studi banding yang menunjukkan bahwa prinsip-prinsip itu dapat diberlakukan di lingkungan negara yang lain (universal generalization)
15. Dwight Waldo. 1955.What is Public Administration
Kata Waldo, administrasi publik selama ini didefinisikan sebagai organisasi dan manajemen manusia dan material untuk mencapai tujuan pemerintah; dan juga sebagai seni dan ilmu manajemen yang diterapkan pada urusan-urusan negara.
Menurut Waldo, definisi semacam ini baik tetapi mungkin tidak banyak memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang administrasi publik dalam kenyataan;
Perlu diketahui bahwa dalam kenyataan, banyak hal yang tidak rasional dihadapi oleh administrasi publik baik yang berasal dari suasana batin (faktor psikologis) SDM dalam organisasi, maupun dari lingkungan sosial budaya di berbagai negara (faktor sosiologis dan antropologis).
Setiap individu datang ke lembaga pemerintah membawa serta karakternya dan latar belakangnya yang akibatnya akan mewarnai dinamika kerja dan kinerja organisasi
Organisasi tidak hanya menghadapi situasi non rasional dari dalam tetapi juga dari luar organisasi,
Faktor non rasional inilah yang seharusnya juga dipahami dan diambil sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari studi administrasi publik.
16. Parkinson C.N. 1957. Parkinson’s Law or the Rising Pyramid
Parkinson berpendapat bahwa selalu ada kecenderungan birokrat yang tidak biasa (bias) dalam tubuh organisasi pemerintah yaitu meskipun volume kerja tidak bertambah, atau bahkan berkurang, jumlah pegawai yang dipekerjakan terus bertambah.
Apa yang dijelaskan ini kemudian dikenal dengan nama Parkinson Law: “Work expands so as to fill the time available for its completion”(pekerjaan berkembang sedemikian rupa agar waktu yang tersedia untuk penyelesaiannya terpenuhi);
Jumlah volume kerja itu sebenarnya ditentukan oleh lamanya waktu untuk menyelesaikannya. Jadi jangan menambah jumlah volume kerja (jumlah pekerja) kalau belum menghitung secara cermat lamanya waktu untuk menyelesaikannya.
Parkinson menemukan bahwa penambahan jumlah pekerja cenderung tidak berhubungan dengan jumlah volume kerja.
Inilah sumber ketidakefisienan /pemborosan dalam tubuh pemerintah.
17. Douglas M. McGregor. 1957. The Human Side of Enterprise
Seperti Maslow, McGregor juga mempersoalkan sisi manusia dalam organisasi dan mencoba merumuskan tugas manajemen sesuai dengan karakteristik manusia;
Dalam manajemen konvensional, asumsi tentang manusia dan sosok manajemennya berjalan sebagaimana dinyatakan dalam teori X, sedangkan dalam manajemen modern berlaku teori Y.
Pada prinsipnya, Teori X menganggap bahwa manusia adalah bodoh, pasif, resisten terhadap perubahan, tidak suka bertanggung jawab (hakikat manusia berkarakter negatif), karena itu manajemen harus bertanggung jawab untuk mengarahkan, memotivasi mereka, mengontrol mereka secara ketat sesuai kebutuhan organisasi, kalau perlu mengancam dengan sanksi yang tegas;
Sementara teori Y adalah sebaliknya, dimana manusia dalam organisasi belum tentu berkarakter negatif, belum tentu bodoh, pasif, menolak tanggung jawab, dsb., karena itu manajemen harus memberikan dorongan yang bersifat positif dan mengembangkan mereka dalam organisasi;
Pendapat ini melengkapi apa yang pernah disampaikan dalam literatur sebelumnya seperti pengaruh kepribadian manusia (personality) yang kurang diperhitungkan dalam administrasi publik.
18. Lindblom C.E. 1959. The Science of “Muddling Through”
Seperti Herbert Simon, Lindblom juga menyatakan bahwa sulit mengambil keputusan atau membuat pilihan/alternatif secara rasional;
Karena itu ia melihat bahwa keseluruhan proses pengambilan keputusan/kebijakan cenderung mengikuti pola perubahan sedikit demi sedikit dan cenderung berjangka pendek (small incremental);
Karena itu dia menganggap bahwa kebijakan merupakan suatu yang sebenarnya membingungkan dan mengalami kesulitan, tetapi tetap diputuskan/diambil (muddle through), sehingga kriteria pengambilan keputusan adalah “satisficing” (hanya memuaskan pihak tertentu saja, bukan yang paling rasional dalam konteks yang ideal);
Kebijakan publik, menurut Lindblom, merupakan suatu disiplin yang berada atau terletak di perbatasan antara politik dan administrasi.
19. Katz D., and R.L.Kahn. 1966. Organization and the System Concept
Memperkenalkan organisasi yang berkarakter “open system” (sebelumnya organisasi hanya dilihat semata sebagai “closed-system).
Kedua ahli ini memandang bahwa organisasi pemerintah menghadapi lingkungan yang selalu dinamis dan terus berubah dari waktu ke waktu, sulit diprediksi, dan tentu organisasi harus siap melakukan adaptasi terhadap lingkungan itu;
Keduanya menyatakan bahwa pandangan tradisional yang melihat organisasi sebagai suatu “closed system” harus ditinggalkan karena dalam kenyataannya organisasi sulit berkembang dan gagal dalam berkinerja karena memisahkan diri dari lingkungannya; lingkungan, menurut pandangan closed system ini, dianggap tidak berpengaruh kepada organisasi.
Karakteristik dari open system: terdiri dari elemen (1) importasi energi dari lingkungan; (2) through-put dimana energi atau input dikonversi ke output; (3) output; (4) eksportasi output ke lingkungan, (5) entropi negatif; (6) feedback ; (7) homeostatis/keseimbangan (8) diferensiasi (pertumbuhan/perubahan); (9) equifinality (hasil akhir yang serupa).
Kedua ahli ini mengajukan usulan mereka berdasarkan teori sistem yang merupakan karya Ludwig von Bertalanffy dimana organisasi adalah organisme hidup
20. Bennis W. 1967. Organization of the Future
Warren Bennis melihat bahwa format organisasi yang seperti berkembang waktu itu (berdasarkan manajemen dan organisasi klasik), akan menjadi tidak tepat di masa mendatang, dan bakal menuntut perubahan organisasi dan teknologi yang cepat, manajemen yang bersifat partisipatoris, dan peningkatan tenaga kerja / pekerja yang jauh lebih profesional.
Oleh karena itu, menurut Warren Bennis, organisasi seharusnya lebih responsif dan fleksibel terhadap kebutuhan dan kondisi tersebut, dan harus mengurangi karakternya yang cenderung birokratis, terstruktur dan kaku.
Pandangan ini menekankan pentingnya interaksi antara organisasi dan lingkungan yang begitu dinamis, atau mengalihkan pandangan dari “closed system” ke “open system”.
Dia juga melihat bahwa organisasi yang berkarakter open system ini akan memberikan pengaruh yang besar pada masyarakat.
21. Dror Y. 1967. Policy Analysts: A New Professional Role in Government Service
Masa tahun 1960 an ditandai oleh pengaruh aliran atau teori sistem (dari Ludwig von Bertalanffy) yang mendorong Dror untuk mengidentifikasi dan mendefinisikan “policy analyst” sebagai suatu profesi baru.
Menurut Dror, profesi ini selalu berkenaan dengan proses policy formulation (memahami aspek politik dan partisipasi) dan isi kebijakan /policy content (yaitu mempertimbangkan outcome yang dihasilkan dari alternatif kebijakan yang didasarkan atas analisis biaya, manfaat, dan distribusi dari manfaat tersebut).
Dror mengkritik pertimbangan ekonomi dalam analisis kebijakan yang berlebihan, dan mengusulkan pendekatan “policy science” yang sama-sama mempertimbangkan aspek politik dan ekonomi.
22. Downs A. 1967. The Life Cycle of Bureaus
Dalam memperjuangkan eksistensinya (survival) birokrasi cenderung otoriter, tidak manusiawi, tidak sensitif baik terhadap konstituen maupun anggota organisasinya. Birokrasi akhirnya cenderung bertahan mengikuti pola yang telah digambarkan dalam Parkinson Law.
Suatu birokrasi akan survive dan berkembang terus kalau secara berkesinambungan memberikan manfaat kepada masyarakatnya, dan masyarakat masih terus membutuhkannya.
Akan tetapi ketika birokrasi sudah tidak mampu menjalankan fungsi sosialnya kepada masyarakat sekitarnya, maka ia akan mati
23. Peter L.J., and R. Hull. 1969. The Peter Principle
Kedua pengarang ini mengemukakan suatu ajaran yang dikenal dengan “The Peter Principle”, dimana keduanya mengemukakan ada yang lemah dalam birokrasi yaitu organisasi yang hirarkis cenderung mempromosi orang untuk bekerja pada tingkatan yang tidak sesuai dengan kompetensinya lagi;
Dikatakan bahwa pekerjaan cenderung diselesaikan oleh pekerja/ pegawai yang belum mencapai kompetensi yang sebenarnya ketika seseorang dipromosikan;
Kritikan ini telah membuka mata akan kelemahan dalam birokrasi, yang kemudian membuat buku ini menjadi “the best seller”
24. Kaufman H. 1969. Administrative Decentralization and Political Power.
Ide tentang “power to the people” ide besar yang diperjuangkan oleh Kaufman, khususnya dalam kaitannya dengan pelayanan publik.
Isu –isu pokok yang dibahas dalam desentralisasi ini adalah leadership, keterwakilan birokrasi, dan ide tentang kompetensi yang netral.
Dalam masyarakat yang modern dan kompleks dibutuhkan bentuk keterwakilan dalam birokrasi yang menjamin administrasi yang responsif;
Desentralisasi administratif dapat memberikan pengaruh yang lebih besar dalam pembuatan kebijakan pada tingkat lokal.
Namun perlu diingat bahwa hal yang demikian akan menimbulkan masalah dan konflik termasuk kompetisi antar pemerintahan lokal, campur tangan pusat, dsb.
25. Fredrickson, H.C. 1971. Toward a New Public Administration
Di akhir tahun 1960an, Dwight Waldo melihat bahwa sudah saatnya dilakukan revolusi dalam pemikiran administrasi publik;
Banyak pakar yang mempertanyakan status disiplin dan profesi administrasi publik;
Desakan ini berakhir dengan diadakannya konferensi akademisi muda administrasi publik di Universitas Syracuse (di tempat konferensi Minnowbrook);
Dari hasil konferensi itu, Frank Marini menjadi editor suatu tulisan yang berjudul: “Toward a New Public Administration: The Minnowbrook Perspective” dalam rangka menjawab tantangan di tahun 1970an;
George Frederickson dalam papernya mengemukakan idenya dengan judul “Toward a New Public Administration” dimana dia mengatakan bahwa sudah saatnya Administrasi publik memasukan indikator penting yaitu keadilan sosial (social equity) baik dalam kinerja maupun dalam pemberian pelayanan publik, dan inilah yang disebut gerakkan Administrasi Publik Baru.
Dalam administrasi klasik, sering dipersoalkan tentang efisiensi yaitu (1)how can we offer better services atau dikenal dengan “efisiensi”; (2) how can we maintain our level of services while spending less money atau dikenal dengan “economy”, tetapi yang diperjuangkan dalam New Public Administration adalah (3) does this service enhance “social equity” atau keadilan sosial.
Aspek keadilan sosial ini menjadi penting karena suatu negara memiliki begitu banyak kelompok dalam masyarakat (pluralisme), yang semuanya menuntut diperlakukan secara adil, tanpa diskriminasi.
Kata Frederickson: “New Public Administration seeks not only to carry out legislative mandates as efficiently and economically as possible but to both influence and execute policies which more generally improve the quality of life for all”.
Ini yang disebut Frederickson sebagai “ second generation behavioralism” dimana administrasi harus lebih responsif terhadap publik, lebih memberikan jalan keluar (proscriptive), lebih berorientasi terhadap klien, dan lebih normatif, namun tetap ilmiah.
26. Ide NPA ini dipengaruhi oleh beberapa paper yang dikumpulkan dalam konferensi Minnowbrook I oleh Frank Marini
Todd R.La Porte: The recovery of relevance in the study of Public Administration
Orion F. White Jr. : Social Change and Administrative Adaptation
Rober P. Biller: Some implications of Adaptation Capacity for Organizational and Political Development.
Larry Kirkhart: Toward a Theory of Public Administration.
Michael M. Harmon : Normative Theory and Public Administration: Some suggestions for a Redefinition of Administrative responsibility
Philip S. Kronenberg: The Scientific and Moral Authority of Empirical Theory of Public Administration.
Keith M. Henderson: A New Comparative Public Administration
Ira Sharkansky: Constraints on Innovation in Policy Making Economic Development and Political Routines
Kenneth S. Howard: Analysis Rationality and Administrative Decision Making
27. Administrasi Publik Baru (Marini 1971)
Etika, kejujuran dan tanggung jawab dalam pemerintahan menjadi aspek sangat penting dalam administrasi publik.
Para pegawai birokrasi tidak lagi dilihat sebagai implementor semata tetapi juga sebagai pihak yang menjaga kepercayaan publik dalam memberikan pelayanan terbaik.
Keadilan sosial (social equity) harus menjadi justifikasi penilaian baru yang disandingkan dengan nilai efisiensi (efficiency) dan keekonomian (economy).
Masalah-masalah kebijakan publik diperlakukan sama dengan masalah manajemen publik.
Model rasionalitas dan penggunaan konsep hirarki yang kaku semakin serius dipersoalkan/ semakin tertantang.
Pemerintah harus responsif terhadap kebutuhan publik.
Organisasi dan program yang tidak diperlukan dan tidak efektif harus dihentikan.
Administrasi publik dinilai efektif apabila warga negara yang dilayani ikut aktif dan partisipatif.
28 Mosher F.C. 1971. Public Service in the Temporary Society
Profesionalisme dilihat oleh Mosher sebagai suatu yang khas di dalam pelayanan masyarakat, namun persoalannya terletak pada spesialisasi (yang cenderung mendalam dan menyempit ketika menangani berbagai masalah publik), apalagi terdapat interdependensi fungsional antara profesi yang semakin sulit dikendalikan atau diatur;
Ketika pemerintah menekankan spesialisasi seperti itu maka 2/5 dari seluruh profesional dalam suatu negara akan difungsikan dalam bidang kebijakan publik dan manajemen kepegawaian baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dibutuhkan banyak generalis untuk menangani masalah publik
Dan bidang administrasi publik akan berkembang pesat sebagai suatu disiplin ilmu yang dibutuhkan masyarakat.
29. Wildavsky A. 1972. The Self-Evaluation Organization
Wildavsky membeberkan kenyataan bahwa dalam birokrasi, betapa sulitnya para birokrat melakukan evaluasi secara objektif karena ada kecenderungan untuk membeberkan yang baik-baik, dan menyembunyikan kesalahan atau kegagalan;
Evaluasi bisa membawa dampak negatif bagi penilaian status dan jabatan para birokrat, karenanya evaluasi seakan menjadi kegiatan politik dalam birokrasi untuk mempertahankan kedudukan dan jabatan.
Evaluasi yang dilakukan birokrasi akan sulit menjadi objektif.
Meski benar pendapat tersebut, namun apa yang disampaikan Wildavsky ini merupakan tantangan di masa depan, karena dalam rangka akuntabilitas publik tidak ada pilihan lain karena “mau tidak mau” harus dilakukan evaluasi terhadap kebijakan dan program-program publik
30. Weiss, C.H. 1972. Purpose of Evaluation
Memang secara ilmiah, evaluasi dapat dilakukan secara obyektif dan independen, melalui penerapan metode dan teknik evaluasi yang baik.
Namun apa yang disampaikan Wildavsky tentang evaluasi itu tidak salah;
Karena itu Weiss melihat bahwa perlu hati-hati dalam melakukan evaluasi, karena tidak hanya menyangkut masalah metodologi dalam evaluasi, tetapi juga ada sisi keterlibatan isu-isu politik dan administrasi dalam evaluasi itu;
Isu-isu ini dapat diamati mulai dari cara mengajukan pertanyaan, merumuskan tujuan dan kegunaan, sampai melakukan pilihan-pilihan metode evaluasi internal dan eksternal;
Semua isu politik dan administrasi itu harus diakui sangat kritis dan sensitif, dan memberikan hasil evaluasi yang tidak selamanya obyektif, dan seringkali rentan terhadap berbagai “pesanan” sesuai kepentingan.
31. Wildavsky A., and J.L.Pressman. 1973. Implementation
Kedua ahli ini mempopulerkan konsep “implementasi” dalam administrasi publik, sebagai suatu fokus baru yang penting untuk diperhatikan, karena betapapun kebijakan dan program publik dirancang secara profesional, tetapi akhirnya tergantung kepada implementasi atau pelaksanaanya;
Keduanya menggambarkan betapa sulitnya mendekatkan antara policy dan implementation, karena dalam kenyataannya berbagai kesulitaan dalam pelaksanaan atau implementasi kurang diperhitungkan secara matang dalam kebijakan (banyak “uncertainties” dalam pelaksanaan)
Kedua ahli ini menyadarkan kepada para administrator untuk selalu memperhitungkan implementasi dalam mendesain kebijakan publik atau program-program untuk kepentingan publik, karena banyak kegagalan justru terjadi pada tingkat implementasi.
32 Allison , G.T. 1980. Public and Private Management: Are they fundamentally alike in all unimportant aspects?
Allison mencoba mempertanyakan kembali pendapat Wallace S.Sayre bahwa manajemen publik dan swasta pada dasarnya serupa pada semua aspek yang tidak penting.
Menurut Allison perlu dipertanyakan pendapat tersebut karena menurut dia, terdapat perbedaan dan persamaan yang signifikan pada aspek-aspek yang penting .
Dalam menyampaikan pendapatnya, dia menjelaskan konsep “manajemen publik” yang menurut dia lebih cenderung menggunakan konsep “general management” yang berasal dari dunia bisnis seperti planning, organizing, staffing, directing, coordinating, reporting and budgeting (POSDCORB) dari pada menggunakan konsep baru karena sulit mencari dan memperoleh data tentang apa yang dikerjakan para manajer publik sehari-hari;
Alison kemudian berusaha menggambarkan beberapa aspek penting yang terdapat di manajemen publik maupun swasta, yang dikenal dengan istilah “general management”, yaitu (1) strategi seperti menyusun tujuan & prioritas, dan rencana operasional (2) manajemen komponen internal organisasi, seperti organizing & staffing, pengarahan pegawai dan penataan sistem manajemen kepegawaian, dan (3) manajemen konstituen eksternal seperti unit organisasi eksternal, organisasi independen, dan pers dan masyarakat publik;
Dia juga mengemukakan pendapat lain yang berasal dari John T. Dunlop yang membandingkan perbedaan manajemen publik dan swasta yaitu dalam hal berikut:
(1) perspektif waktu: orientasi jangka panjang (bisnis), sedang jangka pendek mengikuti kalender politik (pemerintah),
(2) durasi: mengikuti masa pengangkatan pejabat tinggi (pemerintah), mengikuti tuntasnya program (bisnis)
(3) pengukuran kinerja: ketat (bisnis) dan longgar (pemerintah),
(4) hambatan kepegawaian: pegawai civil service vs political appointees (pemerintah), sedang pegawai berdasar sistem merit murni (bisnis)
(5) efisiensi dan equity: efisiensi lemah tapi memperhatikan pemerataan (pemerintah), efisiensi kuat tapi kurang memperhatikan pemerataan (swasta),
(6) proses yang ditempuh: , lebih terbuka dan mengikuti aturan yang kaku (pemerintah), lebih tertutup dan longgar (bisnis)
(7) peran media dan pers: lebih sering berurusan dengan media dan pers (pemerintah), lebih jarang berurusan dengan pers dan media (swasta)
(8) persuasi dan pengarahan: pressure dari atas dan harus berusaha berkoalisi (pemerintah), di bisnis tidak begitu terasa,
(9) dampak legislatif dan yudikatif: lebih terasa dan bahkan ditekankan di pemerintah,
(10) nilai dasar: di pemerintah kurang diarahkan kepada nilai mencari keuntungan, .kinerja pasar dan pertumbuhan organisasi, sedang di bisnis justru diutamakan.
Allison mencoba memaparkan perbedaan tersebut berdasarkan berbagai literatur yang dihasilkan dari rangkaian penelitian sebelumnya sebagai berikut:
Faktor lingkungan
Sentuhan pasar
Hambatan legal, dan formal
Pengaruh politik
Transaksi organisasi – lingkungan/Publik
Ancaman dari luar organisasi
Luasnya dampak
Diawasi dan diamati publik
Ekspektasi publik yang spesifik
Proses dan struktur internal
Kompleksitas tujuan, evaluasi dan kriteria pengambilan keputusan
Hubungan otoritas dan peran administrator
Kinerja organisasi
Insentif dan struktur insentif
Karakteristik pegawai dalam pekerjaan
33. Krislow S. And D.H. Rosenbloom. 1981. Representative Bureaucracy and the American Political System
Sebelum tulisan Krislow dan Rosenbloom ini diterbitkan, Krislow pernah menulis tentang “Representative Bureaucracy” pada dekade sebelumnya, dimana dia mengangkat isu penerapan sistem merit, sistem seleksi pegawai, dan keadilan
Krislow mempertanyakan bagaimana birokrasi mendapatkan legitimasi dan kepercayaan publik kalau birokrasi tidak merepresentasikan penduduk pada semua bidang pekerjaannya? Apakah penduduk suatu negara telah memiliki wakil untuk menduduki posisi-posisi/jabatan di birokrasi?
Ide tulisan Krislow ini kemudian dikembangkan lagi bersama Rosenbloom dengan mengangkat isu yang sama, dan meminta perhatian untuk menelaah secara lebih mendalam hak konstitusi penduduk dalam berpartisipasi dan menduduki jabatan pada birokrasi pemerintah, mendorong diberlakukan kebijakan “equal employment opportunity” dan kebijakan “affirmative action”.
Ide ini diterapkan dalam bentuk “representation by personnel”, “representation by administrative organization”, dan “representation through citizen participation”
34. Wright D.W. 1983. Intergovernmental Relations in the 1980s: A New Face of IGR
Dalam praktek pemerintahan berbagai urusan dilakukan dengan melibatkan unit pemerintahan yang lebih rendah, baik berkenaan dengan urusan administrasi maupun sumber daya (anggaran),
Hubungan intergovernmental harus dikelola dengan baik agar masyarakat di daerah mendapatkan pelayanan publik secara optimal;
Hubungan tersebut harus dievaluasi kecenderungannya untuk menggambarkan kinerja keseluruhan pemerintahan;
Wright menilai bahwa dalam era 1960 sampai 1970 hubungan intergovernmental ini lebih ditandai oleh berbagai tekanan dan konflik (picket fence).
Pengalaman hubungan intergovernmental selama ini dapat digambarkan sbb:
Fase Konflik => sebelum 1930
Fase Kerjasama (cooperative) => 1930 - 1950
Fase Pemusatan (concentrated) => 1940 - 1960
Fase Creative => 1950 - 1960
Fase Competitive => 1960 - 1970
Fase Calculative =1970 - 1980
35. Garson G.D. And E. S. Overman. 1983. Public Management Research in the United States
Kedua ahli manajemen publik ini menyatakan pendapatnya bahwa dalam sektor publik para manajer publik melakukan fungsi yang dikenal dengan akronim: PAFHRIER:
PA : Policy Analysis: melakukan analisis kebijakan publik dan menentukan program yang harus diimplementasikan
F : Financial: melakukan perencanaan, implementasi dan monitoring & evaluasi bidang keuangan
HR: Human Resources: melakukan perencanaan, implementasi, monitoring & evaluasi bidang sumber daya manusia
I : Information: melakukan pengelolaan data dan informasi untuk mendukung kegiatan organisasi
ER: External Relations: mengelola hubungan dengan pihak luar organisasi
36. Sabatier, P.A. 1986. Top-Down and Bottom-Up Approaches to Implementation Research: A Critical Analysis and Suggested Synthesis. Journal of Public Policy, Vol. 6, No. 1, Hal 21 – 48
Dalam karya ini dibahas secara mendalam tentang pendekatan “top down dan bottom-up” dalam implementasi kebijakan publik, yaitu bagaimana keputusan dan kendali/kontrol diletakan – apakah sebaiknya di pusat organisasi/ pemerintah pusat, atau sebaiknya di bawah / pemerintah daerah), dan apa kelebihan dan kelemahan masing-masing pendekatan tersebut.
Pemikiran tentang pendekatan ini kemudian dilengkapi oleh tokoh lain dengan model implementasi “hybrid” yang merupakan campuran antara “top down” dan “bottom up”.
Tokoh-tokoh pendekatan “top down”: Pressman & Wildavsky (1973); Van Metter dan van Horn (1975); Bardach (1977), Sabatier and Mazmanian (1979; 1980); Mazmanian & Sabatier (1983)
Tokoh-tokoh pendekatan “bottom-up”: Lipsky (1971; 1980), Elmore (1980), Hjern (1982), Hjern dan Hull (1982)
Tokoh-tokoh pendekatan “hybrid” : Majone dan Wildavsky (1978), Scharpf (1978), Mayntz (1977), Windhof-Heritier (1980), Ripley & Franklin (1982), Elmore ( 1985), Sabatier (1986), Goggin et al (1990), dan Winter (1990)
37. Alvin W. Gouldner
Kritik terhadap penerapan paksa sistem birokrasi yang hirarkis, top - down yang kuat, penekanan terhadap punishment dan kekuatan superior dalam menegakkan aturan.
Antara profesional dan hierarkis, anggota di bawah memiliki kemampuan teknis yang lebih paham dibanding atasan secara hierarkis
Gouldner mengelompokkan 2 jenis pekerja dalam birokrasi yaitu cosmopolitans dan lokal, kosmopolitan adalah administrator dengan loyal yang rendah pada organisasi tetapi komitmen yang tinggi terhadap spesifik pekerjaanya. mereka bekerja karena pekerjaannya sangat fashionable bagi mereka tidak peduli kondisi organisasi karena mereka mencintai pekerjaannya. sementara lokal adalah administrator dengan loyalitas yang besar kepada organisasi tetapi memiliki sedikit komitmen pada spesifik pekerjaanya.
Melihat bahwa organisasi tidak hanya dibatasi mekanikal sistem karena secara natural orang dalam organisasi berpikir, memiliki ide, persepsi dan pilihan dan menentukan struktur organisasi
38. The Aston Programme
Pertama, Organisasi dan anggotanya merupakan perubahan dan sangat kompleks, sehingga atribut harus dipelajari secara bersama-sama. sulit menentukan pilihan yang tepat karena setiap perubahan dan kompleksitas tidak membuat pilihan selalu berubah dan tidak tepat.solusi terbaik adalah melihat perubahan secara bersama-sama.
Kedua, Organisasi anggotanya silih berganti datang dan pergi sehingga fokus pada non-personal atau institusi aspek seperti divisi, sistem kontrol, dan hierarkis
Ketiga, Organisasi bekerja secara keseluruhan, sehingga anggota seharusnya melihat lebih dari satu perspektif untuk melihat kemungkinan pandangan.
39. John Child
Pilihan strategis, dengan melihat seluruh sumber daya seperti lingkungan internal dan eksternal
40. DAVID HICKSON
mencari keuniversalan sistem dalam struktur yang besar
pertama, selalu akan ada hambatan yang konsisten dalam kehidupan organisasi dan terkait dengan struktur
kedua, selalu ada perubahan pola dan pengaruh di setiap segmen organisasi.
Ketiga, kemampuan untuk mengakui sebagai keputusan besar organisasi dibanding keputusan mereka sendiri dan dengan mudah untuk mengganti pekerjaan
budaya nasional yang berbeda memberikan efek yang berbeda dalam proses management tiap negara
41. Elton Mayo
Penemuan bagaimana sosialisasi dan interaksi manusia serta lingkungan sosial yang tercipta dalam organisasi sangat memberikan dampak bagaimana organisasi dapat berkembang
Penemuan dalam Experiment Hawthorne memberikan kontribusi besar bahwa manusia tidak hanya bergantung pada sistem dan prosedur tetapi pada lingkungan sosial dimana mereka bekerja.
42. Rensis Likert dan Douglas McGregor
Likert membedakan 4 system management
1. Exploitative Authorities, mengatur dengan ancaman dan ketakutan bawahannya
2. Benevolent Authorities, mengatur dengan memberikan reward dan bonus
3. Consultative, mengatur dengan reward dan punishment, dan komunikasi aktif
4. Participative, mengatur dengan keikutsertaan aktif bawahan melalui komunikasi interaktif dan keterlibatan semua pegawai
sulit untuk mengukur atau menentukan karakter setiap pegawai, paling tidak manajer dapat mengklaster perilaku pegawai kemudian menilai reaksi yang ditunjukkan dari pegawai dan menerjemahkan pada posisi apa pegawai tersebut berada sehingga dapat dilakukan treatment kepada pegawai. Manajer harus mampu dan sensitif melihat karakter pegawai yang merupakan salah satu kemampuan dari leadership, organisasi juga harus mendorong bagaimana atmosphere dan kondisi mendorong manajer dapat sepakat dengan pegawainya dalam pengelolaan organisasi, beberapa ukuran objektif untuk melihat variabel antara lain: tingkat loyalitas dan komitmen pada organisasi, kesamaan antara tujuan organisasi dan tujuan individu, label motivasi diantara pegawai, tingkatan kepercayaan dan percaya diri antara perbedaan level hierarkis dan perbedaan antara sub unit, ketepatan dan kesesuain proses komunikasi,
Liket mengembangkan 4 model klasifikasi dengan mengidentifikasi sistem 4 total model organization merujuk pada organisasi yang memiliki 4 karakter tambahan meliputi:
1. high level dari kinerja gol oleh leader di transmited ke bawahan
2. high level pengetahuan dan skill leader dari pimpinan ke dalam SOP, teknikal issue, administrasi dan penyelesaian masalah
3. kapasitas leader menyediakan planning, sumberdaya, peralatan, training dan membantu bawahannya
McGregor
Theory X, ketika minat dan kemampuan berlawanan dengan pekerjaan yang ada di dalam organisasi mengakibatkan orang cenderung malas, harus diarahkan untuk bergerak, menunggu perintah, tidak kreatif, menghindari tanggung jawab dan sedikit memiliki ambisi. Sedangkan dalam Teori Y meminta dan kemampuan bertemu dengan pekerjaan yang sesuai dengan organisasi sehingga orang akan termotivasi internal, kreatif, tidak perlu diarahkan karena dia akan berupaya sendiri untuk menyelesaikan masalah dalam pekerjaannya.
43. Robert R Blake dan Jane S Mouton
Memulai dengan asumsi bahwa tugas manager untuk meramalkan sikap dan perilaku yang dapat mendorong kinerja yang efisien, menstimulasi dan menggunakan langkah-langkah kreatif, menciptakan antusiasme dan inovasi melalui serangkain experiment, seperti menciptakan lingkungan yang memotivasi, desain kerja yang sesuai dan situasi yang mendukung.
Manager berpegang pada 2 hal fundamental yaitu semua hal berkaitan dengan produksi dan hal yang berkaitan dengan orang. Mementingkan produksi tapi mengabaikan individunya dapat menurunkan motivasi pegawai dan lama kelamaan juga akan berdampak pada produksi yang ketika sampai pada titik jenuhnya akan menurun.
Dalam praktiknya pemerintah mengukur kinerja dengan melihat hasil atau output dan sangat jarang melibatkan pemberdayaan orang. sistem birokrasi masih berpegang pada prinsip capaian target. setiap pegawai dinilai dari upaya yang diukur dari capaian target yang dapat dengan mudah di kuantitatif
dalam managerial GRID (BLake Mouton dapat dilihat pada tabel berikut)
44. Edgar H. Schein
Mengasumsikan cara manajer mengatur bawahannya dengan mengelola berdasarkan tiga set asumsi bahwa seseorang diklasifikasikan pada:
1. tipe rasional-ekonomi, orang akan bergerak apabila dapat memberikan keutungan ekonomi padanya atau pertinbangan rasional masih memiliki nilai positif daripada negatif yang dia dapatkan, apabila hasil perhitungan rasional masih besar positif maka orang masih terdorong
2. tipe sosial, identitas sosial melalui hubungan, pengakuan, anggapan di lingkungan sosial menggerakan seseorang untuk melakukan pekerjaan. kontrol sosial memberikan dorongan yang besar sehingga cara perhitungan rasional dikalahkan dengan kondisi sosial, anggapan rekan kerja, masyarakat yang kemudian mendorong seseorang melakukan tindakan untuk memperoleh status sosial atau kedudukan sosialnya dalam lingkungan sosial
3. model Self-actualizing model, model pekerja yang termotivasi karena pekerjaannya sesuai dengan passion, keinginan dan kemampuan mengatur yang luas tetapi dalam organisasi sulit dapat menerapkan model pekerjaan yang benar-benar sesuai karakter pekerja, sehingga seringkali dihilangkan karena tuntutan organisasi yang menginginkan generalisir terutama penentuan tujuan sudah digariskan oleh pimpinan, implikasi model ini seperti teori Y McGregor, Model II Argyris;s dan Herzberg;s job
4. Complex model, tumpang tindih dan variasi dari semua model tergantung situasi yang dirasakan dan dihadapkan pada momen dan waktu tertentu. motif seseorang akan sangat bervariasi antara satu orang dengan orang lain, antar waktu, dan antar tempat juga antar pengalaman yang diperoleh.kemampuan manajerial juga dapat mempengaruhi motif tersebut karena kondisi dan keadaan yang melekat pada individu
Menurut Schein faktor kunci yang menentukan motivasi adalah kontrak psikologis, seperti harga diri, rasa bangga bekerja, penghargaan dari lingkungan keluarga, termasuk juga keamanan kerja, waktu kerja, fleksibilitas, dan kesesuain pekerjaan dengan kondisi psikologis pegawai. Bayaran dan kondisi kerja merupakan faktor motivasi pegawai dalam bekerja
45. Frederick Herzberg
Kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja. kepuasan kerja diperoleh dari faktor2 seperti penghargaan, pengakuan, jenis pekerjaan bagi individu, tanggung jawab dan perkembangan. sementara faktor yang mengurangi kepuasan kerja yaitu kurangnya faktor kepuasan, kebijakan dan administrasi perusahaan, supervisor, gaji, hubungan antar karyawan, dan kondisi kerja.
Faktor pendukung disebut Herzberg sebagai Job hygiene atau faktor pemelihara kepuasan.
Pertumbuhan dan perkembangan termasuk faktor pendukung yang besar sementara lingkungan organisasi juga sangat mempengaruhi kepuasan dan ketidakpuasan tersebut.
46. Fred E. Fiedler
Pemimpin lahir dari kelompok karena memiliki kemampuan, kualifikasi teknis atas pekerjaan tersebut.
Fiedler mengidentifikasikan 2 tipe utama gaya kepemimpinan. pertama, Relationship-motivated leader, pemimpin yang memiliki cara hubungan personal yang baik ke semua bawahannya. sensitif terhadap emosional anggota dan mengikutsertakan partisipasi ide anggota, anggota merasa dihargai dan termotivasi karena sikap dan cara dari pemimpin yang mengedepankan hubungan relasi dan sensitivitas emosi.
kedua, gaya kepemimpinan Task-Motivated leaders. pemimpin yang berorientasi pada hasil, proses pencapaian seperti prosedur agar optimalisasi terjaga. memperkuat aturan agar tidak mengurangi efisiensi yang seharusnya sehingga langkah-langkah harus dijalankan oleh pegawai. setiap pegawai harus mematuhi prosedur dengan tujuan untuk menjaga optimalisasi target organisasi berjalan dengan baik.
konsep kepemimpinan ada di kemampuan untuk mempengaruhi dan kekuasaan. semakin besar kekuatan seseorang maka semakin besar juga pengaruh dan kontrolnya. menurut friedler tiga dimensi digunakan untuk menganalisis situasi kepemimpinan yaitu:
1. Leader-member relations, pemimpin yang memiliki hubungan dengan bawahannya akan dapat mempengaruhi bawahannya. semakin kuat hubungan akan semakin kuat pimpinan mempengaruhi anggotanya.
2. Task structure, semakin jelas job desk maka semakin tegas pimpinan dapat mengatur sesuai job desk tersebut, ketika tidak ada job desk maka tidak ada alasan pemimpin untuk mempengaruhi diluar tupoksi yang sudah ditetapkan
3. Leaders position power, kekuasaan yang dimiliki oleh pimpinan diantaranya dapat menggeser seseorang, memberikan reward berupa pengakuan dan penghargaan serta dapat memberikan punish atau hukuman ke anggotanya melalui pengurangan gaji, pelanggaran disiplin bahkan pemecatan atau pemindahan ke job yang tidak sesuai dengan karakter individu tersebut.
47. Edward E. Lawler
membahas mengenai pay and reward system, kompensasi diberikan karena kinerja yang baik sehingga memperoleh bayaran atau hadiah yang lebih tinggi atas penghargaan kinerja tersebut,
4 metode terkait pengembangan produktivitas antara lain incentive payment (30%), goal setting (termasuk management by objective -Drucker) pengayaan pekerjaan (Herzberg) masih berada dibawah 20% dan partisipasi.
dari keempat cara tersebut incentive by performance memiliki kecenderungan pengaruh yang lebih besar karena ukurannya jelas ada kenaikan maka ada bayaran yang dapat dikonversikan ke dalam bentuk lain bagi individu
Penelitian terkait dengan kepuasan karena bayaran yang diperoleh bergantung pada dua faktor yaitu faktor yang mengevaluasi apakah kontribusinya sesuai dengan bayaran yang diterima termasuk didalamnya adalah skill, pengalaman, umur, sejumlah tanggung jawab padanya. ada kecenderungan over penilain karena biasanya seseorang akan menilai performanya 20% lebih tinggi dari yang dinilai oleh orang lain. setiap orang merasa pendidikan, loyalitas perusahaan harus dinilai lebih berat dan bagian yang dari seseorang tersebut lemah seperti senioritas, kesulitan tugas harus dianggap kurang penting
faktor kedua adalah perbandingan pembayaran dengan rekan sejenis di luar organisasi.
48. Eric Trist and the Work of the Tavistock Institute
Kondisi kerja seperti ukurang organisasi atau unit, span of control seta hubungan antara pegawai dalam satu unit. Pengaruh teknologi serta konsep teknik dalam sebuah sistem atau struktur organisasi. kondisi kerja dilihat secara teknis tidak adanya sosial saja.atau menggunakan tingkat kecocokan keduanya atau socio-technical system. kondisi hubungan sosial juga menjadi sangat tergantung dengan sistem kerja, kondisi kerja serta teknologi yang berkembang dalam organisasi.
Gabungan teknikal dan didukung sosial dan memberikan efek ekonomi bagi organisasi.
0 comments:
Posting Komentar