Motivasi dalam Industri dan organisasi
Chapter 3
John P. Campbell
Robert D. Pritchard
Apa yang dibutuhkan oleh organisasi adalah kinerja orang-orang yang berada di dalam organisasi untuk memaksimalkan setiap potensinya demi mencapai tujuan besar organisasi. Pencapaian tersebut diperoleh dengan kinerja. Kinerja secara homeostasis (Homeostasis adalah proses dan mekanisme otomatis yang dilakukan makhluk hidup untuk mempertahankan kondisi konstan agar tubuhnya dapat berfungsi dengan normal, meskipun terjadi perubahan pada lingkungan di dalam atau di luar tubuh) dapat dihitung dari Performance = f (ability x motivation)
Performance sendiri dapat dilihat dari perilaku yang konsisten dan tumbuh serta berkembang untuk semakin meningkatkan capaian organisasi. Peningkatan produktivitas atau menyelesaikan permasalahan yang kompleks yang dihadapi oleh organisasi. Apabila diturunkan lagi maka Kinerja diperoleh dari Ability (level sikap x level skill x pemahaman akan tugas) x Motivasi (pilihan tindakan x pilihan dari tingkatan usaha yang akan dikeluarkan x sarana,prasarana dan hambatan yang berada di luar kontrol individu).
Motivasi
Campbell, Dunnette, Lawler dan Weick (1970) membedakan motivasi kedalam 2 kategori yaitu:
Mechanical or process theories,
Teori proses mendefinisikan motivasi dengan menekankan pada variabel utama atau determinan yang dapat menjelaskan pilihan perilaku seseorang. Misal ada banyak tindakan yang akan diambil seseorang ketika memperoleh respon dari internal maupun eksternal, dan tentu setiap orang berbeda-beda tergantung dengan variabel terbesar yang mempengaruhi pilihan tindakannya tersebut. Teori proses menjelaskan cara pengambilan pilihan, usaha dan kekonsistenan seseorang. Misal variabel insentif, kebutuhan, reinforcement/penguatan, dan harapan. Kekuatan masing-masing variabel akan menentukan model dan pilihan seseorang. Adapun contoh-contoh dari kelompok prosess teori ini adalah drive theory, reinforcement theory, expectancy theories, dan equity theories. Beberapa tokoh yang menjelaskan terkait process model seperti Thorndike, Hull, Spence, Hebb, Tolman, dan Atkinson.
Substantive or content theories
Teori ini mendefinisikan terkait dengan identitas dari variabel yang mempengaruhi perilaku, misal spesifik insentif yang dibutuhkan seseorang dalam melakukan tindakan, kebutuhan psikologis. contoh detailnya misal apakah seseorang lebih tertarik pada insentif uang, bonus, promosi, pengakuan, keamanan kerja atau lingkungan kerja yang nyaman. Beberapa tokoh yang secara eksklusif melakukan eksperimen terhadap substantive or content theories adalah Freud, McDougall, Murray, McClelland dan Maslow.
kedua klasifikasi ini memiliki [perbedaan mendasar dalam tradisi psikologis (Madsen, 1965). Selain itu teori motivasi dapat diklasifikasikan kedalam 2 klaster yaitu motivasi yang dibawa dari organisme hidup/manusia dan yang dibawa selain manusia seperti materi.
Process Theory
Birch da Veroff, 1968 dan Madsen (1965) mencoba mencari postulate terkait penjelasan, kegigihan dan ampplitude sikap dasar dari manusia dalam menentukan perilaku
dasar klasik dalam perilaku manusia adalah rasional dan free will/kebebasan yang menjadi landasan dalam memenuhi motif, kebutuhan dan hasrat. Tetapi pengamatan pada manusia dan hewan membuktikan bahwa ada hal lain selain rasional maupun freewill sebagai dasar perilaku manusia, terutama dalam kaitannya dengan perilaku hewan (Bolles, 1067). Landasan di luar rasional ini melatarbelakangi usaha Descartes (1911) pada filosofi dan teologi yang menjelaskan dua hal antara pikiran dan materi.
Manusia bertindak dan berperilaku lebih kompleks walau rasional tetap dipertahankan sebagai alasan untuk bertindak atau melakukan pilihan tindakan berbeda dengan hewan yang merespon secara mekanik atau secara instink dalam berperilaku. Beberapa penjelasan ini juga karena bentuk dan struktur otak manusia yang lebih kompleks, tetapi dalam otak manusia juga terdapat bentuk dan fungsi dari otak hewan tersebut, makanya terkadang manusia juga bergerak secara insting.
Seseorang membuat keputusan perilaku bersandar rasional dan tentu berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang ada pada orang tersebut. (Edward, 1961; Peak, 1955; dan Vroom, 1964). Sehingga kemampuan pengetahuan menjadi dasar dalam perilaku pilihan terbaik yang diperoleh manusia. Sebagai contoh seseorang yang memiliki pengetahuan kesehatan akan lebih paham dalam memilih gaya hidupnya di banding yang tidak, seseorang yang memiliki pengetahuan ekonomi akan lebih paham menentukan pilihan berinvestasi yang tepat dibanding mereka yang tidak memiliki pengetahuan tersebut.
Selain rational, free will, insting dalam dasar perilaku, dalam penelitian modern terdapat utilitarian dan hedonisme (Cofer dan Appley, 1964). Dalam perhitungan Bentham hedonic calculus, orang akan menghitung seberapa besar kesenangan atau kesakitan yang akan diperoleh dari setiap pilihan tindakannya dan mencari pilihan yang paling banyak memberikan kesenangan dari total perhitungan. Dasar dari perhitungan tersebut kembali lagi pada pengetahuan dan pengalaman serta prediksi dari informasi real time. Perhitungan hedonic dan harapan berdasarkan perkiraan (Edward, 1961). Motivasi terletak pada pilihan-pilihan tersebut secara kognitif. Model pengetahuan dan hedonistik berpadu dan menghasilkan perilaku tertentu berdasarkan pada perhitungan kesenangan dan kesulitan.
Herbert Spencers yang mengambil ide dari transformasi biologi atau evolusi spesies charles Darwin dan mengambil sebagai teori evolusi dalam psikologis. Setiap masa akan mengalami perubahan, aktivitas kesenangan seseorang pun akan berubah tetapi secara neurologis akan sama, kesenangan adalah reaksi hormon pada pusat pikiran atau otak. spesies dimanjakan dengan aktivitas yang menyenangkan serta menghindari aktivitas yang menyulitkan. Semua orang ingin mempertahankan aktivitas yang menyenangkan dan sebisa mungkin menghindari aktivitas yang menyusahkan.
Hubungan ini dilihat terhadap aktivitas yang menghasilkan kesenangan dan perilaku untuk mempertahankan kesenangan tersebut tindakan dilakukan sebagai pilihan untuk mempertahankan kesenangan. Tetapi lingkungan selalu mengancam. Spencer juga menghipotesiskan bahwa sistem nervous organisme akan berkemabng melalui perilaku untuk melihat dan memprediksi masa depan.
Task goal akan bergabung dengan beberapa parameter yang mungkin berdampak penting terhadap perilaku seperti variasi tugas dari content, content tugas, performer goal adalah multidimensi, tingkat kesulitan tugas, content struktur dari tugas. Task goal dapat sangat bervariasi berdasarkan tingkat kejelasan atau ambiguitasnya. Task content, tingkat kesulitan, tingkat kejelasan goal dan locus goal definisi adalah parameter dari tuggas yang harus di pertetimbangkan ketika menggunakan model expectancy.
Antara perilaku atau tindakan dan produksi outcome dari perilaku. menurut Lawler (1973, P. 46) tidaklah mudah untuk membedakan dalam membuat tindakan atau dealing dengan expectancy theory. Tidaklah mudah membedakan untuk membuat ketika sedang dievaluasi bentuk kinerja, dan secara masuk akal kriteria menjadi masalah selama puluhan tahun (Campbell, Dunnette, Lawler dan Weick, 1970). Dalam konteks pengamatan perilaku diambil pengejaran pada tujuan adalah tindakan, sense ketika keputusan sebagai tindakan atau produksi oleh tindakan bertemu dengan kriteria pencapaian goal maka hal itu adalah hasil/outcome.
Himpunan terdiri atas hasil dari kinerja tugas, diskusi tentang internal versus external pressure dari Graens discussion . Porter and Lawler's intrinsic versus extrinsic reward. Secara garis besar external outcome diperoleh dari luar individu seperti kebijakan organisasi dan rekan dan atasan (pengakuan, bonus, promosi, gangguan) dan internal outcome sesuatu yang diproduksi oleh individu tersebut untuk memberikan hasil positif seperti (rasa mampu dalam menyelesaikan tugas, percaya diri, dan keyakinan). Internal outcome diperoleh dari proses belajar individu, pengalaman,
Membedakan antara outcome yang secara langsung berkaitan dengan penyelesaian tugas dan tipe tipe outcome yang lain yang sedikit pengaruh terhadap konsekuensi dari kinerja tugas. Maka semakin ada jarak dari outcome yang harus dilakukan untuk memuaskan atau memenuhi basic individual needs, seperti contoh kenaikan gaji (first level of performance contingent outcome) mungkin dapat digunakan untuk membeli rumah (second level outcome). Pembayaran moneter merupakan alat yang mudah untuk ditukar dengan materi lain. Dalam teori expectancy dasar yang menentukan tindakan adalah valence dari outcome. Tingkat keyakinan apakah outcome dari usaha-performa memberikan kepuasan dan nilai yang berarti bagi individu. The valance dari outcome dapat secara extrim positif atau secara extrem negatif.
Instrumental berupa values dari +1.0 ke -1.0, model ini berbicara bahwa tingkatan dari outcome tergantung pada performance, seperti contohnya diberikan pada project yang finish dengan sangat memuaskan apakah memberi kesempatan bahwa bonus yang lebih besar akan diterima? atau diberikan individu bertemu dengan standar untuk satisfactory performer. ini adalah benar bahwa kebenaran dari korelasi koefisien dapat mewakili hubungan conditional yang mungkin. Kemungkinan individu dapat bertemu dengan task goal yang sesuai dengan nilai-nilai individu? dan seberapa besar usaha dilakukan untuk mencapai tujuan tugas?
Goal task yang jelas akan menghasilkan usaha dan performance yang jelas, kemudahan mencapai kinerja juga turut andil sehingga fokus, selain itu kesesuain dengan individu terhadap kinerja dan hasil juga akan saling berkorelasi dan mempengaruhi
Feedback
Porter dan lawler memasukkan feedback dalam teori expectancynya, tingkat kepuasan dari persepsi diperoleh dari reward dan akan sangat mempengaruhi persepsi nilai reward di masa yang akan datang. Reward yang sesuai akan menghasilkan optimalitas tetapi apabila tidak sesuai akan mengurangi valence dan ketertarikan pada reward tersebut di masa yang akan datang. Contoh reward seperti pencapaian, semakin menumpuk pencapaian maka semakin individu menginginkannya. Tetapi feedback seringkali diabaikan untuk melihat reaksi dari reward pada individu apakah sesuai dengan keinginan atau tidak,
SUMMARY
Expectancy akan membuat usaha untuk menyelesaikan tugas
Instrumental dari penyelesaian tugas akan memperoleh atau menghindari tugas contingency outcome
The valence of outcome
EFFORT = Expectancy x instrumentality x valence task outcome
Ekspektasi akan memberikan energi menggerakan usaha untuk mencapai tujuan yang spesifik.
Instrumental itu akan menggerakan usaha untuk memperoleh reward yang dijanjikan baik internal atau external.
Valence yang besar akan memberikan semangat untuk menggerakan usaha
Performance and Outcome Contingency (INSTRUMENTALITY)
Penelitian Georgopolous, mahone dan jones, 1957 menunjukkan insentif sistem dimana ada tiga hal meningkatkatkan performance yaitu insentif atas making more money in the long run, promosi untuk memperoleh gaji yang lebih tinggi, dan memperoleh jaminan dan kenyamanan dengan kelompok kerja.
Effort/ Performance Contingency (EXPECTANCY)
Harapan atas kinerja/kompetensi/pencapaian hasil akan meningkatkan usaha untuk memperoleh pencapaian kinerja/kompetensi tersebut. Performa juga bisa dimanipulasi dengan kompetisi. Expectancy dimanipulasi dengan harapan untuk mencapai top performer, menampilkan rangking sebagai pegawai dengan kinerja terbaik.
Kombinasi valence, instrumentality and expectancy menghasilkan variasi perilaku
Hedonisme bertrasnform dari pull theory (menarik atau berupaya untuk mengambil) ke push theory (mendorong atau memaksimalkan yang ada). maksudnya ketika mencapai batas sikap hedon seseorang tidak menarik atau memaksakan hedonnya kepada perilaku di luar kontrolnya, seseorang akan berusaha memaksimalkan potensi internal padanya.
Label utama dari dasar perilaku adala kebutuhan dan pengendali (Need and drive). Woodworth (1918) mendefinisikan drive sebagai variabel bawaan juga perilaku spesifik. Tiga penentu utama dalam motivasi yaitu reinforcement(Penguatan), drive/need (Kebutuhan) dan insentif sebagai dasar penentu motif yang menjadi perilaku. Merupakan dasar-dasar pijakan dan motif dapat saja menentukan variasi perilaku dari ketiga dasar tersebut. Sama seperti warna perpaduannya akan menciptakan hasil warna yang berbeda-beda atau tidak sama persis tetapi secara pengamatan memiliki kesamaan warna dan dapat dikategorikan karena perpaduan tersebut sangat mendetail begitu juga perilaku. Ketiga dasar ini sering dibicarakan oleh Clark Hull, BF Skinner dan Kurt Lewin.
Hull teori menjelaskan didasarkan pada reinforcement grounds (Bolles, 1967), model menggambarkan bagaimana perilaku merupakan sebuah reaksi (S-R) Stimulus - reaction. Perilaku atau reaksi potensial dilihat dari 2 komponen utama yaitu perilaku kebiasaan sebagai bentuk penguatan, kebiasan muncul karena adanya respon berulang yang sama dan dianggap sebagai respon yang memberikan nilai pleasure sehingga dilakukan berulang-ulang dan pada akhirnya menjadi kebiasaan. Kebiasan merupakan respon perilaku berulang-ulang yang memberikan hasil penguatan secara terus menerus, sehingga menjadi reaksi langsung seseorang. Reaksi potensial juga diperoleh dari perilaku kekuatan habit x motivasi. Penguatan memiliki hasil yang berbeda bisa menguatkan atau melemahkan, untuk mengakomodir kelemahan tersebut maka rumusan diperluas bahwa perilaku potensia merupakan hasil dari kekuatan habit/kebiasaan x (Motivasi + Insentif reward). Rumusannya sEr = f {(D+K) x sHr
Lewin (1951) dalam model perilaku yang dikembangkan berhipotesis pada keberadaan kebutuhan individu. Kebutuhan menciptakan tekanan dimana individu akan berupaya untuk mewujudkannya dengan berbagai tindakan. Tekanan ini juga mempengaruhi berbagai perilaku yang akan diambil semakin besar tekanan maka perilaku yang dipilih juga semakin spesifik.
Persepsi dari ketertarikan pada aktivitas merujuk pada valence. Lewin melihat bahwa paksaan pada individu dikombinasikan dengan dorongan dari tensi/tingkat kebutuhan dan tarikan dari tingginya valent outcome. Pada prinsipnya Lewin menolak reinforcement/penguatan sebagai prediktor untuk memprediksi perilaku dan lebih setuju untuk mengetahui nilai yang individu harapkan dari setiap tindakannya. Tidak setiap penguatan atau pengalaman tersebut menjadi prediksi perilaku karena manusia melihat pengaruh baru yang ada di sekitarnya seperti informasi baru yang membuat seseorang berperilaku berbeda dari penguatan/reinforcement yang selama ini diperoleh.
Selain lewin pengaruh yang dominan adalah skinner yang menolak theory building sebagai legitimasi yang menjelaskan perilaku. Menurut Skinner kebutuhan, pengendali, tensi atau internal state yang mencoba memprediksi perilaku berdasarkan persepsi nilai manfaat di masa yang akan datang dan tentu bisa jadi salah, untuk memahami perilaku dan mengontrolnya yang dibutuhkan adalah penguatan/reinforcement tertuju pada individu atau kelompok yang memiliki respon di masa lampau. Dengan pengatahuan tersebut seluruh budaya dapat di bangun, diubah atau di hancurkan (Skinner, 1948, 1971)
Kebutuhan - Harapan - Valence adalah konsep dari Perkembangan Motivasi
Konsep Drive atau Need
(Miller, 1948) Kebutuhan merujuk pada level pencabutan, perampasan dalam kebutuhan psikologis. Kebutuhan adalah bentuk menciptakan keutuhan yang telah dirampas oleh lingkungan dan memerlukan penarikan kembali untuk mempertahankan bentuknya atau dapat juga didefinisikan sebagai pemenuhan dari adanya rangsangan yang kuat sehingga perlu dikurangi atau dinetralisir dengan pemenuhan kebutuhan tersebut. Dalam perhitungannya kebutuhan dipengaruhi oleh level stimulus yang diasosiasikan pada individu, situasi, dan isu tertentu. Orang akan mengambil nilai optimal antara stimulasi dan kondisi. Aturan kerja bisa saja mengatur atau kebutuhan akan pekerjaan. level dari stimulus diciptakan karena kebutuhan.
Apakah Drive itu Unidimensi atau Multidimensi Konstruk?
Kebutuhan dapat dilihat secara nyata seperti reaksi tubuh karena kebutuhan energi untuk bergerak atau circle kegiatan terlihat dari peningkatan makanan, air, sex, sebagai respon dari tubuh sebagai proses biologist.
Secara mekanis bagaimana drive mempengaruhi perilaku?
Drive merupakan energi untuk melakukan perilaku. Ada dua alternatif bagi drive untuk bermain pertama fokus pada reinforcement dan kedua adalah terkait nilai insentif yang diperoleh atau valence outcome. Jika fokus pada reinforcing properties pada drive seperti apa manipulasi dalam penguatan, apakah pengurangan kebutuhan/drive reduction, peningkatan kebutuhan atau perubahan arah beberapa level optimal dari penguatan. reinforcement atau penguatan ini adalah Reward dan punishment. Bagaimana hubungan antara perubahan kebutuhan dan perubahan insentif atau penguatan nilai yang terus menerus atau ketidakberlangsungan lagi /discontinuous pada titik tertentu.
Bagaimana pengaruh atau penguatan dalam learning or motivational phenomena?
Pembelajaran dapat menjelaskan konsep dan faktor-faktor yang relevan dalam motivasi. Pada banyak data bahwa perubahan reinforcement magnitude diproduksi karena adanya pergeseran perilaku yang tidak dapat dihitung dengan model. Pertimbangan bahwa reinforcement literature memaksa konfrontasi antara model skinner dan hulllian.
Konsep Incentive vs Reinforcement?
Perilaku potensial tercipta = sHr (Learning/reinforcement/ cognitive), K (Insentif), dan D (Drive atau kebutuhan)
Skinner point of view adalah reinforcement atau penguatan atau cognitive berpikir berdasarkan pengetahuan dan atau learning. Black (1969) mencatat dua hal terkait definisi reinforcement. Pertama, merujuk pada prinsip empirik yang secara pasti menstimulasi atau bawahan memunculkan kemungkinan respon, apabila diikuti dengan respon maka stimulus tersebut disebut penguatan. kedua reinforcement juga sering digunakan untuk menggambarkan tekanan terus menerus moral seseorang baru akan reinforcement setelah memperoleh lima kali respon.
Bagaimana reinforcement secara terus menerus, positif penguatan akan memberikan dampak positif. Negative reinforcement adalah hukuman dan positif reinforcement adalah reward. bagaimana optimal reinforcement schedule? dan apa efek mendelay reinforcement?dan seperti apa variasi-variasi reinforcement memberikan efek pada respon?
Apa yang Membuat Lokus atau Mekanisme dari Reinforcement?
sebagai catatan dari Berlyne (1967) kebanyakan experiment berputar pada tiga kemungkinan. Pertama perubahan stimulus kondisi, secara original stimulasi pengurangan. Berdasarkan pendapat ini ada stimulus krusial misal perubahan terjadi pada perut karena pola makan yang salah menyebabkan sakit perut. perubahan tekanan pada sel tubuh disebabkan karena perubahan minum. Kedua, perilaku konsumtif itu sendiri adalah reinforcing, pengalaman membandingkan penguatan antara sakarin dan gula (Sheffield dan Roby, 1950), masuknya makanan lewat normal dan lewat fistula (Berkun, Kessen dan Miller, 1952) menunjukkan penguatan properties dari perilaku itu sendiri. Ketiga, perubahan pada sistem pusat nervous/otak (Miller, 1957; Olds, 1956, Roberts, 1958) merupakan gejala pada otak berupa reaksi kimia atau elektrik stimulasi yang memperkuat perilaku penguatan/reinforce.
Premack (1965) penguatan dengan penjelasan situasi dimana kemungkinan probabilitas tinggi atau rendah. Setia respon dapat melayani sebagai reinforcement. Seekor tikus dapat berlari aktif pada roda untuk kesempatan menjilat air dengan berjalan cepat di atas roda. atau seseorang dapat bekerja keras untuk menghasilkan dan menghabiskan uang atau dia menghabiskan uang untuk memperoleh kesempatan bekerja keras.
Perubahan gairah, terlihat pada detak jantung, galvanic skin response, EEG recording, level stimulus formasi dan hypothalamus
Dengan mekanisme apa perilaku organisasi dapat bertahan atau stop?
perilaku merupakan short run of responses, dalam setiap stimulus ada respon adaptive Helson (1959) jika sitasi stimulus berhenti maka respon juga secara waktu akan menurun, respon adaptife hingga akhirnya hilang dan belum sampai terjadi perilaku.
DRIVE dan REINFORCEMENT
Summary
Gairah, pengalaman, kondis pusat otak, kondisi, stimulus
Cognitive Process Theory
Dimana proses berpikir, dengan pengetahuan dan pengalaman untuk menentukan tindakan, ide dari individu dalam melihat konsekuensi dari tindakan kemungkinan konsekuensi di masa yang akan datang. Tolamn da Lewin teori memunculkan gagasan pada tiga model penting dari perilaku organisasi yaitu: Model human decision making (Edwards, 1961); Model Teori kebutuhan akan penghargaan; Model teori harapan-valensi (persepsi positif atau negatif)
Festinger’s (1957) dominant model theory of cognitive dissonance, selain itu ada teori ekuitas dari adams (1963)
Teori Harapan - valensi (Victor Vroom)
(Lawler, 1973; Mitchell, 1974)
Model vroom mencoba memprediksi pilihan, seseorang memiliki perilaku tertentu berdasarkan dua variabel yaitu valence (persepsi dari hasil perilaku) dan Ekspektasi (harapan bahwa perilaku tersebut akan memperoleh respon seperti yang diyakini). Formula Vroom ( Ekspektasi hasil yang akan diperoleh) x (persepsi dari nilai dari hasil). Model ini terdiri atas tiga basic construct yaitu valence, instrumentality dan expectancy.
Valence
Valence: persepsi positif atau negatif yang tergambar pada individu yang mungkin merupakan outcome dari tindakannya. Persepsi ini sangat erat kaitannya dengan informasi dan pengalaman.Terdapat dua jenis dari outcome yaitu tingkat kinerja yang dicapai, sehingga perbedaan level akan berdampak pada perbedaan valence. Contoh bagi anak SD menyelesaikan perhitungan 2+2 = 4 maka tentu sudah pencapain dibanding anak kuliah menyelesaikan itu. perbedaan level ini tentu berdampak pada perbedaan valence. Kedua tipe dari outcome adalah kontingen dari kinerja seperti bayaran, gaji, promosi, bonus setiap pencapaian outcome, working irregular hours, pengakuan, supportive supervision. Valence: level performance tiap tingkatan dan outcome memberikan hasil
Instrumentality
Instrumentality adalah persepi kontingensi bahwa satu outcome memiliki pengaruh ke yang lain atau index. Seperti contohnya performa yang tinggi secara perja dibayar pada carpenter dalam pekerjaan konstruksi akan mungkin bukan hasil dari kenaikan bayaran. dengan adanya kenaikan baka kinerja akan meningkat tingkat ini disebut instrumentally karena korelasi nya akan memiliki koefisien +1.0 sampai -1.0. apabila peningkatan berpeganruh terhadap kinerja secara instrumental dapat diperhitungkan.
Valence dan instrumental dikombinasikan untuk menentukan valensi yang diberikan pada tiap level, misal manager dan bawahan berbeda tingkat valence dan mempengaruhi instrumennya, kenaikan gaji mungkin di manager tidak terlalu secara instrument meningkatkan performa tetapi bagi bawahan mungkin secara instrument koefisiennya akan meningkat drastis. Expectancy merujuk pada persepsi hubungan antara tingkatan usaha yang diberikan dan tingkat level kinerja yang diberikan. Orang akan memaksakan dirinya untuk memberikan tingkatan level usaha sebagai fungsi dari variabel dan ditentukan oleh jumlah harapan x valence. Seseorang akan memberikan usaha ekstra pada pekerjaan dan kinerja karena keyakinannya pada harapan apa yang dikerjakannya itu akan memperoleh hasil pencapaiannya. Persepsi akan keberhasilan tantangan dan pencapaian tentu berdampak, ketika capain jelas dan step by step make kekurang atau keputusasaan karena sulitnya pencapaian akan memutuskan harapan, jadi capai target yang masuk akal secara bertahap untuk mencapai target lebih tinggi dan tidak menjatuhkan semangat karena target berada dalam jangkauan
Graen
Menghubungkan expencantce-valence dengan gagasan teori sikap, toei aturan dan interpersonal pengaruh proses. Pertama, tugas sebagai model motivasi yang tidak dilihat secara jarang dapat menjelaskan usaha atau memilih secara langsung pada tugas yang spesifik tetapi mempertimbangkan full spectrum dari perilaku kerja dalam suatu sistem dan aturannya. Jadi banyak faktor lain yang mempengaruhi performa seperti rekan-rekan kerja yang baik, leader manager dan situasi kerja, Gran menyimpulkan bahwa aturan secara efektif versus standar kinerja sebagai pusat dari aturan model ini, organisasi memberikan standar, dan pegawai hanya melaksanakan sesuai standar jika ekspektasi yang diharapkan tidak sesuai.
kedua, hasil yang tidak bertemu atau bertemu dengan standar spesifik kerja dan memecah ke dalam tiga kategori yaitu intrinsik, dimana seseorang bekerja karena faktor intrinsiknya sudah sesuai walau kondisi pengharapan dan ekspektasi tidak sesuai tetapi karena sesuai dengan intrinsik maka dapat dilaksanakan dengan senang. Kemudian ada external regulatory yang memediasi hasil kedalam beberapa sub kategori: pertama adalah pressure untuk mentaati dengan harapan pada supervisor atau seseorang dengan kuasa, yang kedua aturan informal atau etik yang memang tidak disebutkan secara jelas tetapi sudah menjadi tradisi atau budaya misal, meeting yang melibatkan pimpinan tertinggi harus disiapkan dengan baik, bukan sekedar meeting biasa tim di bawah.
green model dapat disingkat pada dua aturan utama yaitu effective versus standar performer. Path goal utility sama dengan paksaan pada vroom model. Kemungkinan usaha superior setara dengan path-goal utility ditambah tekanan eksternal melalui supervisor ditambah tekanan internal pada usaha superior.
Goal attraction and path efficacy. Goal attraction sama dengan Valence pada Vrooms kinerja, sedangkan path efficacy adalah persepsi tingkatan dari hubungan antara usaha yang diberikan dan pencapaian kinerja level yang diberikan, sama dengan Vroom's Expectancy. Komponen kedua adalah tekanan dari external kepada level usaha yang diberikan, hal ini tergantung pada persepsi individu terhadap level yang diharapkan kepadanya.
Model vrooms dapat memaksakan mengukur ekspektasi pada tiap-tiap usaha dan level kinerja secara kombinasi. Masalah lebih besar dari graen model ketika tekanan faktor eksternal dan internal yang memiliki perbedaan nilai2 harus diukur dua kali.
PORTER DAN LAWLER
Porter dan lawler (1968) berusaha menghindari level usaha dan membedakan dari model vroom dan Graen, Basic model dari Porter dan Lawler adalah follows. Nilai dari reward adalah konsep mengenai persepsi ketertarikan pada kemungkinan hasil secara intrinsik maupun ekstrinsik pada seseorang. Performance merujuk pada pencapaian kesuksesan dan tidak dibatasi hanya pada produktivitas atau hasil fisik
Porter dan law memiliki pandangan berbeda atas pencapaian reward terutama pada intrinsik reward seperti perasaan puas karena telah menyelesaikan yang diberikan individu sendiri sebagai hadiah atas kinerja nya dan ekstrinsik reward dari orang lain atau perusahan seperti gaji, pengakuan, kesempatan untuk tampil. Reward sangat lekat terhadap persepsi nilai dari hadiah seperti valence. Faktor utama penentu adalah usaha-kemungkinan reward atau persepsi antara usaha yang dilakukan dan kepastian memperoleh reward yang spesifik. Kejelasan tersebut memberikan usaha dan bentuk kinerja menjadi jelas, orang akan berusaha setelah dia yakin mendapatkan hasil dan semakin kuat hasil yang diperoleh semakin kuat dan intens usahanya. Porter dan lawler menyatakan bahwa persepsi probabilitas bahwa kinerja tergantung pada usaha, kedua persepsi contingency antara kinerja dan perolehan reward
usaha dan reward?
seseorang akan memikirkan hal tersebut usaha dan diganjar reward. Total usaha akan memperluas terhadap kinerja adalah hipotesis pada fungsi multiplicative dari persepsi nilai atas hadiah dan persepsi contingency antara perluasan usaha dan perolehan reward.
model juga menggabungkan dua gagasan feedback, pertama persepsi usaha-reward contingency akan merubah hasil actual reward practices yang dilakukan oleh organisasi (extrinsic) dan individu (Intrinsik). Reinforcement history affect, feedback kedua, meliputi efek dari perasaan puas atas reward atas antisipasi nilai atau kepuasan, merasa puas atas hasil dari tingkatan persepsi individu atas hadiah yang diterima nya setara . Kesetaraan atau ketidaksetaraan diperoleh dengan membandingkan level reward aktual yang diterima dengan level perasaan atau persepsi reward individu yang dianggap pas akan diterima. Persepsi ukuran antara usaha dan hadiah yang diterima menurut persepsi individu serta membandingkan dengan orang lain di luar organisasi yang memiliki kesamaan
Pada level ekstrim bahwa alasan dalam menduga bahwa kepuasan terhadap makanan bisa jadi menurun dibanding kepuasan akan nilai (sedikit asal berkah / penuh nilai) kepuasan dengan rasa puasa penyelesaian bisa meningkat sebagai nilai dari hadiah. perbedaan antara homeostatic pandangan dan "growth" model, tetapi dalam kehidupan manusia faktor situasi sangat dinamik dan porter and Lawler kekurangan pengetahuan terhadap hal tersebut/isu tersebut.
Lawler modifikasi
Gambaran dari porter dan lawler adalah modifikasi dari teori expectancy (1971, 1973). Penjelasan lebih mendetail ditentukan oleh expectancy individu yang berusaha untuk menyelesaikan tugas dan menyertakan ketiga feedback lingkaran. Penekanan pada penyelesaian tujuan pengarahan pada (a) informasi tugas yang spesifik dalam situasi yang menstimulus di bawah pertimbangan (b) pengetahuan individu tentang bagaimana tugas yang sama pernah diselesaikan di masa lalu (C) kepercayaan individu relatif permanent karakter individu yang memiliki persepsi kompetensi pada situasi kerja.
Efek usaha pada kesuksesan tugas atau kegagalan pada individu secara umum self-esteem dan pada harapan yang spesifik. Self esteem dapat berubah lebih lambat sebagai hasil dari feedback dibanding spesifik harapan pada kesuksesan tugas yang terikat pada tugas yang spesifik.
VIE (Valence instrumentality-Expectancy) VIE Theory
Penjelasan menangani motivasi pada organisasi dan perilaku bersandar pada tiga komponen utama (V-I-E). Gambaran mengenai gabungan Vroom, Green, Porter and law merupakan VIE tetapi ada yang kontradiktif
Expectancy: tingkat keyakinan bahwa dengan meningkatkan usaha akan mencapai kinerja/kompetensi/kemampuan yang lebih baik
Instrumentality: tingkat kepercayaan bahwa dengan performa/kemampuan yang diperoleh akan menghasilkan outcome yang pasti
Valence: Signifikansi atau nilai yang diharapkan dari suatu hasil
usaha keras akan meningkatkan kemampuan atau kinerja, dengan kinerja dan kemampuan yang dimiliki akan mencapai hasil yang diharapkan dan dengan hasil yang diharapkan merupakan nilai yang diyakini dan kepuasan. dan hasrat untuk memuaskan kebutuhan harus cukup kuat untuk membuat usaha tersebut tercapai
Expectancy (EFFORt > PERFORMA)
Apa yang membuat seseorang berusaha untuk mencapai kompetensi dan peningkatan kemampuan dan performanya. E>P (effort > Performa) didasarkan pada percaya diri bahwa dengan usaha maksimal pada nya akan memperoleh peningkatan kemampuan perilaku atau kompetensi. Tingkat kesulitan tujuan atau performa yang dituju, semakin sulit dan tidak terjangkau akan mempengaruhi sulitnya mencapai performa tersebut
Perceive control: tingkat kepercayaan bagaimana persepsi seseorang bagaimana kontrol mereka untuk sampai pada hasi
Instrumentality (Performance > Outcome)
kemampuan/kompetensi akan mengarah pada hasil yang jelas, faktor yang mempengaruhi instrumentality adalah:
- Percaya bahwa penghargaan didasarkan pada performa/kompetensi/kinerja
- Kontrol bagaimana keputusan dibuat
- Bukti dari kebijakan yang merefleksikan hubungan yang dapat diterima antara kinerja
Valence (OUTCOME > SATISFACTION)
persepsi atas hasil adalah kebutuhan, nilai, tujuan, visi, misi. dan yang paling penting adalah harapan kepuasan atas pencapaian akan memberikan pengalaman tingkat kepuasan. Expectancy theory menjelaskan tentang proses memotivasi, bagaimana motivasi datang pada individu. dan bagaimana proses sebuah pilihan dibuat ketika individu akan termotivasi untuk memperluas energi yang dibutuhkan untuk mengejar aktivitas yang pasti.
Komponen Dasar
Variabel yang dapat menjelaskan bagaimana pilihan dibuat diantara alternatif, sejumlah usaha yang secara langsung pada tujuan atau perubahan usaha atau pilihan yang hasil dari apa yang secara aktual terjadi di sepanjang waktu. Vroom dan Graen, Porter dan Law menganggap usaha sebagai dependent variabel membuat tidak disebutkan dalam pilihan perilaku. Kinerja bukanlah dependent variabel dan masih banyak antecedent selain motivasi. Spesifik kinerja, kemampuan atau kompetensi adalah melalui task goal. Porter dan lawler membicarakan lebih spesifik terkait tugas tujuan, menjadi total performance level. Performa dispesifikkan pada label performa . fokus atau spesifik dapat meningkatkan level performa yang dituju sehingga pengetahuan menjadi lebih fokus.
Kesimpulan:
Semakin besar harapan seseorang bahwa usaha akan dapat menyelesaikan tujuan tugas, maka semakin besar usahanya.
Semakin besar instrumentality atau persepsi mengenai kemungkinan rewards yang sesuai dengan kinerja yang diberikan maka semakin besar usaha untuk mencapai kinerja, kompetensi tersebut
Semakin besar nilai valensi dari output karena pencapaian kinerja maka semakin besar usaha untuk mencapainya.
Semuanya merupakan hubungan yang saling berkaitan sehingga penggunaan perkalian lebih pas di banding penjumlahan
Model memprediksi bahwa jika kita berpikir kepuasan kerja sebagai perpanjangan dari kebutuhan yang penting yang dipuaskan dengan reward, kemudian kepuasan sebagai hasil kinerja
kepuasan kerja diperoleh karena reward, reward diperoleh karena performance dan Performance diperoleh karena usaha.
VIE (Valensi-Instrumental-Expectancy)
Berkaitan dengan persepsi individu
Bisa dimanipulasi dari pemahaman nilai
Kinerja tidak hanya terbentuk dari motivasi karena banyak faktor lain yang menentukan, sehingga usaha untuk mencapai kinerja tentu sangat dipengaruhi berbagai faktor seperti pelatihan, kondisi dsb
Untuk berkinerja baik memerlukan lebih dari skill dan kombinasi yang sesuai
Penggunaan VIE untuk pekerjaan yang komplex belum maksimal
Substantive or Content Theories
Need Theory (Murray, 1938)
Murray menghipotesis beberapa kebutuhan yang harus dipenuhi sebagai berikut (Lindzey, 1957) yaitu:
Abasement, menerima secara pasif dengan tekanan eksternal, menerima injury, blame, kritik, hukuman, menyerah dan berpasrah kepada nasib
Achievement, menyelesaikan sesuatu yang sulit. melakukan pencapaian atas target
Affiliation, menikmati kedekatan, saling interaksi, bersekutu dengan lain (orang ke orang) membuat menjadi besar
Aggression, menyerang pihak lain bermaksud menguasai memperluas keinginan
Autonomy, independence konsep dasar dari free will, menghindari dominasi otoritas
Counteraction, bangkit dari kegagalan, mengatasi kelemahan dan menekan rasa takut
Defendance, mempertahankan diri dari serangan, kritik dan disalahkan
Deference, mengakui dan mendukung superior, menghormati,
Dominance, mempengaruhi secara langsung perilaku dengan sugesti, persuasi, perintah dan bujukan
Exhibition, membuat impression , mengesankan jika dilihat dan didengar
Harm avoidance, menghindari sakit, luka fisik, sakit dan kematian
Infavoidance, keluar dari situasi yang memalukan atau menghindari kondisi yang meremehkan seperti cemooh, ejekan
Nurturance, memberikan simpati dan grafity pada kebutuhan objek yang butuh
Order, mencapai kejekasan, susunan, keseimbangan, kerapian, kesesuaian,
Play, berperilaku menyenangkan tanpa harus ada tujuan termasuk iseng
Rejection, masalah seseorang dari tangkapan negatif
Sentience, mencari dan menikmati sensai yang mengesankan
Sex, bentuk dan menikmati sensasi yang mengesankan
Succorance, kebutuhan seseorang untuk memiliki gratified dengan bantuan simpati atau menciptakan sekutu/allied objek.
Understanding, pemahaman
konsep disampaikan murray mengenai kebutuhan atau reaksi yang ada pada manusia.
Maslow Hierarchy Motivasi (Maslow, 1954) menjelaskan terkait level hierarki kebutuhan, kebutuhan paling bawah harus dipuaskan terlebih dahulu baru dapat memuaskan kebutuhan di atasnya yaitu:
Physiological needs, (Sandang, pangan, papan)
Safety Needs, kebutuhan rasa aman (perlindungan diri dari ancaman)
Social Needs, pertemanan, kasih sayang, afiliasi
Esteem needs, memperoleh rasa hormat, pengakuan dari orang lain, penghargaan,
Self Actualization, top hierarchy aktualisasi diri, motivasi internal yang terealisasi
Alderfer's ERG Model
Memiliki 3 kebutuhan dasar yang dilabelkan sebagai berikut:
Existence, kebutuhan pada sisi material, substansi pada material . dan ada tingkatan pada kepuasaan ini dengan kata "cukup". contohnya adalah makanan, rumah, dan uang
Relatedness, adalah kebutuhan pada sisi hubungan, berbagi dengan perasaan dan pikiran, interaksi perasaan dan pikiran dengan orang lain.
Growth adalah kebutuhan berkembang, kemampuan yang dimiliki individu dan kapasitas individu untuk merasa penting dan dia butuhkan karena merasa manfaat yang dirasakan sehingga perlu terus mengembangkan konsep ini. Sama seperti karakter makhluk hidup adalah bertumbuh, konsep dari ciri makhluk hidup kapasitas juga berkembang.
Alderfer(1972) menjelaskan bahwa secara umum semakin sedikit kebutuhan tersebut dipuaskan maka akan semakin kebutuhan tersebut diinginkan
(1) the less a need is satisfied the more is desired
(2) the less "higher order" need is satisfied the more lower order needs are desired
(3) the more a need is satisfied the more higher order need are desired
Content theory needs
Gambarkan dan korelasikan studi yang berkaitan dengan kebutuhan paling kuat pada tiap orang
Test , content element dari kebutuhan
Susunan taksonomi kebutuhan seseorang
Pada penelitian porter (1964) pada beberapa level manager maka higher level manager lebih menempatkan pada aktualisasi diri dan kebutuhan autonomy pada content kebutuhan yang diinginkannya, dalam teori Alderfer, high manajer ingin terus tumbuh mengembangkan keahlian khususnya. Perbedaan level kerja, staff, supervisor, manager, direktur memiliki content kebutuhan yang berbeda, tetapi semua berlomba untuk naik sesuai kebutuhannya.
Penelitian Festinger (1964) mengangkat isu tentang kompleksitas hubungan yang menghadapi variabel global pada manajemen level yang digunakan sebagai korelasi kebutuhan kepuasan. Penemuan festinger ini menunjukkan tidak ada perubahan karena manajer dipromosikan karena nilai manajer tersebut masih sama dan tidak berubah karena promosi. tetapi bisa saja berdampak pada keluarga dan orang terdekat yang akhirnya menjadi sorotan yang menjadi berpengaruh
Content model of performance outcome (Rewards)
Toeri 2 faktor Herzbergs atau hygiene factor (Herzberg, Mausner, Peterson da Capwell, 1957)
Herzberg memiliki postulated akan keberadaan dua kelas dari motivasi kerja yaitu ekstrinsik dan intrinsik factor yang berdampak pada level dari outcome dan bentuk reward yaitu:
Extrinsik Factor:
Pay or Salary Increase
Technical supervision or having a competent supervisor
The human relations quality of supervision
Company policy and administration
Working conditions or physical surrounding
Job security
Intrinsik Factors
Achievement or completing an important task successfully
Recognition, pengakuan dan dihargai
Responsibility,
Advancement, perubahan status melalui promosi
intrinsik reward datang dari pekerjaan itu sendiri sedangkan ekstrinsik reward datang dari organisasi. Teori ini menekankan pada kepuasan atas pekerjaan , teori ini bukan menjelaskan bagaimana energizing, usaha langsung atau kebertahanan tetapi lebih fokus pada kepuasan yang diperoleh dari pekerjaan tersebut. Perlu menjadi perhatian adalah tipe pekerjaan, prosedur alternatif pekerjaan, dan apa yang dianggap seseorang penting dalam outcome pekerjaan
Vroom factor analytic studies (Baehr, 1954) mengukur kepuasan kerja memperhatikan tujuh dal yaitu:
1, kebijakan perusahaan dan management
2. kesempatan promosi
3. konten pekerjaan
4. supervision
5. financial reward
6. working conditions
7. co workers
Smith, Kendall dan Hulin (1969) mengukur kepuasan kerja dengan 4 faktor yaitu: supervision, pekerjaan itu sendiri, pay and promotions, dan rekan kerja.
Job descriptive index (Smith et al., 1969)
(Dawis, Lofquist dan Weiss, 1968) menekankan taxonomy dari outcome the factor labels and the highest loading adalah:
Ability utilization, kesempatan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan kemampuan
Achievement, perasaan puas setelah menyelesaikan pekerjaan
Activity, terus sibuk sepanjang waktu
Advancement, kesempatan untuk maju dan tumbuh dalam pekerjaan, update terus pada bidang
Authority, kewenangan untuk mengatur memerintah
Company policies and practices
Compensation, upah sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan
Co Worker
Creativity
Independence
Moral value
Recognition
Responsibility, kebebasan menentukan penilaian
Keamanan, pekerjaan memberikan jaminan keamanan seperti pensiun, jaminan dari PHK
Social service, kesempatan untuk memberikan pelayanan kepada orang lain
Social status, kesempatan menjadi seseorang dalam komunitas
Supervision-human relation, bagaimana cara bos menghandle orang-orangnya
Supervision-technical, kompetensi dari supervisor dalam membuat keputusan
Variety, kesempatan untuk membedakan dari waktu ke waktu
Working conditions
Intrinsik dan ekstrinsik yang mempengaruhi job memiliki dua class yang berbeda, dan kadang ekstrinsik bisa mengurangi intrinsik atau malah sebaliknya bisa mendukung, apabila besar tekanan dari ekstrinsiknya maka akan mengurangi intrinsiknya sehingga ekstrinsik hanya untuk mendukung intrinsik yang lebih besar.
Equity Theory
Bisa jadi masuk dalam kategori kognitif teori yang konsen pada persepsi, merupakan ketidaksesuaian dan proses perbandingan sosial yang dirasakan. Adams (1965) menganggap teori ekuitas ini adalah pertimbangan secara alami proses input dan output sebagai hubungan pertukaran dan persepsi posisinya harus sama, input harus sesuai output, kemudian ada proses perbandingan sosial yang dilakukan individu (Festinger, 1954), lalu keadaan mengemukakan persepi setara atau tidak setara, dampak yang mungkin terjadi karena ketidaksetaraan dan perilaku seseorang dan kognitif aksi yang mengurangi perasaan ketidaksetaraan ini.
Teori equity ini sangat erat kaitannya dengan persepsi yang dirasakan individu apakan apa yang dia peroleh dari organisasi telah sesuai dengan apa yang telah dia berikan pada organisasi. Ketidaksesuaian akan memunculkan perilaku untuk menyesuaikan dengan seimbang. Pandangan ketidaksesuaian atau sesuai sangat erat kaitannya dengan persepsi dari riang tersebut dan perbandingan yang ditangkap dari pengetahuan dan informasi yang diterima. Adam mempostulate ketidaksetaraan atau inequity ini akan menyebabkan perilaku driver dan membuat orang mengurangi atau menambah perilaku agar menjadi setara.
Adam mengelist perilaku seseorang dalam mengurangi atau mencegah ketidak setaraan/inequity yaitu (a) menyesuaikan input atau output. (b) bertindak kepada yang lain untuk membuatnya merubah input atau outputnya yang berpengaruh pada dirinya atau komplain ke atasan terkait input dan output (C) secara aktual merupakan input dan output orang lain ; (d) mengubah perbandingan ke yang lebih rendah untuk mengurangi perbandingan kepada yang lebih baik (e) meninggalkan hubungan pertukaran atau perbandingan tersebut.
Beberapa penelitian menunjukkan beberapa kondisi akibat ketidaksetaraan tersebut dan respon yang dilakukan pegawai antara underpayment, overpayment terhadap perilaku yang ditunjukkan pegawai.
Teori goal dan intentions
Model kognitif menjelaskan bahwa seseorang secara axiomitc memiliki maksud mengenai apa yang akan dilakukan dalam menghadapi tugas yang dibutuhkan dan tujuan akan sangat mempengaruhi pilihan yang akan dibuat antara content tugas dan usaha untuk melebarkan kepada tujuan tugas yang spesifik. Membuat lebih fokus pada pekerjaan karena tujuan dan maksud sudah ditetapkan, sehingga segala daya upaya akan berupaya untuk mengejar goal/tujuan dan maksud. Tokoh yang mengembangkan ini adalah (Locke, 1968) menjelaskan bagaimana model cognitive mencoba memahami bagaimana goal dan intention mengatur usaha dan pilihan. Gagasan ini secara basic mirip dan konsisten dengan expectancy theory model dengan mengelaborasi komponen kinerja. Tujuan dan maksud pada goal theory berdekatan makna nya dengan valence pada expectancy theory.
Lock menjelaskan lebih detail, pertama semakin segera motivasi ditentukan dari usaha dan pilihan adalah individual goal atau maksud dari tugas seseorang, dengan diaplikasikan pada goal/tujuan maka individu mendapat kesadaran untuk mengejar tujuannya. Kejelasan tujuan akan memberikan panduan secara langsung. Kedua, penetapan tujuan juga memberikan konsentrasi energi fokus pada usaha tujuan. Ketiga, kepuasan individu atau ketidakpuasan tergantung pada pencapaian achievement performance goal, pencapaian ini akan memenuhi hasrat kepuasan karena keberhasilan telah menyelesaikan tugasnya
Teori tujuan ini dapat digambarkan bahwa keberhasilan penyelesaian tujuan merupakan reward spesifik performance goal menumbuhkan kinerja yang lebih tinggi di atas tugas yang harus dilakukan diluar standar (do your best?) tujuan yang sulit tetapi karena semua upaya dan usaha tertuju kesana maka akan menimbulkan energi untuk menyelesaikannya dengan segala daya upaya yang dimiliki.
The Theory of need Achievement (McClelland, Atkinson, 1957)
Menurut Weiner (1970) kekuatan motif dalam menghindari kegagalan, kekuatan untuk mencapai kebutuhan (Ms) Pdf= persepsi subjek tentang kemungkinan gagal menyelesaikan tujuan saling berpengaruh dan menimbulkan kekuatan motif
Ps= persepsi subjek tentang kemungkinan berhasil
Is= insentif nilai dari sukses tujuan atau goal yang diselesaikan
If= insentif value (negatif) karena tidak menyelesaikan tugas
sehingga kekuatan motif sendiri adalah Ta = Positif
Kebutuhan Pencapaian tugas
Ms = Kekuatan untuk mencapai kebutuhan yang berhasil
Ps = Persepsi subjek kemungkinan berhasil atau gagal
Is = Insentif nilai berhasil atau gagal
kekuatan motivasi Ta= (Ms x Ps x Is) - (Mf x Pf x Is)
KLIK LINK TULISAN
https://drive.google.com/file/d/1k8TP9fgDfKIEeh4N1uxno8owav-fNDwR/view?usp=share_link
0 comments:
Posting Komentar