Etika Administrasi Negara
(Wahyudi Kumorotomo, 2011)
Buku Etika Administrasi Negara
Jakarta, Raja Grafindo Persada Thn 2011
Moral merupakan pandangan nilai seseorang yang pada dasarnya adalah kebaikan bersama. Moral memandang manusia sebagai manusia, contoh seorang ayah yang menelantarkan anaknya apakah sang ayah tidak bermoral? ternyata sang ayah diam-diam melihat perkembangan anaknya dan terus memantau sambil mengamati, sang ayah bermaksud mendidik anaknya. Kalau ada sebaliknya sang ayah yang memberikan fasilitas yang lengkap bagi si anak, dan pada akhirnya sang anak tidak pernah belajar menjadi dewasa apakah itu di bilang bermoral bahkan pada akhirnya sang anak terlibat narkoba dan tindakan yang melanggar, maka apakah tindakan memberikan fasilitas yang banyak dari sang ayah merupakan tindakan tak bermoral. Sudut pandang manusia dari luar sulit untuk dipahami sampai kita benar-benar tahu apa yang nampak dan tujuan yang ada di baliknya.
Moral adalah menyangkut apa yang di pandang, di nilai dan dipahami sehingga haruslah dilihat secara utuh. Mulai dari yang tampak dan yang tidak tampak. Moralitas ini sangat berkaitan dengan nilai dan pengalaman. Semakin dekat seseorang dengan realita yang pernah dialami maka semakin tinggi moralnya. Misal seseorang yang pernah ditelantarkan orang tuanya sewaktu ia masih kecil tentu ia memiliki pandangan yang sedih sebagai anak yang ditinggal orang tua dan dia menganggap orang tua yang meninggalkan anak tidak bermoral. Standar moral berbeda pada tiap orang dan setiap lingkungan juga memiliki standar yang berbeda.
Etika dan Moralitas
Etika berasal dari bahasa yunani yang artinya Ethos yaitu kebiasaan atau watak. Moral berasal dari bahasa latin mos yang artinya cara hidup atau kebiasaan. Etika lebih mengangkat nilai sosial yang terbentuk atau kesepakatan dari moral individu pada suatu wilayah tertentu. Apabila seseorang melakukan pelanggaran etis artinya dia melawan nilai yang ada dalam masyarakat tetapi kalau dia melakukan pelanggaran moral artinya sudah melanggar nilai dasar setiap individu. Moral melekat pada individu dan etika melekat pada kelompok.
Moral sebagai Sebuah Nilai
Moore (1995) membedakan nilai ke dalam enam macam yaitu pertama membedakan antara nilai primer, sekunder dan tersier. Primer artinya seseorang memiliki nilai diikuti dengan perbuatannya yang sesuai dengan nilai, misal seseorang yang menyukai sepak bola maka dia akan terus mengambil profesi sepak bola walau ditentang keluarganya yang secara sosial bahwa menjadi atlet di indonesia tidak menjamin masa depan secara ekonomis. Tetapi apabila dia menyukai sepak bola tetapi lebih merelakan untuk mendengar pandangan orang tuanya maka hal tersebut adalah nilai sekunder atau tersier tergantung kekuatannya.
Kedua, Moore membedakan antara nilai semu (Quasi values) dan nilai riil (real values), nilai semu adalah apabila seseorang bertindak seolah-olah berpegang pada suatu nilai tetapi sesungguhnya dia tidak menganut nilai tersebut atau Pencitraan. Biasanya diciptakan atau diciptakan untuk kepentingan tertentu. NIlai semu juga sering dikaitkan sebagai kepura-puraan (hypocrisy). sedangkan nilai riil adalah tindakan seseorang yang benar-benar sesuai dengan nilainya atau tidak di buat-buat, orang yang melakukan ini akan sulit menemukan titik ekspresi yang menyatakan dia dalam kepura-puraan. jadi kalau ingin melihat seseorang melakukan tindakan semu atau real, maka pengamatan tetap dilakukan semakin banyak ekspresi ketidaksukaan maka semakin menunjukkan bahwa yang dia lakukan hanyalah nilai semu atau kepura-puraan atau pencitraan.
Ketiga, Nilai terbuka dan nilai tertutup. Nilai terbuka bila tidak terdapat rentang waktu yang membatasinya. Misal nilai kemanusiaan dan kebaikan adalah nilai yang selalu ada tanpa batas waktu. Nilai terbuka bisa dibatasi oleh suatu kejadian misal kejadian perang, dimana nilai kebaikan tersebut menjadi dendam ataupun upaya membunuh (jauh dari nilai kemanusiaan), atau nilai bagi seseorang yang sudah meninggal maka nilai tersebut sudah tidak berlaku lagi.
Keempat, Perbedaan antara nilai-nilai positif dan negatif. Nilai ini terlihat dari pedoman larangan dan anjuran. Larangan mengarah kepada pencegahan nilai ke arah negatif sedangkan anjuran dorongan nilai ke arah positif.
Kelima, nilai menurut orde atau urutannya (Arsitektonik). Ada tingkatan nilai misal ketika seseorang menolong korban kecelakaan, dia tidak kenal dengan korban tetapi dia segera mungkin menolongnya hal ini adalah nilai pada order pertama, orde kedua adalah ketika dia tahu bahwa orang tersebut adalah kenalannya dan order ketiga bahwa yang menolong memang berprofesi sebagai dokter dan seterusnya.
Keenam, membedakan antara nilai relatif dan absolut. Nilai absolut adalah keinginan menolong hanya ada satu tujuan. misal seseorang melihat orang yang tenggelam dan tujuannya hanya satu untuk menyelamatkannya. sedangkan nilai relatif apabila dia melihat orang yang tenggelam tapi tujuannya karena dia ingin disebut pahlawan, atau karena itu teman karibnya maka itu adalah nilai relatif.
Keinginan esensial adalah seseorang yang bertindak untuk mencapai suatu tujuan tetapi tujuannya telah diselesaikan orang lain maka tujuan esensialnya akan hilang jika dia tahu apabila tujuan tersebut telah tercapai.
James R. Rest “The Major Component of Morality” mengemukakan bahwa proses penting dalam penilaian adalah sebagai berikut:
Penafsiran atau identifikasi suatu masalah, dengan memahami situasi dan konsekuensinya akan sangat berpengaruh terhadap proses penilaian dan pengambilan tindakan.
Penentuan arah tindakan. Postulat psikologi dimana norma-norma sosial, etika akan mengarahkan pada suatu rumusan mengenai tindakan bermoral atau tidak bermoral
Tujuan atas pilihan-pilihan nilai-nilai moral tersebut
Rancangan dan perencanaan suatu tindakan, berupa urutan langkah-langkah konkret dalam mengambil tindakan
Moral mengenai anda sebagai makhluk individu dan sekelompok moral yang disepakati bersama akan menjadi etika. Tetapi moral yang diakui kelompok maka pelanggarannya akan sangat keras dibanding etika. Etika lebih ke arah norma sedangkan pelanggaran moral adalah suatu tindakan yang salah yang sama-sama disepakati oleh individu maupun lingkungan. Etika mungkin sudah tercipta dan dibentuk oleh organisasi, penetapan formal tanpa ada tawar menawar lagi dengan individu tentu mengakibatkan tidak semua etika dipenuhi oleh individu karena kuatnya moral yang ada dalam diri individu.
Egoisme adalah kecenderungan untuk mementingkan diri sendiri sedangkan altruisme adalah kecenderungan untuk mementingkan individu lain atau kelompok dibanding dirinya sendiri.
Garis-garis besar Landasan Etika
Paham Kosmosentris, beranggapan manusia adalah bagian dari alam dan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh cosmos atau alam secara keseluruhan. Manusia harus berserah diri kepada kehendak alam karena merupakan bagian dari siklus alam
Naturalisme, paham manusia bertindak secara alami sesuai insting dan kebutuhan biologisnya sesuai dengan hukum alam.
Individualisme, kepuasan dan kepentingan diri sendiri dikejar. sikap dasar ini menjadikan manusia tamak, haus atas prestasi, penghargaan dan ujian yang lebih tinggi. Setiap orang bebas dan punya cara sendiri-sendiri. paham ini sangat erat dengan paham liberal. Bentuk nilai ini menjadi dorongan manusia untuk berbuat lebih banyak dan memaksimalkan semua potensinya dan tidak menghiraukan orang lain atau kondisi sosialnya yang penting kesuksesan pribadi tercapai.
Hedonisme, menurut kodratnya manusia selalu ingin mencari kesenangan di banding kesusahan. Paham ini dikenal dengan materialisme. Sayangnya kesenangan tidak dapat sepenuhnya diperoleh dari materi, karena ada kasih sayang, kesetiaan rasa senasib tidak dapat dipenuhi melalui materi. konsep kebutuhan manusia bersifat materi dan non materi. Materi seperti makanan, minuman, kenyamanan fisik, sedangkan non materi seperti pengakuan, penghargaan, perhatian dan cinta. Keberadaan materi dapat mendukung pemenuhan non materi ataupun dapat berjalan sebaliknya. ini lah yang menunjukkan ada istilah “kebahagiaan tidak dapat dibeli dengan uang”. Materi hanya akan mendukung kebutuhan non materi bukan benar-benar memperolehnya. Kegagalan dari materi adalah di saat materi hilang maka non materi juga hilang, Sehingga baik materi dan non materi berjalan pada spektrum yang berbeda. keberadaan materi memang diikuti oleh non materi sebagai bayangan semu saja.
Eudaemonisme, Merupakan kepuasan yang sempurna. manusia memiliki kesenangan baik secara materi maupun rohaninya, baik secara materi maupun non materi. Manusia akan cenderung mencari kebahagian materiil dan rohani, hal ini tampak seperti perilaku seorang yang benar-benar dermawan dan menyukai kedermawanannya dan selalu dipuji orang dengan ikhlas memang karena keikhlasannya bukan kepura-puraan.
Utilitarisme, tokohnya seperti Jeremy Bentham (1784-1832) dan john stuart mill (1806-1873) adalah paham tentang manfaat suatu tindakan. Manusia berbuat berpedoman pada fungsi dan manfaat.
Idealisme, paham akan lingkaran normative menjadi pagar pembatas tindakan manusia. Idealisme ini sangat kuat memegang nilai yang diyakini. Tetapi manusia terkadang memiliki beberapa kecenderungan pegangan nilai seperti idealisme rasionalistik yang menekankan pada pikiran dan akal, idealisme estetik yaitu lebih dari yang abstrak dan diyakini seperti nilai-nilai agama, dan idealisme etik yang berpegang pada norma-norma moral.
Dalam the liang gie, (1987) tentang ide agung Terdapat enam pokok pandangan nilai-nilai yang mendasari manusia yaitu keindahan, persamaan, kebaikan, keadilan, kebebasan, kebenaran. Kebenaran dalam pikiran dan kebenaran dalam kenyataan, menjembatani antara pandangan dalam pikiran dan pelaksanaanya menjadi sulit. hal ini sangat dipengaruhi merespon, kondisi lingkungan dan neurologis manusia. Ketika melakukan sesuatu maka terdapat pertimbangan moral yang dilakukan manusia, secara mendasar dapat dilacak melalui cara-cara sebagai berikut:
Penilaian Sunderesis, keterbatasan akal dan informasi yang dimiliki manusia ketika menilai moral, terbatas pada input dari hasil kesepakatan pada masanya dan pengetahuan yang berkembang pada masanya. terbatas pada ruang dan waktu. Sifat naluri manusia memiliki kecenderungan untuk memilih yang baik
Penilaian tentang ilmu moral, memahami perilaku dengan pemahaman moral yang sudah diperoleh dalam perkembangan lingkungan dan agama.
Penilaian khusus Nir-Pribadi, penilaian yang secara umum memang lebih berhak misal orang miskin secara umum harus di bantu tidak menilai dari subjeknya, orang kecelakaan segera ditolong
Penilaian khusus pribadi, melekat pada diri pribadi berdasarkan pengalaman yang menjadi watak dan memperkuat moral individu
Penilaian atas pilihan tindakan, individu akan memilih diantara beberapa pilihan moral karena ada batasan diantara pilihan moral tersebut, misal ketika ingin menolong seseorang apakah dengan menolong dua orang yang kecelakaan, kita harus memilih mana dahulu yang harus kita selamatkan?banyak hal yang menjadi pilihan moral dan biasanya faktor-faktor kesamaan atau moral yang lebih kuat yang akan dipilih.
Legitimasi Agamis, Sosiologis, Legal power Agreement dan Etis
Legitimasi adalah pengakuan akan kekuasaan dan tunduk pada kekuasaan tersebut. Untuk mencapai tunduk seseorang harus memahami nilai dan doktrinisasi yang dicapai dari nilai tersebut. Misal bagaimana seseorang bisa taat, dalam ketaatan tersebut terdapat pemahaman terhadap nilai dan diyakini akan kebenarannya. Runtutan perilaku yang mencederai keyakinan akan berdampak pada penurunan nilai keyakinan tersebut. Legitimasi agamis berpegang pada kitab suci dan tuntutan dari pemuka agama. Legitimasi sosiologis lahir dari kesepakatan bersama dalam masyarakat. Individu menyerahkan haknya kepada masyarakat yang nantinya akan memberikan kebaikan yang besar bersama.
Menurut Weber terdapat tiga jenis legitimasi sosial yaitu Pertama kewenangan tradisional (domination) yaitu kewenangan diambil berdasarkan seorang yang memiliki hak seperti kepala adat, bangsawan, kasta tertinggi, maupun seseorang yang dipercaya. Kedua, Kewenangan kharismatik yang muncul dari individu yang memiliki sifat keberanian, maupun pengetahuan yang banyak mengundang kagum banyak orang dan pada akhirnya menempatkan keyakinannya pada orang tersebut. Ketiga, kewenangan legal rasional merupakan kewenangan dari catatan tertulis seperti peraturan perundang-undangan yang melekat pada jabatan seseorang.
Kekuasaan bersumber dari keyakinan menyerahkan hak nya, keyakinan bisa bersumber dari internal maupun bersumber dari eksternal. internal artinya telah memiliki nilai dengan yang memiliki kuasa, hal tersebut terbentuk dari pengalaman panjang bahwa kekuasaan yang telah diberikan telah memberikan keyakinan hati yang tinggi sementara itu kekuasaan bersumber dari eksternal karena ada paksaan, reward, hukuman, pengaruh sosial dan dorongan faktor eksternal. Legitimasi melihat kekuatan masyarakat atau beberapa individu sedangkan legitimasi etis bukan soal norma atau pandangan masyarakat atau sekelompok orang tetapi pandangan moral dari hati. Ciri spesifik mengenai legitimasi etis antara lain pertama, persoalan kemanusiaan. nilai kemanusiaan memperlakukan manusia layaknya manusia. Jika banyak terjadi pemberontakan pada suatu negara atau kritik bukan menumpas nya seperti paham pragmatis atau utilitarian tapi pahami ketidaksetujuan dan nilai-nilainya untuk dapat mengatasi hal tersebut. Kedua, legitimasi etis menjadi dasar dalam membuat aturan positivisme hukum atau hukum positif. Norma etika juga dapat mempertanyakan doktrin atau ideologis suatu bangsa.
Ahli Bicara Soal Kekuasaan
Plato, kekuasaan pemerintah ada pada orang yang memiliki nalar tertinggi, moral tertinggi sehingga menghasilkan kebijaksanaan.
Thomas Aquinas, kekuasaan karena tawar menawar atau mekanisme pasar dan menyangkut hak sesuai dengan kelompoknya, misa bayi memerlukan pengasuhan, manusia disabilitas diperhatikan kesulitannya, atau perlakuan dengan pengelompokan sosial. Thomas Aquinas juga membagi hukum ke dalam tiga jenis yaitu hukum abadi (Lex Externa) hukum yang ditunjukan kearifan ilahi yang merupakan landasan ciptaan. Hukum Kodrati (Lex Naturalis) hukum yang diambil secara alami seperti wanita melahirkan, pria memiliki postur tubuh yang lebih kuat. Hukum buatan manusia (Lex humania) berdasarkan etika dan norma dalam masyarakat sesuai ruang dan waktu. lokasi dan keyakinan dari norma, moral dan etika masyarakat setempat.
Niccolo Machiavelli, filsafat politik kekuasaan berasal dari sesuatu yang kuat dan kokoh. dengan kuat dan kokoh maka kekuasaan datang dengan sendirinya. Kekuatan yang besar dapat menghancurkan perlawanan atau kekuatan lain yang akan merebut kekuasaan.
Thomas Hobbes, harapan manusia, dengan emosional, strategi, kelicikan, ancaman, maupun rangkulan. Hak pribadi harus tunduk pada kekuasaan negara dan negara harus berkuasa secara absolut.
Jean Jacques Rousseau, prinsip kebaikan dan negara sebagai sumber kebaikan manusia untuk mencapai kesejahteraan bersama. tetapi sayang tidak semua orang memiliki sifat baik, ada kesejahteraan individu yang ingin dicapai manusia. Setiap individu memiliki tujuannya masing-masing.
Gagasan demokrasi
Keyakinan nilai dan martabat manusia (kesetaraan setiap manusia)
Konsep kebebasan manusia
Aturan hukum yang pasti, hidup setara dan bebas tapi dalam aturan hukum. Karena kesetaraan dan kebebasan akan berinteraksi satu sama lain dengan kebebasan dan kesetaraan individu lain sehingga hukum perlu mengaturnya.
Persetujuan, musyawarah untuk mufakat. selain hukum dapat diselesaikan dengan persetujuan bersama
sarana dan prasarana untuk mencapai kebaikan bersama
konsep persamaan (menjebol kelas, agama, jenis kelamin, ras, suku dan daerah)
Birokrasi bagi masyarakat adalah suatu proses pengisian formulir, tanda tangan aparat pemerintah dan perizinan lainnya yang harus dipenuhi oleh masyarakat. lalu kemudian menunggu sekaligus dilakukan pengawasan. Perlu waktu yang cukup panjang untuk dapat segera selesai. Bagi warga masyarakat urusan ke birokrasi sangat diperlukan agar tidak terjadi masalah di kemudian hari karena pada saat pengawasan dan penekanan akan berdampak yang jauh lebih besar. Adapun ciri-ciri utama dari birokrasi adalah kegiatan rutin dan standar, proses hirarkis, peraturan yang ketat, formal, spesifik dan pegawai tetap.
Apa yang dapat dipandang dari organisasi publik seperti birokrasi tergantung pada sudut pandang melihat organisasi tersebut. Misal sosiolog melihat birokrasi sebagai interaksi individu di dalam dengan rangkaian aturan, etika dan norma organisasi kemudian interaksi di masyarakat sebagai hubungan antara masyarakat dan pemerintah. Sudut pandang ekonomi melihat organisasi publik dari sisi keefektifan dan efisiensi dalam melaksanakan tujuan pemerintah. sedangkan dari bidang politik, organisasi publik harus mampu memainkan peran sebagai organisasi yang dapat dipercaya, membentuk opini publik. Sementara dari sudut pandang masyarakat sendiri melihat organisasi publik sebagai organisasi yang memiliki kuasa dengan peraturan yang mewajibkan masyarakat mentaati aturan tersebut.
Birokrasi sulit dijalankan secara mekanistik layaknya mesin karena manusia memiliki emosional sehingga pola rasional yang efisien dan efektif tidak dapat benar-benar diterapkan. Perkembangan model birokrasi dalam legitimasi kekuasaan antara lain pertama, model birokrasi tradisional yang menekankan pada hierarkis yang kuat sehingga budaya komando sangat kuat ditopang dengan pemimpin yang kuat, corak hubungan patron-client dan loyalitas hierarkis. Para birokrat berorientasi kepada atasan atau pimpinan.
model yang kedua, birokrasi kolonial, dimana aparat pemerintah bukanlah pelayan rakyat tetapi penguasa yang harus dilayani. model warisan belanda ini sebelum reformasi masih mengkultur di dalam masyarakat. Ketiga, model birokrasi rasional yang bertindak secara efisien, mengabaikan hubungan personal dan fokus pada proses serta pencapain dengan cara-cara terefektif.
Mengukur kesejahteraan, dilihat dari indikator-indikator seperti indikator tingkat kemiskinan masyarakat, Indikator taraf hidup (PDB, layanan medis, standar nutrisi, kondisi rumah dan penghasilan), indikator ketimpangan sosial (Kurva Lorenz dan koefisien Gini)
10 Efek dampak korupsi menurut Syed Hussein Alatas adalah sebagai berikut:
Efek metastarik, penyebarannya seperti sel kanker dalam ilmu kedokteran . mereka menjadi semakin membesar dan ditakuti, tampak sulit untuk diberantas karena dapat berdampak luas sehingga menjadi pilihan sulit untuk memberantasnya karena dapat berefek ke organisasi
Efek Perkomplotan, membentuk saling melindungi karena mendapatkan manfaat dari hasil korupsi
Efek pelepasan, yaitu korupsi karena adanya transaksi atas sebuah tindakan korupsi misal pemberian barang dan jasa ke pejabat agar prosesnya menjadi cepat dan tidak ada halangan. Efek pelepasan bisa secara terus menerus misal seperti setoran dan bisa juga per transaksi
Efek penghilangan potensi, besarnya biaya atau lambatnya proses menghilangkan potensi keuntungan negara kalau semua dilaksanakan dengan benar.
Efek Transmutasi, penerimaan terhaap tindakan korup, di kawaki oleh masyarakat sendiri dan pemerintah tidak dapat melawan karena masyarakat yang dipimpin korup membacking pimpinan politik dan membuat frustasi pegawai yang jujur karena akan diasingkan
Efek Pamer, tampak dari gaya hidup, memancing orang lain menginginkan hal yang serupa
Efek derivasi kumulatif, misal para pengusaha yang menyokong calon pimpinan daerah, kemudian membuat kerjasama dengan kepala daerah yang menang dengan mendapat keuntungan
Efek Psikosentris, efek melindungi nilai dan citra dari tindakan korup, rasa tidak aman dan takut setelah melakukan tindakan korup sehingga menjadikannya serba tidak tenang dan sensitif
Efek Klimaktik, kenaikan biaya produksi karena adanya biaya untuk pejabat korup, atau berkurangnya potensi penerimaan negara karena tidankan korup pejabat dan swasta. kerugian terbesar dialami masyarakat yang seharusnya mendapat jatah program tetapi harus dikurangi karena dana nya terbatas atau masyarakat harus membayar produk yang lebih mahal karena tambahan biaya tersebut.
Efek Ekonomis, efek meluas karena tindakan korup tanpa perhitungan jelas mengakibatkan biaya lain yang membengkak misal pembangunan jembatan atau jalan yang kualitasnya rendah sehingga tiap beberapa bulan akan menghabiskan dana perbaikan.
Cara-cara menangkal korupsi, (Kumorotomo, P. 260 Etika administrasi negara, 2011) yaitu:
Cara sistemik-struktural, pembenahan dari pimpinan politik dan struktur birokrasi secara bersama-sama. hal ini harus dilakukan serentak di semua bidang kekuasaan mulai dari legislatif, eksekutif kebawa dan yudikatif. sehingga tidak memberi ruang untuk upaya korupsi dapat berkembang, jangan sampai dibenturkan satu sama lain dan publik juga tetap harus mendukung pemberantasan korupsi
Cara Abolisionistik, menutup celah-celah korupsi terlebih dahulu. membangun sistem yang semakin kuat. Keteraturan hukum dan perlakuan yang sama dan melakukan pembersihan terhadap aparatur pemerintah yang tidak jujur.
Cara moralistik, melalui pendekatan moral, agama, sosialisasi nilai-nilai organisasi dan budaya organisasi
Tipe keterkaitan antara birokrasi dan masyarakat yaitu:
Sistem traditional, pejabat sangat traditional mementingkan unsur kebersamaan dan warga, lebih mendekati seperti ketua adat, sehingga tidak mengedepankan hubungan yang terdata ataupun efisien tetapi kekeluargaan
Sistem Pola Pelindung / Patron client, pejabat sebagai pelindung masyarakat yang memilih dan mendukungnya.
Sistem modern (atasan dan bawahan), mengikuti aturan-aturan dan tupoksi yang telah ditetapkan masing-masing serta kewenangan-kewenangan, pengetahuan berdasarkan pada kompetensinya
Sistem kultur kewarganegaraan, menekankan pada kultur kepentingan bersama lebih besar dari kepentingan pribadi. lebih mengutamakan kepuasan moral daripada moneter.
Knott dan Miller menekankan empat macam masalah dalam birokrasi pemerintah yaitu:
Aturan yang kaku, peraturan yang ketat dan tidak boleh dilanggar atau dimodifikasi, senioritas dan prosedur yang semakin rigid
Pengalihan sasaran, gagal memotivasi dengan menyamakan tujuan pegawai dengan organisasi tetapi hanya mampu sebagai paksaan dan reward yang bersifat eksternal yang diberikan organisasi untuk menjaga perilaku agar tetap sesuai tujuan organisasi, pegawai cenderung mencari pekerjaan tambahan yang sesuai dengan tujuannya.
SDM yang terlatih masih minim, termasuk pemahaman tugas-tugasnya dalam menyumbang tujuan organisasi secara utuh. seorang yang tugasnya berjaga juga memiliki peran sama tujuan organisasi.Kemampuan individu melihat permasalahan secara luas dan mahir masih sedikit
Sistem kewenangan berganda, adanya kompetisi hierarkis dimana terkadang atasan lebih ingin menunjukkan kemampuannya secara hierarkis dan kurang mendengar saran bawahan padahal bisa jadi sara bawahan lebih baik.
Perlindungan pengambilan keputusan diskresi oleh lembaga eksekutif dari tuntutan hakim, sehingga hakim harus memahami prinsip-prinsip manajerial dan pemahaman teknis bidang masalah. Ketika eksekutif membutuhkan tindakan taktis untuk meningkatkan kemakmuran maka yudikatif harus mampu melihat cara manajerial yang menguntungkan negara tersebut.
Aspek pendidikan internalisasi moral yaitu (P 423):
Pengembangan sosial, membina hubungan baik relasi antar manusia, atasan bawahan, rekan kerja, keterampilan dalam membina hubungan antar pribadi
Pengembangan emosional, pelatihan dalam mengontrol emosi sehingga keputusan dapat diambil dengan tenang dan rasional
Pengembangan intelektual, mempelajari pengetahuan, kemampuan IQ, kearifan, dan pemahaman teknis masalah baik spesifik dan luas
Pengembangan watak, menjalankan perilaku-perilaku yang sesuai moral dan nilai-nilai agar menjadi role model bagi individu lain, menjalan sesuai dengan nilai tanpa ada paksaan lebih nyaman dan konsisten
Pengembangan spiritual, pemupukan nilai agama sejalan dengan nilai organisasi.
0 comments:
Posting Komentar