Selasa, 28 Februari 2023

Pre-Human Relations Theory Mary Parker Follett JONATHAN R. TOMPKINS, 2005 (Book Organization Theory and Public Management)

Pre-Human Relations 

Theory  Mary Parker Follett

JONATHAN R. TOMPKINS, 2005

(Book Organization Theory and Public Management)


Bagaimana lingkungan kerja dapat meningkatkan produktivitas?termasuk di dalamnya lingkungan sosial hubungan antar teman, perilaku psikologis antara moral dan motivasi  pada akhirnya muncul 2 teori besar yaitu teori hubungan manusia dan teori sumber daya manusia. Setelah Elton Mayo dan Fritz Roethlisberger menggemparkan dunia dengan experimennya di pabrik Hawthorne, Mary Parker Follet juga menyumbangkan penemuannya beberapa tahun setelah itu yaitu teori Follett berpendapat bahwa kinerja organisasi adalah ditingkatkan dengan depersonalisasi hubungan otoritas antara supervisor dan bawahan dan dengan terlibat dalam pemecahan masalah kolektif. supervisor ikut bersama-sama pegawai bekerja bareng menyelesaikan semua masalah


Human Relations Theory Elton Mayo and Fritz Roethlisberger JONATHAN R. TOMPKINS, 2005 (Book Organization Theory and Public Management)

Human Relations Theory

Elton Mayo and 

Fritz Roethlisberger

JONATHAN R. TOMPKINS, 2005

(Book Organization Theory and Public Management)


Efek pergeseran fokus analisis dari aspek teknis ke manusia produksi, dari faktor penentu ekonomi dan fisiologis menjadi sikap terhadap determinan sosial dan psikologis, dan dari individu bekerja dalam isolasi dan kelompok karyawan yang bekerja bersama. Pendekatan manajemen yang jauh lebih impersonal dan mekanistik daripada manajemen ilmiah. Tapi, seperti yang akan kita lihat, ahli teori hubungan manusia pada akhirnya tidak menolak teori manajemen ilmiah. Teori hubungan manusia menyerukan untuk mempertahankan pekerjaan pengasuhan lingkungan sosial, mengganti pengawasan ketat dengan bentuk pengawasan yang lebih santai dan simpatik, serta mendorong perkembangan kohesif kelompok kerja. Dari serangkaian penelitian yang dilakukan di pabrik Hawthorne ^western Electric di pinggiran Chicago antara tahun 1927 dan 1932. Bab ini menjelaskan studi Hawthorne dan teori hubungan manusia yang dikembangkan oleh Elton Mayo dan Fritz Roethlisberger. Ini ditutup dengan analisis relevansi teori hubungan manusia untuk manajemen publik dan organisasi. George Elton Mayo, dikenal luas sebagai bapak hubungan manusia, lahir di Adelaide, Australia, pada 26 Desember 1880.Dia belajar kedokteran di Australia, Skotlandia, dan Inggris sebelum memutuskan rutinitas itu aspek kedokteran tidak sesuai dengan keinginannya.


Rabu, 22 Februari 2023

Public Administration in Asia (Srinivasan Kalyanaraman, 1991)

Praktik Manajemen dan Kinerja Organisasi Organization Theory and Public Management Chapter 3 (P. 26-39) Jonathan R Tompkins, 2005

Praktik Manajemen dan Kinerja Organisasi

Organization Theory and Public Management Chapter 3 (P. 26-39)

Jonathan R Tompkins, 2005


Masyarakat menuntut lebih kepada pemerintah, lebih banyak dan lebih cepat. Tetapi di atas itu bagaimana menekan biaya dalam menyelenggarakan layanan dan terdapat perhatian yang lebih penting seperti responsiveness, fairnes dan kualitas pelayanan. Warga negara menganggap apa yang telah diberikan kepada negara, baik itu sumber kekuasaan dan sumber keuangan berasal dari rakyat maka sebagai wujud amanah tersebut pemerintah harus memanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk rakyat. Tingkat kepercayaan terhadap lembaga publik merupakan masalah besar bagi kinerja organisasi pemerintah.

Senin, 20 Februari 2023

Manajemen Pelayanan Prima Pengmebangan SDM Bab 12 (P. 274-301) (Donni Juni Priansa, 2017)

Manajemen Pelayanan Prima

Pengmebangan SDM 

Bab 12 (P. 274-301)

(Donni Juni Priansa, 2017)


Pendekatan Penilaian Kinerja menurut Kreitner dan Kinicki (2000) mengklasifikasikan pendekatan penilaian kinerja pada tiga pendekatan yaitu pendekatan karakteristik (Trait) terlihat fokus pada orang atau individu misal inisiatif, loyalitas, kemampuan alami dan bakat yang berkembang baik. kelemahannya adalah tidak jelas cara mengukur kinerja secara nyata. Pendekatan perilaku (Behavioral), berfokus pada perilaku yang tampak dan dapat diamati. kelemahannya adalah tertipu dengan strategi pencitraan, karena yang tampak tidak mencerminkan  sepenuhnya apa yang ada di dalam hatinya. Pendekatan hasil (Outcome), fokus pada hasil yang dicapai (MBO/Manajemen by Objektif). dinilai dari apa yang sudah tercapai.

Penilaian kinerja harus mampu mengukur dengan benar dan tepat, untuk mencapai sasaran tersebut maka Wether dan Davis (2008) menjelaskan elemen-elemen utama dalam sistem penilaian yaitu:

  1. Standar kinerja (mengukur pekerjaan sesuai dengan apa yang dikerjakan dengan memperhatikan validity/keabsahan sesuai dengan kerja yang diukur), Persetujuan (disepakati oleh pegawai), realistis (masuk akal dalam pencapaian kerja), Objektivitas (real sesuai dengan keadaan yang sebenarnya)

  2. Kriteria Organisasi/Manajemen Kinerja meliputi kegunaan fungsional (dapat menyeleksi, menilai kompetensi, pengembangan dan hasil kinerja berguna untuk pengambil keputusan), valid (jelas yang diukur dan tujuan pengukuran tersebut untuk apa), Empirik (nyata sesuai yang dapat terlihat bukan pakai perasaan), sensitivitas (yang diukur yang relevan saja dengan pekerjaan), pengembangan sistematis (systematic development, untuk organisasi dengan lingkungan yang cepat berubah justru lebih baik menggunakan kriteria yang kurang sistematis agar cepat dan mampu menyesuaikan dengan perubahan), Kelayakan hukum (harus sesuai dengan hukum yang berlaku)

  3. Pengukuran Kinerja, objektif berdasarkan angka-angka seperti jumlah surat yang dibuat, jumlah pekerjaan dan waktu, serta jumlah produk atau banyak layanan yang diberikan. subjektif, pengukuran berdasarkan pendapat konsumen atau masyarakat 

  4. Analisa data pengukuran

  5. Memahami bias dan membersihkan bias untuk tindakan selanjutnya.


Berbagai bias yang terjadi dalam penilaian kinerja menurut T.V. Rao (1992) antara lain: Efek Hallo (terjadi karena yang menilai memiliki sensitivitas terhadap yang dinilai), Longgar dan ketat/Liniency and Severity Effect (longgar yaitu cenderung menilai semua orang baik sehingga memberikan penilaian yang baik ataupun severity effect yaitu kecenderungan menilai semuanya jelek) kecenderungan terpusat / central tendency (kecenderungan mengambil nilai tengah-tengah atau dengan nilai rata-rata saja), kesamaan dan perbedaan yaitu kecenderungan menilai tinggi karena kesamaan ciri-ciri atau menilai baik karena perbedaan ciri-ciri, kekeliruan dalam kesan pertama dan efek saat ini.

Menurut Breunan (1989) beberapa efek bias penilaian kinerja pegawai antara lain 

  1. Stereotypes (harapan penilai sendiri), menilai seseorang dengan harapan dia akan dinilai sama, jika kita menilai orang lain jelek maka orang lain pun akan menilai kita jelek. sehingga penilaian bukan atas dasar kenyataan

  2. Standar subjektif, seseorang menilai baik atau buruk sesuai dengan standar masing-masing

  3. Opportunity bias, pegawai menilai baik karena adanya peluang pegawai itu sendiri.



ASN penilaian merujuk pada DP3 sesuai UU No. 8/1874 Pasal 12 ayat (1) dan (2), Peraturan Pemerintah Nomor 10/1979 tentang DP3 (Daftar Penilaian pelaksanaan pekerjaan) dan surat edaran BAKN No. 20/1980 tentang DP3


Manajemen Pelayanan Prima Pengmebangan SDM Bab 10-11(P. 222-273) (Donni Juni Priansa, 2017)

Manajemen Pelayanan Prima

Pengmebangan SDM 

Bab 10-11(P. 222-273)

(Donni Juni Priansa, 2017)


Adanya perubahan dan tuntutan dalam masyarakat terhadap organisasi publik. Membutuhkan fleksibilitas dan kemampuan serta kematangan SDM. SDM harus responsif, mampu bergerak tanggap dan efisien yang tentunya harus didukung oleh kemampuan kognitif, intelektual dan pemahaman yang luas. SDM membutuhkan pengetahuan yang tepat tentang bidangnya karena tidak semua orang dapat memahami semua informasi. Fokus pada pengetahuan yang tepat. Perlunya meningkatkan kompetensi SDM untuk mencapai efisiensi organisasi (Sikula, 2001).

Flippo (2002) menekankan dua tahapan pengembangan SDM yaitu tahap pendidikan untuk level manajerial dan level staff yang kedua hal tersebut sangat berkaitan dengan tugasnya masing-masing. Setelah tahap pendidikan perlu dilaksanakan tahapan pelatihan untuk menjaga pengetahuan tetap terjaga dan melakukan upgrading untuk meningkatkan produktivitas kerja (Chan, 2010). terdapat dua implikasi dalam pengertian tersebut yaitu ada indikasi kesenjangan antara kemampuan dan pengetahuan pegawai dengan kondisi yang dihadapi saat ini. Kedua, Pelatihan bukan untuk memenuhi tuntutan masa depan tetapi untuk segera diaplikasikan guna menunjang kondisi saat ini. Tyson (2006) menegaskan bahwa pelatihan untuk tujuan jangka pendek sedangkan pembelajaran untuk tujuan jangka panjang.

Promosi, pada prinsipnya merupakan upaya untuk memberikan tantangan kepada pegawai yang kinerja nya baik dan bermanfaat untuk organisasi supaya dapat terus termotivasi diberikan amanah pada jabatan yang lebih tinggi. Pada tahap sebelumnya seseorang yang memiliki nilai-nilai yang sejalan dengan organisasi maka dapat diberi kesempatan yang lebih tinggi. Pada era lama ketika nilai-nilai organisasi sangat dipengaruhi oleh pihak politik, maka para pegawai yang memiliki kesamaan nilai tersebut akan mendapat promosi. Kemudian di saat nilai organisasi berubah maka mereka yang memiliki kesamaan dengan organisasi akan mendapatkan kesempatan untuk promosi. Tantangan baru ketika dipromosikan juga ditunjang dengan fasilitas lainnya berupa resource untuk mendukung tantangan tersebut. Sementara demosi adalah penurunan jabatan atau pemindahan pegawai pada unit organisasi yang lebih ringan, misa ketika kinerja pegawai tidak baik maka akan diturunkan pada unit organisasi yang lebih ringan pekerjaannya.

Tujuan mutasi antara lain menempatkan pegawai pada posisi tertentu sesuai dengan kompetensinya, sesuai dengan tingkat pendidikannya, sesuai dengan pengalamannya, sesuai dengan pelatihan yang diperolehnya, untuk meningkatkan gairah dan semangat kerja, meningkatkan kompetisi, pengisian formasi organisasi dan kekosongan lowongan, menghormati pegawai dan menjadikan pegawai sebagai bagian penting organisasi, mengatasi kebosanan dan kejenuhan, mengubah dan memodifikasi tingkat produktivitas yang sudah menurun. Mutasi adalah upaya yang dilakukan organisasi agar pegawai benar-benar dapat menyelaraskan antara tujuan organisasi dan individu.


Organization Theory and Public Management (Jonathan R. Tompkins, 2005)

Organization Theory and Public Management

(Jonathan R. Tompkins, 2005)

Hal 67-94


KRITIK TERHADAP MANAJEMEN SAINTIFIK

Workers as Cogs in the Industrial Machine (Pekerja dianggap bagian dari mesin)

Merampas  harga diri manusia dan membuat manusia layaknya bagian dari mesin. Pekerja hanyalah bagian dari komponen Mesin industri. Pekerja di program layaknya mesin sesuai pengetahuan scientist untuk dapat bekerja efisien dan optimal, “Maximum speed, quick time, dan maximum productivity” menganggap manusia sebagai mesin berari menghilangkan autonomi dan harga diri, cara kerja manusia tentu berbeda dari mesin sehingga optimalitas tidak akan tercapai


Organized Labor's Counterattack

Tekanan terhadap sistem kerja membuat perlawanan dari organisasi buruh. Taylor menganggap manusia sebagai mesin malah tidak efisien karena manusia dapat tumbuh dan berkembang sehingga potensinya dapat terus meningkat setiap waktu. Adanya pemogokan, dan pengaruh sosial manusia yang tentu berbeda dengan mesin yang statis membawa pada kebijakan manajemen ilmiah harus berdamai dengan buruh. Dampak pemogokan watertown, antara kaum buruh melawan manajemen taylor yang akhirnya menekan kongress untuk melarang manajemen taylor secara utuh dan berdamai dengan serikat buruh


Manajemen Ilmiah sebagai Pseudosains

Ilmu semu atau pseudosains (Inggris: pseudoscience) adalah sebuah ilmu pengetahuan, metodologi, keyakinan, atau praktik yang dianggap sebagai ilmiah tetapi tidak mengikuti ataupun tidak sesuai dengan metode ilmiah.[1] Ilmu semu mungkin kelihatan ilmiah, tetapi tidak memenuhi persyaratan metode ilmiah yang dapat diuji dan sering kali berbenturan dengan kesepakatan/konsensus ilmiah yang umum). Pseudosains juga dapat dikatakan sebagai ilmu palsu, dengan kata lain ialah ilmu pengetahuan yang sebenarnya bukan termasuk ilmu pengetahuan dan memiliki isi yang tidak valid, tidak rasional, dan cenderung bersifat dogmatis

Tahun 1914 the U.S. Commission on Industrial Relations yaitu sebuah komisi yang di bentuk kongress yang dipimpin oleh Robert F. Hoxie investigasi 35 shop yang melakukan penerapan manajemen scientist dan menyimpulkan terdapat jurang  yang sangat besar antara teori dan praktik. Penerapan waktu pada pekerja juga tidak dapat dijelaskan secara teoritis dan hanya menebak dari gerakan-gerakan yang salah, hal ini dinilai komisi gagal dalam mendokumentasikan secara ilmiah, selain itu kenaikan produksi 200-300% hanya menaikkan upah 30-70% dimana anggapan kalau upah lebih dari itu dapat merusak moral. Dalam praktiknya, penetapan upah tampaknya mencerminkan pertimbangan nilai yang jelas. Upah harus ditetapkan pada tingkat terendah di mana kerja sama penuh dari para pekerja dapat dijamin. Sebagaimana dicatat sebelumnya, Taylor percaya upah tinggi hanya mendorong kerusakan moral.


Taylor's Obsession with Control

Penerapan kontrol yang ketat menempatkan nilai kerja keras, disiplin dan keteraturan pada human Hal tersebut untuk menjaga management saintifik versi Taylor. Manusia dianggap bagian dari mesin yang harus disetting agar dapat bekerja sesuai prosedur. Padahal manusia berpikir secara psikologis, humanistik membuat Taylor gagal hanya melihat manusia secara rasional dan di set pada kecepatan terbaik manusia tanpa melihat perkembangan dalam manusia itu sendiri. Agar manusia tetap bekerja layaknya mesin maka kontrol ketat harus dilakukan. 

Frank dan Lillian Gilbreth menawarkan alternatif paling jelas untuk Taylorisme, studi gerak lebih unggul dari studi waktu baik untuk tujuan maupun prinsip. Frank Gilbreth berhasil meningkatkan produktivitas secara dramatis pada perusahaan kliennya hanya melalui penghapusan gerakan yang tidak perlu. Frank dan Lillian Gilbreth percaya bahwa pekerja harus dibantu mengefisiensi gerakannya dengan setting tempat, ruangan, pencahayaan dan sebagainya. Produktivitas  ditingkatkan dengan menunjukkan cara yang paling efisien dalam mengerjakannya dan menghilangkan gerakan-gerakan yang tidak perlu, sarana dan prasarana yang dibuat sesuai dengan gerakan berkolaborasi dengan gerakan pekerja membuat pekerjaan menjadi lebih efisien.


SCIENTIFIC MANAGEMENT IN THE PUBLIC SECTOR 

Pada tahun 1900 penggunaan manajemen ilmiah di sektor publik oleh para reformis untuk mengurangi korupsi, dan pemborosan dalam pemerintahan. Langkah-langkah nya adalah standarisasi, efisiensi tingkat pelayanan dengan resource kecil publik puas,  pemerintah mulai melakukan efisiensi atas hal-hal yang tidak perlu dengan pengamatan dan penelitian termasuk juga dalam sistem pembukuan dan pencatatan, standar dan struktur gaji teknik penilaian kinerja individu, analisis kebijakan dan evaluasi

Scientific Management Theory In Perspective

Kritik bertubi-tubi terhadap taylor datang dari scholar dengan menyerang taylor karena tidak memahami psikologis manusia, konflik dengan serikat pekerja obsesi terhadap kontrol dan dehumanisasi. Manajemen ilmiah telah membawa perubahan berarti dalam sistem kerja seperti standarisasi, waktu, efisiensi dan secara umum telah berkontribusi besar bagi perkembangan organisasi.


RELEVANCE FOR PUBLIC MANAGEMENT 

Models of Organizational Effectiveness

Teori manajemen saintifik menekankan pada tujuan rational dan internal process model. Tujuan rasional menekankan perencanaan dan setting tujuan lalu menetapkan efisiensi dan produktivitas sebagai tujuan akhir. Planning dan goal setting menjadi dasar management setiap aspek dalam bekerja. Sementara itu internal proses model menekankan pada formal komunikasi dan informasi dari sistem management untuk meyakinkan proses dibawa secara rasional dan cara yang diprediksi. Model ini tercermin dalam upaya Taylor untuk memaksimalkan prediktabilitas dengan mensistematisasikan proses internal, merutinkan pekerjaan, dan memantau kinerja pekerjaan. Pengembangan dan penggunaan manajemen informasi. Sistem adalah salah satu kontribusi paling abadi manajemen ilmiah untuk praktek manajemen.

Pertama, manajer yang berfokus pada integrasi dan pencapaian tujuan dapat melakukannya dengan mengorbankan fungsi adaptif. Misalnya, prosedur operasi standar seringkali mendefinisikan satu cara terbaik tetapi akhirnya menciptakan kekakuan yang merusak kemampuan organisasi untuk beradaptasi dengan sukses untuk mengubah keadaan. Teori Taylor menunjukkan mengabaikan kesadaran lingkungan di luar organisasi atau pentingnya kebijaksanaan individu dalam membantu organisasi beradaptasi dengan perubahan. Lingkungan yang bergerak sangat sulit diprediksi dan ketetapan baku sudah tidak relevan dengan perubahan sehingga hasilnya juga tidak maksimal.

Kedua, Manajer hanya fokus pada pencapaian organisasi tetapi mengabaikan tujuan individu dan cenderung abai. Sementara manajer menekankan kompetensi karyawan, dia mengabaikan kohesi dan komitmen


Mechanisms for Coordinating and Controlling Work Activities

Dalam standarisasi proses bekerja, Taylor perlu memastikan dan mengkoordinasi agar prinsip manajemen berjalan baik melalui SOP dan setiap pegawai harus mengikuti prosedur tersebut. penggunaan sip mengurangi kebutuhan supervisor dan akan mengurangi konlik antara supervisors dan pekerja


Motivational Strategies

Pembayaran bonus bagi pekerja yang bekerja diatas rata-rata, binus menjadi instrumental untuk memperoleh tujuan. Taylor menganggap insentif untuk optimalisasi individu dan menjadi penghargaan bagi pegawai atas capaian diatas rata-rata. sebagai strategi motivasi. Dalam standarisasi proses bekerja, Taylor perlu memastikan dan mengkoordinasi agar prinsip manajemen berjalan baik melalui SOP dan setiap pegawai harus mengikuti prosedur tersebut. penggunaan sip mengurangi kebutuhan supervisor dan akan mengurangi konlik antara supervisors dan pekerja


4 Motivational Strategies, yaitu:

  1. Legal Compliance, menggunakan semua aturan SOP, dan arahan yang telah dibuat perusahaan yang diyakini sebagai satu-satunya cara terbaik dalam menjalankan pekerjaan.Mentaati aturan adalah standar untuk memberikan motivasi artinya pegawai tidak boleh melanggar karena akan ada sanksi dan juga bisa membatalkan pemberian insentif nya

  2. Instrument Reward

  • reward for performance, yaitu pekerja bekerja melebihi perhitungan target yang telah ditetapkan, kelebihan tersebut diapresiasi dengan bonus, promosi, pengakuan sertifikat dan sebagainya.

  • Considerate leadership, adalah upaya langsung yang dilakukan oleh pemimpin terhadap bawahannya, memperhatikan kondisi dan menyelesaikan permasalahan yang dihadapi bawahan agar dapat fokus bekerja. motivasi pegawai karena adanya perhatian dari pimpinan

  • Group Acceptance, membuat lingkungan kerja mengizinkan pegawai untuk bersosialisasi dan menikmati cara kerja dengan rekan-rekannya. pekerja yang nyaman dengan lingkungan kerjanya dan nilai serta norma pada lingkungan tersebut harus sejalan dengan nilai norma organisasi maka pegawai akan bekerja lebih


  1. Job identification, semangat dari konten pekerjaan seperti ketertarikan, tantangan, dan pertanggungjawaban. Pekerja akan bekerja melebihi standar apabila content pekerjaan tersebut memberikan tantangan, ketertarikan dan memamerkan kreativitas, inovasi. pekerjaan tersebut merupakan motivasi intrinsiknya

  2. Goal congruence/kesesuaian tujuan yaitu adanya kesamaan nilai tujuan organisasi dan tujuan individu , akan meningkatkan bekerja tanpa batas karena setiap waktu tujuannya sejalan dengan pekerjaannya sehingga dapat memacu tidak dibatasi oleh jam-jam kerja saja



Batasan-batasan dalam penerapan pay for performance dalam memotivasi

Pertama, ada masalah ambang apakah suatu agen memiliki wewenang untuk menawarkan bonus pembayaran. lembaga beroperasi dalam sistem otoritas yang lebih besar. Mereka hanya dapat melakukan apa yang diatur undang-undang memungkinkan mereka untuk melakukan dan dengan sumber daya yang tersedia bagi mereka. Meskipun gerakan pengelolaan hasil baru-baru ini telah meningkatkan jumlahnya. Kedua, pembayaran untuk kinerja memiliki relevansi terbesar di lembaga tersebut di mana hasilnya mudah diamati dan diukur. Ini terutama agensi yang disebut James Q.Wilson sebagai agensi produksi dan kerajinan. Di lain sangat sulit untuk mengembangkan penilaian kinerja yang adil dan akurat. Ketiga, ada beberapa bukti bahwa penggunaan penghargaan ekstrinsik sebenarnya mengalihkan perhatian dari kepuasan intrinsik. Berdasarkan percobaan laboratorium, Edward Deci menyimpulkan bahwa semakin besar penggunaan penghargaan ekstrinsik, semakin besar penurunan motivasi intrinsik. 

sebagian besar badan publik terdiri dari sejumlah besar orang yang terdidik, teknis, dan profesional, karyawan yang sering menginginkan pertumbuhan, ekonomi, dan penghargaan intrinsik itu datang dengan penyelesaian tugas. Bayar untuk kinerja mungkin bukan yang terbaik strategi yang efektif untuk memotivasi karyawan tersebut.

Ringkasan

Management scientific teori memahami teori ini mengefektifkan proses produksi, menerapkan standar, menentukan cara terbaik mengukur kinerja, meggi ke dalam divisi pada intinya theory scientific management akan berguna bagi organisasi antara lain”

  • Menghilangkan hal yang sia-sia, produktivitas meningkat dan dengan mengoptimalkan semua resource sementara waste semakin jauh berkurang karena efisiensi produksi tercapai.

Sabtu, 18 Februari 2023

Implementasi Kebijakan Publik

Implementasi Kebijakan Publik


Purwanto, Erwan Agus

Sulistyastuti, Dyah Ratih

2012


Konsep dan Aplikasinya di Indonesia

Suatu kebijakan yang telah disusun, direncanakan dari permasalahan yang muncul dalam masyarakat begitu di konsep dan diformulasikan kedalam suatu peraturan sering mengalami kegagalan dalam pengaplikasinnya. Letak kegagalan ini dipelajari dan diteliti guna mengurangi bias pada saat pelaksanaanya di lapangan. Salah satu faktor penting adalah karena mengabaikan terhadap gejolak dan perubahan dinamika baik internal maupun external. 

Ketika sasaran yang telah ditetapkan akan di panah oleh pemanah, perkiraan yang sebelumnya sudah diperhitungkan seringkali berada dalam posisi yang berubah drastis dan diluar batas toleransi yang seharusnya, keputusan yang cepat harus diambil oleh pemanah ketika merasakan arah angin bergerak lebih cepat dari yang diperkirakan, tetapi apakah pemanah siap dengan konsekuensi kegagalan, apakah tetap sesuai prosedur atau mengambil tindakan yang tepat sesuai dengan kondisi pada saat melepaskan anak panah. Pengalaman, kompetensi dan kematangan akan sangat menentukan keberanian dan tindakan yang paling tepat dilakukan. Misal ketika seorang pilot yang harus bertanggung jawab atas ratusan nyawa maka tentu seberapa besar resiko yang harus ditanggung akan membatasi tingkat keberanian mengambil resiko, permasalahan yang cukup kompleks di lapangan tidak serta merta dapat teratasi dengan prosedur yang ada, pada akhirnya berdiri di atas peraturan atau mengambil tindakan adalah suatu hal yang berat, begitu juga implementasi kebijakan pada saat dilaksanakan, kebijakan tersebut atau tidak tepat sangat tergantung pada putusan dan prosedur yang matang.

implementasi kebijakan dan klasterisasi untuk kemudian dipelajari, memahami teori-teori yang berkaitan dengan kebijakan yang akan diterapkan melalui pemahaman fenomena-fenomena dalam praktek pelaksanaan program. Dengan mempelajari hal tersebut akan memperoleh pemahaman yang lebih mendalam untuk menutup celah atau bias pelaksanaan implementasi. Kebijakan yang sudah dirumuskan secara jelas dan mendetail bisa menjadi paradox ketika diterapkan, karena prosedur yang kaku mengabaikan perubahan yang terjadi saat implementasi, walaupun disediakan ruang toleransi tetapi masih cukup sulit untuk memperkirakan ruang tersebut apalagi jika suatu kebijakan tidak dirumuskan dengan jelas maka implementasinya juga akan mengambang dan tidak tahu harus mengarah kemana, pada akhirnya kompromi-kompromi politik dibuat atas dasar kebimbangan tersebut. Sedangkan yang paling sulit akan dilakukan oleh aktor yang melaksanakan kebijakan karena dasar serta aturan yang tidak jelas, sementara tuntutan masyarakat semakin mendesak, memposisikan untuk mengambil keputusan yang secara langsung dan empirik menguntungkan masyarakat tapi mengabaikan peraturan atau pada akhirnya petunjuk dari pimpinan dan aktor politik yang merupakan hasil kompromi politik yang sebaiknya dijalankan


Dinamika faktor eksternal

Suatu kebijakan dalam administrasi publik memang dirumuskan dari permasalahan yang ada dalam ruang publik dan selanjutkan diformulasikan berdasarkan masukan, pengamatan, penelitian serta kajian-kajian dan pada akhirnya menjadi suatu pedoman untuk dilaksanakan. Pengimplementasian tidak dapat dipisahkan dengan dinamika dalam masyarakat, perubahan yang diprediksi sebelumnya bisa salah dan akan merambat pada perkiraan yang lain. Masalah yang kompleks ini sulit untuk diselesaikan dalam kondisi yang statis. Munculnya era demokrasi dan internet dimana setiap orang dapat dengan mudah menyampaikan pendapatnya baik melalui media sosial maupun cara-cara yang dapat  viral untuk memperoleh perhatian publik. Opini maupun pendapat serta content yang disampaikan tentu akan semakin membuat perkembangan pandangan dalam masyarakat semakin dinamis.

Pendekatan yang dipakai untuk memahami implementasi tersebut antara lain pendekatan case study, yaitu dengan menginvestigasi suatu kasus tertentu misal membandingkan kenapa suatu kebijakan bisa berhasil dan yang lain bisa gagal. Metode ini dipakai untuk melihat faktor-faktor pendukung yang membuat kebijakan tersebut berhasil ataupun faktor-faktor lain yang dapat merusak kebijakan tersebut. Pemahaman terhadap faktor-faktor tersebut akan membuat kejelian dalam pelaksanaan implementasi suatu kebijakan dan antisipatif dengan faktor-faktor yang dapat menghambat pelaksanaan serta mengembangkan/mempersiapkan  faktor-faktor pendukung.


Implementasi dengan Menggunakan Perencanaan Model

Suatu kebijakan yang baik tentu sudah mempertimbangkan segala dampak, resiko dan faktor-faktor pendukung. Beberapa model digunakan seperti analisis SWOT, Matriks BCG (Henderson, 1970), SOAR  (Strengths, opportunities, aspiration, results) (Stavros, Cooperrider, dan Kelly 2003), pendekatan Appreciative Inquiry (AI). Pendekatan ini mulai dipopulerkan oleh David Cooperrider, dalam bukunya Introduction to Appreciative Inquiry (1995). Kelemahan dari analisis SWOT adalah kecenderungan untuk melupakan atau mengabaikan kelemahan sehingga untuk mengatasinya digunakan konsep SOAR, analisis CSF (Critical success factor), TOWS.


Strategi pertama adalah dengan melihat pada teori-teori dan pengetahuan sebelumnya mengenai suatu kebijakan maka penelitian menggunakan dasar teori positivistik, pendekatan dilakukan dari atas ke bawah  yaitu dengan melihat strategi-strategi program yang berhasil dengan meneliti dan menganalisis kebijakan tersebut dari atas atau dari kebijakannya sendiri lalu kemudian diturunkan sampai pelaksanaannya, melihat apakah kebijakan tersebut tidak bisa sampai ke bawah dan strategi-strategi yang dilakukan agar kebijakan tersebut tetap sesuai sampai implementasinya.

Strategi kedua adalah melalui bottom up, atau melihat kenapa pelaksanaan program tersebut di level akhir atau interaksi antara ASN SLB dan warga negara. Penekanan ini dipelopori oleh Elmore (1979) dan Lipsky (1980), pendekatan ini dengan memetakan warga atau stakeholder yang terlibat dalam implementasi kebijakan, mengenali bagaimana transaksi kebijakan disampaikan dari pemerintah ke stakeholder, perbedaan pandangan ini sering terjadi antara stakeholder dan ASN SLB terutama menyangkut masalah administrasi, perbedaan cara pandang antara stakeholder dan ASN SLB memperluas jurang perbedaan pendapat diantara keduanya. sehingga pengklasteran stakeholder memudahkan spesifikasi stakeholder serta penyampaian kebijakan lebih dapat diterima.