The Job Demands-Resources model: state of the art
Arnold B. Bakker
Evangelia Demerouti
State of The Art, menemukan konsep JD-R model berdasarkan teori-teori
JD-R dapat digunakan sebagai Tools dalam pengaturan Human Resources Management. Karakteristik pekerjaan akan sangat berdampak bagi pekerja seperti stress kerja, tekanan kerja dan keterikatan kerja. Jod Demand seperti tekanan kerja, masalah emosional dalam kerja, ketidakjelasan aturan akan berakibat batin dan akan berdampak psikis pada tubuh dan dapat menstimulasi hormon yang dapat membahayakan kesehatan (Doi, 2005; Halbesleben and Buckley, 2004), untuk itu perlu Job Resources untuk dapat mengimbangi Job Demands, karena apabila defisit terus menerus maka manusia akan ada sampai pada batas titik didihnya untuk menahan defisit tersebut. Adapun job resources seperti dukungan sosial, kinerja feedback, dan autonomi.
(Laundry LIst: Kumpulan pendekatan mana yang harus dilakukan dan mana yang tidak dilakukan dengan deretan item yang banyak)
Pendekatan selama ini dalam mengukur job demand maupun job resources adalah pendekatan laundry list seperti the demand-control model (Karasek, 1979) and the effort-reward imbalance model (Siegrist, 1996) ataupun banyak penelitian mengukur dampak negatif dari variabel outcome akibat job demands yang tinggi. Model JD-R ini dapat membantu mengurangi tekanan base on individual karena tekanan dan resources setiap orang berbeda, sebagai contoh ada pegawai yang lebih memilih bekerja di home base dari pada promosi di luar home base. Setiap masa memiliki prioritas demands dan resources yang berbeda-beda. Contoh lain adalah generasi millenial yang lebih mengedepankan keluarga dibanding karir, apabila karir tersebut adalah pilihan padahal teknologi sekarang sudah sangat membantu dalam komunikasi langsung tetapi tetap saja menjadi tekanan tinggi dalam bekerja apabia LDR (Long distance Relation).
Dalam penelitian Karasek (1979, 1998) job strain diakibatkan karena tingginya beban pekerjaan dan tekanan waktu dan sedikit kontrol atas pilihan tersebut atau dengan kata lain atas perbuatan yang menimpanya pegawai tidak punya kuasa untuk menolak atau bernegosiasi, hal tersebut memberikan tekanan psikis yang dapat menyebabkan pelemahan kesehatan. Apabila dalam bekerja ada kontrak kinerja yang merupakan perwakilan job demands maka tentu harus ada kontrak negosiasi yang merupakan perwakilan job resources, misal penempatan untuk mutasi cukup 3 tahun dengan masa cuti 40 hari kerja dan sebagainya, atau sejenis kontrak kinerja yang menjanjikan kepada karyawan terhadap perjuangan akan memberikan hal sesuai kontrak tersebut.
Karasek menekankan pada kontrol dari demand pekerjaan, agar tidak sampai memberikan beban diluar kemampuan pegawai. Kontrol juga dapat mengurangi efek dari demand dan membuat pegawai dapat beradaptasi dengan tuntutan kerja. sehingga Job demand akan berkurang sendiri. Sementara itu model ERI (Effort reward imbalance) dari Siegrist, 1996 mengasumsikan bahwa tekanan kerja adalah hasil dari ketidakseimbangan antara usaha (ekstrinsik job demands and intrinsik motivation untuk bertemu dengan tuntutan kerja atau job demands) dan reward (salary, liburan, kesempatan, promosi). Suatu pekerjaan apabila nilai intrinsik nya tinggi atau sesuai dengan passionnya maka tekanan tersebut akan kecil pada seseorang tetapi tentu harus juga diimbangi dengan reward sebagai pendorong untuk melindungi nilai-nilai yang lain pada individu. Organisasi yang dapat menemukan pekerja yang sesuai dengan pekerjaannya maka job demands yang tinggi masih di timbang kecil sehingga reward yang dibutuhkan juga tidak harus besar. Tools ini sangat penting dalam manajemen sumber daya manusia jangan sampai dengan alasan kebutuhan organisasi atau karena organisasi tidak memiliki kemampuan untuk memberikan reward maka organisasi bertindak keras tanpa memikirkan potensi individu yang terdampak. sehingga harus cari orang yang tepat dengan pekerjaanya sehingga tekanan pekerjaan tidak menjadi besar.
Strengths and weaknesses of both models
Asumsi dari DCM dan ERI model adalah terkait tekanan kerja yang tak terbendung dengan faktor kontrol maupun insentif atau pengurang tekanannya. Faktor yang dapat menekan atau mengabsorb tekanan kerja antara lain adalah autonomi, gaji, reward, promosi, keamanan kerja dan keluarga, ksempatan pengembandan diri dll. Model tersebut sangat simple dalam melihat pengendalian terhadap tekanan kerja, seperti menempatkan job demand/tuntutan kerja pada sisi timbangan kiri dan job resource pada sisi timbangan kanan, apabila lebih berat ke kiri maka stress kerja akan terjadi, maka job demands perlu dikurangi atau job resourcesnya yang di tambah. agar dapat mengimbangi job demands yang tinggi. Dalam organisasi mungkin ada sebagian Job demands maupun job resources dapat dikendalikan organisasi tetapi sebagai makhluk sosial yang tidak hanya hidup dalam ruang hampa pada organisasi tentu organisasi tidak dapat mengendalikan faktor eksternal seperti sosial masyarakat, keyakinan, kepercayaan, keluarga yang terikat pada pegawai di luar pekerjaannya.
Feedback yang sedikit pada organisasi akan berdampak pada tinggi stress kerja dan turnover kerja serta pertentangan antara nilai organisasi dan nilai individu pegawai (Halbesleben dan Buckley, 2004; Kahn dan Byosiere, 1992; Lee dan Ashforth, 1996). Kegagalan lain adalah faktor nilai dan keyakinan yang besar pada individu yang sulit ditangkap oleh organisasi, kemampuan organisasi yang tidak dapat mengontrol semuanya tentu tidak akan dapat menjamin nilai individu dapat sejalan dengan organisasi, apalagi organisasi juga digerakkan oleh individu yang tentunya memiliki karakteristik nilai yang berbeda-beda. Nilai tersebut juga dapat mendorong emosional yang dapat membuat seseorang menjadi tidak rasional atau irasional, hal ini sangat bertentangan dengan cara organisasi yang sangat rasional.
Kritik terhadap kedua model tersebut antara lain mempertanyakan autonomi sebagai bagian dari resources yang penting dalam model DCM (Free will-konsep USA). Padahal dalam situasi-situasi kerja tertentu maka resources akan berbeda, misal kepemimpinan inspirasional di perusahan internet atau komunikasi terbuka antara reporter stasiun tv lokal? Model ERI (Sigerist, 1996) mengandalkan gaji, penghargaan, status sebagai resources yang dapat mengabsorbsi/menahan guncangan dalam menghadapi demand/tuntutan pekerjaan. Apakah gaji, posisi jabatan lebih penting dari kenyaman kerja atau otonomi?atau identitas tugas sesuai pashion.
Apa yang paling mendasar dari job demands? apakah tekanan kerja, atau lingkungan kerja, atau emotional demand misal pada spesifikasi pekerjaan seperti guru, pelayan publik, perawat, dokter, pramuniaga tentu menghadapi tekanan pekerjaan mental dari orang lain karena berhubungan dengan orang lain tetapi disisi lain pekerja di air-traffic controllers atau room operator juga dihadapkan pada beban yang tinggi terkait konsentrasi dan kesalahan yang berdampak fatal, atau polisi yang menghadapi kriminalitas tentu metal job demandsnya harus siap dalam menghadapi kejahatan.
Karasek (1979) menekankan work overload dan time pressure sebagai indikator dari job demands, dan kemampuan dan kompetensi adalah job control untuk mengendalikan job demands yang besar maka keahlian dan kepiawaian serta pemahaman harus dimiliki agar pekerjaan yang berat dapat dengan lancar di kerjakan, lalu kemahiran sebagai kontrol dalam menghadapi tantangan job demands membuat seseorang menjadi spesialis dan akan mampu menghadapi beban kerja yang tinggi (Bakker et al., 2003b; c; Demerouti et al., 2001a, b). The job demands-resources model terletak pada asumsi bahwa setiap pekerjaan pasti memiliki faktor yang spesifik terhadap tekanan kerja yang dapat dikategorikan kedalam dua kategori yaitu job demands and job resources, model ini dapat diterapkan ke berbagai jenis pekerjaan dan antara job demands dan job resources nya pun akan berbeda-beda tergantung pekerjaan, psychological, sosial atau organisasi (Faktor kognitif dan emosional). Kognitif terkait kemampuan pemahaman terhadap pekerjaan dan emotional terkait dengan nilai yang diyakini. Seperti contoh: tekanan kerja yang tinggi, lingkungan kerja yang kurang nyaman, emosi saat berinteraksi dengan client, walaupun job demands tidak selalu negatif tetapi ketika tuntutan pekerjaan membutuhkan skill dan usaha yang tinggi maka akan menjadi tekanan kerja karena ketidakmampuan pegawai mengcover hal tersebut (Meijman and Mulder, 1998).
Job resources bukan hanya sekedar sebagai antithesis dari job demands tetapi seperti yang diutarakan oleh Hackman and Oldham (1980) bahwa job karakteristik teori menekankan bahwa ada potensi motivasi dalam job resources pada setiap level termasuk otonomi tentu bagi mereka yang telah memiliki kemampuan, feedback dan tugas yang penting. Resources dapat juga penghargaan untuk melindungi nilai, bisa juga yang dapat diusahakan oleh organisasi seperti upah, gaji, kesempatan, dan keamanan kerja, dapat juga berupa desain organisasi, cara kerja organisasi (seperti aturan yang jelas, demokrasi dan partisipasi dalam pembuatan kebijakan) sedangkan relasi antar individu merupakan bagian interaksi individu seperti kenyamanan dengan rekan dan hubungan sosial (supervisor, co worker support, dan team climate), dan palda level tugas seperti skill, varietas tugas, tugas yang penting, otonomi dan feedback.
Dual Process
JD-R model berada pada dua aturan main dalam perkembangan ketegangan pekerjaan dan motivasi. Ketegangan pekerjaan karena job demands yang tinggi seperti terbentuk karena pekerjaan overload dan hal-hal yang bertentangan dengan nilai yang dapat memicu emosi. (Demerouti et al., 2000, 2001a, b; Leiter, 1993). Menurut Hockey (1993) individu pasti akan tetap mempertahankan kinerja dengan konsekuensi dan pengorbanan hingga pada titik tertentu. Usaha untuk mempertahankan kinerja dalam tekanan yang besar akan meningkatkan biaya fisiologis bagi individu tersebut. Tekanan ini juga akan membuat negosiasi dan strategi individu dalam meredam job demands dengan peningkatan aktivasi, penyesuaian strategi dan tentu akan berdampak dan berefek samping seperti kelelahan dan dapat mengakibatkan kehancuran.
Proses kedua adalah job resource berupa motivasi yang natural, motivasi intrinsik atas pekerjaan tersebut seperti pekerjaan yang sesuai dengan fashionnya, skill yang dimiliki sudah sesuai, dan pekerjaan sejalan dengan nilai yang diyakini sehingga motif intrinsik dan ekstrinsiknya berjalan beriringan dan dapat memenuhi semua aspek kebutuhan dasar manusianya (Deci and Ryan, 1985). Autonomy, kompetensi, skill yang dimiliki akan menyenangkan memberikan keasikan dan kesenangan pegawai. Dalam pelayanan publik pemahaman yang luas terkait stakeholder dan peraturan akan menjadi motivasi yang baik. Keterlibatan dalam desain kerja, respon saling mendukung rekan dan pimpinan menjadi resources ekterinsik untuk menekan beban kerja, selain itu soal insentif dan bonus juga menjadi sarana pendukung resources. Selain itu berbagai teori motivasi dapat menjadi resources yang mendukung tekanan kerja.
Interactions between job demands and resources
Adanya interaksi antara job demands dan job resources sangat penting dalam perkembangan tekanan kerja maupun motivasi, ketika job demands tinggi dan ada konsekuensi job resources yang sesuai maka akan memberikan efek kesiapan bagi pegawai
hal ini konsisten dengan penelitian DCM atau demand control dari Karasek, 1979, 1998. Kesiapan dari job demands dan job resources akan memiliki peran penting dalam memprediksi tekanan kerja. bentuk job resources antara lain social support juga dapat menjadi buffer dalam menahan tekanan kerja (e.g. Haines et al. 1991; Johnson and Hall, 1988). beberapa bentuk karakteristik dari situasi pekerjaan yang dapat memoderasi menuruth Kahn dan Byosiere (1992) adalah sebagai berikut:
Sejauh mana tekanan kerja dapat diprediksi misal kejelasan peran dan umpan balik.
Sejauh mana tekanan kerja dapat dipahami misal melalui informasi yang jelas dari pimpinan atau organisasi.
Sejauh mana tekanan kerja dapat dikendalikan oleh subjek yang mengalaminya, misal otonomi pekerjaan.
Karakter job resources juga akan memiliki dampak yang berbeda-beda terhadap job demands misal: dukungan dan hubungan yang baik dengan pimpinan dapat menekan job demands seperti beban kerja, tuntutan emosional dan fisik. Hal ini karena pimpinan memberikan penghargaan dan dukungan penuh bagi bawahannya, karena dukungan dan penghargaan ini maka bawahan akan memiliki semangat untuk menyelesaikan tuntutan pekerjaan yang tinggi tetapi kalau pimpinan juga menekan bawahannya maka tekanan pekerjaan malah akan semakin tinggi. Karakteristik job resource berupa autonomi akan memberikan keleluasaan individu mengeluarkan cara terbaiknya dan akan menghadapi tuntutan pekerjaan yang lebih kompleks dengan cara yang inovatif (Jenkins, 1991; Karasek, 1998). Job resources seperti sosial support berupa dukungan rekan kerja dapat membantu menyelesaikan pekerjaan tepat waktu, dan dapat mengurangi beban kerja yang berlebihan (Van der Doef dan Maes, 1999). Resources sangat penting dalam menyangga stress kerja karena tuntutan pekerjaan yang tinggi. Bentuk lain dari dukungan sosial adalah umpan balik yang konstruktif dalam membantu pegawai menyelesaikan pekerjaanya dengan lebih efektif. Terutama bagaimana senior atau atasan dapat membantu menyelesaikan pekerjaan serta menjaga kekompakan dan motivasi yang baik melalui komunikasi yang menyenangkan (Hackman dan Oldham, 1980).
Menjadikan job demands sebagai tantangan dengan merangsang intrinsik motivasi dan ekstrinsik motivasiindividu terhadap tantangan tersebut. Artinya kompetensi, sistem, lingkungan kerja, dukungan pimpinan dan rekan-rekan sudah solid sehingga tuntutan pekerjaan yang tinggi dapat dihadapi dan menjadikan sebagai tantangan yang akan dilewati. Menurut teori konservasi sumber daya (COR) (Hobfoll, 2001), orang berusaha untuk mendapatkan, mempertahankan, dan melindungi apa yang mereka hargai, misal sumber daya material, sosial, pribadi, atau energik. Maksudnya seseorang akan berupaya semaksimal mungkin menghadapi tantangan dan awalnya adalah sebuah proses yang berat untuk mempertahankan nilai seperti harga diri, pencapaian, lingkungan dan teman-temannya, untuk mempertahankan apa yang dimiliki dengan terpaksa harus mengeluarkan sumber dayanya untuk mencegah hilangnya nilai dan resources yang lainnya. Pegawai dengan cadangan sumber daya yang baik dapat mengatasi masalah tersebut tetapi pegawai dengan sumber daya terbatas sulit bertahan. Model JD-R ini dapat memprediksi ketidakhadiran dan perpidanhan pegawai
Interaksi job demand dan job resources menghasilkan kesiapan dan optimisme yang jelas dalam meredam tuntutan kerja. Resources akan mempertahankan atau membuat titik penurunan tidak terjun bebas tetapi menahannya sehingga relatif stabil dan dapat mencegah penurunan yang ekstrem dan dapat membahayakan organisasi. Walaupun motivasi atau resources tinggi tanpa demand yang menantang maka potensi tersebut juga tidak bisa maksimal. resources yang tinggi adalah modal untuk menghadapi demand atau tuntutan pekerjaan yang tinggi. tetapi tanpa tantangan pekerjaan yang tinggi resources yang tinggi tidak terlalu berdampak.
Resourcese sebagai Shock Abseorber atau Absorber dalam menghadapi guncangan tuntutan pekerjaan. Resources akan mempertahankan atau membuat titik penurunan tidak terjun bebas tetapi menahannya sehingga relatif stabil dan dapat mencegah penurunan yang ekstrem yang dapat membahayakan organisasi. Walaupun motivasi atau resources tinggi tanpa demand yang menantang maka potensi tersebut juga tidak bisa maksimal.
Dalam beberapa penelitian longitudinal yang mampu memperjelas hubungan sebab antara kondisi pekerjaan dan stress kerja. misal antara prospek keuangan dan kesehatan pegawai (Gorgievski-Duijvesteijn et al., 2005; Gorgievski-Duijvesteijn et al., 2000), hubungan antara kualitas dokter dan pasien dan tekanan kerja (Bakker et al., 2000) dan antara job karakteristik (job control, job complexity, supervisor support, work pressure, and boundary spanning) dan kelelahan atau kepuasan kerja (Demerouti et al., 2004; De Lange et al., 2004; Wong et al., 1998). Houkes (2002) dalam penelitian longitudinal pada subjek pegawai bak dan guru, menemukan bahwa ada hubungan timbal balik antara job resoirce berupa skor potensial motivasi seperti (indeks tambahan, termasuk variasi keterampilan, identitas tugas, signifikansi tugas, otonomi, dan umpan balik pekerjaan) dan motivasi intrinsik.
Secara bersama-sama, temuan ini menunjukkan bahwa stres kerja dan motivasi dapat menjadi hasil serta prediktor tuntutan pekerjaan dan sumber daya, sehingga stres yang lebih tinggi dan motivasi yang terganggu menghasilkan kondisi kerja yang kurang menguntungkan dari waktu ke waktu. Ada beberapa kemungkinan penjelasan untuk efek kausal terbalik tersebut. Dua penjelasan akan dibahas secara singkat di sini. Pertama, karyawan yang mengalami stres kerja atau disengagement, sebagai akibat dari perilaku mereka sendiri, menciptakan tuntutan tambahan dan sumber daya yang lebih sedikit. Misalnya, karyawan yang kelelahan karena pekerjaannya kemungkinan besar akan tetap berada di belakang alur kerja mereka, sehingga menciptakan tuntutan pekerjaan tambahan seperti tekanan waktu dan konflik peran (misalnya Demerouti et al., 2004). Dalam nada yang sama, karyawan yang mendepersonalisasi klien mereka dengan memperlakukan mereka sebagai objek daripada sebagai manusia cenderung menimbulkan interaksi yang lebih menuntut dan menegangkan (mis. Bakker et al., 2000). Temuan tersebut konsisten dengan gagasan "spiral kerugian" (Hobfoll, 2001, 2002). Kedua, tuntutan pekerjaan dan sumber daya juga dapat dipengaruhi oleh persepsi karyawan terhadap lingkungan kerja (Zapf et al., 1996). Sama seperti kecenderungan orang yang depresi untuk menilai lingkungan mereka secara lebih negatif dan dengan demikian berkontribusi pada iklim yang lebih negatif (Beck, 1972), karyawan yang mengalami burnout mungkin merasakan tuntutan pekerjaan yang relatif tinggi dan lebih sering mengeluh tentang beban kerja mereka, sehingga menciptakan pekerjaan yang negatif (Bakker dan Schaufeli, 2000). Dengan nada yang sama, karyawan yang terlibat dapat merasakan lebih banyak sumber daya dan lebih mampu memobilisasi sumber daya mereka, karena mereka adalah rekan kerja yang lebih menyenangkan untuk berinteraksi. Memang, teori pemrosesan informasi sosial berpendapat bahwa keseluruhan sikap kerja - seperti sinisme terhadap pekerjaan atau dedikasinya yang berlawanan - memulai rasionalisasi. Sikap sinisme pada sebuah pekerjaan akan menjadi momok menakutkan sehingga akan melipatgandakan efek negatif pekerjaan tersebut. misal ketika kita tidak sependapat dengan pekerjaan tersebut maka hal ini akan berdampak pada sinisme pekerjaan dan akan semakin memperparah pekerjaan yang seharusnya ringan akan menjadi berta atau pekerjaan berat akan berlipat ganda menjadi lebih berat lagi.
Kedua penjelasan untuk efek kausal terbalik juga konsisten dengan fenomena pembuatan pekerjaan. Tindakan yang dilakukan karyawan untuk membentuk dan mendefinisikan kembali pekerjaan mereka (Wrzesniewski dan Dutton, 2001, p. 180). Membuat pekerjaan melibatkan pembentukan batas tugas pekerjaan (baik secara fisik atau kognitif), batas hubungan pekerjaan, atau keduanya. Orang bukan penerima pasif informasi dari lingkungan kerja mereka, melainkan aktif dalam menafsirkan pekerjaan mereka, dan akibatnya dalam membentuk pekerjaan mereka (Daniels, 2006). Studi masa depan pada model JD-R harus bertujuan untuk menggabungkan hubungan kausal terbalik, dan memberikan lebih banyak wawasan dalam fenomena job crafting dan dengan demikian dalam dinamika kesejahteraan karyawan.
0 comments:
Posting Komentar