Sabtu, 11 Februari 2023

What Public Servants Really Think of eGovernment J. Norman Baldwin, Robin Gauld & Shaun Goldfinch (2012)

What Public Servants Really Think of eGovernment

J. Norman Baldwin, Robin Gauld & Shaun Goldfinch (2012)


Ada Tiga aspek yang dilihat opel pelayanan publik mengenai e Government, Pertama, E-gov mendukung feedback balik langsung dari pelayanan publik dan penyatuan satu pemerintahan. Kedua, kami melihat pandangan sejauh mana langkah-langkah e-government mempromosikan cara-cara baru bekerja untuk pegawai negeri seperti pekerjaan yang fleksibel everywhere. Ketiga, kami mencari pandangan pelayan publik tentang apakah langkah-langkah e-government memungkinkan 'partisipasi' yang lebih besar dari publik. Banyak pandangan yang beragam terkait penerapan e Government menurut ASN baik pro maupun kontra dalam ketiga aspek yang diteliti. 

E government lebih keliatan dan jelas dari sisi biaya dan manfaat, dalam mengadopsi dan beradaptasi dengan penggunaan teknologi bukan hal yang simple terutama dalam pelayanan publik baik bagi ASN maupun masyarakat (Verdegem and Verleye 2009; Gauld et al. 2010). Mengabaikan model dan desain pelayanan pada teknologi yang diadopsi akan menghasilkan desain yang buruk dan berdampak pada keengganan dan penolakan untuk mengadopsi bahkan penolakan terhadap model e-gov (Goldfinch 2009a). Sehingga keterlibatan semua pihak baik user dan pengguna dalam mendesain akan mempermudah adopsi dan adaptasi dengan desain baru pelayanan (Heeks dan Bailur 2007). Survey dilakukan dengan mengukur sikap pegawai negeri dan pengguna, masyarakat terhadap penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam pelayanan publik.

Tema yang dibahas dalam penelitian ini adalah pertama bagaimana pendekatan teknologi berfokus pada JIG dan Whole of Government difasilitasi semua oleh E-Gov. Pembangunan infrastruktur dan desain pelayanan berbasis e-government. Tema kedua adalah praktik kerja yang berubah dari kantoran menuju praktik kerja mobile dengan penggunaan teknologi digital portable sebagai medianya. tema ketiga berfokus pada partisipasi dalam e-gov dalam merespon feedback, mengajak ikut serta masyarakat dalam kebijakan, meningkatkan e-participation dan e-democracy (Gauld, 2009)


Menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif, respon kualitatif menunjukkan berbagai variasi dan tanggapan dalam perubahan pelayanan menjadi e-gov.Retorika ini disebut 'antusiasme berbahaya' oleh Gauld dan Goldfinch (2006; Goldfinch 2009a), 'mitos' oleh Bekkers dan Homburg (2007) atau lebih tepatnya, 'hype' oleh Heeks dan Bailur (2007).


TECHNOLOGY, PERSONAL AND PROFESSIONAL CHARACTERISTICS

Badan penelitian menemukan bagaimana respon individu dalam mengintegrasikan teknologi ke dalam pekerjaan mereka bergantung kepada: motivasi pribadi, kenikmatan teknologi, persepsi efisiensi dan efektivitas, kepercayaan pada pemerintah dan teknologi secara umum, kewajiban warga negara dan karakteristik pribadi (Carter dan Belanger 2005; Dimitrova dan Chen 2006; Sanchez et al. 2008; Tuomivaara et al. 2008; Horsburgh et al. 2011). Kecemasan seperti pandangan bahwa teknologi merupakan ancaman terhadap lapangan kerja juga dapat diasosiasikan dengan pandangan yang kurang positif tentang TIK (Durndell den Haag 2002). Beberapa penelitian menunjukkan sikap negatif terhadap komputer, kepercayaan komputer yang rendah, dan kecemasan lebih mungkin ditunjukkan oleh wanita dan subjek berstatus lebih tua dan lebih rendah (McIlroy et al. 2001; Vekiri dan Chronaki 2008).Penelitian lain menunjukkan bahwa penggunaan internet dan TIK dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, etnis, pendidikan, pendapatan, dan usia (Gauld et al. 2010; Goldfinch et al. 2009). Status dan kontrol kerja yang lebih besar terkadang diklaim mendorong pandangan yang lebih positif tentang perubahan organisasi dan untuk mengurangi stres dan efek berbahaya lainnya dari penggunaan pekerjaan dan teknologi (Karasek dan Theorell 1990). 


HYPOTHESES

Peneliti berhipotesi bahwa penerapan ICT atau e gov sangat berkaitan dengan demografi dan karakteristik pribadi seperti jenis kelamin, pendapatan, tingkat pendidikan, ras, usia dan kecemasan tentang TIK. Beberapa karakteristik atau keadaan profesional waktu yang dihabiskan untuk bekerja dengan teknologi dan inisiatif e-government, keterlibatan dengan kebijakan dan keterlibatan dengan kebijakan lintas sektor memengaruhi apakah TIK dianggap memiliki pengaruh positif pada pemerintah Selandia Baru atau tidak mengurangi badan publik, meningkatkan praktik kerja yang fleksibel, membangun hubungan yang lebih baik dengan publik dan memfasilitasi masukan publik yang lebih besar ke dalam operasi pemerintah Selandia Baru.


Transformation and joined-up government (bersatunya semua pemerintah dalam satu platform)

Tujuan dari pembentukan e-gov adalah menjadikan pemerintah yang satu, semua layanan tergabung dalam satu atap dan dapat saling terkoneksi. Dengan bergabungnya pemerintah akan memberikan nilai yang tinggi baik bagi pegawai negeri maupun  pengguna dalam hal penggunaan TIK lebih tinggi keterlibatan dalam inisiatif e gov, orientasi kebijakan, jenis kelamin, pendapatan, pendidikan dan etnis sedangkan untuk golongan usia dan kecemasan?


Flexible work

Pekerjaan yang fleksibel tanpa ruangan dan suasana kerja adalah konsekuensi dari e-gov. Bagi pemerintah tentu menjadi sarana menekan cost yang tinggi dari penggunaan office. Penggunaan laptop dan mobile digital memfasilitasi perubahan proses kerja. Namun pertanyaannya sejauh mana praktek kerja yang sebenarnya 'diubah' menjadi kerja yang fleksibel dan pandangan apa yang dimiliki pegawai negeri tentang tingkat perubahan yang terjadi? Bagaimana pandangan ini dipengaruhi oleh karakteristik pribadi dan pekerjaan yang dibahas di H1 dan H2? Dari diskusi ini kami mengembangkan hipotesis berikut: H3: Keyakinan bahwa praktik kerja yang fleksibel didukung oleh TIK lebih tinggi: dengan penggunaan TIK yang lebih tinggi, keterlibatan dalam inisiatif e-government, orientasi kebijakan, jenis kelamin laki-laki, pendapatan, pendidikan dan etnis Kaukasia; dan lebih rendah dengan usia dan kecemasan TIK.


E-participation

Apakah pegawai negeri melihat e-government memfasilitasi partisipasi dan keterlibatan yang lebih besar dengan masyarakat? Partisipasi dan konsultasi telah menjadi tujuan eksplisit pengembangan e-government dalam retorika pemerintah Selandia Baru (Pemerintah NZ 2005). Gagasan bahwa teknologi baru membantu partisipasi publik yang lebih besar dan lebih luas dalam kebijakan dan politik juga telah disebarluaskan dengan antusias oleh segmen dunia akademik. Misalnya, beberapa melihatnya sebagai alat untuk mengembangkan respons kebijakan yang lebih baik untuk preferensi publik yang diartikulasikan secara elektronik dan untuk mendorong pendidikan publik dan keterlibatan dalam desain dan penyampaian kebijakan dan layanan publik (Cross dan MacGregor 2006; Amoretti 2007; Bertot et al. 2008). E-government dapat mendorong dan meningkatkan partisipasi masyarakat dan pengembangan e-demokrasi, Namun, ada banyak keraguan apakah hal ini telah terjadi (Goldfinch et al. 2009).

H4: Keyakinan bahwa TIK membangun hubungan yang lebih baik dengan publik lebih tinggi dengan penggunaan TIK yang lebih tinggi, penggunaan TIK dalam berhubungan dengan publik, interaksi dengan publik, keterlibatan dalam inisiatif e-government, orientasi kebijakan, jenis kelamin laki-laki, pendapatan, pendidikan dan etnis Kaukasia; dan lebih rendah dengan usia dan kecemasan TIK. 

H5: Keyakinan bahwa TIK memfasilitasi input publik yang besar lebih tinggi dengan penggunaan TIK yang lebih tinggi, penggunaan TIK dalam berurusan dengan publik, interaksi dengan publik, keterlibatan dalam inisiatif e-government, orientasi kebijakan, jenis kelamin laki-laki, pendapatan, pendidikan, dan etnis Kaukasia; dan lebih rendah dengan usia dan kecemasan TIK.



Metode kualitatif yang digunakan menghasilkan bagaimana responden melihat e-government memungkinkan pemerintah untuk:

  1. Terlibat dengan pemangku kepentingan dan untuk dapat melakukannya secara lebih teratur;

  2. Memberikan layanan secara lebih efektif dan dengan potensi biaya yang lebih rendah;

  3. Menawarkan pilihan yang lebih besar kepada pengguna dan penerima manfaat layanan;

  4. Menjadi lebih fleksibel dan responsif dan dapat menawarkan layanan yang lebih 'disesuaikan' secara individual; 

  5. Memahami kebutuhan pemangku kepentingan/klien dengan lebih baik; 

  6. Dapat terlibat dengan beberapa 'kelompok yang sulit dijangkau'.


Most were less elaborate, and while a hard distinction between all responses is not always easy, we grouped them into Technology; Compliance; Information exchange and retrieval; Service delivery and transactional; Transformational and joined-up government; E-Participation and E-Democracy; and Pessimism


Sehubungan dengan transformasi dan penggabungan pemerintah, e-government dimaksudkan untuk memaksimalkan penggunaan teknologi untuk berkomunikasi dan bekerja dari jarak jauh dan lintas organisasi, dan untuk membantu mengintegrasikan kembali semua sektor. E-government juga dilihat untuk menghubungkan 'seluruh pemerintah' dan untuk membantu lembaga bekerja sama lebih efektif. Akhirnya, meskipun untuk beberapa responden e-government membangkitkan pernyataan pesimistis tentang Big Brother dan informasi dan birokrasi yang berlebihan – bagi yang lain hal itu juga menimbulkan persepsi peningkatan interaksi antara parlemen, kementerian dan warga negara; dengan sistem yang memfasilitasi komunikasi dengan masyarakat umum atas berbagai masalah, termasuk memungkinkan masyarakat umum untuk memberikan umpan balik secara online. Dalam beberapa kasus, ada banyak tumpang tindih pada kategori ini, dengan responden memberikan banyak definisi. Tabel 1 menyoroti beragam dan banyak, dan mungkin pergeseran, definisi yang diberikan kepada e-government (lih. Gauld 2009).


Hasil pendapat mengenai E-government di kelompokkan dalam tabel di bawah ini:


The transformation of Government

Melihat Persepsi ASN mengenai transformasi digital ini, seperti apa persepsi pegawai negeri tentang transformasi ini. Kami mendorong responden dengan mengutip strategi e-government Selandia Baru berikut yang diartikulasikan pada tahun 2003 dan diulangi sejak: 'Kami melihat e-government memungkinkan transformasi dalam cara pemerintah beroperasi dan memberikan hasil bagi warga Selandia Baru (Mallard 2003: 3). Kami kemudian bertanya: 'Sejauh mana Anda melihat teknologi (TIK) memungkinkan transformasi dalam cara pemerintah beroperasi untuk memberikan hasil bagi warga Selandia Baru?' Dari responden, 28 persen melaporkan 'sebagian besar', 43 persen 'ke beberapa luas' dan 17 persen melihat transformasi 'tidak' atau 'marginal'. Mengizinkan jawaban terbuka, kami bertanya: 'Menurut Anda, transformasi seperti apa yang akan terjadi?'4 Jawaban sangat bervariasi. Sedikit yang melihat perubahan revolusioner dan manfaat campuran yang paling menonjol. Ini mungkin mendukung pandangan e-government berkembang lebih bertahap, dan mungkin menggarisbawahi ketidakjelasan retorika transformasional. Misalnya, salah satu responden mencatat hal berikut:

  1. Lebih banyak menggunakan teknologi portabel;

  2. Peningkatan akses informasi;

  3. Peningkatan akses ke profesional dan pakar;

  4. Jaringan yang diperluas, direktori, cluster, dan saran spesialis

  5. Peningkatan fleksibilitas pekerjaan;

  6. Peningkatan akses publik terhadap kebijakan (walaupun belum tentu lebih banyak masukan atau pengaruh);

  7. Peningkatan transparansi;

  8. Akuntabilitas yang meningkat. 

  9. Minoritas substansial (sekitar empat puluh lima kasus) menyebutkan 'efisiensi', dengan satu responden mencatat 'penyampaian layanan yang lebih efisien dan personal' dan 'kantor belakang' pemerintah yang lebih efisien dan efektif melalui berbagi informasi'. 

Beberapa masalah dicatat, termasuk kebutuhan untuk mempertahankan sistem non-digital ganda, kelebihan informasi dan potensi masalah akuntabilitas. Respon khas dari salah satu responden adalah:

  1. Lebih banyak tekanan pada masyarakat dari departemen [pemerintah] untuk berkontribusi pada strategi, kebijakan dan proses, atau untuk memberikan umpan balik;

  2. Lebih banyak transparansi dan semakin banyak proses dan birokrasi;

  3. Kemungkinan kerjasama antar departemen dan lintas sektor;

  4. Kurang interaksi pribadi dengan komunitas / klien. 


Sekitar dua belas kasus – sebagian kecil – merasa skeptis terhadap peningkatan efisiensi dan manfaat lainnya dengan satu responden mencatat 'sangat sedikit yang akan berubah kecuali inefisiensi yang lebih besar, kemampuan untuk gagal memberikan perubahan nyata sangatlah besar'.


Joined-up government

Ketika ditanya apakah e-government akan mengarah pada penggabungan sektor negara dan pengurangan sejumlah lembaga, 63,8 persen tidak setuju. Menanggapi pertanyaan terbuka, ada skeptisisme umum bahwa e-government membantu JUG, bahkan jika ada kepercayaan di antara beberapa orang bahwa itu mungkin hal yang baik dalam beberapa kasus di mana, seperti dicatat oleh salah satu responden, 'kelebihan- pasokan akuntansi, audit, administrasi, dan analisis informasi berbasis aktivitas dapat disederhanakan'. JUG juga tercatat berada dalam ketegangan dengan model keluaran yang ada di mana salah satu responden mencatat bahwa fokusnya adalah 'akuntabilitas sektor publik jangka pendek untuk keluaran dan hasil tahunan atas dasar departemen yang ketat' dan di mana badan-badan dibentuk sebagian besar untuk kepentingan politik dan/atau alasan fungsional daripada alasan teknologi. Seperti yang dicatat oleh responden lain:

“model ini seharusnya akan menutup kelemahan dan kekurangan pada tiap sektor dengan memobilisasi sumber daya yang berlebih pada sektor lainnya”. upaya penggabungan tiap departemen adalah keputusan dari politisi, bukan teknologi e gov tersebut


A flexible work environment?

Bukti beragam tentang efek teknologi baru dalam membantu pengembangan lingkungan kerja baru yang fleksibel. Lebih dari setengah (59,8 persen) responden melihat teknologi mendukung pekerjaan fleksibel di rumah baik 'tidak sama sekali' atau 'minimal', dan 47,2 persen melihatnya mendukung pekerjaan fleksibel jauh dari kantor (tetapi tidak di rumah) juga 'tidak sama sekali ' atau 'minimal'. Namun, di dalam kantor terdapat lebih banyak bukti tentang lingkungan kerja yang fleksibel, dengan 74,2 persen melihat teknologi memungkinkan ruang lingkup yang lebih luas untuk pekerjaan yang fleksibel. Sementara beberapa menyebutkan pentingnya 'kantor bergerak' atau 'teknologi portabel', seringkali ini merupakan harapan untuk perbaikan di masa depan. Beberapa tampaknya telah benar-benar pindah ke jalan ini. 

Bagi seorang responden, pindah ke tempat kerja bergerak tidak membuat hidup menjadi lebih mudah, mencatat: Kantor tempat saya bekerja baru saja menjadi 'Fleksibel'. Kami telah berbagi meja. Kami memiliki telepon darat [berkabel] virtual yang telah menyebabkan banyak masalah karena klien kami merasa sulit untuk menghubungi kami. Kami harus mengepak peralatan kami ketika kami meninggalkan meja kami, yang membutuhkan waktu. Kantor kami belum ditata secara fungsional. Kami memiliki lemari arsip yang berisi file klien kira-kira empat puluh langkah dari meja dengan rak berisi sumber daya kami kira-kira dua puluh langkah dari meja. Kami masih harus datang ke kantor untuk mengakses mobil armada dan file klien. Klien kami merasa kantor sulit ditemukan dan kesulitan parkir


Participation and consultation

Lebih dari tiga perempat (83,8 persen) responden setuju atau sangat setuju bahwa TIK membantu lembaga mereka membangun hubungan yang lebih baik dengan publik. Lebih dari sepertiga (36,7 persen) responden memberikan jawaban setuju atau sangat setuju bahwa TIK memfasilitasi masukan publik yang lebih besar dalam pengambilan keputusan dan saran kebijakan (40,7 persen tidak memiliki pendapat atau tidak memberikan jawaban). Ini menunjukkan 'e-partisipasi' sebagian besar tetap menjadi metode untuk menginformasikan, menjaga kebahagiaan dan meyakinkan publik.

Publik juga dapat mengakses apa yang terjadi di komite terpilih secara tepat waktu.’ Sejumlah masalah dicatat – termasuk kelebihan informasi – yang mungkin timbul dengan peningkatan konsultasi. Seperti yang dijelaskan oleh salah satu responden: Penyebaran informasi yang akan lebih mudah tersedia bagi publik dalam memberikan dukungan untuk prakarsa pemerintah.


DISKUSI dan KESIMPULAN

Artikel ini menyelidiki hubungan antara e-government dan penggunaan TIK dan hasil yang dirasakan berikut ini: ‘transformasi’ pemerintah; 'gabungan' pemerintah '; tumbuhnya praktik kerja yang fleksibel; dan peningkatan partisipasi elektronik. Secara umum, kami menemukan ada tingkat kehati-hatian di antara mayoritas pegawai negeri terhadap beberapa klaim 'transformasi' yang berlebihan melalui e-government. Banyak yang pada umumnya mendukung manfaat yang dapat diberikan oleh e-government dalam hal akses ke informasi, beberapa keuntungan efisiensi dan beberapa koordinasi pemerintah. Perubahan diharapkan oleh hampir semua orang, tetapi dalam berbagai macam arah yang mungkin menggarisbawahi kebermaknaan yang dipertanyakan dari retorika 'transformasional'. Lainnya mencatat keuntungan efisiensi dapat diimbangi dengan biaya lain; peningkatan akses informasi juga dapat berarti kelebihan informasi dan kesulitan konsultasi; dan beberapa skeptis terhadap manfaat ruang kerja yang dapat dipindahkan dan teknologi portabel. Kurang dari dua pertiga (63,8 persen) tidak percaya bahwa e-government akan menyebabkan pengurangan lembaga dan 'pemerintahan gabungan'. JUG juga dilihat oleh sebagian orang sebagai ketegangan dengan 'keluaran' yang berfokus pada lembaga di mana alokasi Parlemen didasarkan pada keluaran ini (Goldfinch 2009b).

Responden yang lebih tua lebih cenderung percaya bahwa TIK mendukung praktik kerja yang fleksibel di luar kantor dan rumah adalah temuan yang tidak terduga yang dapat dijelaskan dalam beberapa cara. Karyawan yang lebih tua lebih cenderung mengingat lingkungan kerja yang hanya memiliki telepon rumah (berkabel), mesin tik, terminal mainframe tetap, dan sistem pengarsipan kertas yang menghubungkan kehidupan mereka dengan kantor. Mengetahui hanya lingkungan kerja yang memungkinkan akses jarak jauh, komputasi desktop, penyimpanan elektronik, dan transmisi file secara instan, banyak karyawan yang lebih muda mungkin lebih tidak menyukai manfaat teknologi. Partisipasi elektronik ditemukan sebagian besar masih dalam proses, dengan beberapa keraguan bahwa TIK membantu partisipasi publik yang lebih besar.

Melemahkan klaim antusias yang dibuat oleh akademisi dan pemerintah di seluruh dunia (lih. Amoretti 2007), temuan kami menunjukkan bahwa e-government tidak dianggap oleh banyak pegawai negeri sebagai memainkan peran besar dalam membantu partisipasi dan keterlibatan publik, di luar melayani sebagai sarana untuk menyebarkan informasi. Mengingat penggunaan e-government yang bertingkat-tingkat dan jauh lebih rendah dari yang diharapkan oleh publik, terutama yang berkaitan dengan partisipasi politik, ada alasan untuk pesimisme mengenai kemampuan e-government untuk memperluas partisipasi dan meningkatkan konsultasi kebijakan yang sebenarnya (Gauld et al. 2010; Goldfinch et al. .2009). Memang, adopsi e-government yang antusias oleh negara-negara otoriter di seluruh dunia menunjukkan bahwa e-government juga memiliki banyak potensi untuk menekan partisipasi, standarisasi dan dalam beberapa kasus mengurangi penyampaian layanan, meningkatkan pengawasan dan mengindoktrinasi populasi (Gauld dan Goldfinch 2006; Morozov 2011).

Ringkasnya, e-government tetap menjadi agenda yang berkembang dan belum selesai. Perubahan telah bertahap dan menghadapi banyak kemunduran. Manfaat, termasuk efisiensi yang lebih besar, penghematan biaya, peningkatan pelayanan dan kesehatan serta efek lain pada pegawai negeri, tetap diperebutkan, meskipun liputan yang seringkali sangat positif yang diterima e government dalam banyak literatur 'abu-abu', tetapi juga akademis (Gauld dan Goldfinch 2006; Heeks dan Bailur 2007; Yang dan Rho 2007; Verdegem dan Verleye 2009; Goldfinch et al. 2011). Retorika yang terkadang bersemangat terhadap e-government ini terus berlanjut meskipun ada kemunduran teknis dan lainnya, dan meskipun kegagalan inisiatif e-government terjadi di mana-mana dan mahal. Memang, sebagian besar pengembangan menghadapi beberapa tingkat kegagalan teknis atau lainnya, dengan proporsi yang cukup besar ditinggalkan begitu saja (Goldfinch 2007, 2009a). Konsisten dengan literatur dan penelitian yang mempertanyakan manfaat teknologi kontemporer, temuan yang disajikan di sini gagal menegaskan kegunaan TIK untuk bergabung dengan pemerintah, mengurangi lembaga publik, memfasilitasi pekerjaan yang fleksibel di rumah, dan meningkatkan masukan warga yang lebih besar ke dalam pemerintah.

Namun sisi positifnya, penelitian kami umumnya menegaskan manfaat TIK untuk mengubah pemerintahan, meningkatkan fleksibilitas kerja di dalam kantor dan membangun hubungan yang lebih baik dengan publik. Dalam lingkungan yang menuntut penghematan biaya dan efisiensi pemerintah yang lebih besar, penelitian ini secara konsekuen menunjukkan bahwa TIK harus menjadi objek investasi yang ditargetkan serta objek pemotongan biaya yang ditargetkan. Mungkin di masa fiskal kita yang tertekan, ini adalah jalan pemotongan biaya yang terakhir yang patut mendapat perhatian khusus dari pembuat kebijakan, dengan skeptisisme atau pesimisme yang lebih besar diperlukan untuk memulai dan melanjutkan pengembangan sistem informasi yang kompleks dan mahal dengan kesuksesan yang seringkali sangat beragam, dan dari manfaat yang dipertanyakan.



0 comments:

Posting Komentar