Demokrasi, Publik Administrator, dan Kebijakan Publik
(Dale Krane)
Book: “Democracy and Public Administration”
Edited by Richard C. Box, 2007
2
Demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana prosedur dan aturan yang akan diterapkan pada warga negaranya diperoleh dan dipengaruhi oleh warga negaranya. Untuk membentuk kebijakan yang paling tepat, input berasal dari warga negara dan pengaruh publik maupun kekuasaan publik menciptakan keputusan mana yang akan diambil. Pemerintah menggunakan otoritas dan kekuasaannya untuk memfasilitasi dan mencapai tujuan bersama. Kebijakan publik ditujukan untuk mencapai tindakan-tindakan yang telah direncanakan oleh pemerintah untuk mengikat semua warga negara dalam komunitas atau bangsa. Menurut dye (1976) kebijakan publik adalah apa yang dipilih pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan. Tapi siapa yang membuat pilihan tersebut, bagaimana pilihan tersebut dibuat dan untuk tujuan apa kebijakan tersebut diambil atau tidak diambil, apakah ini murni dari diskusi demokrasi atau hal yang lain.
Kebijakan publik merupakan bentuk produk hukum yang mengikat di mana hubungan antara demokrasi dan produk dari kebijakan publik yaitu aktivitas pemerintah membentuk karakter dari kebijakan publik. Posisi kebijakan publik yang sangat strategis karena mengikat warga negara untuk mentaatinya, menjadikan kebijakan publik sesuatu yang harus hati-hati dalam diputuskan dan selama proses tersebut akan ada kepentingan dari masing-masing kelompok sebelum keputusan atau kebijakan publik tersebut dibuat. Pertarungan antar kelompok ini menjadi pertaruhan politik dan akses demokrasi warga negara tidak semuanya mendapatkan fasilitas yang cukup baik dalam proses pembuatan kebijakan tersebut. Selain itu, permasalahan lain seperti keterbatasan informasi, ketidakmampuan untuk mengikuti proses kebijakan, seringkali menempatkan kelompok-kelompok tertentu saja yang dapat mengambil inisiatif dan memiliki peranan penting dalam proses pembuatan kebijakan publik..
Hubungan antara Demokrasi dan Kebijakan Publik
Istilah demokrasi selalu menjadi perdebatan dalam pendefinisiannya. Demokrasi berarti semua partisipasi warga negara ikut andil dalam pembuatan kebijakan yang ditaati bersama. Semakin berkembangnya populasi individu dan urbanisasi maka semakin sulit untuk memfasilitasi terciptanya demokrasi yang menyeluruh bagi semua warga negara. Pada akhirnya tercipta sistem perwakilan untuk lebih efisien dalam pelaksanaan pemerintahan. Tetapi sistem ini semakin memiliki banyak kekurangan karena tidak semua aspirasi yang diwakilkan oleh satu atau beberapa orang merupakan cerminan dari aspirasi bersama.
Menurut Dahl (1982) demokrasi juga dapat digambarkan sebagai berikut:
Kebebasan keadilan dan rutinitas pemilihan umum dalam menentukan wakilnya.
Kebebasan untuk berekspresi
Akses alternatif ke sumber informasi (transparan dan akuntabel)
Kebebasan berkelompok atau hak untuk membentuk grup yang bebas dari kontrol pemerintah
Menghargai cara pandang setiap orang yang berbeda karena latar belakang dan sudut pandangnya pun berbeda sehingga kita tidak dapat menjustifikasi orang itu salah dari sudut pandang kita.
Keidealan demokrasi harus tercermin di dalam institusi pemerintah sehingga mampu menyelesaikan masalah sosial dan menciptakan keputusan kebijakan publik yang merefleksikan apa yang perlu diatur di dalam masyarakat.
Persebaran kekuasaan yang terjadi membuat model demokrasi semakin terspesialisasi pada daerah. Pemerintah daerah memiliki kewenangan mengatur pada bidang-bidang tertentu di daerahnya dan secara kultural memiliki kedekatan dengan warga negara di daerahnya. Hal ini dapat mempertajam prinsip demokrasi yang ada di daerah tetapi di satu sisi pemerintah pusat masih menerapkan peraturan yang seragam untuk semua daerah sehingga seringkali terdapat perbedaan pendapat mengenai peraturan dari pemerintah pusat dan peraturan dari pemerintah daerah.
Untuk dijadikan pedoman dalam tujuan demokrasi maka tentu kembali lagi kepada undang-undang dasar atau konstitusi dari tiap-tiap negara. hal ini menjadi acuan terhadap pemerintah daerah dan pusat dalam memprioritaskan apa yang harus dicapai dan tujuan-tujuan yang sebaiknya dikejar dan dijadikan target utama terlebih dahulu. Dalam setiap tujuan negara yang melibatkan banyak individu di dalamnya pasti akan ada korban, karena setiap keputusan paling tidak ada sedikit perbedaan dengan warga negara, sehingga yang kalah harus menerima kondisi tersebut. Dampak dari pelaksanaan tujuan tersebut harus dapat dipikirkan antisipasinya sebelum pelaksanaan dari keputusan tersebut dilaksanakan.
Hal yang krusial dari demokrasi adalah karena kebijakan publik hanya dibuat dalam rapat tertentu dengan anggota yang terbatas untuk menghasilkan keputusan kebijakan publik yang menjadi aturan permanen dan wajib ditaati semua warga negara. Maka itu, Kebijakan publik dalam demokrasi haruslah berusaha keras untuk membuka political proses kepada semua warga negara dan memberikan kesempatan untuk warga negara dalam partisipasi di formulasi dan implementasi kebijakan publik.
Masalah lain yang muncul dari kebijakan publik di dalam demokrasi adalah perkembangan individu yang tidak merata, artinya individu memiliki hak yang sama tetapi kemampuan untuk mencari makna terbaik tidak merata di semua individu sehingga keputusan yang baik tidak dapat diperoleh dari individu yang tidak memiliki kemampuan berpikir panjang dan walau jumlah suara banyak tetapi karena pemikiran kurang ke depan dapat berakibat pada rusaknya masa depan negara.
Jefferson menegaskan bahwa untuk mencapai demokrasi yang ideal maka warga negara harus memiliki kemampuan pengetahuan yang baik dan kesehatan yang terjaga. Tanpa hal tersebut sulit untuk tercapainya demokrasi yang ideal bagi warga negara. Sebagai contoh anak yang sakit dan kelaparan tidak akan mampu belajar secara efektif, warga yang tidak memiliki literasi membaca yang bagus dan pengetahuan yang cukup akan memberikan hak suaranya kepada hal yang tidak berorientasi masa depan. karena hal tersebut adalah faktor penting untuk mencapai tujuan negara, maka pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan harus diperjuangkan.
Bagi kebanyakan orang yang menilai pemilihan umum adalah pesta demokrasi, memilih wakil-wakil rakyat yang nantinya akan menyampaikan aspirasi dan membuat kebijakan publik yang merupakan perwujudan aspirasi warga tentu tidaklah seideal seperti yang dibayangkan, karena kebijakan publik adalah proses yang panjang, dibuat dengan prosedur yang berusaha meyakinkan bahwa proses tersebut adalah bagian dari demokrasi.
Kebijakan publik harus melindungi keamanan individu dan properti mereka tanpa kebijakan tersebut maka fungsi ekonomi akan sulit untuk bertahan pada intinya kebijakan publik merupakan alat untuk menciptakan proses-proses yang ada di dalam demokrasi bukan hanya sekedar alat politik semata. Hal yang paling fundamental di dalam demokrasi kebijakan publik adalah respon terhadap kebutuhan dan keinginan warga negara dapat dengan cepat ditanggapi (Hartman,2004,p.16).
Demokrasi dan birokrasi
Pada awal demokrasi terjadi kesepakatan dari individu dalam suatu wilayah dengan individu lainnya untuk membentuk suatu pemerintahan. Maka dalam menjalankan pemerintahan tersebut, individu semakin berkembang dan menjadi masyarakat. jumlah masyarakat yang semakin besar dan wilayah yang semakin luas memerlukan upaya untuk dapat menertibkan dan mengatur dengan masyarakat. Agar peraturan ini dapat berjalan efisien dan efektif maka dibentuklah suatu sistem yang dapat menyampaikan atau mengatur hal-hal publik secara tepat kepada semua warga negara. Cara atau sistem inilah yang akhirnya berubah menjadi birokrasi. Birokrasi menjadi sebuah alat administratif yang terbentuk agar pemerintahan dapat berjalan dengan baik.
Pada awalnya birokrasi hanya menjadi sebuah sistem dan alat dari politik. di mana perwakilan dari warga negara yang telah diberi mandat kekuasaan dan harus menyampaikan kebijakan atau kekuasaan publiknya itu demi kepentingan warga negara maka birokrasi tercipta tetapi birokrasi itu sendiri bukanlah politik atau bukan juga menjadi alat politik karena warga negara yang demokratis mengharapkan para pimpinan politikus itu dapat ideal tetapi pada kenyataannya politik tidak sepenuhnya ideal sehingga birokrasi harus diselamatkan dari ketidak idealan politik tersebut. Woodrow Wilson (1987) menegaskan bahwa birokrasi dan politik berada dalam dimensi yang berbeda. Apa yang menjadi pertanyaan dari administrasi publik atau birokrasi bukanlah yang menjadi pertanyaan dari politik.
Kritik pemisahan politik dan administrasi diajukan oleh Marshall de mock 1936 yang mengatakan bahwa pemisahan politik dan administrasi adalah sesuatu yang berbahaya karena administrasi adalah alat politik. Norton long (1999 p.257) mendeklarasikan bahwa “darah dari administrasi publik adalah kekuasaan atau politik”. Paul Appleby(1949,p.170) menyatakan bahwa “administrasi publik adalah membuat kebijakan. Di mana membuat kebijakan adalah ranahnya legislatif yang notabennya adalah politik atau demokrasi perwakilan”.
Perdebatan mengenai status birokrasi di dalam demokrasi antara lain apakah birokrasi menjadi pelayan bagi orang-orang yang berada di dalam legislatif atau seharusnya menjadi ahli dan profesional yang menjalankan kegiatannya dengan penuh otonomi. Yang berhak mengontrol pemerintah dan administratif itu adalah warga negara bukan badan perwakilan atau politik. Imbas dari pelaksanaan kebijakan publik langsung pada warga negara sehingga warga negara diharapkan dapat langsung memberikan respon dan melakukan kontrol serta melakukan perbaikan untuk memberikan kepastian yang lebih tepat dalam dasar kebijakan publik itu sendiri maupun terhadap peraturan-peraturan yang diberlakukan. Administrasi publik yang dipegang oleh profesional dan memahami etika dan moral di lingkungan sekitar akan dapat menyerap respon warga negara dan memberikan perubahan terhadap kebijakan yang ada serta selalu secara kontinu mengukur efek dari perubahan tersebut mengevaluasi dan pada akhirnya akan selalu berkesinambungan sesuai dengan respon warga negara
Formulasi kebijakan
Dalam proses pembuatan kebijakan ada beberapa tahapan yang harus dilalui yang membuat kebijakan tersebut diperlukan atau tidak diperlukan dengan melihat interaksi pada sosial warga negara. Ada Pun adapun proses formulasi kebijakan adalah:
Identifikasi Masalah, untuk mengidentifikasi suatu masalah dapat dilihat dari beberapa cara, yaitu
Mengantisipasi bahaya baik yang sedang terjadi ataupun yang akan datang maupun potensi-potensi bahaya yang mungkin terjadi. Contohnya adalah: polusi, kepadatan lalu lintas, perubahan iklim, perubahan teknologi, narkoba atau sesuatu yang merusak moral dan tidak sesuai dengan nilai-nilai atau norma-norma, masalah pengangguran, kesehatan, penurunan gizi, pendidikan dan segala sesuatu yang berkembang di dalam masyarakat yang perlu diatur. Perkembangan terakhir adalah warga negara dapat melakukan upaya untuk menyampaikan haknya sebagai warga negara terhadap masalah-masalah yang belum diatur dengan cara mengekspresikan, petisi, dan melalui perwakilannya di legislatif. Selain itu upaya menyampaikan problem dapat dilakukan dua arah, pertama dapat dilakukan melalui agen-agen pemerintah dalam melihat masalah-masalah publik .kedua, dapat dilakukan warga negara melalui ketiga cara ekspresi petisi dan assembly atau dengan perwakilan kelompok-kelompok tertentu seperti non profit organisasi, perusahaan, asosiasi asosiasi profesi etnik grup, lembaga agama advokasi group, research organisasi dan sebagainya. Peran kelompok ini mampu untuk mengelola individu-individu yang memiliki kesamaan tujuan dalam mengidentifikasi masalah dan disampaikan kepada lembaga legislatif maupun pemerintah untuk nantinya dibahas dalam formulasi kebijakan. Para profesional di administrasi publik juga dapat mendorong hasil evaluasi mereka terhadap pelaksanaan kebijakan agar dapat direvisi kembali karena kebijakan sebelumnya atau adanya potensi masalah-masalah baru yang membuat kebijakan tersebut tidak efektif dan perlu kebijakan baru atau penyesuaian kebijakan yang lama. Agen-agen profesional dari administrasi publik juga selalu memonitor, mengevaluasi, keluhan-keluhan masyarakat dan membuat mapping mengenai batasan-batasan yang akan menimbulkan masalah dan harus segera dilaksanakan untuk dibuat peraturannya. Dalam mengidentifikasi masalah harus dilihat akar masalahnya, karena yang tampak bukan akar misalkan kejahatan terhadap perampokan hal tersebut bukan karena kurang anggota polisi atau perlu menertibkan para perampok tersebut tetapi bisa jadi agar masalahnya adalah masalah pendidikan, masalah keluarga, masalah pekerjaan dan masalah kesehatan sehingga akar masalah yang harus diselesaikan bukan menambah polisi tapi menyelesaikan masalah-masalah yang menjadi akarnya (Anderson, 2006) . Contoh lain: polusi, permasalahannya bukan karena disebabkan banyaknya alat transportasi yang ada di jalan tetapi masalah lain karena sistem transportasi masih kurang nyaman sehingga orang lebih banyak menggunakan transportasi pribadi atau karena lokasi rumah dan pekerjaan lebih simpel menggunakan kendaraan pribadi dibanding kendaraan umum.
Agenda setting, masalah-masalah yang sudah teridentifikasi akan masuk dalam jadwal pembahasan legislatif, di sini terjadi perseteruan kekuatan politik dari wakil-wakil rakyat yang dalam membahas permasalahan-permasalahan yang ada karena banyaknya permasalahan dan tentu masalah yang diprioritaskan adalah masalah-masalah yang yang besar, selain itu juga masalah-masalah yang menjadi kepentingan dari kelompok mayoritas yang diwakili oleh anggota legislatif tersebut tentunya akan mendapat prioritas yang lebih, selain itu juga perseteruan antara kelompok yang dirugikan dengan adanya peraturan dan kelompok yang diuntungkan dengan adanya peraturan, dan tentu ini akan menjadi perseteruan politik di dalam legislatif itu sendiri. Legislatif akan banyak mendapatkan serangan maupun tindakan dari kelompok-kelompok yang sangat memiliki kepentingan-kepentingan dari sebuah peraturan. Kelompok ini dapat melakukan rekayasa sosial untuk mendukung kepentingannya dengan memanfaatkan media sosial, lobby, relasi publik, asosiasi profesional, korporasi, universitas, private research organisasi, non profit organisasi, dan agensi pemerintah. Kelompok-kelompok tersebut termasuk dalam komunitas yang membuat kebijakan sehingga dapat menyuarakan kebijakan yang akan diambil atau diputuskan dengan dasar pengetahuan dan pemahaman pada area kebijakan yang dikuasai. Dalam komunitas kebijakan tersebut juga terdapat agensi pemerintah yang diwakili oleh public administrasi karena mereka memiliki tugas untuk memonitor, menginterpretasikan, melaporkan perubahan yang ada di dalam sosial masyarakat. Pada level frontliner administrasi publik sangat paham betul dengan pengetahuan di lapangan. Lebih jauh lagi mereka langsung berinteraksi dengan warga dari semua sektor sosial dan langsung menerima feedback secara langsung dari warga negara tentang situasi dan program yang berjalan. Warga negara langsung memberikan komplain kepada agensi frontliner administrasi publik mengenai informasi-informasi penting tentang kinerja dari sebuah program dan beberapa ASN mungkin tidak meneruskan informasi penting tersebut ke agen politik atasan birokrasinya, banyak birokrat menggunakan feedback untuk membuat improvement pengembangan perbaikan di program publiknya. Agenda setting juga menjadi pembahasan apakah kebijakan tersebut dapat dijalankan dengan sumber daya yang ada (kingdon, 2003). Dalam hal ini, kesiapan organisasi publik sangat menentukan kelayakan sebuah kebijakan bisa dilaksanakan atau tidak. Administrasi publik memiliki pengetahuan yang sangat baik karena mereka berinteraksi langsung dengan publik memiliki pengetahuan tentang program yang sedang berjalan dan respon yang biasa berjalan dan mampu melihat situasi kebijakan yang akan diterapkan. Walaupun banyak birokrat hanya pada akhirnya menjalankan dari kebijakan menteri atau official elektif dalam mengisi pemerintahan. Bahkan para menteri atau elektrik official menyerahkan perubahan kebijakan tersebut kepada administrasi publik atau birokrat karena ketepatan, keefektifan, pelaksanaan dan legalitasnya secara jelas dapat diterapkan secara langsung dan optimal mengingat kemampuan yang ada di dalam administrasi publik yang menjalankan langsung program tersebut sehingga memiliki kemampuan untuk mengevaluasi serta menerapkan mana program yang baik.
Policy design (kingdon, 2003,p. 178) menegaskan untuk sampai pada polisi design maka harus terlebih dahulu sampai pada tiga hal yaitu masalah yang muncul sudah memaksa untuk segera diambil tindakan, solusi sudah ditemukan atau sudah ada didukung oleh mayoritas pembuat keputusan yang ada. Dalam tahapan desain yang harus diperhatikan bahwa pertama, kebijakan baru atau program bertujuan sudah spesifik. Kedua, pembuat kebijakan harus sudah setuju dengan disiapkannya instrumen pendukung kebijakan diantaranya adalah budgeting dan sumber daya. Ketiga, program yang didesain akan memberikan level otoritas dan rencana tahunan untuk program tersebut. Keempat, target program jelas menunjuk manfaat secara spesifik dan prasyarat yang ditetapkan oleh program tersebut atau prasyarat bagi orang yang akan mendapatkan program tersebut. Kelima, desain program termasuk berbagai macam kebutuhan yang harus dipertemukan dengan organisasi atau orang yang sesuai seperti laporan yang detail tentang non profit organisasi yang dapat menerima program. Keenam, desain program dapat diidentifikasi oleh agen yang bertanggung jawab untuk administrasi program tersebut. Walaupun anggota legislatif dan pemerintah adalah arsitek dari desain kebijakan tetapi dalam pelaksanaannya seringkali melibatkan berbagai macam pihak diantaranya adalah staf DPR administratif agensi spesialis, grup-grup tertentu lembaga, think tank, entrepreneur dan komunitas kebijakan yang sering terlibat dalam pembuatan kebijakan. Masing-masing pihak memiliki kemampuan dan spesialisasi masing-masing yang nantinya akan dibahas dalam panitia atau komisi di legislatif. Keterlibatan administrasi sangat penting karena administrasi memiliki peranan dalam penyusunan yang nantinya akan sangat berhubungan dengan dapat atau tidaknya desain kebijakan tersebut dilaksanakan. Ditambah tanggung jawab dari agen administrasi publik untuk memastikan bahwa program yang didesain memberikan manfaat kepada target baik secara kualitas desain dan keefektifannya di dalam implementasinya.
Implementasi kebijakan, sebelum kebijakan diimplementasikan maka terlebih dahulu dipersiapkan payung hukum agar program tersebut dapat terlaksana. Kejelasan ini juga terkait dengan institusi publik yang berwenang melaksanakan kebijakan tersebut. Selain itu memberikan waktu dan kesempatan kepada pihak-pihak yang akan terkena dampak dari kebijakan untuk mempersiapkan diri. Pada dasarnya menurut teori klasik atau model klasik administrasi publik di mana administrasi publik tidak dapat ikut campur dalam proses pembuatan kebijakan tapi di sini legislatif membutuhkan administrasi karena fungsi dari administrasi antara lain: kemampuan untuk mendesain kebijakan itu sendiri, sumber daya yang disediakan dan hambatan yang dikenakan ada pada agen administratif, pilihan yang dibuat oleh agen administratif secara personal dan konteks politik yang luas yang mengelilingi kebijakan itu dibuat (mazmanian & sabatier, 1983, pp.20-33). Serta kedekatan implementasi yang nantinya akan dijalankan oleh birokrasi kepada warga negara akan lebih baik dengan adanya keterlibatan implementasinya.
Mengapa administratif publik penting karena desain desain kebijakan yang tepat akan memudahkan implementasinya. Sebagai pihak yang sangat kuat dan sebagai implementator utama administrasi publik tentu memiliki peran dalam merancang desain kebijakan. Lemahnya demokrasi keterwakilan ini yang dijalankan oleh para wakil rakyat yang prinsipnya tidak begitu menguasai kondisi kebijakan yang dilaksanakan pada level implementasi sehingga rancangan yang dibuat kurang maksimal titik peran administrasi publik sangat dibutuhkan untuk memperkaya desain dan implementasi yang sesuai karena desain yang baik akan menentukan berjalan atau tidaknya implementasi kebijakan.
Kelemahan pemahaman dari pembuat kebijakan akan membuat peraturan yang umum dan tidak mendetail. Membuat kebijakan dapat juga menyertakan warga negara sebagai partisipan dalam pembuatan kebijakan dan implementasinya jadi tidak melalui administrasi publik karena membuat kebijakan dapat langsung memotong peran administrasi publik pada kebijakan-kebijakan yang dapat langsung diperoleh oleh warga negara tanpa melalui administrasi publik. Dalam hal ini desain kebijakan publik dapat langsung dibuat oleh aktor legislatif yaitu wakil rakyat.
Sumber Daya dan Hambatan dalam Implementasi Kebijakan Publik
Ketika proses desain kebijakan telah memikirkan bagaimana pelaksanaan kebijakan-kebijakan tersebut dengan mengukur sumber daya yang dimiliki. Selain kesiapan anggaran dalam mendukung pelaksanaan kebijakan tentu juga harus siap dengan efek yang timbul dari kebijakan tersebut. Terkadang efek atau margin of error yang tidak terprediksi menyebabkan pembengkakan anggaran. Kemudian terkait dengan sumber daya dan kualitas dari SDM yang akan menjalankan kebijakan, apakah sumber daya tersebut adalah profesional atau patron dari pimpinan. Sarana pendukung dalam pelaksanaan implementasi yang apakah up to date atau tidak karena dapat mempengaruhi kinerja dari agensi pelaksanaannya. Respon balik yang akan didapatkan dari publik yang terus berkembang bahkan di luar prediksi yang sudah ditetapkan atau diperkirakan pada saat penyusunan kebijakan tetapi pada implementasi resiko yang muncul dari respon masyarakat tidak dapat dihindari dengan prediksi yang sebelumnya..
Pilihan yang dibuat oleh agensi Pelayan Publik
Peran yang dimiliki oleh administratif publik frontliner sangat langsung berpengaruh dalam kehidupan warga negara, karena yang dilihat oleh warga negara adalah yang terjadi dalam pelaksanaan ketika mereka berhubungan dengan administratif publik bukan di gedung DPR/MPR dimana proses kebijakan itu diolah dengan segala pertimbangan dan masukkan serta kajian mengenai suatu kebijakan. Kemampuan ini adalah wewenang dari agen administrasi publik yang langsung berhadapan dengan warga negara. Dalam menjalankan tugasnya yang berpedoman pada kebijakan, petugas administrasi publik memiliki spesialisasi dan kemampuan serta memperoleh hak dalam menterjemahkan kebijakan publik tersebut ke dalam implementasi. Semakin khusus administrasi publik dapat menjalankan kebijakan tersebut maka kebijakan tersebut akan semakin personil. Sebagai contoh seorang guru dapat memberikan tugas atau ujian dalam menilai siswa. Tetapi apabila kebijakan publik tersebut sangat spesifik dan detail maka ruang dalam mengambil diskresi akan semakin sempit dan mengabaikan nilai-nilai individu yang ada di dalam masyarakat dimana tidak semua kebijakan bisa dipukul rata karena situasi, kondisi, dan nilai dalam setiap lingkungan berbeda-beda.pilihan yang dibuat oleh agensi administrasi publik adalah diskresi dari kebijakan yang bersifat umum dan sisi profesionalisme, pengetahuan, pengalaman, dan penghayatan akan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di dalam lingkungan tersebut sangat penting dimiliki oleh personil administrasi publik. Interpretasi kebijakan yang dimiliki oleh agensi administrasi publik menjadi peluang bagi administrasi publik untuk meningkatkan pemahaman mendalam masyarakat. Tapi bisa juga sebaliknya ketika agensi administrasi publik tidak bisa untuk mengambil diskresi karena pengetahuan pengalaman dan permasalahan yang nantinya akan muncul ketika dimintai pertanggungjawaban dan penjelasan mengenai diskresi yang harus diambil menyebabkan agensi administrasi publik tidak dapat memberikan keputusan dan mendampak pada tidak dapat memenuhi kebutuhan pelayanan publik karena aturan atau kebijakan yang dibuat masih bersifat umum dan perlu interpretasi lebih mendalam di satu sisi perbedaan interpretasi antara agensi administrasi publik dan warga negara sering menjadi permasalahan yang perlu dicari solusinya. Selama ini administrasi negara memiliki priority yang lebih tinggi dalam memutuskan, karena sebagai implementator dan memiliki tanggung jawab dalam pelaksanaan regulasi tersebut maka pengambilan diskresi sulit untuk dilakukan karena unsur rasional yang ada di dalam individu di mana masalah yang muncul dari pengambilan diskresi akan dimintai pertanggungjawaban bukan mendapat penghargaan
Konteks Politik dan Implementasi
Para peneliti kebijakan publik telah lama mengobservasi bahwa pentingnya ekonomi politik budaya dan sosial dalam kesuksesan atau gagalnya suatu kebijakan publik (Van meter & Van horn,1975). Maka untuk itu dalam pembuatan kebijakan publik sangat perlu sekali melihat tren dan prediksi mengenai kondisi di masa yang akan datang. Kegagalan juga dapat disebabkan adanya suatu peristiwa atau opini yang berkembang melalui media sosial yang menyebar dan menyebabkan gejolak politik, sosial di dalam masyarakat
Desain Kebijakan, Birokrasi, dan Demokrasi
Dari banyak teori demokrasi, jarang sekali yang mendiskusikan tentang posisi dan aturan dari birokrasi. Padahal birokrasi mempunyai peran yang sangat penting dalam proses demokrasi. Administrasi publik dapat menggunakan sumber daya mereka untuk merubah kebijakan publik dan kemudian melemahkan kewenangan atau kedaulatan yang menjadi prinsip demokrasi pada akhirnya administrasi publik dituntut untuk dapat akuntabilitas dan dapat dipercaya serta menunjukkan apa yang telah dilakukannya di depan publik dan dapat dikoreksi langsung oleh publik.
Posisi administrasi publik sebagai instrumen maka administrasi publik diharapkan dapat mampu dan menggerakkan kemampuannya untuk langsung bertindak dan mendengar aspirasi publik. Dalam kondisi-kondisi tertentu administrasi publik harus dapat berinisiatif menjalankan program karena kondisi yang penting yang sudah menjadi sorotan besar masyarakat dan harus segera diambil tindakan tanpa harus menunggu membuat kebijakan merancang dan mendesain kebijakan tersebut tetapi hal ini tentu harus diperhatikan dan dibuat dengan sangat hati-hati karena dapat menjadi masalah di kemudian hari. Dalam desain kebijakan publik perlu memperhatikan bahwa pembentukan unit pelaksananya harus dipandang tidak hanya berdasarkan tujuan tapi juga di desain mengenai peran yang lebih mendetail misalkan di dalam kepolisian desain juga menentukan fungsi dan peran dari administrator diantaranya sebagai agent, ahli, penjaga, pimpinan, mediator, partner, pelayan, dan pembantu. Hal ini penting untuk memahami bahwa aturan di dalam administratif juga berfungsi tidak hanya mengejar performa tetapi juga norma dan interaksi diantara warga negara dan administrator. Interaksi adalah alat yang baik untuk melihat harapan masyarakat dan kinerja agensi dan outcome yang diharapkan dari kebijakan tersebut. Interaksi memberikan ruang yang lebih luas dalam memahami hubungan dengan warga negara.
0 comments:
Posting Komentar