Behaviour Public Administration: Perilaku Organisasi Publik
(Elly Susanto)
Tinjauan Studi Manajemen dan Kebijakan Publik di Indonesia
(bab VIII)
Seringkali terdapat fenomena-fenomena menarik dalam suatu organisasi padahal dengan bentuk organisasi yang sama, standar yang sama dan sistem rekrutmen pegawai yang sama serta pelatihan yang sama tetapi seringkali dalam organisasi terjadi perbedaan-perbedaan yang sangat signifikan antara organisasi yang satu dengan organisasi yang lain walaupun dengan standar-standar yang sama yang telah dibuat dan ditetapkan kepada semua organisasi. Kenapa hal ini bisa terjadi? Karena individu di dalam organisasi selalu berbeda, karena ada nilai dan sosial historis pada masing-masing individu yang berdampak pada pengambilan keputusan walaupun standar yang telah ditetapkan sama tetapi keputusan bisa dapat jauh berbeda.
Pendekatan melalui individu ini dapat dilihat dari berbagai aspek seperti psikologis, ekonom, neurologis, sosial, dan politik. Lalu apakah perbedaan keputusan yang diambil oleh individu tersebut berpengaruh terhadap organisasi? Dan bagaimana kualitas dan implikasinya ke dalam masyarakat? Dalam setiap keputusan organisasi yang rasional tidak dapat dipandang segala sesuatunya juga rasional terutama dalam lingkungan sekitar. Nilai-nilai yang menjadi dasar dan norma dalam memutuskan akan tetap hidup dalam setiap pengambilan keputusan sehingga keputusan dalam administrasi publik tidak hanya bersandar pada rasional yang memfokuskan pada efektif dan efisiensinya saja tetapi juga harus tetap mempertimbangkan nilai-nilai yang ada di dalam lingkungan sekitar.
Sunstein (2020) menjelaskan bahwa ilmu perilaku / behavioral science merupakan kombinasi dari cognitive psychology, social psychology, dan behavioural economics. Penjelasan perilaku individu ini dapat memberikan warna baru dalam administrasi publik dilihat dari sektor mikro (Tummers, 2020). Perilaku organisasi tidak hanya dilihat dari suatu sistem dan prosedur tertulis yang telah ditetapkan dalam rencana maupun strategi yang akan dijalankan organisasi. Dalam pelaksanaannya rencana, strategi dan tujuan akan diimplementasikan oleh individu-individu di dalam organisasi. Pada pelaksanaannya prosedur dan aturan dijalankan dari atas ke bawah melalui divisi-divisi dengan spesialisasi khusus untuk mencapai tujuan dan rencana yang telah ditetapkan.
Dalam setiap komunikasi antar individu di dalam organisasi juga akan mengalami bias sehingga implementasi ketentuan dan prosedur yang telah ditetapkan akan sangat rentan sekali terkontaminasi dengan nilai-nilai yang ada pada individu tersebut. Perilaku organisasi yang nantinya terlaksana tidak berada pada satu disiplin ilmu tertentu, melainkan kombinasi dari beberapa disiplin ilmu seperti ilmu komunikasi, ilmu sosiologi, antropologi psikologi dan sebagainya. Perilaku organisasi dapat diterangkan dari proses hulu yaitu identifikasi masalah dan pembuatan kebijakan untuk menyelesaikan masalah hingga proses hilir yaitu kebijakan publik dijalankan oleh Birokrasi dan disampaikan kepada masyarakat.
Behavioural Public Administration
BPA adalah suatu konsep yang mempelajari perilaku individu atau perilaku mikro berdasarkan teori, metode, konsep, dan bidang kajian psikologi atau keperilakuan (Grim Melik Huijsen dkk., 2017:46). Tokoh yang membahas mengenai pentingnya mempelajari perilaku individu tersebut adalah Herbert Simon dan Dwight Waldo. Dalam bukunya yang berjudul Administrative Behavior: A Study of Decision-Making Processes in Administrative (1997), Simon menyatakan bahwa dalam proses pengambilan keputusan harus sudah dipikirkan proses pelaksanaan keputusan tersebut karena keduanya sama pentingnya. Proses pengambilan keputusan individu selain dibatasi oleh perbedaan nilai dalam individu juga dibatasi oleh informasi yang dimiliki oleh individu tersebut atau dikenal dengan istilah bounded rationality (Simon, 1997). Begitu juga dengan respon menerima keputusan tersebut akan sangat terbatas dengan informasi dan nilai yang dimiliki oleh individu. Beberapa penelitian lain yang mengangkat perilaku organisasi antara lain adalah cognitive bias oleh Daniel Kahneman, dan nudging dan choice architecture oleh Richard Thaler.
Salah satu konsep perilaku organisasi yang populer adalah Public Service Motivation (PSM). Sejak konsep tersebut dimunculkan oleh Rainey (1982) kemudian dilanjutkan oleh Perry dan Wise (1990) dan Perry (1996), konsep ini mulai menarik minat peneliti di bidang administrasi publik (Susanto, 2021; Vandenabeele dkk., 2014; Vogel & Kroll, 2016). PSM dijadikan alasan mendasar yang mendorong seseorang untuk bekerja di dalam sektor publik. Beberapa contoh kajian lain terkait PSM adalah Ugaddan dan Park (2017) yang meneliti tentang keinginan menjadi peniup peluit (whistle blowing) dalam organisasi sektor publik dan menempatkan PSM sebagai mediator. Kim (2018) meneliti tentang keterkaitan PSM dengan sharing pengetahuan, sedangkan Corduneanu dkk. (2020) menguji hubungan antara reward moneter dan PSM dengan menggunakan self determination theory. Ritz dkk. (2021) meneliti PSM dengan mencoba menguji apakah konsep ini berbeda dengan perilaku prosocial motivation yang hasilnya kedua konsep tersebut berbeda. Namhon Ki (2021) meneliti hubungan PSM dengan keinginan belajar dari pegawai pemerintah (government official’s willingness to learn), sedangkan Susanto (2021) meneliti hubungan antara PSM, Love of money dan perilaku inovasi pegawai di konteks Indonesia.
Selain PSM, beberapa topik lain yang menjadi bagian dari perilaku organisasi publik adalah kecerdasan emosional, manajemen konflik dan kinerja (Shih & Susanto, 2010), empowerment, kepuasan kerja, keinovasioan (innovativeness) dan kinerja pegawai (Fernandez & Moldogaziev, 2013); perilaku tidak etis (unethical behaviour) (Belle & Cantarelli, 2017); Kepemimpinan (Ospina, 2017); kecerdasan emosional dan public sector engagement (Levitats dkk., 2019); employee engagement; dan kinerja pegawai (Hameduddin & Fernandez, 2019). penelitian-penelitian tersebut dipublikasikan ke dalam jurnal Public Administration Review.
Perilaku Organisasional: Telaah Singkat Perkembangan Konsep, Teori dan Metodologi
Secara ringkas perilaku organisasi ini menggambarkan mengenai perilaku individu, perilaku kelompok perilaku lingkungan yang ketiganya saling berinteraksi dengan dibatasi oleh nilai dan informasi sehingga tampak pada permukaan yang dapat diamati dari perilaku tersebut. Lebih dalam penelitian perilaku organisasi juga dapat memprediksi perilaku yang akan muncul karena dapat memahami perilaku yang tidak tampak di permukaan tetapi berpotensi untuk muncul di permukaan. Perilaku Organisasi (PO) ini tentu akan melibatkan berbagai aspek keilmuan yang saling beresonansi satu sama lain.
Staw (1984) mendiskusikan konsep PO sebagai bidang kajian terapan yang membahas mengenai topik-topik antara lain: kepemimpinan, sikap kerja, desain pekerjaan (job design), persepsi, efikasi diri, emosi, gender, karier, peran, kepuasan kerja, ketidakhadiran pegawai, struktur kelompok, kinerja kelompok, kultur, dan iklim organisasi, perpindahan pegawai, motivasi, dan kinerja pegawai. Dalam kajian tersebut Mowday & Sutton (1993) menjelaskan tentang konteks organisasi yang bisa menjadi “opportunity dan constraint” terhadap perilaku individu dan kelompok dan sekaligus kemungkinan individu dan kelompok mempengaruhi konteks organisasi. Beberapa contoh topik tersebut adalah norma, komunikasi, kinerja, perubahan organisasi, keluarga, risiko, cross-culture, kepercayaan, ketergantungan, kerjasama, pembelajaran, jejaring (networking), emosi, politik, turnover, burnout, partisipasi, tim atau kelompok, feedback, konflik, kontrak psikologi, reward, kepribadian, legitimasi, stress, dan organizational citizenship. Brief & Weiss (2002) mendiskusikan kajian emosi dan mood dalam PO, sedang Peterson dan Thomas (2007) mendiskusikan PO dalam konteks MNO (multinational organization). Topik lain yang sedang berkembang dalam PO adalah positive organizational behaviour (Bakker & Schaufeli, 2008), neuroscience (Ashkanasy, Becker & Waldman (2014), greening organizational behaviour (Anderson, Jackson & Russell, 2013), sustainability dan organizational behaviour (Cooper, Stokes, Liu dan Tarba, 2017), dan humanitarian organizational behaviour (Meyer, Carr & Foster, 2018).
Salah satu kesulitan dari peminjaman konsep pada disiplin ilmu lain adalah ketika diterapkan dalam ilmu manajemen kebijakan publik tentu harus terlebih dahulu dipahami konsep pada disiplin ilmu sebelumnya apakah dapat benar-benar diterapkan dalam ilmu administrasi publik. Teori-teori yang digunakan juga mengalami perkembangan, mengikuti perkembangan topik kajian. Mitchell (1979) misalnya menjelaskan expectancy theory yang dikembangkan oleh Vroom (1964), goal setting theory oleh Locke (1968), equity theory oleh Adam (1965), dan operant conditioning model oleh Skinner (1938). Kajian yang dilakukan oleh Staw (1984) mendiskusikan need fulfilment theory of motivation oleh Maslow (1954), Job Design Theory oleh Hackman & Oldham (1976; 1980). Brief & Weiss (2002) mendiskusikan teori yang banyak digunakan dikajian emosi dan mood. Teori tersebut adalah affective-event theory (Weiss & Cropanzano, 1996). Ahli lain, Ilgen & Klein (1988) mendiskusikan beberapa teori yang digunakan di kajian-kajian kognisi yaitu social cognition theory (Wyer & Srull, 1986), social information processing theory oleh Salancik & Pfeffer (1977, 1978), dan control theory oleh Campion & Lord (1982). Schnider (1985) menjelaskan salah teori yang digunakan dalam kajian kelompok, yaitu intergroup theory oleh Alderfer (1983) dan Brown (1983).Dalam buku yang berjudul Theories of Group Behaviour, editor Brian Mullen dan George R. Goethals (1987), ada setidaknya 8 teori yang dijelaskan dan bisa digunakan untuk menjelaskan tim atau kelompok. Teori-teori tersebut adalah:
- Social Comparison Theory (Goethals and Darley);
- Cognitive Dissonance Theory (Sande dan Zanna);
- Self-Presentation Theory (Baumeister dan Hutton);
- Drive Theory (Geen dan Bushman);
- Social Impact Theory (Jackson);
- Self-Attention Theory (Mullen);
- Social Cognition Theory of Group Process (Pryor dan Ostrom), dan
- Transactive Memory Theory (Wegner).
Teori-teori tersebut sifatnya pengembangan dari ide dan teori yang dikembangkan sebelumnya dan berada dalam bidang kajian psikologi sosial. Teori-teori lainnya adalah self-determination theory (Decy & Ryan, 1985) dan conversative of resource theory (Hobfoll, 1998).mMetode penelitian yang digunakan dalam penelitian perilaku organisasi lebih didominasi oleh penelitian dengan metode kuantitatif hal ini tidaklah mengherankan karena di awal perkembangannya para insinyur yang terlibat dalam melakukan penelitian ini memang berdasarkan basic untuk meneliti industri dan bisnis sehingga penelitian disajikan dalam model kuantitatif.Psikologi Industri dan Organisasi berlatar belakang insinyur misal Frederick W. Taylor dan psikologi eksperimen seperti Hugo Munsterberg, (1913); Walter Dill Scott (1908).
Bentuk penelitian metode kuantitatif terbaru adalah dengan membuat penelitian yang multi level atau penggunaan penelitian pada beberapa level sampel yang saling berhubungan dan kemudian diteliti hubungan-hubungan serta potensi perilaku yang terbentuk. model ini para ahli yang memfokuskan pada pendekatan multilevel dan sekaligus memperkenalkan teori multilevel. Ide dasar dari pendekatan ini adalah “organizations are multilevel systems” (Kozlowski & Klein, 2000: 3). Pendekatan teoritis ini, jika dirunut ke belakang, menjawab ide yang digagas oleh House & Singh (1987), O’Reilly (1991), dan Mowday dan Sutton (1993) yang sudah diuraikan sebelumnya. Teori multilevel ini berusaha memperbaiki kelemahan kajian sebelumnya yang hanya fokus pada satu level. Misal, peneliti yang fokus pada aspek mikro PO hanya fokus pada level individu sedang peneliti yang fokus pada makro PO fokus pada level organisasi. Melalui teori dan pendekatan multilevel, peneliti bisa memperoleh pemahaman yang komprehensif tentang perilaku organisasional seperti yang disampaikan oleh Klein & Kozlowski (2000), “Neither single-level perspective can adequately account for organizational behaviour” (hal. 7).
Perilaku organisasi ini banyak mengambil konsep dari kajian-kajian ilmu lain sehingga seringkali dalam perkembangannya perilaku organisasi ini sering ketinggalan karena konsep kajian dari ilmu lainnya yang digunakan juga mengalami perkembangan sehingga pengambilan konstruk untuk menyusun perilaku organisasi tentu harus menunggu terlebih dahulu perkembangan yang ada dari disiplin ilmu lain tersebut.“lag the discipline” (Heath & Sitkin, 2001). Artinya, BPA akan mengalami ketertinggalan dalam pengembangan pengetahuan. Peminjaman dan pengadopsian akan membuat BPA hanya berkutat pada memilih dan memilah hal-hal yang relevan dan mengabaikan pengembangan topik-topik strategis BPA, seperti yang pernah disampaikan oleh Carrigan dkk. (2020). Carrigan dkk. (2002) berpendapat bahwa BPA bisa memberikan nilai tambah yang signifikan terhadap perkembangan kajian PA jika mengaitkan pendekatan ini dengan tema inti administrasi publik.
Perilaku organisasi publik dan perilaku organisasi pada umumnya memiliki banyak kesamaan karena diambil dari dasar yang sama tetapi pengkhususan pada perilaku organisasi publik tentu mengacu pada hal-hal publik. Perbedaan fokus dalam BPA dan PO tentu menjadi beberapa pertimbangan yang jelas membedakan antara BPA dan PO. Perilaku organisasi yang baik tentu ditunjang oleh kinerja individu di dalam organisasi tersebut yang baik juga dan hal ini juga akan berdampak pada implementasi dan warga negara yang menerima kebijakan tersebut.
Perilaku organisasi melibatkan beberapa aspek dan dimensi seperti ekonomi, psikologi, sosial, politik, bahkan antropologi di mana mempelajari perilaku organisasi diambil dari perilaku individu dan perilaku kelompok yang saling berinteraksi dengan perpaduan antara nilai masing-masing individu, nilai masing-masing kelompok maupun nilai dari organisasi itu sendiri dan terbentuk dalam ranah organisasi dengan struktur serta budaya yang berkembang di dalamnya. Topik-topik yang ditelah dikaji di Perubahan Organisasi seperti norma, komunikasi, kinerja, perubahan organisasi, keluarga, risiko, cross-culture, kepercayaan, ketergantungan, kerjasama, pembelajaran, jejaring (networking), emosi, politik, turnover, burnout, partisipasi, tim atau kelompok, feedback, konflik, kontrak psikologi, reward, kepribadian, legitimasi, stres, dan organizational citizenship bisa dikaji di BPA.
0 comments:
Posting Komentar