Jumat, 18 November 2022

International Journal of Public Sector Management Dalam hal apa SLB menggunakan diskresi mereka selama pandemi covid di Indonesia? (Agus H Hadna, Umi Listyaningsih, Idris Ihwanudin, 2022)

International Journal of Public Sector Management

Dalam hal apa SLB menggunakan diskresi mereka selama pandemi covid di Indonesia?

(Agus H  Hadna, Umi Listyaningsih, Idris Ihwanudin, 2022)


Introduction

Michael lipsky(1980) menjelaskan SLB adalah pegawai pemerintah yang langsung berinteraksi dengan masyarakat dalam pekerjaannya. Ada dua klasifikasi SLB yaitu SLB yang langsung berinteraksi dengan warga negara dan SLB yang berkomunikasi dengan media atau perantara atau alat komunikasi atau sistem (lipsky, 2010). PPAT atau pejabat pembuat akta tanah adalah pejabat yang melayani warga negara sebagaimana amanah dari legislatif tetapi tidak berada langsung di bawah pemerintah dan tidak memperoleh gaji dari pemerintah. Pendapatan mereka ditentukan oleh berapa besar jumlah warga negara yang membutuhkan pelayanan mereka. Pemerintah memberikan mandat ke PPAT untuk melaksanakan pelayanan pembuatan akta tanah hal ini terjadi karena keterbatasan sumber daya yang dimiliki pemerintah dalam menjalankan legislasi sehingga PPAT ini menjadi profesional yang bekerja memberikan pelayanan publik tapi diserahkan ke pihak di luar pemerintah.

Pelayanan PPAT harus memenuhi standar yang telah ditetapkan pemerintah dan mentaati semua peraturan yang berlaku. Dalam kondisi covid 19 pejabat pembuat akta tanah memiliki berbagai macam perilaku dalam memberikan pelayanan kepada warga negara kecenderungan berperilaku ini sangat dipengaruhi oleh berbagai motif seperti ekonomi, politik, demografi dan sosial budaya setempat. SLB masih memiliki ruang untuk diskresi tanpa menyimpang dari peraturan yang telah ditetapkan. Motivasi dari pejabat bedah akta tanah dalam membuat deskripsi antara lain ditentukan oleh lingkungan kerja. Pertanyaan penelitian ini meliputi apa yang menyebabkan SLB melakukan diskresi powernya? Dan mengapa SLB menilai diskresi dalam memberikan pelayanan di Indonesia?

Walaupun PPAT ini bukan ASN SLB tapi dalam konteks pelayanan publik mereka termasuk dalam kategori ASN SLB karena memberikan pelayanan langsung kepada warga negara. Penelitian ini mencari jawaban dengan melakukan survei kepada 2.867 SLB di Indonesia penelitian ini berbeda dari penelitian penelitian sebelumnya yaitu menganggap bahwa SLB selalu berada di balik peraturan dan tidak memiliki kepentingan diskresi dalam pelayanan selama pandemi covid. Kedua, menjelaskan faktor yang mempengaruhi SLB dalam memberikan diskresi (kebijakan, politik, motivasi, lingkungan kerja, demografis. Ketiga, Menjelajahi hubungan dengan konteks Indonesia yang berpegang pada aturan dan sistem serta sosial, budaya dan kondisi politik yang mempengaruhi kinerja organisasi.


Theoretical Framework

Dependent variable, level diskresi yang diberikan oleh SLB dalam pelayanan tanah berhubungan dengan motif pendapatan yang diterima oleh PPAT berdasarkan dari jumlah pelayanan yang diberikan maka terkadang dalam rangka persaingan mereka menurunkan segmen kelas yang mereka tawarkan dan memberikan variasi penawaran atas pelayanan yang diberikan. Selama krisis, strategi yang dilakukan oleh PPAT bermacam-macam seperti bersembunyi di balik hukum atau melakukan cara yang inovatif untuk melindungi warga negara dan tetap menjalankan tugasnya. SLB dalam memberikan diskresi juga sangat dibatasi ruangnya karena peraturan dan administrasi pemerintah yang masih sulit. Peraturan yang ditetapkan tidak hanya mempersulit ruang gerak dan waktu dalam memberikan diskresi, karena prasyarat yang diminta terlalu ketat dan tidak sesuai dengan kondisi pada saat pandemi seperti contoh SLB harus memberikan pelayanan mereka selama jam kerja dan hari kerja. Sementara customer mereka tentu sering tidak memiliki waktu dan jam kerja yang tidak bertemu dengan waktu yang diminta sesuai dengan peraturan.


Independent variable

Motivasi ekonomi dari SLB

Motif ekonomi menjadi penyebab yang besar dalam mempengaruhi kualitas pelayanan. Individu akan termotivasi dengan adanya insentif ekonomi yang dapat membantu pekerjaan-pekerjaan lainnya yang harus dikerjakan individu sebagai individu yang bebas. Hasrat untuk meningkatkan pendapatan serta memenuhi kebutuhan lainnya yang tersita karena fokus pada suatu pekerjaan tertentu sehingga memberikan perluasan pekerjaannya kepada pihak lain yang harus dikonversikan dengan pembayaran lainnya


Lingkungan Kerja

Mempengaruhi secara psikologis, tekanan, dan interaksi dengan warga negara. Lingkungan budaya sangat menentukan perilaku dan keputusan untuk memberikan diskresi. Lingkungan kerja termasuk kompetisi di antara agensi, ukuran dari lingkungan bagaimana kepadatan dari jumlah SLB dan kemungkinan kompetisi dengan klien di daerah mereka. Kecukupan informasi yang meliputi pekerjaan mereka. Selain itu juga tidak rapi dan teradministrasi informasi terkait dengan tanah yang dapat dipertanggungjawabkan dan dapat dipercaya.


Demografi karakteristik

Beberapa segmen sosial dari masyarakat tidak memiliki kesamaan akses dalam memperoleh layanan publik termasuk prosedur yang kompleks dari birokrasi. SLB menjadi mediasi antara organisasi publik dan civil society. Dari demografi tersebut mempengaruhi sosial politik dan pemahaman bagaimana diskresi secara praktek dilaksanakan


Metode Penelitian

Data diperoleh dari CPPS yang berada di bawah kementerian agraria dan pertanahan Indonesia selama tahun pertama pandemik. Survei dilaksanakan secara random pada 50 kabupaten atau kota di 10 provinsi di Indonesia dengan persebaran 38 kota atau kabupaten berlokasi di Jawa, 12 kota atau kabupaten berada di luar Jawa. Total SLB yang disurvei sebanyak 3.087 SLB dan setelah melalui proses data cleaning terdapat 2867 total responden. Menggunakan mix method penelitian dengan mengkolaborasikan antara kuantitatif dari survei dan kualitatif melalui interview mendalam pada beberapa informasi.


Variabel Penelitian

Perilaku atau tindakan yang dilakukan SLB dalam mengambil diskresi. Tiga level yang digunakan sebagai analisis diklasifikasikan ke dalam rendah, medium, dan tinggi. Diskresi yang diambil termasuk dalam kategori seperti apa? Motif untuk melakukan diskresi antara lain: pertama motivasi ekonomi yang diidentifikasikan. Variabel ini juga diukur berdasarkan peraturan hukum seperti 8 tipe dari pelayanan tanah dan bagaimana SLB menyediakan pelayanan. SLB juga membutuhkan operasional seperti jumlah dari pekerja mereka, harga dari sertifikat, pengakuan pengaruh kekuatan pasar dalam pelayanan tanah dan urutan prioritas yang dibutuhkan dalam penyediaan layanan.


Cakupan Wilayah dan Pasar Dalam Pelayanan Tanah

Penggunaan statistik analisis umur dengan persamaan korelasi dengan variabel dependen menggunakan analisis regresi. Statistik yang digunakan menggunakan software stata versi 14 yang digunakan untuk menentukan daya tarik dan perubahan arah peningkatan ataupun penurunan.


Temuan Penelitian

Data tersebut menemukan bahwa SLB dengan motif ekonomi dengan persentasenya 39,99% menggunakan diskresi powernya. Dimana SLB medium level ekonomi motivasi menggunakan diskresi sebesar 46,78% dan SLB high level ekonomi motivasi menggunakan diskusi sebesar 48,54%. Variabel kedua terkait dengan pengetahuan di mana SLB dengan klien yang memiliki pengetahuan terbatas sering memberikan pelayanan dengan kekuatan bisnis mereka sebesar 39,74% titik dan ketika klien dengan pengetahuan yang lebih penuh maka diskresi yang diberikan oleh SLB sebesar 43,09%.

Terdapat perbedaan range dalam memutuskan diskresi. SLB di bawah umur 30 menggunakan diskresinya sebesar 42,59%, SLB dengan umur antara 30 sampai 50 tahun menggunakan diskresi sebesar 44,55% titik SLB dengan umur di atas 50 tahun menggunakan diskresi sebesar 38,55 dan 38,24%. Sementara antara Jawa dan luar Jawa tidak ada hubungan yang signifikan dalam pengambilan dispersi. Dalam metode tersebut digunakan persamaan regresi untuk mengukur diskresi yang diambil oleh  SLB pejabat pembuat akta tanah.

SLB merangkap menjadi pembuat kebijakan karena perluasan dari diskresinya. Dalam kuantitatif analisis menunjukkan bahwa SLB dengan different level diskresi yaitu high, medium, dan menggunakan diskresi tersebut dalam tugas mereka. Beberapa bentuk diskresi yang diambil seperti fleksibel jam kerja tidak terpaku pada jam kantor saja, mengizinkan klien bertemu di luar dari kantor atau mengunjungi klien di rumah. Memberikan asistensi kepada klien walaupun tidak ada aturan yang mengatur terhadap pemberian eksistensi tersebut dan tidak ada pinalti dari kegiatan tersebut, SLB mengambil keuntungan diskresi untuk membangun kedekatan hubungan dengan klien.

Dalam konteks ini SLB seperti yang dijelaskan oleh lipsky berbeda di mana pelayanan SLB fokus hanya yang lebih paling menguntungkan dari klien dan keterbatasan sumber daya sehingga hanya memilih yang utama saja tetapi dalam hal ini diketahui bahwa SLB dalam Pejabat Pembuat Akta Tanah mengedepankan sistem marketing client di mana tujuannya adalah menarik klien. SLB juga sering menggunakan diskresi mereka ketika bekerja sama dengan bank sebagai pembiayaan di mana klien berkomunikasi terlebih dahulu dengan bank dan bank akan menghubungi pejabat pembuat Akta tanah dalam proses transaksi tersebut. SLB tidak hanya memberikan pelayanan terkait dengan tanah tetapi meliputi juga:

  1. Konversi sertifikat untuk pertama kali dari sebelumnya tidak punya sertifikat atau sertifikat yang masih berbentuk girik menjadi sertifikat

  2. Sertifikasi melalui subdivisi atau seperti pengalihan hibah dan waris

  3. Sertifikasi melalui konsolidasi

  4. Perpanjangan hak guna bangunan dan hak pakai,

  5. Pembaharuan guna bangunan dan hak pakai

  6. Pembersihan gadai atau penggunaan tanah sebagai jaminan

  7. Tanah waris

  8. Menaikkan level hak tanah misalkan dari hgb ke SHM

  9. Mengurangi hak tanah

Pada inti pada intinya pejabat pembuat akta tanah tidak hanya melayani balik nama tetapi juga memperluas jangkauan pelayanannya seperti yang disebutkan di atas. Ekonomi motif dan pergeseran ke layanan bisnis dalam SLB pejabat dan waktu. Pada prinsipnya sektor pelayanan dengan mengacu pada bisnis tergantung dari semakin tinggi pelayanan maka semakin besar pendapatan yang diperoleh dan relasi dengan customer tentu akan memberikan keuntungan jangka panjang. Pemerintah telah menetapkan biaya pembuatan akta tanah sebesar 1% dari biaya servis dari nilai tanah. Kebanyakan SLB pejabat pembuat akta tanah mengenakan antara 1 sampai dengan 1,5% dari nilai tanah. Cara hukum yang telah ditetapkan adalah sebesar 1% tetapi variasi yang akhirnya dijalankan oleh SLB berkisar 1 sampai dengan 15%, 5%, dan 10% dari nilai tanah. Apabila pejabat pembuat ke tanah dan memberikan layanan meminta lebih dari satu setengah persen maka dianggap melanggar hukum sehingga pejabat membuat artana menawarkan service yang lain yang merupakan rangkaian dari pembuatan sertifikat tanah tersebut.


Dengan regulasi yang Tepat Klien Memahami Tetapi Tidak Punya Kekuasaan

Pengetahuannya dimiliki oleh klien menjadi keuntungan dalam tawar-menawar dengan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Klien yang memiliki pengetahuan yang tinggi akan mengurangi kesempatan SLB pejabat pembuat akta tanah untuk memberikan keterangan yang memperpanjang jasa-jasa lainnya yang dijual sebagai pelengkap. Pada prinsipnya pejabat pembuat akta tanah hanya memiliki keterbatasan sesuai dengan mandat yang telah diberikan oleh undang-undang dan peraturan.

Analisis regresi menunjukkan bahwa SLB yang lebih mudah menggunakan level diskusi yang lebih tinggi. Hal ini karena adanya kompetisi di mana SLB yang lebih mudah belum memiliki klien karena pengalaman nya terbatas sehingga menggunakan strategi marketing dengan memberikan diskusi untuk menarik customer. SLB dengan jenis kelamin laki-laki memiliki diskusi yang lebih tinggi dibanding dengan SLB dengan gender perempuan. Penelitian ini menunjukkan hubungan yang positif Antara tindakan diskresi yang dilakukan oleh SLB dengan faktor ekonomi motif dan pemahaman klien terkait dengan masalah tanah. Sementara itu untuk demografi tidak ada hubungan yang kuat antara diskresi dan demografi faktor yang meliputi area.

Penelitian ini memiliki kekurangan dalam menilai lebih dalam perilaku SLB dalam menginterpretasikan diskresi mereka. Penelitian ke depan seharusnya berfokus pada variabel individu SLB dan interaksi dengan sosial kultural lingkungan dalam SLB kerja. Fenomena ini sering terjadi di Indonesia dan menyediakan pelajaran penting karena diduga bahwa SMB bermain peran dalam membantu kompleksitas dari masyarakat administrasi.


0 comments:

Posting Komentar