Selasa, 08 November 2022

Demokrasi dan Pelayanan Publik (Mary R. Hamilton) Book: “Democracy and Public Administration” Edited by Richard C. Box, 2007 1

Book: “Democracy and Public Administration”

Edited by Richard C. Box, 2007

1

Demokrasi dan Pelayanan Publik

(Mary R. Hamilton)


Dalam pemerintahan otoriter akan lebih mudah dalam memerintah karena pelaksanaannya pada satu pimpinan dan dijalankan oleh semua ketika terjadi demokrasi pemerintah di mana setiap warga negara ingin mendapatkan pelayanan berbeda-beda tentu memerintah menjadi lebih sulit karena otoritas yang diambil harus mampu menjangkau semua lapis dari warga negara untuk itu sistem yang harus dibuat tentu jauh lebih kuat daripada sistem otoriter dan strategi maupun pelayanan juga harus memiliki efektivitas dan efisien yang baik walau memang pelaksanaannya jauh sekali lebih sulit daripada birokrasi yang otoriter yang hanya memerintah sesuai pendapat pimpinan tanpa memperhatikan aspirasi dari yang dilayani.

Sampai dengan saat ini model demokrasi atau model administrasi yang memfasilitasi demokrasi masih sulit untuk tercipta. Model yang ideal adalah yang mampu dan bermanfaat bagi politik administrasi publik itu sendiri dan warga negara yang mendapat pelayanan. Untuk menciptakan model tersebut diperlukan pemahaman prinsip demokrasi pada semua lini baik warga negara, aparat birokrasi dan politik. Fredric mouser dalam bukunya berjudul, “demokrasi and public service” menggunakan 5 sejarah periode untuk mencapai demokrasi yaitu: 

  1. Pemerintah yang dipimpin oleh gentleman atau karismatik (1789-1829). pada masa ini ada dua kategori administrator publik service yaitu “the Elites”, mereka yang memiliki pendidikan tinggi, orang-orang yang dihormati, pemimpin-pemimpin agama dan militer, serta pemimpin kelompok besar. dan kategori kedua adalah “behind-the-scenes workers”, mereka yang duduk di staf, yang terdiri dari kelompok-kelompok menengah ke bawah dengan level status sosial menengah. pada masa ini keterlibatan warga negara dalam partisipasi politik sangat kecil begitu juga dengan administrator publik masih bercampur dengan politik. administrator publik pada masa itu memiliki jiwa patriot yang tinggi dan pada level elite memiliki kehormatan dan kedudukan yang tinggi.

  2. Pemerintah yang dipimpin oleh orang biasa (1829-1883) yang berkembang pemahaman tentang demokrasi dan menjauhi sistem yang jelek. Kesetaraan kesempatan pada administrasi publik dan doktrin tentang simplifikasi pekerjaan publik dan kemudahan dalam pelayanan publik. pada masa ini kedudukan kelompok elite mulai digoyang karena prinsip kesetaraan yang diperjuangkan.

  3. Pemerintah yang dipimpin dengan baik (1883-1906), penekanan terhadap moral dan perlakuan terhadap manusia. Beberapa poin penting di era pemerintah yang baik itu adalah merit system, pekerja dinilai berdasarkan kompetisinya dan promosi apabila memang memiliki kapasitas dan kemampuan untuk mengisi jabatan tertentu terlepas dari politik politik juga dibatasi terhadap administrasi publik.

  4. Pemerintah dengan efisiensi (190601937), pada periode ini sistem direformasi menjadi sangat efektif dan efisien mengikuti pola perkembangan manajemen scientist menciptakan metode-metode baru yang terukur. Pak tetapi permasalahan yang muncul adalah menganggap manusia sebagai faktor sumber daya yang dapat diukur padahal kenyataannya manusia adalah faktor sumber daya yang sangat dinamis. Selain itu manajemen saintis juga memisahkan antara politik dan pekerjaan administrasi.

  5. Manajemen pemerintah dengan manajer (1937-), pada masa ini pemerintah dibuat sangat sistematis terarah, jelas, mencapai tingkat efisiensi dan efektivitas mendengarkan permasalahan publik dan mencari solusi terkait dengan masalah-masalah tersebut. Manajemen dituntut untuk mengurangi biaya dengan meminimalisir hal-hal yang tidak efektif dan efisien dan menciptakan inovasi-inovasi baru dengan segala keterbatasan yang ada.


Demokrasi dan Public Service adalah Antithetical

Demokrasi di mana warga negara telah menyampaikan memilih anggota perwakilannya tetapi tidak terpilih sehingga tidak terwakili, bagaimana mungkin pemerintah dapat menjalankan aspirasi yang tidak terwakilkan oleh representasi mereka padahal dalam hal ini sebagai pihak yang tidak memiliki wakil tentu tidak memiliki kemampuan untuk memperjuangkan hak-hak mereka dibanding dengan mereka yang memiliki wakil yang memperjuangkan hak-hak mereka. Tentu pada titik ini administrasi publik yang kuat hanya akan menjadi ancaman bagi demokrasi di mana warga negara yang jelas tidak memiliki wakilnya akan sulit untuk berhadapan dengan birokrasi yang dikendalikan oleh perwakilan warga negara


Membuat Public Service Aman untuk Demokrasi

Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam membuat pelayanan publik menjadi kuat dan dapat menampung aspirasi demokrasi adalah dengan membuat sistem yang profesional yang dikendalikan oleh aktor-aktor birokrasi yang profesional dan memiliki kemampuan serta memiliki nilai-nilai demokrasi yang sudah terintegrasi baik secara individu maupun secara organisasi. Dwight Waldo menyebutkan kewajiban administrasi publik adalah pertama. administrasi publik harus mengedepankan kewajibannya kepada konstitusi. Kewajiban tersebut harus memegang prinsip-prinsip demokrasi. Poin yang jadi menarik adalah ketika konstitusi dibuat oleh rezim yang berkuasa dan disahkan oleh rezim yang berkuasa, lalu kemudian dijalankan oleh administrasi publik dan diaplikasikan ke dalam kehidupan sosial masyarakat, terjadi permasalahan di mana masyarakat warga warga negara tidak setuju dengan penerapan kebijakan tersebut tetapi  tidak memiliki hak dalam menyuarakan aspirasinya melalui jalur yang diatur atau melalui anggota-anggota DPR karena sebelumnya kalah pada jumlah suara menjadi tidak terima dan menganggap layanan atau aplikasi ini tidak demokratik. Poin penting di sini adalah bagaimana public administrasi dapat menjembatani dan mendengarkan keluhan dan permasalahan yang tidak tersampaikan melalui konstitusi. Pada kenyataannya administrasi publik hanya berjalan dan berpindah sesuai dengan konstitusi yang dibuat oleh institusi politik.

Fredrickson dan hard (1997, p. 196) menegaskan bahwa pendiri bangsa mengharapkan adanya hubungan yang spesial antara pegawai publik dan warga negara dalam demokrasi. Maka itu tugas dari public service dibebankan tidak hanya menjalankan konstitusi yang telah dibuat oleh demokrasi perwakilan atau anggota DPR dan presiden tetapi juga sebagai penjaga dan penjamin bahwa nilai-nilai demokrasi tetap berjalan dalam pelayanan publik. Menurut den Haag (2003) menyatakan bahwa pegawai negeri tidak hanya menyampaikan layanannya kepada masyarakat tetapi mereka juga harus menjadi wadah demokrasi. Den Haag mengartikan bahwa administrasi publik tidak hanya bertanggung jawab dalam memberikan layanan kepada masyarakat tetapi juga menjadi tempat untuk pelaksanaan demokrasi di dalam masyarakat terwujud. Tetapi kondisi seperti ini akan menjadi kontradiktif antara pemerintah internal dalam hal ini pegawai administrasi publik  dengan atasannya sendiri yang dimotori oleh kelompok politik.


Konflik di antara Demokrasi dan Nilai-Nilai pada Birokrasi

Administrasi publik yang telah memahami konstitusi dan telah menjadikan konstitusi sebagai dasar dan panduannya seharusnya memiliki nilai-nilai demokrasi yang berlandaskan pada konstitusi tersebut tetapi administrasi publik adalah organisasi yang efektif dan efisien. Adapun nilai yang tidak sesuai akan menjadi potensi konflik seperti contoh demokrasi memiliki nilai equality atau kesetaraan sementara di dalam birokrasi adalah hirarki atau bertingkat, dalam demokrasi ada ikut sertanya warga negara dan dalam birokrasi. Keikutsertaan itu harus didasarkan pada keahliannya dalam demokrasi, kepentingan semua individu dapat disampaikan dan dijalankan tetapi dalam nilai birokrasi efisiensi tetap harus dijalankan.

Menanggapi hal tersebut tentu sangat dibutuhkan jumlah aparatur sipil negara yang besar dan memiliki kemampuan yang cukup. Mereka memiliki nilai-nilai demokrasi yang menjadi dasar panduan mereka ketika membuat keputusan berperilaku dan bertindak, sebagai pedoman dalam menjalankan konstitusi yang merupakan produk politik demokrasi perwakilan. Public administrasi juga membutuhkan kualitas moral yang relevan dan perilaku mental yang baik. Kualitas moral tersebut tidak dengan mudah dapat dipikirkan tetapi didorong pemodelannya. Perilaku mental berdasarkan pengetahuan dan pemahaman dan lebih jauh pembelajaran dan mengajarkan (Mouser, 1982). 

Seperangkat kualitas moral dan perilaku mental tersebut dapat ditemukan dalam tiga hal kualitas moral yaitu optimisme, dorongan, dan keadilan berdasarkan pada kemanusiaan (Steven baille, 1965). Mouser menjelaskan pendapat beliau tersebut sebagai berikut:

  1. Optimisme adalah sikap moral yang dapat menghadapi tantangan situasi yang tidak menentu.

  2. Dorongan adalah kemampuan untuk memutuskan dan bertindak di tengah kesulitan dan yang mana yang harus dipilih.

  3. Keadilan berdasarkan kemanusiaan adalah standar dari penilaian dan kebutuhan dalam memutuskan dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat dan juga kepentingan publik . mosher, 1982


Tiga perilaku mental tersebut sangat sulit untuk diterapkan karena menghadapi moral ambiguity dari setiap personil di administrasi publik konteks yang memaksa mereka dan kondisi serta situasi di mana prioritas moral pada pelayanan publik akan berbeda-beda dan paradoks dari prosedur karena prosedur sudah dibuat tetap sedangkan moral sangat tergantung dengan situasi dan kondisional serta pandangan dari individu maupun lingkungannya. Maka dari itu pegawai administrasi publik harus tetap pada posisi nilai yang netral dan setiap tindakan pengambilan kebijakan harus bertanggung jawab penuh dengan efek yang akan ditimbulkan dari keputusan tersebut. Administrasi publik juga membutuhkan fleksibilitas karena perbedaan nilai membutuhkan prioritas di konteks yang berbeda-beda. mereka membutuhkan pemahaman pengetahuan nilai, pilihan yang akan menjadikan mereka dalam memutuskan sesuatu yang kompleks, sehingga peningkatan kemampuan dan pemahaman serta nilai juga harus terus ditingkatkan. Administrasi publik membutuhkan pelajaran mengenai hukum, aturan, norma prosedur, yang dapat digunakan dalam memberikan keputusan yang adil dan mencegah tindakan yang menjadi penghalang dari kepentingan publik.




Teknik  dan Manajerial Kemampuan

Administrasi publik dituntut memiliki kemampuan teknis dan manajerial yang baik. Di tengah varietas dan kompleksitas pelayanan publik maka kemampuan tersebut mutlak dibutuhkan. Selain itu kemampuan manajerial ini juga harus dapat lintas sektoral di mana semua sumber daya administrasi publik harus dapat terfokus untuk menyelesaikan masalah tetapi juga harus dapat saling berkonsolidasi dan bekerjasama antara sektor sehingga permasalahan-permasalahan dapat selesai dengan efektif dan efisien. Kemampuan manajerial ini tentu memiliki kelebihan yang harus dilatih secara profesional dan sistem pendidikan yang mampu untuk melatih administrasi publik tersebut.

Dengan kemampuan manajerial skill dan pengetahuan yang dimiliki, administrasi publik juga tetap harus mengedepankan nilai-nilai demokrasi partisipasi, perhatian terhadap keputusan sosial. Kekhawatiran yang besar dengan manajerial profesional adalah ketidakmampuan melihat sisi nilai dan moral dalam melihat permasalahan sosial karena profesional lebih menekankan kepada efektivitas dan efisiensi tapi melupakan culture, nilai, dan moral serta masyarakat yang dilayani. 

Ketakutan lain dalam manajemen administrasi publik menurut Mosher (1982) adalah ketakutan dari fungsi spesialis dan sistem yang terbentuk di dalam birokrasi di mana menutup outsider atau pihak luar yang akan masuk ke dalam birokrasi dikarenakan sistem hirarki serta senioritas dan spesialisasi dari pekerjaannya tersebut. King and steves (1998) menyatakan bahwa administrasi publik menjadi spesialisasi dan ahli dalam efisiensi profesionalisme, objektivitas, dan netralitas. Mereka sulit menghormati dan menghargai keahlian dari warga negaranya yang membawa kebijakan untuk didiskusikan. Hal ini membuat gap antara warga negara dan pemerintah. Stivers (1998) menekankan kebutuhan untuk administrasi negara agar dapat mengembangkan hubungan dengan warga negara yang dapat memberikan arti kolaborasi dalam kebijakan publik dan implementasinya artinya jangan merasa bahwa administrasi publik adalah lembaga yang profesional ahli spesialisasi seolah-olah menjadi sebuah lembaga feodal yang paling tahu tentang bidang yang mereka layani dan mengajukan kebutuhan dan pandangan dari warga negara yang mendapatkan pelayanan tersebut.


Aturan dan tanggung jawab administrasi publik di dalam demokrasi

Dari banyak pengamatan bahwa layanan publik dalam demokrasi adalah sebuah paradoks, administrasi publik hanya memiliki sedikit panduan yang diperoleh dari konstitusi. Sementara dalam menjalankan demokrasi masih belum terwujud model ideal untuk pelayanan publik. Administrasi publik di dalam demokratik society harus bertanggung jawab pada:

  1. Menegakkan nilai-nilai demokrasi dan meyakinkan bahwa warga negara dapat memiliki akses hak mereka atau menyampaikan hak mereka kepada pemerintah.

  2. Mempromosikan kepentingan publik melalui individu yang dilayani dan kepentingan umum.

  3. Mengatur dan mengadministrasikan institusi publik sesuai dengan nilai-nilai demokrasi.

  4. Mengimplementasikan kebijakan publik dengan melaksanakan peraturan hukum yang telah disahkan oleh legislatif dan mengikuti instruksi yang disediakan oleh eksekutif serta menjamin nilai-nilai demokrasi tersebut dapat tetap berjalan dalam implementasi pelayanan publik.

  5. Menjadi profesional spesialisasi dan ahli tetapi tidak melupakan moral, etika, pertanggungjawaban dan dapat dipercaya.


Menyampaikan Demokrasi

Administrasi publik harus bertanggung jawab kepada warga negara dalam demokrasi. mereka bertanggung jawab mengenai keadilan kesetaraan, bertanggung jawab sosial atas keputusan dan persetujuan yang mereka putuskan dalam melayani pelayanan publik. Administrasi publik juga harus menjaga hak warga negara dan nilai demokrasi dalam pelayanan publik. Untuk mendukung hal tersebut maka perlu tercipta suatu lingkungan yang saling berkesinambungan antara warga negara perwakilan warga negara dan administrasi publik(denhardt dan denhardt 2003). Administrasi publik juga harus menempatkan bahwa dalam bekerja mereka bertanggung jawab tidak kepada atasan saja tapi juga kepada warga negara. Mereka harus meningkatkan kualitas kerja yang berdasarkan pada peningkatan kualitas hidup warga negara bukan sekedar pada aspek administrasi yang dibentuk organisasi. walau pada dasarnya organisasi mencoba untuk memberikan jalan terbaik dalam melayani warga negara yang diformulasikan dalam peraturan dan sop yang dijalankan dalam implementasi pelayanan publik.

Denhardt dan denhardt (2003) menyatakan bahwa public servant dalam administrasi publik haruslah mengedepankan kewajiban etika dan moral dalam melayani pelayanan publik walau dengan keterbatasan kewajiban yang ditetapkan oleh organisasi maupun aturan-aturan konstitusi. (Fredrickson & Chandler,1997. P.210) "frontline public service administration dapat dan harus bertindak sebagai agent warga negara yg bingung dengan kompleksitas dari pemerintah modern". Apabila konteks ini dapat berjalan dengan baik di mana frontliner administrasi publik dapat menjadi agen warga negara yang kebingungan tadi maka warga negara tersebut dapat menyampaikan aspirasi publik ke pembuat kebijakan melalui administrasi publik sehingga warga negara dapat berkontribusi dalam pembaharuan dan penegasan kembali sosial kontrak antara negara dan rakyatnya. 


Administrasi publik menjadi kunci dalam mempromosikan kepentingan publik.

Dalam mengatur administrasi publik pelaksanaan dari implementasi administrasi publik lebih mengedepankan prosedur dibanding dengan aturan hukum yang mendasarinya karena manajemen dari aplikasi administrasi publik telah menetapkan langkah-langkah standar yang harus dijalankan yang merupakan turunan dari peraturan hukum tersebut. maka itu, manajer administrasi publik harus secara reguler dan sering menilai kembali dan menentukan dampak dari pelaksanaan prinsip-prinsip dan nilai yang berubah dan disesuaikan dengan standar-standar yang dibuat titik hal ini harus dilakukan secara konsisten dan didukung dengan demokrasi (gowthorpe, 1998, p.69).


Inisiatif Administrasi Publik

Dalam menjalankan kewajibannya administrasi publik harus bertanggung jawab dan melaksanakan konstitusi yang telah diformulasikan oleh wakil rakyat. Pelaksanaan aturan konstitusi tersebut mengharuskan kewajiban administrasi publik untuk dapat mempertanggungjawabkannya kepada wakil rakyat. Administrasi publik harus dapat menjelaskan apabila mereka melakukan inisiatif ataupun tidak melakukan inisiatif dari peraturan yang sudah ada. Idealnya semua peraturan harusnya menampung semua problema lintas yang dihadapi administrasi publik tetapi pada kenyataannya bahwa selalu terjadi Miss antara peraturan yang ada dan praktik di lapangan. Untuk itu administrasi publik harus selalu dituntut untuk berinisiatif tetapi inisiatif tersebut harus dipertanggungjawabkan karena telah berbeda dengan peraturan atau aturan yang telah dibuat oleh wakil rakyat tersebut.

Apalagi aktor politik masih enggan untuk mendorong administrasi publik memiliki peran yang aktif dalam membuat atau terlibat dalam proses kebijakan. Walaupun telah terjadi gagasan pemisahan antara politik dan administrasi. Tetapi administrasi publik tetap bertanggung jawab dalam pengimplementasian kebijakan publik sehingga mereka mempunyai peran untuk mengembangkan kebijakan publik tersebut dan berinisiatif untuk menyelesaikan masalah yang ada. Box (1998) menyampaikan tiga aturan terkait dengan peran administrasi publik dalam proses kebijakan antara lain:

  1. Implementer sebagai agen pelaksana kebijakan maka administrasi publik harus dapat memenuhi tuntutan dan lebih responsif terhadap masyarakat atau warga negara terutama terhadap nilai demokrasi yang harus dipegang teguh oleh administrasi publik. Administrasi publik harus mampu membuat inisiatif atau diskresi dalam memecahkan masalah-masalah publik.

  2. Controller sebagai agen yang tidak hanya memberikan pelayanan tapi juga mengontrol perilaku sosial masyarakat titik agar warga masyarakat mendapat keadilan yang merata.

  3. Helper sebagai agen yang membantu kepentingan publik serta memenuhi harapan publik terhadap pemerintah. Maka analisa publik harus menginterpretasikan peraturan tersebut sesuai dengan kepentingan publik secara profesional dan pengetahuan. Administrasi publik juga harus menjadi fasilitator bagi warga negara untuk menyampaikan haknya respon kebijakan, permasalahan-permasalahan yang muncul Roma dan kesempatan bagi warga negara untuk ikut berpartisipasi.


0 comments:

Posting Komentar