Tinjauan Studi Manajemen dan Kebijakan Publik di Indonesia
Bab 3
Memahami Manajemen Publik Indonesia - Refleksi Ontologis
(Yeremias T Keban)
Antologis dimaknai sebagai the nature of assistance atau problem of eksistensi atau dengan kata lain mengenai keberadaan dan keberwujudan suatu realitas. bagaimana hakikat dari realitas tersebut, apakah sifatnya objektif maksudnya wujudnya ada atau abstrak yang kemudian dikonstruksikan oleh pemikiran manusia (kivunja & kuyani,2017). Pembahasan pada bab ini terbagi dalam 4 fase yaitu (1) Pengabaian eksistensi pengaruh lingkungan internal dan eksternal sebagaimana yang terjadi dalam era manajemen klasik, (2) Pengakuan eksistensi pengaruh lingkungan internal, (3) Pengakuan eksistensi pengaruh lingkungan eksternal, dan (4) Pengakuan eksistensi pengaruh kombinasi lingkungan internal dan eksternal.
Pengabaian Eksistensi Pengaruh Lingkungan Internal dan Eksternal
Pada manajemen klasik model yang saintifik dalam mengelola suatu pekerjaan memberikan efektivitas yang sangat baik. Pembagian kerja, pengklasifikasian berdasarkan fungsi, setting tempat yang mengefisiensi gerak dan waktu merupakan rangkaian dari model manajemen saintifik. Produktivitas dapat dicapai dengan perencanaan, penetapan, pengorganisasian, penerapan dan kontrol. Tetapi model ini melupakan proses internal dan eksternal, secara prosedural struktur model ini adalah struktur yang terbaik. Internal model proses adalah suatu kegiatan yang melibatkan koordinasi dan kontrol serta komunikasi antar unit dalam melakukan kegiatan. (Quinn & Cameron, 1983; Tompkins,2005).
Faktor kontrol dari luar itu dapat dengan tegas mengatur dan mengorganisir individu dalam organisasi tetapi dalam pelaksanaannya interaksi antar individu tersebut dan kepentingan-kepentingan individu yang tersimpan membuat masalah lain yang tidak tampak tapi sewaktu-waktu dapat membahayakan organisasi. Teori klasik beranggapan bahwa sistem dan prosedur kerja dengan standar, aturan dan kontrol merupakan jalan terbaik dalam menjamin keberhasilan kerja dan menganggap organisasi sebagai sistem mekanik tetapi mengabaikan faktor lingkungan internal dan eksternal yang terus tumbuh dan bergerak.
Taylor, Weber, Fayol, Gullick, telah memberikan kontribusi besar dalam peningkatan produktivitas tetapi mengabaikan sisi manusia dan organisasi sebagai suatu sistem organisme hidup yang berkembang bukan suatu sistem mekanik. Kritik lain juga disampaikan L. White beranggapan bahwa dasar administrasi adalah manajemen bukan hukum, White memberikan pengertian administrasi sebagai "the management of man and material in the accomplishment of the purpose of the state".
Pengakuan Eksistensi Pengaruh Lingkungan Internal
Manusia adalah makhluk yang dinamis memiliki kemampuan akal dan emosional. Kegagalan teori klasik tidak dapat melihat pengaruh relasi hubungan tersebut yang ternyata sangat mempengaruhi motivasi kerja sdm. Tokoh penggagas teori relasi tersebut antara lain adalah follet, mayo, fritz dan roethlisberger. Suatu aturan dan prosedur yang sangat saintifik yang pada umumnya sangat rasional memang dapat meningkatkan produktivitas tetapi perlu diingat bahwa di dalam tiap individu ada rasa yang berasal dari emosional. Manusia berpikir tidak hanya rasional tetapi juga emosional, untuk dapat saling meningkatkan efektivitas dan efisiensi maka rasional maupun emosional individu harus dikelola dengan baik untuk mencapai produktivitas terbaik. Merton (1997) berpendapat bahwa keyakinan Weber tentang keadaan struktur birokrasinya bisa meleset karena Weber tidak melihat apa yang terjadi di dalam pikiran masing-masing individu dalam organisasi. Merton menegaskan bahwa keberhasilan suatu birokrasi sangat tergantung pada perilaku, sikap dan suasana hati dari individu itu sendiri.
Perlu diketahui bahwa setiap individu yang datang tidak terlepas dari anteseden perilaku sosial yang dibawa oleh masing-masing individu sehingga karakter individu dalam organisasi sangat sangat variatif walau nilai-nilai organisasi secara tegas harus dilaksanakan di dalam suatu organisasi tetapi nilai-nilai organisasi tersebut juga akan direspon oleh nilai-nilai internal yang tidak tampak pada perilaku secara langsung tetapi perilaku tersebut muncul dan mengambil celah atau kekosongan dari pengaturan prosedur tersebut. Sebagai contoh mengenai evaluasi dari pelayanan publik hanya pandangan sepihak dan memberikan data-data yang baik-baik saja tetapi menyembunyikan kesalahan atau kegagalan. Evaluasi bisa memberikan dampak negatif apabila permasalahan-permasalahan di dalamnya tidak diungkap karena maksud status sosial untuk memperoleh penghargaan. pengabaian realitas kehidupan individu dapat berakibat fatal bagi organisasi.
Pengakuan Eksistensi Pengaruh dari Lingkungan Eksternal
Sosial masyarakat jauh lebih berkembang dari analisa atau peraturan yang akan diterapkan padanya. adanya interaksi yang sangat cepat dan pengaruh-pengaruh dari luar individu sendiri membatasi prosedur tersebut merencanakan ke depan atau menggunakannya di masa sekarang karena prediksi yang diharapkan akan selalu rentan dengan perubahan eksternal.Kehendak negara menurut Goodnow (1997) diwujudkan dalam tiga hal:
Legislatif/Otoritas politik, sebagai pembuat peraturan, mendengarkan kehendak warga negara dan mewujudkannya dalam aturan perundang-undangan yang nanti akan dijalankan eksekutif.
Eksekutif/otoritas administrasi, melaksanakan kehendak negara tersebut melalui organisasi birokrasi agar penyampaian tersebut tepat dan efektif.
Yudikatif, yang menilai pelaksanaan peraturan, apakah sudah sesuai dengan kehendak rakyat tersebut.
Pemisahan politik dan administrasi menurut P. Appleby (1997) adalah hal tidak tepat, karena bagaimana administrasi dapat dengan tepat menjalankan peraturan yang dibuat oleh otoritas politik/legislatif? Applebly menegaskan bahwa pemisahan politik dan administrasi hanya menjadi layer kedua politik karena administrasi juga berpolitik dalam membuat pilihan kebijakan yang dapat menguntungkan atau merugikan pihak tertentu.
Administrasi publik menempatkan sebagai ahli dalam menjalankan kegiatan yang diamankan karena memiliki standar berdasarkan prinsip universal yang paling valid, serta bebas dari pengaruh moral, politik, maupun individu yang berada dalam administrasi itu sendiri. R. Dahl (1997) berpendapat, bahwa pandangan ini terlalu sempit karena memahami sepihak padahal belum tentu apa yang dipahami benar-benar sesuai. seperti yang diketahui bahwa proses kebijakan tersebut dari kehendak rakyat yang dirumuskan oleh legislatif dan dilaksanakan oleh eksekutif atau administrasi publik akan mengalami bias, sehingga administrasi publik perlu melihat aspek-aspek normatif. proses aspirasi politik yang tidak baik akan berdampak pada lemahnya regulasi dan di domplengi oleh banyak kepentingan dan tentu ketika dilaksanakan oleh administrasi publik akan mengalami banyak permasalahan karena dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai eksternal yang ada dalam masyarakat. Katz dan Kahn (1997) memperkenalan karakter organisasi dalam melihat tantangan lingkungan eksternal yang dinamis yaitu "open system". perubahan eksternal sangat ekstrim dan sangat cepat sehingga model organisasi yang lama sudah tidak adaptif dalam memenuhi kebutuhan yang diharapkan.
A. Wildavsky dan L. Pressman (1997) memperkenalkan konsep implementasi kebijakan, dimana faktor implementasi memegang peranan penting karena final kebijakan berada diujung tombak implementasi. kebijakan yang telah dirumuskan dengan sangat matang dan didesain dengan baik akan ditentukan dengan implementasi yang ada di lapangan, sehingga perlu program dan inovasi yang mampu menjembatani pelaksanaan dan kebijakan agar dapat terlaksana. dalam hal ini kekakuan yang saklek dari design malah akan menghambat implementasi penerapan kebijakan, selain itu tantangan perubahan yang cepat juga tidak dapat diselesaikan dengan desain hierarkis yang prosesnya panjang, pengapilkasian kecerdasan buatan dan big data lebih berpotensi untuk menyelesaikan masalah. Birokrasi perwakilan adalah suatu gagasan yang disampaikan Krislow dan Rosenbloom (1997) dimana birokrasi harus menyuarakan kepentingan rakyat sehingga seleksi pegawai, birokrasi dipilih rakyat dan dapat merepresentasikan kehendak warga negara. Posisi birokrasi seperti perwakilan rakyat, dalam hal ini hak konstitusi dan partisipasi warga negara dalam implementasi kebijakan, tidak hanya pada level legislatif tapi juga eksekutif.
Pengakuan Eksistensi Pengaruh Kombinasi Lingkungan Internal dan Eksternal
Berbeda dengan Gulick yang memperkenalkan istilah POSDCORB, Garson dan Overman (1997) memperkenalkan PA-F-HR-I-ER, yaitu PA (Policy Analysis, melakukan analisis kebijakan publik dan penentuan program yang tepat dari hasil analisa), F (Financial, melakukan perencanaan, kebutuhan, model dan desain, implementasi dan monitoring, serta evaluasi anggaran keuangan), I (Information, berupa pengolahan data dan informasi guna mendukung proses pelaksanaan kebijakan), ER (External relations, adanya kegiatan interaksi dengan pihak luar organisasi guna dapat mendukung kebijakan berjalan dengan baik, baik komunikasi dan negosiasi).
Pentingnya pengaruh lingkungan terhadap organisasi telah banyak diteliti terutama dalam menghadapi ketidakpastian.(Allison & Kaye, 2015; Bryson & Edwards, 2017; David, 2011, Wheelen & Hunger, 2012; Wheelen dkk., 2018; Witcher, 2020). Kemampuan organisasi publik dalam beradaptasi terhadap lingkunganya akan menentukan maju atau tidak organisasi (Bryson, 2004). Model organisasi dalam menghadapi tantangan lingkungan dikenal dengan Manajemen strategi. Faktor di luar organisasi dapat di analisa dengan SWOT yaitu mengukur organisasi dengan melihat Strength (kekuatan), Weak (kelemahan), Opportunity (kesempatan) dan Threat (ancaman). Dengan memahami hal tersebut maka organisasi dapat menjadi peluang untuk memahami keunggulan dan kelemahan serta langkah strategis dalam menghadapi faktor ekonomi, sosial, budaya, demografis, kondisi alam, politik, pemerintahan, hukum, dan teknologi. Wheelen & Hunger (2012) menambah dua jenis environment, yaitu task environment seperti antara lain suppliers, stockholders, union, customers, communities dan internal environment yang meliputi structure, resources, dan culture.Sementara itu, Witcher (2020) mengubah lingkungan global sebagai bagian dari lingkungan eksternal.
Integrasi Model Manajemen Publik
Model administrasi publik klasik menekankan pada nilai efisiensi, ekonomis dan efektivitas melalui struktur hierarkis dan prosedur mekanik. Administrasi publik neo klasik menekankan pada reaksi manusia, sikap dan perilaku tidak hanya rasional tetapi nilai, norma, budaya, sosial, psikologis dan politis. Administrasi publik baru menekankan keadilan serta tetap menjaga nilai efisiensi ekonomi, dan efektifitas. Padangan lain berkembang dengan munculnya New Public Management berupa sistem administrasi publik yang mengadopsi sektor swasta yang lebih agile, adaptif, dan inovatif dalam menjalankan usaha dan mencapai tujuannya, New public service menekankan pada pelayanan yang baik, pemberdayaan dan mendorong partisipasi masyarakat, dan New public governance menekankan tata kelola pelayanan publik dan barang publik dengan kolaborasi pemerintah, swasta dan masyarakat.
Memahami Manajemen Publik di Indonesia
Rangkain pengaruh manajemen publik yang ada dalam tataran ilmu diambil manfaatnya dan diterapkan dalam program pemerintah. Model manajemen strategis sebagai wujud dari manajemen publik adalah diterapkannya Rencana Strategi (RENSTRA) yang dilakukan oleh unit instansi pemerintah, dimulai dari merancang visi, misi, tujuan, strategi, program dan kegiatan sebagai hasil interaksi danesepakatan dengan publik.lalu merancang struktur dan hierarkis, SDM, proses internal untuk implementasi, monitoring, dan evaluasi program.Indonesia memiliki keragaman budaya, lokasi geografis, ketimpangan sosial-ekonomi-pendidikan antar daerah, sehingga standar penerapan juga berbeda-beda.
Reformasi terkait model internal proses terlihat dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dan Peraturan Daerah dan Perpres No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi tahun 2010–2025, Permenpan RB No. 20 Tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi. aturan ini mengatur mengenai model dan rencana bentuk internal organisasi pemerintah yang dipengaruhi paradigma new public management dan New Public Service. Reformasi terkait model open systems dapat dilihat dari UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan peraturan pelaksanaanya, termasuk regulasi terkait e-governance mengikuti paradigma new public governance. Reformasi model strategic management diterapkan dalam UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan dilanjutkan dalam peraturan. Reformasi dalam model rational goal di tingkat nasional (RPJMN, RKP, RAPBN), dan tingkat provinsi, kabupaten/kota (RPJMD, RKPD, RAPBD).
Kegagalan terbesar penerapan paradigma manajemen publik yang berkembang adalah karena ketidaksiapan organisasi publik dalam menghadapi respon model paradigma kebijakan tersebut dengan kondisi politik, sosial, budaya, kondisi, geografis, ekonomi, pengaruh iptek, dan globalisasi dalam lingkungan yang beragam. Boukaert & Jann (2020:31) mengingatkan bahwa dalam dunia administrasi publik, kita perlu keeping an eye around us, yaitu secara serius memperhitungkan faktor-faktor disekitar termasuk nilai dan norma serta menghindar pendekatan “one-sizefits-all” sembari terus belajar satu sama yang lain. gambaran dari pendapat ini administrasi publik perlu memperhatikan lokus (konteks wilayah) dan fokus (konteks prinsip, teori dan model).
Ontologi Dimensi Lokus (Budaya dan Geografis)
Publik harus responsif terhadap variasi lokal. desentralisasi dan kemampuan memahami nilai di daerah menjadi faktor penting dalam penyelenggaraan pemerintah.tradisi budaya, lingkungan primordial, dan kepentingan kelompok sangat mempengaruhi perilaku birokrasi, organisasi publik sudah menanamkan nilai netralitas, profesional, akuntabel, integritas dsb tetapi nilai yang dibawa individu di dalamnya serta interaksi antar individu kadang lebih kuat dari nilai organisasi itu sendiri tetapi adanya interaksi dan kemenangan nilai yang diterapkan sangat tergantung pimpinannya. suatu daerah akan sangat berpengaruh dengan tradisi setempat, budaya dan nilai akan mempengaruhi setiap aspek masyarakat termasuk dalam politik. suku daerah setempat sudah memiliki tradisi dalam memilih pemimpin. bagaimana standar nilai yang digunakan apakah standar paradigma administrasi publik yang dipakai atau standar masyarakat dalam daerah setempat. Pelaksanaan fit and proper test seringkali menjadi formalitas apabila pemilihan tetap menggunakan standar masyarakat setempat karena apabila dilihat dari sisi administrasi publik mungkin salah orang tetapi bisa jadi dalam sisi masyarakat setempat dengan standar yang dimiliki menghasilkan “right man in the right place” tetapi tentu jika dilihat nantinya dalam konteks pemerintahan secara nasional hal ini akan terjadi benturan.
Perbedaan standar ini tentu akan menyebabkan meningkatnya kasus-kasus terkait relasi khusus yang bersifat informal seperti hubungan kekeluargaan, hubungan pertemanan,
hubungan primordial. Menurut standar administrasi publik hal ini berpotensi terjadinya kasus dinasti, korupsi, suap, kolusi, dan nepotisme, tetapi efektif atau tidaknya model seperti ini tentu tidak dapat dipukul rata, kekuatan dinasi bisa jadi memberi angin perubahan yang masih apabila dilaksanakan dengan moral dan tanggung jawab yang tinggi. tetapi fakta-fakta banyak di temukan maladministrasi akan berdampak pada kinerja. proses pelaksanaan fungsi manajemen, yaitu perencanaan, anggaran, implementasi, monitoring dan evaluasi, termasuk juga pada manajemen SDM, seperti pada kasus rekrutmen dan seleksi pegawai, penempatan dalam jabatan, promosi, rotasi, akan sangat menentukan kinerja organisasi pemerintah.
Wilayah geografis Indonesia yang besar dan terdiri atas pulau-pulau memiliki kekhasan tersendiri. persebaran wilayah dan penduduk serta ancaman bencana alam perlu menjadi perhatian dalam membuat kebijakan publik yang tepat sesuai kondisi alam. Lingkungan teknologi dan transportasi juga sangat mempengaruhi keberhasilan manajemen publik di Indonesia. Dengan kondisi geografis yang kompleks seperti Indonesia, maka manajemen publik membutuhkan teknologi informasi dan transportasi untuk mempermudah jangkauan terhadap seluruh wilayah, khususnya wilayah-wilayah terpencil dan yang sulit terjangkau.
Ontologi dalam Dimensi Fokus
Berbagai ilmu yang berkembang dan telah diteliti seperti administrasi publik klasik, neoklasik, administrasi publik baru, new public management, new public service, dan new public governance telah diadopsi dalam konteks Indonesia serta upaya modifikasi disesuaikan dengan kondisi sosial, budaya, politik, ekonomi, pendidikan yang sangat variatif. manajemen publik di indonesia merupakan interdisipliner yang melibatkan beberapa aspek ilmu seperti sosiologi, antropologi, politik, psikologi, hukum, ekonomi, hubungan kemasyarakatan. Pemerintah sebagai otoritas yang diberikan amanah dalam menjalankan peraturan dibekali kemampuan teknis tapi kurang mempedulikan apakah publik menilai positif atau negatif. Pandangan ini akhirnya semakin memperburuk citra pemerintah.
Kebutuhan publik dan kepuasan publik harus menjadi fokus pemerintah. permasalahan peraturan yang kurang tepat dalam implementasi perlu dikaji dalam respon publik dan di buatkan sarana dalam memfasilitasi perubahan tersebut. maka itu seringkali peraturan yang dibuat legislatif masih sangat umum dan menjadi ruang gerak lembaga eksekutif untuk menetapkan dinamika perkembangan dengan tidak keluar dari maksud undang-undang. kasus semacam ini menjadi peluang besar bagi administrasi publik untuk berpolitik dalam menentukan kebijakan publik apakah semakin menyulitkan publik atau mempermudah publik. Selain itu sosok pemimpin yang inspiratif dan teladan diperlukan untuk menginisiasi kolaborasi antara pemerintah swasta dan masyarakat. walau karena unsur nilai budaya, nilai dan norma juga menyebabkan kolaborasi menjelma menjadi kolusi, nepotisme dan kesempatan karena faktor norma dan nilai yang ada didalam masyarakat.
Praktik manajemen publik di Indonesia lebih banyak fokus di awal seperti perencanna tapi setelah tahapan selesai sampai implementasi dan evaluasi, keberlanjutan program jarang dipertahankan, padahal usaha satu kali tentu jarang yang sudah mendapatkan hasil, perlu upaya sistematis yang berkelanjutan. Perencanaan, Pelaksanaan dan evaluasi merupakan rangkaian kegiatan yang saling terkait guna mencapai tujuan. Indikator yang digunakan harus mampu mengukur titik lemah dan upaya perbaikan jangan hanya dijadikan standar penilaian kinerja saja. tetapi penilaian seringkali sebagai upaya menunjukkan keberhasilan dan menyembunyikan kekurangan. Bentuk struktur organisasi dengan payung hukum seringkali memberi keterbatasan dalam upaya melakukan perubahan terutama faktor lingkungan dan perubahan publik tetapi kesalahan dan kegagalan yang di tampakkan akan menjadi celah implikasi sanksi tertentu.
0 comments:
Posting Komentar