Minggu, 06 November 2022

Democracy and Public Administration (Richard C. Box, 2007) Chapter-9 Democratic Administration in Multicultural Environment (Mohamad G. Alkadry)

Democracy and Public Administration

(Richard C. Box, 2007)


Chapter-9

Democratic Administration in Multicultural Environment

(Mohamad G. Alkadry)


Publik administrasi berharap dapat memecahkan masalah yang lebih spesifik terutama semakin beragamnya keinginan individu dan semakin beragam juga pelayanan yang disediakan, Tuntutan lebih spesifik dan sesuai dengan tiap individu seperti produk smartphone yang beraneka ragam sesuai spek dan kebutuhan tiap orang selalu berbeda dan pada akhirnya akan selalu ada keterbatasan atas bertemunya demand dan supply. dan bagi layanan publik menghadapi multi budaya dan multi individu dari setiap budaya tersebut. 

Tidak ada negara yang tidak berbeda budaya, bahkan negara yang menyebutnya satu budaya tersebut juga terpecah dalam sub budaya lagi sampai pada level individu, pada tataran individu inikah identitas seseorang ada, budaya bersifat tercipta sebelum individu ada, tercipta dari generasi ke generasi sebelumnya dan seterusnya setia masa budaya selalu berkembang saling mengubah, budaya membentuk individu walau tidak sepenuhnya dan individu juga mengubah budaya, hal ini terus terjadi dan terus berkembang.

Perbedaan budaya dan perbedaan individu juga berbeda-beda mungkin saja budaya berbeda tapi individu dari budaya berbeda tersebut memiliki kesamaan secara identitas walau budaya mereka sangat jauh berseberangan. Layanan publik atau politik yang selama ini terkecoh dengan identitas budaya mungkin perlu mempertimbangkan kembali pada tingkat individu memiliki kesamaan yang lebih kuat.

Pada dasarnya budaya dan social berusaha melindungi dan menciptakan keadilan bagi individu-individu yang terkumpul di dalamnya. Anthony Appiah (1994) beranggapan bahwa budaya seringkali dipahami sebagai penampilan, bentuk kegiatan dan yang tampak sebagai identitas kolektif dari sekelompok individu, padahal di dalam diri individu memegang prinsip yang berbeda-beda walau sama-sama dalam budaya yang sama. seseorang yang memakan jenggot dan jubah belum tentu di dari culture arab, tapi orang melihat identitas sebagai budaya sehingga perlakuan orang pun akan menjadi beda.

Jurgen Habermas (1994) menyatakan bahwa pemerintah harus menghormati identitas budaya tetapi tidak perlu melestarikannya. Menurut Mohamad Alkadri P. 154: “preserving cultural identities goes against individuals’ right to revise or reject their inherited identits“. Jaminan atas local wisdom menjadi ancaman kebebasan individu untuk mengubah budayanya sebagai hak individu dan kebebasan (Gutmann, 1993, P. 171). Lalu bagaimana seorang yang terlepa dan tidak menerima budayanya maka dia akan kehilangan budaya tersebut dan dikeluarkan dari kelompok budayanya, individu kehilangan identitasnya tapi budaya seharusnya sama bisa kehilangan identitasnya karena individunya sudah meninggalkannya. pemerintah masih menjaga untuk mempertahankan budaya tersebut.

Faktanya budaya dan lembaga budaya masih ada dab bertahan bahkan memperoleh legitimasi untuk mempertahankan dan melindungi budayanya tersebut (West, 1993). sebuah group budaya yang besar memiliki privilege dibanding dengan group budaya kecil atau mereka yang tidak merupakan bagian dari budaya tersebut. privilege ini menciptakan keuntungan bagi anggotanya sehingga akan menciptakan identitasnya sebagai bagian dari budaya tersebut untuk manfaat lainya dalam kehidupan (Young, 1989).

Budaya semakin berkembang, semakin terfragmentasi bahkan terpecah-pecah, tapi pemerintah masih memberikan legitimasi pada kelompok budaya besar untuk mengakui atau tidak mengakui suatu komunitas budaya yang baru lahir terutama di abad 21 ini dimana perkembangan interaksi semakin cepat dan budaya yang lahir lintas negara dan lintas multicultural yang menciptakan perbedaan mendasar dari budaya sebelumnya. pada dasarnya model seperti ini tidak hanya terjadi di budaya tapi di setiap sektor sosial termasuk juga agama, kelompok dan sebagainya. mempertahankan dan menciptakan identitas baru untuk lahir karena semakin lama semakin terfragmentasi, tentu yang berkembang adalah yang memiliki strategi dan ketokohan yang baik dalam mengembangkan kelompoknya. individu yang masuk pun berbeda-beda motifnya dari yang memang sesuai dengan individunya atau maksud lain demi mendapat keuntungan lain dari kelompok tersebut.

Budaya ini juga sering kali terwakili dan meresap dalam politik, proses hubungan memperkuat budaya dengan anggotanya, publik administrasi harus sadar masalah yang akan terjadi jika berbasis kultural dalam administrasi publik. ada strategi terutama dalam melihat budaya secara plural atau secara realitas dimana dapat berlawanan secara culture tetapi karena individu dalam budaya tersebut sudah menerima atau lebih mengarah budaya individu maka penerapan tersebut dapat merubah dominasi budaya yang ada. contoh ketika antrian dalam pelayanan publik ada orang tua mungkin guru kita sendiri mengantri di belakang kita, maka kita memberikan kesempatan kepada beliau terlebih dahulu begitu juga dengan ada pejabat atau orang yang dihormati biasanya budaya tersebut malah kita menjadi mengalah karena status budaya / sosialnya yang lebih tinggi.

Budaya Plural dan pluralistrik integrasi adalah dua konsep yang dikemabgnkan oleh Jeff Spinner (1994) The Boundaries of citizen. Pluralistik integrasi menolak pandangan budaya yang harus dipertahankan dan diperjuangkan mati-matian Plurastik integrasi menanamkan praktik bukan budaya yang dinilai baik secara universal dan oleh hampir semua budaya, praktik ini seperti kejujuran, kemanusiaan, kebaikan dan sebagainya. sedangkan bagi budaya plural memandang budaya lain tetap dalam kacamata dan nilai dari budaya tersebut. Perbedaan atara Budaya plural dan pluralistik integrasi merujuk pada budaya relativisme(Gutmann, 1993). Perbedaan menyikapi budaya tidak dapat dilihat dari sisi budaya yang melihatnya tetapi mengakui dan menerima perbedaan tersebut dengan lapang dada. karena pandangan dari masing-masing budaya pasti berbeda, misal orang jawa tidak menyarankan anaknya merantau tapi bagi budaya orang padang anak harus merantau.

multibudaya dapat saja membagkitkan kisah lalu yang suram dan dapat menimbulkan disintegrasi bangsa, jadi negara harus benar-benar paham akan hal tersebut. Spinner (1994) menekankan pemerintah untuk dapat mendorong serta memfasilitasi pluralistic integration. ada dua alasan kenapa pluralistik ingegrasi ini penting yaitu : pertama, pluralisme integrasi lebih mudah diterapkan di banding cultural pluralism. Kedua, plurastic integrasi lebih konsisten dalam menjaga keberagaman. Pluralistik integrasi sudah banyak diterapkan dan menjadi etika budaya organisasi publik. contoh pluralistik integrasi adalah nilai-nilai pada organisasi publik.

Implikasi dari multibudaya dalam organisasi publik adalah gaya manajemen dan lingkungan kerja yang terdiri atas berbagai individu dengan latar budaya yang berbeda-beda dan pelayanan yang harus melayani warga negara dengan multi budaya yang berbeda-beda juga.selama bertahun-tahun fokus administrasi publik adalah bagaimana administrasi berjalan dengan baik terlepas dari politik dan pembuat keputusan. tetapi perkembangan terakhir bagaimana perkembangan sosial yang lebih terspesialisasi menuntut administrasi publik dapat berkembang mengikuti perubahan sosial dan diera teknologi tuntutan bersama dengan kecerdasan buatan juga telah memberi jawaban kebutuhan publik bahkan sebelum kebutuhan tersebut disampaikan karena mekanisme kerja AI yang memprediksi keinginan warga negara melalui gadget dan aktivitas sosial di dunia internet.

Keterwakilan aspirasi warga negara dalam pelaksanaanya perlu diadopsi oleh administrasi publik, bagaimana kepentingan individu dan kelompok terutama kelompok besar tidak terlaksana di dalam administrasi publik dapat menyebabkan kekecewaan besar bahkan pemberontakan dan keriuhan di tengah masyarakat.Rigs (1970) menekankan apabila administrasi publik berusaha mereform dan meningkatkan produktivitas tanpa diiringi sinergi dengan politik maka yang terjadi adalah gelombang turbulensi yang merusak dan menghancurkan apa yang telah dibuat dan dirancang demi efisiensi dan produktivitas administrasi publik.Dalam setiap gelombang ada dua kelompok reform yang pertama adalah kelompok warga yang aktif dalam menyuarakan aspirasinya dan kelompok warga negara yang pasif (Hindera & Young, 1998). kelompok pasif juga dapat menjadi aktif apabila perwakilannya tidak dapat memperjuangkan hak-hak mereka atau proporsi yang tidak seimbang yang tidak sesuai dengan kekuatan kelompok. paling tidak ada tiga hal kritis yang mempengaruhi perwakilan aktif dan pasif yaitu ketika masa kritis memuncak, kelompok yang merupakan pluralitas (memiliki keunggulan sosial), kelompok mayoritas (mendominasi sosial).

tantangan dari multibudaya dan perwakilan adalah pertama keraguan birokrasi yang ketat akan norma dan prosedur menghadapi multibudaya dan di dalam perwakilan birokrasi sendiri tercipta multibudaya yang dapat berpotensi masalah. selain itu kegagalan grup yang terdiri atas politik, pembuat kebijakan dan birokrasi dalam mengatasi dan menghadapi beraneka ragam sosial group. dalam demokrasi perwakilan setiap budaya memiliki sub budaya dan masing-masing sub budaya bisa saja bertentangan. contoh misal dalam Arab-amerika sosial group dimana didalamnya ada sub arab seperti maroko, pakistan, irak, iran, mesir dan sebagainya yang memiliki nilai yang berbeda-beda juga. sehingga keterwakilan dari sosial group belum tentu dapat menyelesaikan masalah.

Saat ini grup target tidak hanya dilihat dari budaya tetapi dari umur, hobi, kemampuan, profesi, dan sebagainya. karena hal tersebut pada akhirnya group kembali membentuk identitasnya. kelompok / group feminist menyatukan wanita dari semua kalangan tidak peduli dari agama, warna kulit, profesi, yang mengangkat feminim sebagai penyatunya dan akhirnya menjadi kelompok / group yang memiliki keterwakilan.

Birokrasi saat ini mungkin sudah membentuk budayanya sendiri, misal di dominasi pria, normal/hetrosexual, kelompok paruh baya berada dipimpinan. selain itu perbedaan culture juga membentuk silo hubungan antar birokrasi. pola ini terjadi karena hierarki kewenangan yang sebenarnya tidak begitu efektif lagi dalam mengejar tujuan dan faktanya malah membatasi perkembangan anggotanya (Denhardt & Perkin, 1976).

Dalam mencari solusi hal tersebut apakah birokrasi dapat bekerja sama dalam menerima unsur-unsur baru dalam masyarakat dan diterapkan dalam organisasi dengan satu cara untuk semua atau bekerjasama menerima unsur-unsur baru ke dalam wacana multibudaya dan tentu akan terjadi perubahan budaya organisasi dengan menyerap budaya yang berkembang meliputi nilai dan budayanya? sebagai contoh saat ini adalah era pragmatis dan teknologi, di satu sisi ketika budaya tersebut masuk dan diserap serta diambil nilainya maka organisasi publik akan mengikuti perkembangan yang ada dengan langsung menyesuaikan nilai dari luar dan tentu pasti ada efek perubahan yang cepat tersebut belum tentu mampu memberikan solusi terbaik.

Seringkali warga negara tidak merasa dilibatkan dalam kebijakan publik, seharusnya politik sebagai pembuat kebijakan mampu mendengar aspirasinya tetapi  yang didengarkan adalah aspirasi kelompok tertentu dan mengabaikan aspirasi masyarakat. birokrasi adalah organisasi yang langsung menyampaikan pelayanan publik kepada warga negara dan dapat langsung menerima respon serta informasi yang lebih detail sehingga administrasi dapat menjadi jalan masuk bagi partisipasi warga negara untuk menyampaikan aspirasinya. 

Era postmodern tidak ada satu kebenaran, tidak ada satu realitas tetapi banyak kebenaran dan realitas (Yeatman, 1994). ketidakmampuan menangkap informasi dari publik untuk dianalisa harus menggunakan metode baru berupa big data, tujuan dari analisis publik adalah menyiapkan serta membuat kebijakan yang ditujukan diluar. tidak ada kesiapan yang dapat kita definisikan dengan menggunakan kebijakan dan peraturan yang ada karena yang berkembang di luar bukan di dalam ada banyak realitas di sosial warga dan informasi langsung lebih baik dibanding pandangan objektif pengetahuan yang tidak objektif. realitas ada di luar sana di dalam sosial masyarakat.


Kesimpulan:

Ella Shohat dan Robert Stem (1994) mendefinisikan multikultural sebagai arti melihat dunia dari sejarah masa lalu dan sosial kontemporer atau masa sekarang dari perspektif radikal persamaan , potensi dah hak. Multikultural tidak hanya dari artefak, upacara, peninggalan museum, ataupun film seri tetapi kekuatan hubungan antara komunitas. Multikultural dalam administrasi publik yang direspon dan keadilan hanya para etnis , komunitas, atau hegemoni kelompok tertentu, maka berpotensi untuk gerakan sosial sipil, ada 3 argumen kunci mengani multibudaya tersebut antara lain: (1) multibudaya tidak sama dengan perbedaan, budaya relatif dan budaya plural dikendalikan dari kelompok politik; (2) representatif birokrasi adalah harapan besar birokrasi sebagai penyambung lidah ke policy maker dan pelayanan yang berbasis spesialisasi sesuai kebutuhan warga negara;(3) pendekatan baru dalam administrasi publik dapat menekankan pentingnya realitas individu dan sudut pandangan individu, untuk dapat memperoleh pendekatan terbaik dan responsif. representatif birokrasi adalah lantai bukan atap dan menjadi harapan untuk menyampaikan aspirasi ke atap/pimpinan birokrasi dan politik.


0 comments:

Posting Komentar